Kisruh Data Facebook, ASEAN Jajaki Kerja Sama Keamanan Siber Riva Dessthania Suastha, CNN Indonesia | Jumat, 20/04/2018 17:10 WIB Bagikan :
Ilustrasi. ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
Jakarta, CNN Indonesia -- Sepuluh negara anggota Aspsiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) berencana menjajaki kerja sama keamanan siber menyusul semakin maraknya kejahatan di dunia maya. Mulai dari pencurian data pribadi di media sosial hingga penggunaan data personal pengguna oleh pihak ketiga secara ilegal. Menurut Direktur Kerja Sama Politik dan Keamanan ASEAN Kementerian Luar Negeri RI, Mochamad Chandra Widya Yudha, rencana kerja sama itu akan menjadi salah satu fokus dalam pertemuan para pemimpin negara ASEAN di Singapura 27-28 April mendatang. Pertemuan itu akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo yang didampingi Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.
"ASEAN Leaders Statement on Cyber Security Cooperation merupakan salah satu dokumen yang akan dihasilkan dalam KTT nanti. Ini merupakan upaya ASEAN untuk memperluas kerja sama dalam bidang keamanan siber. Sifatnya baru norma dan prinsip jadi masih sangat awal," kata Chandra dalam jumpa pers di Kemlu RI, Jumat (20/4). Chandra mengatakan kerja sama keamanan siber ini mencakup peningkatan kapasitas serta
pengembangan kebijakan dan norma regional. Ke depan, paparnya, ASEAN memiliki aturan keamanan siber demi memastikan penggunaan dunia siber secara bertanggung jawab oleh negara anggota. Dalam pertemuan itu, Chandra juga mengatakan Indonesia akan menekankan pentingnya memperkuat perlindungan data pribadi pengguna media sosial di Asia Tenggara dalam kerja sama itu. Hal itu dilakukan menyusul bocornya 87 juta data pengguna Facebook dan digunakan oleh pihak ketiha untuk berbagai kepentingan. Sebanyak 1.096.666 data yang bocor diantaranya adalah milik pengguna Facebook di Indonesia.
"Terkait insiden Facebook, Indonesia pun memasukan elemen pentingnya perlindungan data pribadi dalam lingkup kerja sama keamanan siber ini," ujar Chandra. "Namun, kerangka kerja sama ini tidak terbatas hanya pada perlidungan data saja, tapi semua isu yang menyangkut keamanan siber. ASEAN Leaders Statement on Cyber Security akan menjadi salah satu dokumen pokok kami untuk mengembangkan lebih lanjut kerja sama keamanan siber di kawasan," lanjutnya. Laporan perusahaan konsultasi global A.T Kearney menyingkap bahwa negara ASEAN perlu meningkatkan pengeluaran bagi pengamanan siber demi mengantisipasi ancaman digital. Dilansir CNBC, sedikitnya 1.000 perusahaan di Asia Tenggara berisiko kehilangan US$750 miliar dalam kapitalisasi pasar akibat ancaman siber, seperti kebocoran data dan peretasan. Sengketa di Laut China Selatan Selain kerja sama siber, Chandra menekankan percepatan negosiasi kode etik atau Code of Conduct (CoC) di Laut China Selatan juga akan menjadi perhatian 10 pemimpin ASEAN. Meski bukan termasuk negara bersengketa, Chandra memaparkan, Indonesia terus mendorong agar negosiasi CoC bisa segera selesai dan diimplementasikan demi mewujudkan kawasan yang jauh dari risiko konflik. "Meski bukan negara pengklaim, Indonesia tetap mendorong agar pengelolaan situasi keamanan di Laut China Selatan dapat segera dilaksanakan sesuai dengan hukum internasional. Perundingan CoC akan terus menjadi fokus dan kami mendorong agar cepat selesai," ujar Chandra. Chandra mengatakan rangkaian KTT ASEAN akan di awali oleh pertemuan tingkat perwakilan tetap negara anggota pada 25 April, pertemuan tingkat pejabat senior kemlu negara ASEAN pada 26 April, dan pertemuan tingkat Menlu ASEAN pada 27 April.
Dalam KTT tersebut, papar Chandra ada dua dokumen lain yang akan dihasilkan para pemimpin negara anggota yakni Statement for Building Resilience and Innovative ASEAN dan ASEAN Leaders Statement on Smart City Network.
Peran Indonesia dalam Kerja Sama Antarnegara Bidang Sosial Budaya Indonesia aktif ikut serta dalam berbagai kegiatan kerja sama sosial-budaya internasional, baik pada tingkat regional ASEAN atau tingkat dunia. Keikutsertaan Kerja Sama Antarnegara Bidang Sosial Budaya tersebut adalah sebagai berikut. Baca juga: Peran indonesia dalam kerjasama antarnegara bidang ekonomi 1. Peserta dan Tuan Rumah Berbagai Kompetisi Ilmu Pengetahuan
Baca juga: Pengertian usaha pembelaan negara, fungsi, dan bentuknya Indonesia aktif ikut dalam berbagai kompetisi ilmu pengetahuan internasional seperti Olimpiade Fisika Internasional (International Physics Olympiad), Olimpiade Biologi Internasional (International Biology Olympiad), Kontes Robot Internasional. Dalam ajang kompetesi tersebut, para pelajar dan mahasiswa Indonesia sering kali berhasil memperoleh prestasi yang membanggakan. Misalnya, dalam Kompetesi Robot Internasional yang diselenggarakan di Connecticut, Amerika Serikat pada tanggal 5-6 April 2014, Indonesia berhasil menjadi juara pertama pada semua kategori yang diperlombakan. Keberhasilan ini membuktikan kepada dunia bahwa pelajar dan mahasiswa Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara di dunia ini. Selain aktif sebagai peserta, Indonesia jua menjadi tuan rumah untuk kompetisi ilmu pengetahuan internasional. Indonesia menjadi tuan rumah Olimpiade Biologi Internasional (International Biology Olympiad-IBO) ke- 25 yang diselenggarakan di Bali pada bulan Juli 2014. Dalam olimpiade ini, pelajar-pelajar Indonesia kembali menoreh prestasi dengan meraih 3 medali emas dan 1 medali perak.
