[o3] Polarimeter

  • Uploaded by: bat.laugh
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View [o3] Polarimeter as PDF for free.

More details

  • Words: 4,045
  • Pages: 28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Menurut C. Huygen cahaya adalah gerak gelombang yang terpancar dari suatu sumber dalam semua arah. Cahaya termasuk dalam gelombang transversal, yaitu gelombang yang arah rambatnya tegak lurus arah getaran, sehingga cahaya dapat terpolarisasi. Polarisasi adalah terserapnya sebagian arah getar cahaya. Cahaya yang sebagian arah getarnya terserap disebut cahaya terpolarisasi. Dan jika cahaya hanya mempunyai satu arah getar, maka disebut sebagai cahaya terpolarisasi linear.

1.2 Tujuan percobaan Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan konsentrasi larutan gula dengan menggunakan polarimeter, sekaligus menentukan sudut polarisasi.

1.3 Permasalahan Permasalahan yang dapat timbul dari percobaan ini adalah penampakan gelap dan terang pada polarimeter tidak sama persis untuk tiap percobaan. Disamping itu kita juga harus dapat menentukan konsentrasi gula berdasarkan sudut polarisasi dan suhu larutan.

1.4 Sistimatika laporan Laporan ini dimulai dengan abstrak, kemudian dilanjutkan dengan daftar isi, daftar gambar, dan daftar tabel. Bab I berisi tentang pendahuluan, yaitu latar belakang, tujuan percobaan, permasalahan dan sistimatika laporan. Bab II adalah dasar teori, sedangkan Bab III adalah tentang peralatan dan cara kerja. Analisis data dan pembahasan diletakkan pada Bab III, sedangkan kesimpulan pada Bab IV. Terakhir adalah daftar pustaka.

BAB II DASAR TEORI

Interferensi dan difraksi dapat terjadi pada semua jenis gelombang, misalnya gelombang bunyi, gelombang tali, gelombang pada permukaan cairan ataupun gelombang cahaya. Polarisasi hanya dapat diamati pada gelombang transversal.yang terdapat pada gelombang tali dan cahaya dan tidak terdapat pada gelombang bunyi, karena gelombang bunyi termasuk gelombang longitudinal. Percobaan sederhana yang membuktikan bahwa cahaya adalah gelombang transversal yang paling mudah yaitu dengan menggunakan lempeng polaroid identis seperti yang digunakan pada kaca mata hitam. Setiap lempeng cukup transparan dan bila satu lempeng ditempatkan di atas yang lain , maka yang terlihat masih transparan. Tetapi bila salah satu diputar perlahan-perlahan daerah yang tumpang tindih akan menjadi gelap. Berabad-abad sebelum penemuan lempeng polaroid, peristiwa tersebut diamati dengan menggunakan kristal tertentu yang secara alamiah seperti kalsit. Dalam kenyataan, Newton meninjau peristiwa ini sebagai bukti melawan teori gelombang cahaya karena setiap orang kemudian mengandaikan bahwa cahaya adalah gelombang longitudinal. Namun demikian tidak seorangpun dapat menjelaskan bagaimana intensitas gelombang longitudinal dapat terpengaruh dengan perputaran sesuatu di sekitar sumbu sejajar pada arah gerak gelombang. Pada tahun 1817, F. Young merupakan orang pertama yang menunjukkan bahwa cahaya adalah gelombang transversal. Gelombang longitudinal hanya dapat bergetar satu arah, sedang gelombang transversal dapat bergetar pada berbagai arah yang terletak pada bidang yang tegak lurus pada arah gerak. Dalam suatu berkas cahaya yang tertutup, semua rentetan bergerak dalam arah lintang yang sama sehingga berkas tersebut dapat disajikan oleh amplitudo A. Simpangan titik-titik pada tali tegak lurus dengan arah rambat gelombangnya. Ada gelombang yang simpangannya menjalar menurut bidang XOY (bidang vertikal). Ada juga gelombang yang simpangannya menurut bidang XOZ (bidang horisontal). Kedua gelombang tersebut mungkin resultan dari gelombang-gelombang yang arah simpangannya sembarang arah. Jadi gelombang transversal apapun dapat ditampilkan sebagai resultan dari dua komponen gelombang, yang satu hanya memiliki simpangan pada sumbu y, yang lainnya hanya ada pada sumbu z.

