New Wave Marketing (bag 26)

  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View New Wave Marketing (bag 26) as PDF for free.

More details

  • Words: 661
  • Pages: 2
New Wave Marketing oleh Hermawan Kartajaya Sumber : www.kompas.com Bagian 26 Sex and the City Meets Desperate Housewives Rabu, 24 September 2008 | 00:05 WIB FILM Sex and the City dan Desperate Housewives adalah dua contoh pentingnya penggunaan customer insight. Kedua serial TV itu berhasil menyajikan sebuah tontonan yang menarik secara komersial dan juga berkualitas tinggi. Karena itu, tidak heran jika keduanya punya banyak penggemar serta memenangkan sejumlah penghargaan bergengsi, seperti Emmy Award dan Golden Globe Award. Sex and the City malah sudah dirilis film bioskopnya pada akhir Mei 2008 lalu. Lantas, kenapa kedua serial TV ini bisa begitu sukses? Mari kita lihat dulu Sex and the City. Serial TV ini mengisahkan kehidupan sehari-hari empat wanita yang merupakan bagian dari kaum elite di New York. Walaupun usia mereka sudah menginjak kepala tiga dan empat, mereka masih sangat fashionable, sering gonta-ganti busana. Keempat sahabat wanita ini saling ngobrol secara jujur dan terbuka tentang kehidupan mereka, terutama dalam soal cinta. Tak jarang mereka menceritakan fantasi-fantasi seksualnya. Selain isu-isu yang menyangkut seks seperti soal penyakit seks menular, safe sex, atau seks bebas, serial ini juga banyak membahas bagaimana seharusnya peranan wanita di tengah masyarakat kota besar seperti di New York. Salah satu tokohnya, Samantha Jones, yang kebetulan berusia paling tua, malah menyebut dirinya sendiri sebagai try-sexual! Maksudnya, ia berani melakukan hubungan seksual dengan banyak pria tanpa merasa harus terikat. Lalu, bagaimana dengan Desperate Housewives? Serial televisi ini bercerita tentang lima wanita bertetangga yang hidup di satu jalan yang bernama Wisteria Lane. Walaupun kehidupan di situ kelihatannya baik-baik saja, tapi ternyata ada berbagai kisah dan misteri yang cukup seru di balik permukaan. Ada yang sedang berjuang untuk menyelamatkan pernikahannya. Yang lain berjuang mengatasi masalah dengan anak-anaknya. Tokoh yang lain berebut pria dengan tetangga. Satunya lagi berselingkuh dengan tukang kebunnya. Ramai sekali bukan? Nah, karena ceritanya tersebut, kedua serial TV ini kerap menimbulkan kontroversi. Walaupun begitu, kontroversi yang ada justru membuat kedua serial TV ini semakin populer. Sekarang, coba bayangkan diri Anda sebagai seorang market researcher dengan responden wanita yang berumur antara tiga puluhan sampai empat puluhan seperti profil para tokoh di kedua serial TV tadi. Maaf sebelumnya kalau Anda menanyakan secara langsung kepada responden Anda tersebut, mungkin tidak akan ada yang pernah mengaku bahwa sebagian memang ada

yang sex mania seperti karakter Samantha Jones di Sex and the City. Juga, maaf sekali lagi, mungkin enggak ada yang mau ngomong secara terbuka kalau banyak yang terpaksa mempertahankan perkawinan walaupun sebenarnya desperate seperti dalam kisah Desperate Housewives. Hal-hal seperti inilah yang sulit didapat dalam survei tradisional biasa, apalagi yang menggunakan metode kuantitatif. Bisa kita lihat bagaimana peranan customer insight menemukan hal-hal yang sangat sensitif tadi. Sebenarnya kisah seperti Sex and the City dan Desperate Housewives bukan hanya ada di Amerika. Anda ingat film Arisan!? Nah, film ini pun sukses luar biasa dengan cerita yang tidak biasa. Walaupun di permukaan tampaknya kehidupan para karakternya berjalan sempurna, namun ternyata mereka menyimpan berbagai persoalan. Ada karakter gay yang masih bingung menentukan jati dirinya, ada pula karakter istri-istri yang diselingkuhi suaminya atau malah ditinggalkan suaminya. Saya sendiri sangat terkesan dengan film Arisan! ini. Karena itu, saya pernah mengundang Nia Dinata, sutradara, produser, dan salah seorang penulis film ini, menjadi narasumber di acara workshop MarkPlus. Nah, kisah Sex and the City, Desperate Housewives, maupun Arisan! menunjukkan bahwa survei kualitatif bisa lebih valid ketimbang survei kuantitatif. Hal ini karena orang itu akan enggan memberikan jawaban-jawaban yang jujur terhadap pertanyaanpertanyaan survei kuantitatif yang bagi mereka termasuk sensitif. Orang itu jika ditanyai secara langsung terkadang hanya bersedia menunjukkan sisi baik dirinya atau terkadang malu mengungkapkan isi hatinya yang terdalam. Jadi, sekali lagi saya tekankan, Anda harus bisa memahami konsumen luar-dalam. Anda harus mampu mengungkap apa-apa yang tersembunyi di balik permukaan. Sebagai penutup, saya terlintas hal yang cukup menarik. Kalau kedua judul serial TV di atas tadi digabung, jadinya malah nyambung juga: Desperate Sex and the City Housewives. Banyak yang mengalami desperate sex, dan sebagian di antaranya, maaf, mungkin adalah the city housewives. Nah, pas kan?

Related Documents

New Wave Marketing (bag 26)
October 2019 12
New Wave Marketing (bag 25)
October 2019 13
New Wave
November 2019 32
New Wave Marketing.docx
April 2020 12
Marketing New
April 2020 3