2. Aktif dalam Program Pertukaran Pelajar Program pertukaran pelajar merupakan salah satu bentuk kerja sama dalam bidang pendidikan. Melalui kegiatan ini, pelajar dapat meningkatkan penguasaan bahasa asing dan memperdalam ilmu yang dipelajari. Pelajar Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan ke berbagai universitas di luar negeri dapat mengikuti program ini. Banyak negara yang dapat dipilih untuk melanjutkan pendidikan, mulai negara-negara di kawasan ASEAN seperti Singapura, Malaysia, atau negara-negara di kawasan Eropa seperti Inggris, Belanda, hingga negara-negara di kawasan Timur Tengah seperti Mesir, dan Sudan. Selain mengirimkan pelajar, Indonesia juga menerima pelajar-pelajar dari luar negeri yang ingin melanjutkan pendidikan di Indonesia. 3. Peserta dan Tuan Rumah Berbagai Ajang Olahraga Internasional Indonesia juga aktif dalam berbagai kegiatan atau ajang olahraga dunia seperti SEA Games, ASEAN Games, Thomas dan Uber Cup, Olimpade. Seperti halnya kompetisi ilmu pengetahuan, atlet-atlet Indonesia juga banyak meraih prestasi. Misalnya, dalam kejuaraan bulu tangkis, atlet Indonesia sering menjuarai berbagai kejuaraan. Selain menjadi peserta, Indonesia juga menjadi tuan rumah untuk ajang tersebut. Contohnya, Indonesia menjadi tuan rumah SEA Games yang diselenggarakan di Palembang. 4. Berperan aktif dalam Kegiatan Kebudayaan Internasional Sebagai negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman budaya, Indonesia aktif dalam kegiatan kebudayaan intenasional. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah mengirim tim kesenian untuk mengikuti dan mempromosikan kesenian dan budaya Indonesia ke berbagai negara di dunia. 5. Memberikan Bantuan Kemanusiaan
Dalam bidang kemanusiaan, Indonesia mengirimkan bantuan kepada negara-negara yang dilanda bencana alam atau konflik. Contohnya, Indonesia mengirimkan bantuan kemanusiaan untuk korban topan haiyan di filipina dan bantuan kemanusiaan untuk gaza, Palestina. Bantuan yang dikirim di antaranya berupa bahan makanan, obat-obatan, pakaian, dan tenaga medis. Selain mengirimkan bantuan, Indonesia juga menerima bantuan kemanusiaan dari negara lain seperti bantuan dari berbagai negara untuk membantu korban tsunami di Aceh.
Demikian artikel tentang Peran Indonesia dalam Kerja Sama Antarnegara Bidang Sosial Budaya semoga bisa bermanfaat bagi agan sekalian.
ASEAN dan tiga mitra sepakat tingkatkan kebudayaan Kamis, 25 Oktober 2018 00:11 WIB
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Muhadjir Effendy (tujuh dari kiri) berfoto bersama dengan para menteri ASEAN yang bertanggung jawab untuk urusan kebudayaan dan kesenian. Pertemuan tingkat Menteri ASEAN untuk urusan kebudayaan dan kesenian (AMCA) ke-8 diadakan di Yogyakarta, Rabu (24/10/2018). (ANTARA/Martha Herlinawati Simanjuntak). Yogyakarta (Antara) - Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan tiga mitra dialognya yakni China, Jepang dan Korea Selatan meningkatkan kerja sama kebudayaan. "Para menteri (ASEAN untuk urusan kebudayaan dan seni) sepakat bahwa kerja sama dalam bidang kebudayaan akan difokuskan pada pertukaran budaya, industri budaya kreatif, pengelolaan warisan budaya, dan pembangunan sumber daya manusia," demikian pernyataan pers bersama pada Pertemuan Menteri bidang Kebudayaan dan Seni ASEAN ke-8 yang diterima Antara dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Yogyakarta, Rabu. Para menteri ASEAN mendorong kelanjutan pembangunan dalam hubungan antarkota antara kotakota Kebudayaan ASEAN dengan kota-kota Budaya Asia Timur. Para menteri ASEAN mengapresiasi upaya China dalam menggunakan kebudayaan untuk membangun persahabatan ASEAN dan China, serta inisiatif China untuk mendorong pertukaran kebudayaan yang didukung oleh Dana Kerja Sama ASEAN-China dan melalui Forum Budaya ChinaASEAN yang diadakan setiap tahun. Mereka mengadopsi Rencana Kerja ASEAN-China tentang Kerja Sama Bidang Kebudayaan 20192021.
Para menteri ASEAN menyambut inisiatif Jepang dalam bidang budaya pop, pengelolaan warisan budaya, perlindungan hak kekayaan intelektual, pendidikan Bahasa Jepang, dan berbagai program pertukaran budaya. Mereka mengapresiasi dukungan finansial dari Jepang untuk melaksanakan proyek-proyek kerjasama malalui Dana Integrasi Jepang-ASEAN (Japan-ASEAN Integration Fund). Para menteri juga mengadopsi Rencana Kerja ASEAN-Jepang tentang Kerja Sama Bidang Kebudayaan 2019-2021. Para menteri ASEAN menyambut pembukaan Rumah Budaya ASEAN (ASEAN Culture House) di Busan, Korea Selatan, dan menghargai kontribusinya bagi hubungan antarmasyarakat. Mereka mengapresiasi dukungan Korea dalam proyek-proyek kebudayaan melalui Dana Kerja Sama ASEAN-Korea (ASEAN Korea Cooperation Fund). Para menteri juga mengadopsi Rencana Kerja ASEAN-Republik Korea tentang Kerja Sama Bidang Kebudayaan 2019-2021. Para menteri ASEAN menyetujui proposal Republik Korea untuk menjadi tuan rumah Pertemuan AMCA Plus Republik Korea pada 2019 dalam rangka memperingati 30 tahun pembentukan hubungan dialog antara Republik Korea dan ASEAN. Para menteri ASEAN Plus Three mengadopsi Rencana Kerja ASEAN Plus Three tentang Kerja Sama Bidang Kebudayaan 2019-2021 yang memberikan garis besar inisiatif-inisiatif dalam bidang kebudayaan yang dapat dilakukan bersama oleh ASEAN dan negara-negara Plus Three. Para menteri mengapresiasi dukungan finansial dari negara-negara Plus Three, yang diberikan melalui Dana Kerja Sama ASEAN Plus Three (ASEAN Plus Three Cooperation Fund), untuk digunakan dalam implementasi proyek-proyek kerja sama yang terdapat dalam rencana kerja. Para menteri ASEAN untuk Kebudayaan dan Seni sepakat untuk mengadakan AMCA ke-9 dan Pertemuan Terkait dengan Mitra Dialog di Kamboja pada 2020. Para menteri menyampaikan apresiasi kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia atas sambutan dan pelayanan yang diberikan kepada seluruh delegasi dan penyelenggaraan AMCA ke-8, Pertemuan Pejabat Senior bidang kebudayaan dan Seni ASEAN (SOMCA) ke-14 dan pertemuan-pertemuan terkait yang baik.