Gambar 1.1 a. Gelombang transversal terpolarisasi pada Y b. Gelombang transversal terpolarisasi pada Z Gelombang yang terpolarisasi pada sumbu Y disebut terpolarisasi linear pada sumbu Y. Gelombang yang hanya menyimpang pada sumbu Z disebut terpolarisasi linear pada sumbu Z. Supaya cahaya bisa terpolarisasi digunakan filter yang hanya meneruskan gelombang-gelombang pada arah polarisasi tertentu saja. Filter polarisasi cahaya dikenal dengan nama polaroid. Polaroid digunakan pada kaca mata pelindung sinar matahari (sunglasess) dan pada filter polarisasi lensa kamera. Cara kerja polaroid berdasarkan prinsip penyerapan, yaitu meneruskan 80% atau lebih gelombang-gelombang yang terpolarisasi sejajar dengan sumbu polarisas, serta hanya melewatkan 1% atau kurang gelombang yang tegak lurus dengan sumbu polarisasi. Dari uraian tersebut dapat didefinisikan bahwa polarisasi adalah terserapnya sebagian arah geter cahaya. Cahaya yang sebagian besar arah getarnya terserap disebut cahaya terpolarisasi, dan jika cahaya hanya mempunyai satu arah gelombang disebut cahaya terpolarisasi linear. Cahaya terpolarisasi dapat diperoleh dari cahaya yang tidak terpolarisasi. Yitu dengan menghilangkan (memindahkan) semua arah getar dan melewatkan salah satu arah getar saja. Ada empat cara untuk melakukan hal itu : •Penyerapan selektif •Pemantulan •Pembiasan ganda •Hamburan

Polarisasi dengan penyerapan selektif Teknik yang umum dipakai untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi adalah menggunakan polaroid, yang akan meneruskan gelombang-gelombang yang arah getarnya sejajar dengan sumbu polarisasi dan menyerap gelombang-gelombang pada

arah getar lainnya. Oleh karena itu, teknik ini disebut polarisasi dengan penyerapan selektif. Suatu polaroid ideal akan meneruskan semua medan yang sejajar dengan sumbu polarisasi dan menyerap semua yang tegak lurus dengan sumbu polarisasi.

Gambar 1.2 Pada gambar di atas tampak dua buah polaroid. Polaroid pertama disebut polarisator, dan polaroid kedua disebut analisator. Polarisator berfungsi untuk menghasilkan cahaya terpolarisasi dan cahaya tak terpolarisasi (alami), sedangkan analisator berfungsi untuk mengurangi intensitas cahaya yang terpolarisasi. Prinsip kerja sistem adalah sebagai berikut. Seberkas cahaya alami masuk melalui polarisator. Cahaya disini dipolarisasikan secara vertikal, yaitu hanya cahaya yang arah getarnya sejajar dengan sumbu polarisasi, sedang yang lainnya diserap. Cahaya yang terpolarisasi vertikal menuju analisator. Pada analisator, cahaya yang arah getarnya tegak lurus dengan sumbu polarisasi diserap. Dari analisator, cahaya yang terpolarisasi adalah cos θ dikalikan dengan polarisasi yang pertama. Jadi analisator berfungsi mengurangi intensitas cahaya yang terpolarisasi. Intensiras cahaya yang diteruskan akan mencapai maksimum, jika kedua sumbu polarisasi sejajar, dan mencapai minimum jika kedua sumbu polarisasi saling tegak lurus. Polarisasi dengan pemantulan Jika cahaya menuju kebidang batas antara dua medium, maka sebagian cahaya akan dipantulkan. Ada tiga kemungkinan cahaya yang terpantul yaitu: •Cahaya pantul tidak terpolarisasi •Cahaya pantul terpolarisasi sebagian •Cahaya pantul terpolarisasi sempurna ketiga kemungkinan diatas tergantung pada besaran sudut datang cahaya. Cahaya pantul tidak terpolarisasi jika sudut datang 00 (searah garis normal bidang batas) atau 900 (searah bidang batas). Cahaya pantul terpolarisasi sebagian jika sudut datang antara 00 sampai 900. Cahaya pantul terpolarisasi sempurna jika sudut datang mempunyai nilai tertentu (disebut sudut polarisasi).

