Opiniku

  • Uploaded by: wiwit05nov87
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Opiniku as PDF for free.

More details

  • Words: 408
  • Pages: 1
Opiniku Maret 2, 2008 oleh wiwit05nov87 Entah apa yang akan kutulis hari ini, hari ini adalah kali pertama aku membuat tulisan untuk wordpressku. Mungkin aku bukanlah orang pintar yang mengerti tentang banyak hal. Dan Aku juga bukan orang yang cerdas yang dapat mengomentari setiap permasalahan. Tetapi yang pasti aku ingin mencoba belajar mengungkapkan apa yang ada dalam pikiranku. Apa yang ada dalam angan-angan ku dan apa yang ada dalam hatiku. Dunia semakin lama akan semakin penuh dengan pikiran-pikiran dan angan-angan. Namun di sisi lain hati sangat jarang digunakan dan kian lama kian tersingkir. Otoritas hati kini telah dipenggal oleh keegoisan pikiran . Seakan-akan pikiran adalah segalanya sehingga dibiarkan terlalu bebas dan melepaskan sisi kemanusian yang ada. Lebih parah lagi, kebanggaan manusia pada pemikiran telah menjadikan manusia sebagai budak yang tunduk dan patuh terhadap pemikiran yang tercipta tanpa argumen yang lengkap dan bisa dipertanggung jawabkan. Kenyataan yang harus disadari bahwa kita memiliki keterbatasan dalam menggunakan otak dan indera sebagai base camp terciptanya berbagai bentuk pemikiran. Output yang tercipta hanya dapat dilihat dari satu aspek pembenaran, jelas dalam masalah ini semua output pemikiran yang tercipta hanya dapat dijadikan sebagai pembenaran yang bersifat sementara. Nah, hati atau perasaan seharusnya dijadikan pendamping yang dapat memperkuat atau memperlemah pembenaran yang dilakukan oleh otak dan indera begitu juga sebaliknya, sehingga ada kontrol balik dari tiap elemen. Sekali lagi harus diingat bahwa kita memliki keterbatasan. Namun dengan kenyataan tersebut tidak berarti membuat kita pesimistis. Kita diberi kewenangan untuk terus mengembangkan pikiran. Kita diberi kebebasan untuk menembus cakrawala, membelah lautan, menggeledah isi bumi dengan pikiran kita. Kita juga diberi kesempatan untuk menilai, mencermati, membantah, menyimpulkan sesuatu. Output dari kesemuanya itu seharusnya telah didasarkan atas arah dan tanggung jawab yang jelas sebagai makhluk Tuhan dan makhluk sosial. Pertama, sebagai makhluk ciptaan Tuhan, jangan sampai membuat diri kita merasa congkak dengan hasil pemikiran tersebut dan mengklaim sebagai makhluk otonom yang dengan pemikirannya mampu mengurus dan membuat dunia lebih baik dengan sistem yang dia miliki. Kedua sebagai makhluk sosial, harus kita sadari bahwa kita hidup di dalam suatu komunitas yang disebut masyarakat dimana di dalam komunitas tersebut terjadi interaksi antar satu dengan yang lain. Setiap aksi yang kita lakukan pasti berdampak terhadap orang lain, begitu juga dengan pemikiran kita. Ketika pemikiran tersebut sudah dirilis menjadi suatu aksi yang nyata setidaknya harus kita pikirkan dampak apa yang akan ditimbulkan bagi orang lain. Jangan sampai berdampak negatif yang dapat meresahkan masyarakat. Karena setiap perbuatan yang kita lakukan pasti akan dipertanggungjawabkan. Yakinlah

Related Documents

Opiniku
June 2020 3

More Documents from "wiwit05nov87"

Opiniku
June 2020 3
Kegelisahan Hati
June 2020 7