Indonesia-Singapura sepakati kerjasama ekonomi dan budaya Kedua negara sepakat melakukan kerjasama dan ditandai dengan ditandatanganinya beberapa nota kesepahaman (MoU) antara RI dan Singapura.
Di tengah pertemuan IMF-World Bank 2018 di Bali, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Long melakukan Annual Leaders Retreat. Hasilnya, kedua negara sepakat melakukan kerjasama dan ditandai dengan ditandatanganinya beberapa nota kesepahaman (MoU) antara RI dan Singapura. Presiden Jokowi dalam sambutannya menyampaikan, ketidakpastian ekonomi global membuat kerja sama ekonomi menjadi fokus perhatian dirinya dan PM Lee. Dalam Annual Leaders Retreat yang diselenggarakan di Nusa Dua Bali itu, Indonesia dan Singapura menyepakati kerja sama swap dan repo antara Bank Indonesia dengan Monetary Authority of Singapur senilai US$10 miliar. Selain itu, ada pula kesepakatan (MoU) yang ditangani dalam kesempatan yang sama. Diantaranya MoU tentang Promosi dan Proteksi Investasi, yang ditandatangani oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Singapura, Chan Chun Sing, berserta Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi.
Kesepakatan lainnya yakni program kerja sama kebudayaan tahun 2019 - 2021, terutama dalam Seni dan Warisannya. Nota kesepahaman tersebut ditandatangani oleh Menteri Kebudayaan, Komunitas, dan Kepemudaan Singapura, Grace Fu dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhadjir Effendy. Juga pendatanganan MoU tentang kerja sama teknologi keuangan, yakni antara Direktur Manajer Otoritas Moneter Singapura Ravi Menon dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso. Presiden Jokowi memberikan penekanan khusus atas penandatanganan MoU persetujuan promosi dan perlindungan penanaman modal. Hal itu merupakan pertama kali ditandatangani Indonesia sejak merevisi perjanjian investasi di 2014. “Saya harapkan ini akan meningkatkan kepercayaan investor Singapura untuk terus berinvestasi di Indonesia,” ujar Presiden dalam keterangan tertulis, Kamis (11/10). Persetujuan ini, juga akan menjadi model dan referensi untuk perjanjian investasi ke depan.
Narkoba Mengancam? Peran ASEAN dalam Upaya Mengentikannya.
The Golden Triangle ASEAN. Golden Triangle ini meliputi perbatasan Myanmar, Thailand, dan Vietnam Di Golden Triangle ini pernah menangkap 147 kg heroin yang diselundupkan dari Myanmar menuju Thailand menurut data dari UNDOC( United Nations Office on Drugs and Crime). Drugs Traffiking merupakan kejahatan yang terorganisir dan lintas negara yang sangat menghawatirkan negara-negara terutama negara-negara di ASEAN. ASEAN dalam mengangani ini memiliki beberapa Kesepakatan antar negara dan membentuk badan ASOD(ASEAN Senior Officials on Drugs Matters) Sebagai lembaga yang mewadahi negara-negara ASEAN untuk bekerjasama dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya, ASOD memiliki peran dan tugas sebagai berikut: a) Melaksanakan ASEAN Declaration of Principles to Combat the Abuse of Narcotics Drugs, b) Menyelaraskan pandangan, pendekatan, dan strategi dalam menanggulangi masalah narkotika dan cara memberantas peredarannya di wilayah ASEAN, c) Mengkonsolidasikan serta memperkuat upaya bersama, terutama dalam masalah penegakan hukum, penyusunan undang-undang, upaya-upaya preventif melalui pendidikan, penerangan kepada masyarakat, perawatan dan rehabilitasi, riset dan pelatihan, kerjasama internasional, pengawasan atas penanaman narkotika serta peningkatan partisipasi organisasi-organisasi nonpemerintah, d) Melaksanakan ASEAN Policy and Strategies on Drug Abuse Control sebagaimana telah disetujui dalam pertemuan ASEAN Drug Experts ke-4 di Jakarta tahun 1984, e) Melaksanakan pedoman mengenai bahaya narkotika yang telah ditetapkan oleh “International Conference on Drugs on Drug Abuse and Illicit Trafficking” dimana negara-negara anggota ASEAN telah berpartisipasi secara aktif,
f) Merancang, melaksanakan, dan memonitor, serta mengevaluasi semua program penanggulangan masalah narkotika ASEAN, g) Mendorong partisipasi dan kerjasama dengan pihak ketiga dalam upaya pemberantasan peredaran gelap narkotika dan, h) Meningkatkan upaya ke arah tercapainya ratifikasi, aksesi, dan pelaksanaan semua ketentuan PBB yang berkaitan dengan masalah bahaya narkotika. Indonesia memiliki upaya mencegah narkoba melalui kebijakan kementrian luar negeri Kejahatan narkotika dan obat terlarang (narkoba) pada umumnya bersifat transnasional (cross border), sehingga tidak ada satu negara pun yang terlepas dari sasaran sindikat kejahatan narkoba internasional termasuk Indonesia. Karena sifatnya yang lintas batas tersebut, masalah narkoba tidak bisa diselesaikan sendiri. Masyarakat internasional telah memiliki tiga Konvensi anti narkoba yaitu Single Convention on Narcotic Drugs, 1961; Convention on Psychotropic Substances, 1971; dan Convention against the Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988. Sebagai negara pihak di ketiga Konvensi PBB terkait narkotika Indonesia senantiasa aktif dalam kerja sama internasional di bidang penanggulangan tindak pidana perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang. Pada tahun 2013, Indonesia telah terpilih sebagai salah satu dari 53 negara anggota Commission on Narcotic Drugs (CND), dan Indonesia akan menjalankan tugasnya hingga tahun 2017. Selain itu, pada