Cahaya dapat diuraikan menjadi dua komponen arah getar. Yang satu sejajar dengan bidang (dinyatakan oleh titik) dan yang satu tegak lurus dengan komponen pertama (dinyatakan dengan panah). Ternyata komponen yang sejajar dipantulkan lebih kuat daripada komponen tegak lurus, hal ini dikatakan sinar pantul terpolarisasi sebagian. Sinar datang kemudian dilambangkan dengan I, lalu diubah sampai sinar bias dan sinar pantul membentuk sudut 900, pada sudut ini ternyata sinar pantul terpolarisasi sempurna dengan arah getar sejajar dengan bidang. Sudut datang tersebut disebut sebagai sudut polarisasi.

Gambar 1.3 a. Sinar pantul terpolarisasi sebagian b. Sinar pantul terpolarisasi sempurna ip + 900 + r = r =

1800 900 - I

Sin r =

Sin (900 - ip)

Sin r =

Cos ip

Jika cahaya datang dari udara (n=1) menuju bahan dengan indeks bias n, maka dapat ditulis: tan ip =

n 1

tan ip =

n

Prinsip polarisasi pemantulan dimanfaatkan pada kaca pelindung sinar matahari dan lensa. Kaca mata pelindung sinar matahari dibuat dari bahan polaroid untuk mengurangi intensitas sinar pantul matahari (mengurangi kilau cahaya matahari). Polarisasi dengan pembiasan ganda Jika cahaya melalui kaca, maka cahaya lewat dengan kelajuan sama ke segala arah. Ini disebabkan kaca mempunyai satu indeks bias. Tetapi dalam bahan kristal tertentu seperti kalsit dan kuarsa. Kelajuan cahaya tidak sama untuk ke segala arah. Ini disebabkan kristal mempunyai lebih dari satu nilai indeks bias. Jadi cahaya yang lewat mengalami pembiasan ganda.

Jika seberkas sinar datang searah garis normal, maka sinar ini akan dibagi menjadi dua sinar. Sinar pertama diteruskan tanpa pembelokan disebut sebagai sinar biasa. Sinar kedua dibelokkan, dan disebut sebagai sinar istimewa. Peristiwa ini disebut sebagai polarisasi dengan pembiasan ganda. Jadi polarisasi pembiasan ganda terjadi pada kristal yang memiliki lebih dari satu nilai indeks bias. Jika seberkas sinar datang searah dengan sumbu normal, maka akan dibagi menjadi dua, yaitu sinar biasa dan sinar istimewa. Polarisasi dengan hamburan Jika cahaya datang pada suatu sistem (misal. gas), maka elektron-elektron dalam partikel dapat menyerap dan memancarkan kembali sebagian dari cahaya. Penyerapan dan pemantulan kembali ini disebut sebagai hamburan. Hamburan inilah yang menyebabkan cahaya matahari mengenai pengamat di bumi terpolarisasi sebagian. Hamburan jugalah yang menyebabkan langit tampak biru. Berdasarkan analisis tentang hamburan, untuk intesitas cahaya tertentu, intensitas cahaya yang dihamburkan bertambah dengan bertambahnya frekuensi. Karena cahaya biru mempunyai frekuensi yang lebih tinggi dari cahaya merah, maka cahaya biru dihamburkan lebih banyak dari cahaya merah.

BAB III PERALATAN DAN CARA KERJA 3.1 Peralatan 1.

Polarimeter

2.

Lampu natrium dengan perlengkapannya

3.

Thermometer

4.

Gelas ukur

5.

Gula pasir

6.

Aquades dan pipet

3.2 Cara kerja 1.

Dibuat larutan gula yang sangat encer dari aquades dan larutan gula pekat kurang lebih 30 cc.

2.

Dibuat larutan gula yang konsentrasinya setengah dari konsentrasi larutan pertama.

3.

Tabung porselin dibersihkan dengan air.

4.

Tabung porselin diisi dengan aquades sampai penuh, diusahakan jangan sampai timbul gelembung udara, kemudian tabung ditutup hingga rapat.

5.

Tabung dimasukkan ke dalam polarimeter.

6.

Analizer diputar hingga medan pandang yang nampak pada teropong gelap semua.

7.

Kedudukan sudut polarizer dapat dibaca pada skala polarimeter.

8.

Percobaan dilakukan sebanyak 5 kali.

9.

Langkah yang sama dilakukan hingga terlihat setengah terang, terang, setengah gelap.

10. Suhu aquades diukur dengan menggunakan thermometer. 11. Langkah-langkah tersebut diulangi dengan menggunakan larutan gula konsentrasi pertama dan kedua. 12. Tabung porselin dicuci hingga bersih.

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis data Ralat pengukuran Dari hasil pengukuran yang berulang, didapatkan hasil yang berbeda-beda. Untuk itu dibutuhkan ralat kebetulan. Ralat θ aquades (bayangan gelap) θ 0,2 0,19 0,21 0,18 0,2

No. 1. 2. 3. 4. 5. _ θ

=

0,196

_ θ - θ 0,004 -0,006 0,014 -0,016 0,004 _ (θ - θ )2 Tabel 1.1

Ralat mutlak: _ ∑ (θ - θ)2 ∆

1/2

= n ( n - 1) =

0,00052

1/2

20 = 0,005 Ralat nisbi:

I = ∆ / x

x 100 %

= 0,005 x 100 % 0,196 = 2,55 % Keseksamaan: K = 100 % - I = 100 % - 2,55 % K = 97,45 % Ralat θ aquades (bayangan setengah terang)

_ ( θ - θ )2 0,000016 0,000036 0,000196 0,000256 0,000016 =

0,00052

_ θ - θ -0,09 0,01 0,11 0,06 -0,09 _ (θ - θ )2

θ 5 5,1 5,2 5,15 5

No. 1. 2. 3. 4. 5. _ θ

=

5,09

_ ( θ - θ )2 0,0081 0.0001 0,0121 0,0036 0,0081 =

0,032

Tabel 1.2 Ralat mutlak: _ ∑ (θ - θ)2 ∆

1/2

= n ( n - 1) =

1/2

0,032 20

=

0,0016

1/2

= 0,04

Ralat nisbi:

I = ∆ / x

x 100 %

= 0,04 x 100 % 5,09 = 0,79 % Keseksamaan K = 100 % - I = 100 % - 0,79 % K = 99,21 % Ralat θ aquades (bayangan terang) _

_

θ 84 84,3 84,35 84,25 84,2

No. 1. 2. 3. 4. 5. _ θ

=

θ - θ -0,22 0,08 0,13 0,03 -0,02 _ (θ - θ )2

84,22

( θ - θ )2 0,0484 0,0064 0,0169 0,0009 0,0004 =

0,073

Tabel 1.3 Ralat mutlak: ∆

_ ∑ (θ - θ)2

1/2

= n ( n - 1) =

0,073

1/2

20

=

0,00365

1/2

= 0,06

Ralat nisbi:

I = ∆ / x

x 100 %

= 0,06 x 100 % 84,22 = 0,071 %

Keseksamaan: K = 100 % - I = 100 % - 0,071 % K = 99,29 % Ralat θ aquades (bayangan setengah gelap) No. 1. 2.