tanggal 25 April 2013, pakar farmakologi dan farmakokinetis klinik Indonesia, Prof. Dr. Sri Suryawati, berhasil terpilih menjadi salah satu dari 13 Board Member INCB pada pemilihan yang dilakukan oleh Dewan Ekonomi dan Sosial (ECOSOC) PBB, di Markas Besar PBB, New York. Prof. Suryawati selanjutnya akan menjalankan tugasnya di INCB sampai dengan tahun 2017. Terpilihnya wakil dari Indonesia menunjukkan kepercayaan internasional yang tinggi terhadap Indonesia dan akan memberikan sudut pandang yang lebih seimbang dalam memajukan rezim pengawasan narkoba internasional. Pada tingkat multilateral, Indonesia terus berupaya memainkan peran aktifnya dalam memberantas peredaran dan perdagangan gelap narkoba dalam berbagai forum seperti Commission on Narcotic Drugs, Special Session of the United Nations General Assembly on the World Drug Problem yang akan diadakan pada 19-21 April 2016, Head of National Drug Law Enforcement for Asia-Pacific dan berbagai pertemuan lainnya di bawah kerangka UNODC. Indonesia akan terus mendukung setiap upaya penguatan peran lembaga-lembaga PBB, peningkatan koordinasi antar para pemangku kepentingan pada tingkat internasional dan regional, dalam upaya menanggulangi masalah narkotika secara terpadu dan komprehensif, termasuk melalui pendekatan alternative development, yang mengurangi penanaman tumbuhan mengandung zat narkotika melalui langkahlangkah pembangunan dan peningkatan penghasilan di masyarakat.
Wiranto harapkan komunitas internasional bentuk konvensi dunia maya Selasa, 18 September 2018 20:22 WIB
Menko Polhukam, Wiranto saat menjadi pembicara kunci dalam acara Third Singapore International Cyber Week di Singapura, Selasa (18/9/2018). (Kemenko Polhukam) Memang penting bagi ASEAN untuk membangun upaya regional yang koheren dan terkoordinasi untuk menanggapi ancaman siber lintas batas." Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto mengharapkan, komunitas internasional mampu membuat konsensus untuk membentuk konvensi atau perjanjian internasional tentang manajemen dunia maya sehingga menjadi hukum internasional. "Dalam konteks regional, pemerintah harus terus mempromosikan pengaturan norma di dunia maya untuk mengurangi perilaku tidak bertanggung jawab atau kriminal, terutama dalam konteks ASEAN," kata Wiranto saat menjadi pembicara kunci dalam acara Third Singapore International Cyber Week di Singapura, Selasa. Menurut dia, pada KTT ASEAN terakhir di Singapura, para Pemimpin ASEAN telah berkomitmen untuk mengeksplorasi kelayakan koordinasi kebijakan keamanan siber, diplomasi, kerja sama, serta upaya pengembangan kapasitas dan teknis. "Memang penting bagi ASEAN untuk membangun upaya regional yang koheren dan terkoordinasi untuk menanggapi ancaman siber lintas batas," kata Menko Polhukam Wiranto seperti dikutip dalam
siaran persnya, yang diterima di Jakarta. Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam mengatakan, transformasi global melalui inovasi digital berlangsung sangat cepat dengan konsekuensi yang jauh jangkauannya. Beberapa peneliti memprediksi bahwa jumlah perangkat yang saling terhubung di dunia diperkirakan akan melonjak dari 8,4 miliar pada hari ini menjadi 20 miliar pada tahun 2020. Angka itu menunjukkan kecenderungan bahwa ada perangkat yang dapat menghubungkan masyarakat di dunia melalui dunia maya sehingga menjadi lebih tertantang untuk dikelola. "Pertumbuhan eksplosif perangkat yang saling terhubung tersebut serta meningkatnya kedalaman dan volume pertukaran data pribadi dan perusahaan, menjadikan dunia maya sebagai target yang memenuhi syarat untuk penjahat cyber atau mata-mata," kata Wiranto. Oleh karena itu, lanjut mantan Panglima TNI ini, bukan suatu kebetulan jika Laporan Resiko Global World Economic Forum (WEF) 2018 memasukkan ancaman keamanan siber dalam bentuk pelanggaran sebagai salah satu dari empat bidang utama yang menyebabkan degradasi lingkungan, ketegangan ekonomi dan geopolitik. Sehingga, dalam mengembangkan strategi keamanan siber yang efektif untuk melawan ancaman tersebut dibutuhkan pendekatan komprehensif dengan mempertimbangkan kepentingan keamanan publik, hak individu dan keamanan nasional. "Oleh karena itu, kita harus bekerja sama untuk mengatasi tantangan tersebut melalui mekanisme bilateral, regional dan bahkan multilateral," kata purnawirawan Jenderal bintang empat ini. Dalam hal kerja sama di lingkup regional, Menko Polhukam mengatakan, ASEAN merupakan kawasan yang memiliki perkembangan cukup cepat di dunia maya dengan basis pengguna internet diperkirakan mencapai 480 juta orang pada tahun 2020 dari yang hanya 260 juta di tahun 2017. Sedangkan media sosial digunakan oleh setengah populasi ASEAN yaitu 630 juta, sehingga menjadikannya sebagai salah satu pasar media sosial terbesar di dunia. Dari 10 negara yang merupakan pengguna Facebook terbesar di dunia, empat diantaranya berasal dari ASEAN yaitu Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand. Sebuah studi juga memperkirakan ekonomi internet di ASEAN akan mencapai $ 200 miliar pada tahun 2025. "Ini hanya gambaran bagaimana sesungguhnya potensi pasar kami yang sedang tumbuh," ucap Wiranto. Namun hal tersebut tidak beriringan dengan pengaturan keamanan siber yang masih berjalan sangat lamban. Sehingga dapat dimanfaatkan oleh penjahat termasuk teroris. Menurut Indonesia Security Incident Response Team on Internet and Infrastructure / Coordination Center (ID-SIRTII/CC), ada sekitar 205.500.000 serangan yang terjadi selama tahun 2017. Jumlah ini