θ 171 171,2

_ θ - θ -0,068 0,132

_ ( θ - θ )2 0,004624 0,017424

3. 4. 5. _ θ

171,25 170,9 170,99 =

0,182 -0,168 -0,078 _ (θ - θ )2

171,068

0,033124 0,028224 0,006084 =

0,08948

Tabel 1.3 Ralat mutlak: _ ∑ (θ - θ)2 ∆

1/2

= n ( n - 1) =

1/2

0,08948 20

=

0,004474

1/2

= 0,07

Ralat nisbi:

I = ∆ / x =

0,07

x 100 % x 100 %

171,068 = 0,04 %

Keseksamaan: K = 100 % - I = 100 % - 0,04 % K = 99,96 % Ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi I (bayangan gelap)

No. 1. 2. 3.

θ 17,9 18,1 18,15

_ θ - θ -0,1 0,1 0,15

_ ( θ - θ )2 0,01 0,01 0,0225

4. 5. _ θ

18 17,85 =

0 -0,15 _ (θ - θ )2

18

0 0,0225 =

0,065

Tabel 2.1 Ralat mutlak: ∆

_ ∑ (θ - θ)2

1/2

= n ( n - 1) =

1/2

0,065 20

=

0,00325

1/2

= 0,06

Ralat nisbi:

I = ∆ / x =

0,06

x 100 % x 100 %

18 = 0,33 %

Keseksamaan: K = 100 % - I = 100 % - 0,33 % K = 99,67 % Ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi I (bayangan setengah terang)

No. 1. 2. 3. 4.

θ 12,9 13,5 13,1 13,25

_ θ - θ -0,248 0,352 -0,048 0,102

_ ( θ - θ )2 0,061504 0,123904 0,002304 0,010404

5. _ θ

12,99 =

-0,158 _ (θ - θ )2

13,148

0,024964 =

0,22308

Tabel 2.2 Ralat mutlak: ∆

_ ∑ (θ - θ)2

1/2

= n ( n - 1) =

1/2

0,22308 20

=

0,011154

1/2

= 0,1

Ralat nisbi:

I = ∆ / x =

0,1

x 100 % x 100 %

13,148 = 0,84 %

Keseksamaan: K = 100 % - I = 100 % - 0,84 % K = 99,16 % Ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi I (bayangan terang)

No. 1. 2. 3. 4. 5. _

θ 86 86,5 86,7 87 86,85

_ θ - θ -0,61 -0,11 0,09 0,39 0,24 _

_ ( θ - θ )2 0,3721 0,0121 0,0081 0,1521 0,0576

θ

=

(θ - θ )2

86,61

=

0,602

Tabel 2.3 Ralat mutlak: ∆

_ ∑ (θ - θ)2

1/2

= n ( n - 1) =

1/2

0,602 20

=

0,0301

1/2

= 0,17

Ralat nisbi:

I = ∆ / x =

x 100 %

0,17 x 100 % 86,61

=

0,2 %

Keseksamaan: K = 100 % - I = 100 % - 0,2 % K = 99,80 % Ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi I (bayangan setengah gelap)

No. 1. 2. 3. 4. 5. _ θ

θ 181 181,2 181,15 181 180,9 =

181,05

_ θ - θ -0,05 0,15 0,1 -0,05 -0,15 _ (θ - θ )2

_ ( θ - θ )2 0,0025 0,0225 0,01 0,0025 0,0225 =

0,06

Tabel 2.4 Ralat mutlak: _ ∑ (θ - θ)2 ∆

1/2

= n ( n - 1) =

1/2

0,06 20

=

0,003

1/2

= 0,06

Ralat nisbi:

I = ∆ / x =

x 100 %

0,06 x 100 % 181,05

=

0,033 %

Keseksamaan: K = 100 % - I = 100 % - 0,033 % K = 99,97 % Ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi II (bayangan gelap)

No. 1. 2. 3. 4. 5. _ θ

θ 17,25 17,4 17,65 17,25 17,3 =

17,37

_ θ - θ -0,12 0,03 0,28 -0,12 -0,07 _ (θ - θ )2 Tabel 3.1

_ ( θ - θ )2 0,0144 0,0009 0,0784 0,0144 0,0049 =

0,113

Ralat mutlak: _ ∑ (θ - θ)2 ∆

1/2

= n ( n - 1) =

1/2

0,113 20

=

0,00565

1/2

= 0,08

Ralat nisbi:

I = ∆ / x =

x 100 %

0,08 x 100 % 17,37

=

0,46 %

Keseksamaan: K = 100 % - I = 100 % - 0,46 % K = 99,54 % Ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi II (bayangan setengah terang)

No. 1. 2. 3. 4. 5. _ θ

θ 25 24,65 24,7 24,8 24,85 =

24,8

_ θ - θ 0,2 -0,15 -0,1 0 0,05 _ (θ - θ )2 Tabel 3.2

_ ( θ - θ )2 0,04 0,0225 0,01 0 0,0025 =

0,075

Ralat mutlak: _ ∑ (θ - θ)2 ∆

1/2

= n ( n - 1) =

1/2

0,075 20

=

0,00375

1/2

= 0,06

I = ∆ / x

Ralat nisbi:

=

x 100 %

0,06 x 100 % 24,8

=

0,24 %

Keseksamaan: K = 100 % - I = 100 % - 0,24 % K = 99,76 % Ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi II (bayangan terang)

No. 1. 2. 3. 4. 5. _ θ

_ θ - θ 0,07 -0,18 0,17 0,07 -0,13 _ (θ - θ )2

θ 95 94,75 95,1 95 94,8 =

94,93

Tabel 3.3 Ralat mutlak: _

_ ( θ - θ )2 0,0049 0,0324 0,0289 0,0049 0,0169 =

0,088

∑ (θ - θ)2 ∆

1/2

= n ( n - 1) =

1/2

0,088 20

=

0,0044

1/2

= 0,07

I = ∆ / x

Ralat nisbi:

=

x 100 %

0,07 x 100 % 24,8

=

0,074 %

Keseksamaan: K = 100 % - I = 100 % - 0,074 % K = 99,93 % Ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi II (bayangan setengah gelap)

No. 1. 2. 3. 4. 5. _ θ

_ θ - θ -0,36 0,29 0,19 -0,21 0,09 _ (θ - θ )2

θ 191,2 191,85 191,75 191,35 191,65 =

191,56

Tabel 3.4 Ralat mutlak: _ ∑ (θ - θ)2 ∆

=

1/2

_ ( θ - θ )2 0,1296 0,0841 0,0361 0,0441 0,0081 =

0,302

n ( n - 1) =

1/2

0,302 20

=

1/2

0,0151

= 0,12

Ralat nisbi:

I = ∆ / x =

x 100 %

0,12 x 100 % 191,56

=

0,063%

Keseksamaan: K = 100 % - I = 100 % - 0,063% K = 99,94 % Dari analisis data didapatkan besar sudut polarisasi θ (rata-rata) adalah: Bahan

Gelap 0,196 18 17,37

Aquades Aquades + gula (I) Aquades + gula (II)

Terang 84,22 86,61 94,93

Tabel 4.1 Dari data diatas diperoleh harga θ masing-masing konsentrasi adalah: θ1 =

_ _ _ _ θ terang1 - θ terang aquades + θ gelap1 - θ gelap aquades 2

=

86,61 - 84,22 + 18 - 0,196 2

=

20,194 2

=

10,097

θ2 =

_ _ _ _ θ terang2 - θ terang aquades + θ gelap2 - θ gelap aquades 2

=

94,93 - 84,22 + 17,37 - 0,196 2

=

27,884 2

=

13,942

Dari data θ, dapat diperoleh harga c (banyaknya bahan optis aktif (gram) dalam 100 cc larutan), dengan terlebih dahulu menghitung α. Harga α untuk gula tebu dengan menggunakan cahaya kuning Natrium pada suhu 200 C adalah 66,54, sehingga harga αt didapat dari persamaan: αt =

α20 [ 1 - 0,000184 (t -20) ]

=

66,54 [ 1 - 0,000184 (29,5 - 20) ]

=

66,54 [ 0,999816 (9,5) ]