meningkat secara signifikat dibandingkan tahun lalu yang tercatat sebanyak 135.670.000 serangan. Kita tidak bisa menghadapi ancaman keamanan siber sendirian. Diperlukan upaya terkoordinasi dan terpadu dari semua pemangku kepentingan nasional dan regional, serta pemangku kepentingan internasional, mulai dari pembuat kebijakan, lembaga penegak hukum, masyarakat sipil, organisasi publik, pemilik infrastruktur penting, hingga sektor swasta. Dengan demikian, setiap pemangku kepentingan memiliki peran dalam menciptakan lingkungan maya yang aman dan inklusif, jelasnya. Pemerintah Indonesia juga berkomitmen untuk memasukkan pengembangan dan penguatan kerja sama regional dan internasional mengenai keamanan dunia maya sebagai bagian dari kebijakan luar negeri strategis. Badan Siber dan Sandi Negara yang didirikan pada tahun 2017 telah diberi tugas untuk menetapkan kebijakan dan peraturan yang efektif dan kuat dalam keamanan siber. "Dengan demikian, salah satu implementasi yang paling cepat adalah optimalisasi fungsi Indonesia Computer Emergency Team (IDCERT) dan Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) untuk memantau insiden keamanan, memberikan pelatihan tentang keamanan internet dan mendukung penegakan hukum," kata Wiranto. Acara tahunan mengenai isu siber ini merupakan ketiga kalinya yang diadakan oleh Pemerintah Singapura dan telah dibuka oleh Wakil Perdana Menteri Singapura Teo Chee Hean, serta dihadiri oleh kalangan Pemerintah dan Swasta termasuk pelaku industri komunikasi dari berbagai negara yang mempunyai perhatian besar dalam hal isu siber.
Politik Etnisitas
Tema Makalah ini adalah Wawasan Kebangsaan. Adapun tematik makalah ini terdiri dari Wawasan Kebangsaan, Politik Etnisitas, dan Dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan pendekatan teoretis yang digunakan untuk menjelaskan (explanation) tematik itu adalah Cross Cutting Power, Ideologi Loyalitas Kultural Terbelah Dua, dan empat Konsensus Dasar Kebangsaan Indonesia. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa sesungguhnya politik etnisitas memberikan dua dampak konstrkuktif dan atau destruktif terhadap NKRI. Untuk bisa mendapatkan penjelasan tentang tematik dan dampak di atas dapat dingunakan instrumen teori Cross Cutting Power, Ideologi Loyalitas Kultural Terbelah Dua, dan empat Konsensus Dasar Kebangsaan Indonesia. Selanjudnya dapat diikuti sebagai berikut ini. Pengertian Wawasan Kebangsaan Menurut Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) bahwa wawasan kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsanya (ideologi dinamis) dalam lingkungan internal dan eksternal: sejarah, geografis, ideologi yang dapat menjiwai bangsa tersebut. Oleh karena itu maka wawasan kebangsaan itu harus tampak dalam struktur masyarakat Indonesia yang ditandai oleh dua ciri yang bersifat unik. Secara horizontal, hal itu ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, agama, adat, dan perbedaan kedaerahan. Secara vertikal, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Masyarakat Kalimantan Barat (Kalbar) sebagai bagian integral dari masyarakat Indonesia yang pluralistik memang berlatar belakang majemuk atau pluralistik (Furnivall) etnis, agama, dan kultural. Dengan demikian maka secara konsepsional masyarakat Kalbar berada dalam kondisi konflik horizontal yakni etnis, agama, dan kultural secara laten dan atau terbuka. Pengertian Politik Etnisitas
Teori politik etnisitas adalah cara berpolitik menurut garis nenek moyang kelompok-kelompok etnis, budaya, bahasa, agama, dan kepercayaan yang sama, dalam wilayah yang sama, baik sebelum invasi maupun setelah invasi tetap dipertahankan secara bersama-sama, menjadi satu kekuatan politik integrasi nasional bersama pula. Pada kasus konsensus politik etnisitas di Indonesia, menjadi dasar berdirinya NKRI. Cara berpolitik seperti ini berlaku di semua negara di berbagai belahan kawasan di Dunia. Negara-negara itu di Asia Timur, Asean, Asia Selatan, Asia Tengah, Timur Tengah, Afrika Selatan, Afrika Utara, Eropa Barat, Eropa Timur, Asia Osenia, Amrika Serikat, Canada, Australia, dan New Zealand, dan khususnya Indonesia. Politik etnisitas diartikan sebagai “cara membangun kekuatan politik yang menggunakan hubungan emosional kelompok etnis” etnosentris. Karena itu menurut Edward Aspinall, bahwa politik etnisitas memiliki beberapa karakteristik. Pertama, eksis di dalam pemerintahan lokal. Kedua, situasional atau tergantung kebutuhan akan konteks. Ketiga, bisa dimobilisasi pada saat-saat tertentu. Keempat, berlapis-lapis. Karakteristik politik etnisitas Aspinall itu sangat kentara pada saat memasuki Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) Gubernur, Bupati/Walikota di seluruh Indonesia. Perilaku politik etnisitas itu juga berlaku di Kalbar terutama sejak era Reformasi mulai dijalankan termasuk dalam momentum pemilihan Presiden RI. Dalam Kerangka NKRI Politik etnisitas memang tidak dilarang. Akan tetapi bila politisi membangun kekuatan politiknya dengan menggunakan politik etnisitas hendaknya tetap berada dalam kerangka NKRI. Artinya kekuatan politik etnisitas yang dibangunnya harus menguatkan NKRI, bukan