=

632,0136881

Maka didapat harga konsentrasi larutan : c1

=

θ . 100 l. α

=

13,942 . 100 20 . 632,0136881

=

1394,2 12640,27376

c2

=

0,11

=

θ . 100 l. α

=

10,097 . 100 20 . 632,0136881

=

1009,7 12640,27376

=

0,08

4.2 Pembahasan Polarimeter adalah suatu alat yang menggunakan asas polarisasi, yaitu sebuah berkas sinar yang akan diteruskan oleh polarizer dalam berbagai bentuk sinar yang terpolarisasi. Sinar yang terpolarisasi bisa berbentuk polarisasi linear, polarisasi lingkaran dan polarisasi elips. Berkas sinar yang telah terpolarisasi akan diteruskan ke analizer. Analizer adalah penerima berkas sinar dari polarizer. Prinsip kerja selengkapnya polarimater ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 4.1 Sinar natural yang masuk melalui polarizer (P), Setelah keluar sinar yang terpolarisasi linear tersebut akan melalui kolom larutan yang terdapat dalam tabung (T). Selanjutnya sinar diteruskan oleh analizer (A) dan setelah keluar ditangkap oleh mata pengamat (M). Apabila sumbu dari polarizer saling tegak lurus, maka tidak ada sinar yang diteruskan oleh analizer dan bayangan yang nampak oleh mata pengamat adalah gelap. Pada keadaan ini kedudukan sumbu-sumbu tersebut dilukiskan pada gambar berikut:

Gambar 4.2 Sumbu X adalah sumbu analizer dan sumbu Y adalah sumbu polarizer serta S1 menyatakan vektor-vektor sinar yang keluar dari polarizer. Jika pada kedudukan di atas (T) kita isi aquades, maka ketika melalui larutan sinar tidak mengalami perubahan arah getar S1 dan bayangan akan nampak gelap. Dan apabila aquades kita ganti dengan larutan yang optis aktif maka arah getarnya S2 akan terputar. Lambang θ menunjukkan besar serta arah perputaran vektor tersebut. Komponen vektor ini sepanjang sumbu analizer adalah S2. jadi pada keadaan ini ada

komponen sinar yang diteruskan oleh analizer sehingga bayangan yang nampak akan terang. Agar bayangan menjadi terang kembali, maka analizer harus diputar sebesar sudut θ sehingga sumbunya X’. Pada keadaan ini X’ > S2 sehingga tidak ada komponen sinar yang diteruskan oleh analizer. Besar serta perputaran arah getar sinar di dalam larutan sama dengan arah dan besar perputaran analizer. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil percobaan adalah perbedaan asumsi bayangan gelap, terang, setengah gelap dan setengah terang. Faktor lainnya adalah kurangnya

ketelitian dari praktikan. Untuk mengatasi hal ini maka dari tiap

percobaan diambil rata-ratanya.

BAB V KESIMPULAN Dari hasil analisa data percobaan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: •Harga

θ dari aquades pada saat gelap adalah 0,1960

•Harga

θ dari aquades pada saat setengah gelap adalah 171,0680

•Harga

θ dari aquades pada saat terang adalah 84,220

•Harga

θ dari aquades pada saat setengah terang adalah 5,090

•Harga

θ dari larutan gula pertama pada saat gelap adalah 180

•Harga

θ dari larutan gula pertama pada saat setengah gelap adalah 181,050

•Harga

θ dari larutan gula pertama pada saat terang adalah 86,610

•Harga

θ dari larutan gula pertama pada saat setengah terang adalah 13,1480

•Harga

θ dari larutan gula kedua pada saat gelap adalah 17,370

•Harga

θ dari larutan gula kedua pada saat setengah gelap adalah 191,560

•Harga

θ dari larutan gula kedua pada saat terang adalah 94,560

•Harga

θ dari larutan gula kedua pada saat setengah terang adalah 24,80

•θ mencapai

harga terkecil pada saat bayangan gelap

•θ mencapai

harga terbesar pada saat bayangan setengah gelap

•Harga konsentrasi dari larutan gula pertama adalah 0,11 M •Harga konsentrasi dari larutan gula kedua adalah 0,08 M