malah sebaliknya memberikan implikasi melemahkan NKRI yang telah menjadi konsensus nasional. Hal ini patut ditegaskan berhubungan politik etnisitas rentan dengan diskriminasi politik kelompok etnis yang satu terhadap kelompok etnis yang lainnya. Cross Cutting Power Mengenai cross cutting power didefinisikan sebagai suatu upaya “politis akomodasi” untuk mencegah atau mereduksi konflik sosial yang timbul akibat pertentangan politik antara dua kekuatan politik atau lebih yang didorong oleh sikap “politik primordialisme” dan “politik identitas”. Jadi inti cross cutting power adalah fakta persilangan dua kekuatan politik etnisitas dan atau primordialisme. Dengan demikian maka teori cross cutting power sangat siginifikan mengurangi peluang konflik atau kekerasan antar-etnis, antar-agama, antar-ras, dan antar-golongan karena teori cross cutting power dapat mengakomodasi faktor yang mendorong atau memicu konflik antaretnis, antar-agama, antar-ras, dan antar-golongan itu. Ideologi Loyalitas Kultural Terbelah Dua Ideologi loyalitas kultural terbelah dua adalah bentuk perilaku kultural politik kelompok ECI yang dikendalikan oleh dua kekuatan kultural politik Cina sebagai latar belakang Negara asalnya dan kekuatan kultural politik Indonesia sebagai Negara tempat mereka hidup secara politik. Oleh karena kelompok ECI hidup dengan dua kendali kultural politik yang kadang-kadang berlaku secara simultan dan kadang-kadang mengikuti momentum sistuasi yang sedang berkembang, maka disebut sebagai perilaku kultural politik loyalitas kultural terbelah dua (the split cultural loyality) yang kemudian berubah menjadi ideologi loyalitas kultural terbelah dua (the loyality of split cultural ideologies).
Teori Cross Cutting Power Cross cutting power adalah sebuah teori yang dapat mengurangi/memperkecil (minimized) peluang konflik terbuka dalam masyarakat pluralistik seperti di Kalbar, karena sifatnya yang mengakomodir sumber-sumber konflik dalam masyarakat pluralistik. Teori cross cutting power ini sangat efektif dilakukan pada momentum-momentum Pemilu, Pilkada, penyusunan struktur jabatan dalam pemerintah daerah dan lain-lain kegunaan yang terkait dengan politik lokal dan nasional. Masyarakat Kalbar sebagai masyarakat pluralistik (Furnivall), ditandai dengan adanya 3 (tiga) kelompok etnis (ethnic groups) yang jumlahnya dominan yaitu kelompok etnis Melayu, kelompok etnis Dayak, dan kelompok etnis Cina Indonesia (ECI), kemudian disusul oleh etnis-etnis yang lainnya dari Nusantara hingga yang jumlahnya di bawah 1 (satu) persen. Pertanyaan paling tajam dari teori kelompok etnis (ethnic group) adalah, apakah sebenarnya yang dimaksudkan dengan kelompok etnis itu? Don Handelman sebagai salah seorang pakar di bidang etnisitas membedakan empat tingkat perkembangan yang dilakonkan di dalam komunitas budaya manusia sebagai mana dilansir oleh Tilaar, yaitu: kategori etnis; jaringan etnis; asosiasi etnis; dan masyarakat etnis. Namun Tilaar menemukan bahwa tipologi etnis menurut Handelman itu masih kurang karena belum menunjukkan kepada kita mengenai isi dari apa yang disebut etnis tersebut. Schermerhorn-lah yang berhasil melengkapi tipologi Handelman itu dengan memberikan pengertian bahwa suatu kelompok etnis adalah “suatu masyarakat kolektif yang mempunyai atau digambarkan memiliki kesatuan nenek moyang, mempunyai pengalaman sejarah yang sama di masa lalu, serta mempunyai fokus budaya di dalam satu atau beberapa elemen-elemen yang simbolik itu seperti pola-pola keluarga, ciri-ciri fisik, afiliasi agama dan kepercayaan, bentuk-bentuk dialek atau bahasa, afiliasi kesukuan, nasionalitas, atau kombinasi dari sifat-sifat yang tersebut di atas. Pada dasarnya di dalam kelompok tersebut terdapat sejenis tali pengikat antar anggotanya sebagai suatu kelompok. Kelompok etnis Melayu, Dayak, dan ECI serta etnis-etnis yang lainnya dari Nusantara memenuhi syarat Handelman dan Schermenhorn sebagaimana disebutkan di atas. Contohnya antara lain adalah – kesatuan nenek moyang—kelompok etnis Melayu beda dengan kelompok ECI—kelompok ECI beda dengan kelompok etnis Dayak—kelompok etnis Melayu beda dengan kelompok etnis Dayak. Dari aspek kultural kelompok etnis Melayu, etnis Dayak, dan ECI berbeda antara satu sama lainnya. Begitu juga dari aspek agama, kelompok etnis Melayu mayoritas penganut agama Islam; kelompok etnis Dayak mayoritas penganut agama Kristen; sedangkan kelompok ECI mayoritas penganut agama Kong Hu Cu. Perbedaan-perbedaan etnis, kultur, dan agama merupakan potensi konflik laten yang kuat di dalam masyarakat pluralistik seperti masyarakat Kalbar. Konflik menurut Prof. Dr. Maswadi Rauf, MA bahwa “selalu ada dalam setiap masyarakat. Konflik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat karena konflik merupakan salah satu produk hubungan sosial (social relations). Dalam hubungan itu, konflik dapat diartikan sebagai setiap pertentangan atau perbedaan pendapat paling tidak dua orang atau kelompok. Konflik demikian itu disebut konflik lisan atau konflik non-fisik. Jika tidak dapat diselesaikan, konflik tersebut dapat meningkat menjadi konflik fisik, yakni dilibatkannya benda fisik dalam perbedaan pendapat. Hubungan sosial yang dilakukan oleh setiap anggota masyarakat merupakan sumber terjadinya konflik dalam masyarakat. Hubungan sosial menghasilkan dua hal.
Pertama, manfaat atau keuntungan bagi pihak yang terlibat. Hal itu berarti bahwa hubungan sosial yang sukses memberikan keuntungan yang sama bagi pihak yang terlibat karena dengan berhubungan dengan orang lain, seseorang dapat menerima jasa dari orang lain yang tidak dapat dilakukan sendiri. Kedua, pembagian kerja dan spesialisasi di dalam masyarakat. Seseorang tidak harus mengerjakan apa yang diperlukannya karena ada orang yang dapat mengerjakannya. Dari pengertian konflik Maswadi Rauf itu, sesungguhnya diperoleh pengetahuan bahwa konflik itu dapat dirubah menjadi peluang dalam rangka pelaksanaan pembengunan di daerah Kalbar. Karena tiap-tiap kelompok etnis memiliki potensi dan harapan-harapan untuk mencapai kemajuan di dalam hidupnya masing-masing baik secara berkelompok maupun secara perseorangan (individual). Potensi konflik itu dalam perspektif teori cross cutting power ternyata dapat diminimized. Adapun model apply teori cross cutting power dalam pilkada, dapat dilakukan melalui tiga tahap. Pertama, menginventarisasi sumber-sumber potensi konflik. Kedua, menyilangkan sumber-sumber potensi konflik. Ketiga, menyerahkan kepada masyarakat untuk dipilih oleh masyarakat untuk menjadi pemimpin mereka. Model apply itu dijadikan atensi bagi para pengambil kebijkan di daerah Kalbar. Kasus-kasus model apply cross cutting power di Kalbar adalah pasangan Gubernur-Wakil Gubernur Kalbar Usman Ja’far-LH. Kadir (warga etnis Melayu-etnis Dayak) periode 2003-2008; CornelisChristiandy Sanjaya (warga etnis Dayak-etnis Cina) periode 2008-2013; pasangan Walikota-Wakil Walikota Singkawang, Hasan Karman-Eddy Yacoub (warga etnis Cina-etnis Melayu) periode 20082013; Sutarmiji-Pariyadi (warga etnis Melayu-etnis Madura) periode 2008-2013; pasangan BupatiWakil Bupati Kabupaten Kubu Raya, Muda Mahendrawan-Andreas (warga etnis Melayu-etnis Jawa) periode 2009-2014. Keunggulan cross cutting power terletak pada sifatnya yang akomodatif terhadap faktor pemicu konflik potensial, seperti “politik primordialisme” dan “politik identitas” yang sensitif dan agresif. Karena sifatnya yang akomodatif (yang menjangkau lapisan atas, lapisan menengah, dan lapisan bawah dari masyarakat) itu, cross cutting power senantiasa akan melahirkan cross cutting loyalities dari Nasikun. Teori Ideologi Loyalitas Kultural Terbelah Dua Dari aspek sosial-budaya nasional, keterlibatan kelompok ECI dalam politik memberi arti bagi integrasi sosial, asimilasi, atau pembauran antaretnis dalam masyarakat Pontianak dan Singkawang, di satu sisi. Sedang di sisi lain pada kelompok ECI dikendalikan oleh “tiga aliran kekuatan sosialbudaya (kultural) Cina yakni Konfusianisme, Taoisme, dan Budhisme yang telah berhasil membentuk kepribadian sebagai orang Cina yang membedakkannya dari bangsa lain sejak lebih dari 2000 tahun yang lalu” hingga saat ini. Akan tetapi sebagai warga Negara Indonesia, kelompok ECI juga dituntut harus loyal kepada kultural nasional, di samping harus tetap loyal kepada kultural leluhurnya, Cina. Kemampuan memainkan dua kultural yang berbeda seperti itu, apa lagi harus disesuaikan dengan momentum penggunaan kulturalnya, disebut ideologi loyalitas kultural terbelah dua.
Fenomena ideologi loyalitas kultural terbelah dua itu di era Reformasi dewasa ini sangat menonjol diaplikasikan oleh warga kelompok ECI berhubung mendapatkan payung demokrasi, hukum, dan HAM. Sebagai contoh konkritnya adalah “sembahyang kubur sebagai tanda bakti anak kepada leluhur, pembangunan Klenteng baru di Pontianak dan Singkawang secara bebas, pawai Liong/Naga sepanjang 75 meter keliling kota Pontianak dan kota Singkawang, pawai Tatung pada saat perayaan Cap Go Meh, perayaan Imlek, pembangunan Patung Naga dengan cara paksa oleh Hasan Karman dan Beny Setiawan di Singkawang, dan perasaan superioritas sebagai orang Cina yang berasal dari RRC karena keunggulan ekonomi RRC dewasa ini semakin menonjol”. Itu semua menjadi indikasi menguatnya hegemoni RRC terhadap kelompok ECI melalui tiga aliran kekuatan kultural Cina di atas. Semua itu di era demokrasi tidak dilarang demikian pula dengan aplikasi ideologi loyalitas kultural terbelah dua itu. Hanya saja yang perlu dicatat di sini bahwa “warga Negara Indonesia yang tangkas menggunakan ideologi loyalitas kultural terbelah dua itu hanya warga kelompok orang Tionghoa. Sedangkan kelompok-kelompok etnis yang lainnya bahkan tidak sama sekali”. Demikian dituturkan oleh informan IMT. Tambahan pula bahwa kelompok ECI satu-satunya warga Negara Indonesia yang memiliki sifat oportunis mulai dari politik, ekonomi, dan sosial budaya. Menurut beberapa informan di kota Pontianak dan kota Singkawang, dengan masuknya kelompok ECI dalam dunia politik, orang kelompok ECI tidak lagi semata-mata identik dengan kehidupan ekonomi dan bisnis. Mereka yang menjadi politisi pasti akan selalu turun ke masyarakat untuk memahami secara lebih riil dan objektif kondisi kehidupan masyarakat pada umumnya. Mereka akan menyelami berbagai sisi kehidupan masyarakat, tidak saja terhadap kelompok ECI, tetapi juga kelompok masyarakat yang lebih luas dan bersifat lintas etnis. Hal itu diyakini akan memberi makna