ABSTRAK Suatu larutan dikatakan sebagai larutan optis aktif, apabila zat tersebut dapat memutar arah (bidang) sinar terpolarisasi linear. Salah satu larutan optis aktif adalah larutan gula. Dengan terlebih dahulu mengetahui suhu dan panjang tabung konsentrasinya dapat dihitung dengan mencari besar sudut polarisasi. Sudut polarisasi dapat dicari menggunakan polarimeter.

DAFTAR ISI 1.

Abstrak

............................................................................................

( i )

2.

Daftar isi

..........................................................................................

( ii )

3.

Daftar gambar

.....................................................................................

( iii )

4.

Daftar tabel

........................................................................................

( iv )

5.

BAB I Pendahuluan

..........................................................................

1

1.1 Latar belakang

...........................................................................

1

.......................................................................

1

.............................................................................

1

1.2 Tujuan percobaan 1.3 Permasalahan

1.4 Sistimatika laporan

...................................................................

1

.........................................................................

2

6.

BAB II Dasar Teori

7.

BAB III Peralatan dan cara kerja

8.

9.

....................................................

7

3.1 Peralatan

....................................................................................

7

3.2 Cara kerja

...................................................................................

7

BAB IV Analisis data dan pembahasan

............................................

8

4.1 Analisis data

..............................................................................

8

4.2 Pembahasan

...............................................................................

21

..........................................................................

23

BAB V Kesimpulan

10. Daftar Pustaka 11. Lampiran

...................................................................................

( v )

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar gelombang transversal Gambar 1.1

.........................................................................................

3

2. Gambar polarisator dan analisator Gambar 1.2

.........................................................................................

4

3. Gambar hukum Snellius Gambar 1.3

.........................................................................................

5

4. Gambar prinsip kerja polarimeter Gambar 2.2

.........................................................................................

21

5. Gambar sumbu pada analizer saat bayangan gelap Gambar 2.2

.........................................................................................

22

DAFTAR TABEL 1.

Tabel ralat θ aquades (bayangan gelap) Tabel 1.1

2.

11

........................................................................................

12

........................................................................................

13

........................................................................................

14

Tabel ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi I (bayangan setengah gelap) Tabel 2.4

9.

........................................................................................

Tabel ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi I (bayangan terang) Tabel 2.3

8.

10

Tabel ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi I (bayangan setengah terang) Tabel 2.2

7.

........................................................................................

Tabel ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi I (bayangan gelap) Tabel 2.1

6.

9

Tabel ralat θ aquades (bayangan setengah gelap) Tabel 1.5

5.

........................................................................................

Tabel ralat θ aquades (bayangan terang) Tabel 1.3

4.

8

Tabel ralat θ aquades (bayangan setengah terang) Tabel 1.2

3.

........................................................................................

........................................................................................

15

Tabel ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi II (bayangan gelap) Tabel 3.1

........................................................................................

16

10. Tabel ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi II (bayangan setengah terang) Tabel 3.2

........................................................................................

17

11. Tabel ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi II (bayangan terang) Tabel 3.3

........................................................................................

18

12. Tabel ralat θ larutan aquades dan gula konsentrasi II (bayangan setengah gelap) Tabel 3.4

........................................................................................

19

13. Tabel θ rata-rata (bayangan gelap dan terang) Tabel 4.1

........................................................................................

20

DAFTAR PUSTAKA

1.

Dosen - dosen Fisika, Fisika II, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

2.

Sears. Zemansky, Fisika untuk universitas 3, Yayasan Dana Buku Indonesia, Jakarta-New York.

3.

Dosen - dosen Fisika, Petunjuk Praktikum Fisika Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

Related Documents

[o3] Polarimeter
May 2020 5
O3
May 2020 4
O3
June 2020 6
Fenton And O3
May 2020 6
Atual /31/o3/2009
April 2020 6