sosial tersendiri bagi masyarakat setempat dari etnis apa pun. Makna sosial itu terdiri atas dampak positif dan dampak negatif terhadap asimilasi sosial. Dampak negatifnya adalah loyalitas kultural kelompok ECI terbelah dua (the split cultural loyality) yang kemudian berubah menjadi the loyality of split cultural ideologies. Hal itu pasti akan dilakukan oleh warga kelompok ECI manakala Indonesia sedang dalam keadaan tidak stabil. Warga kelompok ECI akan berpihak kepada negara leluhurnya, yaitu RRC, lebih-lebih jika RRC memiliki kepentingan politik dalam kondisi Indonesia yang tidak stabil itu (kasus Mao Tse Tung mendukung G-30-S/PKI 1965). Tetapi sebaliknya jika negara Indonesia sedang dalam keadaan stabil, warga kelompok ECI pasti akan mendukung Indonesia sepenuhnya yang meliputi politik, ekonomi dan sosial budaya. Sedangkan dampak positifnya di mata internasional bahwa Indonesia sudah menegakkan supremasi hukum sebagaimana yang tertera di dalam pernyataan normatif status Indonesia sebagai negara hukum (recht staat) sudah demokratis dan menegakkan hak asasi manusia sepenuhnya kepada seluruh warga negaranya. The Split cultural loyality sudah menjadi model relasi sosial antaretnis bagi kelompok ECI dalam masyarakat Kalimantan Barat. Model the split cultural loyality itulah yang sesungguhnya menjadi strategi bagi kelompok ECI untuk dapat mengadaptasi dalam masyarakat apa pun di Kalimantan Barat pada khususnya dan di dalam masyarakat Indonesia pada umumnya. Dari stretegi itu pula yang menjadikan kelompok ECI ketika era reformasi mulai belaku, kelompok ECI tidak memerlukan waktu lama untuk melakukan recovery nama baik dengan waktu terpisah, melainkan recovery dilakukannya
secara simultan dengan pertarungan politik untuk memenangi politik sebagai pengurus partai politik, anggota legislatif, dan kepala daerah. Semuanya itu merupakan berkah dari aplikasi the loyality of split cultural ideologies seperti pada diagram sebagai berikut ini.
Diagram: Model nasionalisme kelompok ECI di Pontianak dan Singkawang, Kalimantan Barat. (Foto: NusantaraNews) Harmonisasi Hubungan Antar-Etnis Merujuk pada latar belakang kondisi masyarakat Kalbar yang mengandung potensi konflik laten dan terbuka itu, serta penjelasan teoretis mengenai masyarakat pluralistik, kelompok etnis, cross cutting power, ideologi loyalitas kultural terbelah dua, diperoleh pengetahuan bahwa kondisi itu dimungkinkan untuk dirubah. Arah perubahan itu yakni potensi konflik laten dirubah menjadi peluang dalam rangka percepatan pembangunan untuk mencapai kesejhteraan dan keadilan bagi seluruh masyarakat Kalbar. Untuk menjangkau harapan sosial itu dapat digunakan 3 (tiga) instrumen konsepsional yakni harmonisasi antar-etnis, silang-menyilang kekuatan (cross cutting power) dan empat pilar kebangsaan Indonesia, serta terobosan baru sosialisasi ideologi Pancasila. Adapun bentuk praktis (apply)-nya adalah sebagai berikut ini: Pertama, Metode Saling Pengertian Antar Identitas Etnis dan Agama Instrumen konsepsional harmonisasi antaretnis di Kalbar yang menjadi faktor penguat dalam percepatan pembangunan di daerah, memerlukan beberapa hal fundamental yakni saling pengertian antar politik identitas etnis dan agama, penegakan demokrasi, supremasi hukum, penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM), pergeseran orientasi dari pluralisme ke multikulturalisme (multiculturalism) . Model apply saling pengertian dalam perspektif antar-etnis adalah perbedaan-perbedaan etnis,
agama, kultur (antara lain bahasa) yang dianut oleh masing-masing etnis itu harus dipahami sebagai rahmat bagi keluarga besar bangsa Indonesia (KBBI). Dalam pada itu keluar kesimpulan dari masingmasing pihak bahwa “oh, begitu ya…”; bukan kesimpulan “kok begitu ya…”. Penegakkan demokrasi antara lain ditandai dengan penghapusan diskriminasi antaretnis yang satu terhadap etnis yang lainnya. Tetapi di Kalbar sejak era Reformasi dimulai pada tahun 1998 demokrasi sudah mengalir deras bagai aliran sungai Kapuas menuju ke hilir. Indikatornya adalah tujuh orang marga Bong yang bersinar “(the seven shine big bong)” dalam perpolitikan di Kalbar. Ketujuh orang marga Bong itu dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel: The Seven Shining Big Bong. (Foto: NusantarNews) Pertama, Implementasi Teori Cross Cutting Power Implementasi teori cross cutting power dalam masyarakat plural etnis, agama, dan kultur lebih-lebih pemahaman dan kemapanan berdemokrasinya masih labil sangat diperlukan. Terutama karena manfaatnya yang bisa mereduksi konflik hingga mendekati angka zero conflict. Lebih khusus disebutkan bahwa politisi yang menganut teori cross cutting poweruntuk menentukan keputusan politisnya bagi mereka itu adalah politisi yang arif bijaksana karena keputusan politiknya tidak berlatar belakang haus kekuasaan. Kedua, Implementasi Empat Pilar Kebangsaan Indonesia
Yang dimaksudkan dengan 4 (empat) pilar kebangsaan Indonesia adalah faktor perekat kultural dan politik Indonesia sebagai Negara bangsa (Nation State). Keempat pilar kebangsaan Indonesia itu adalah Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Ketiga, Terobosan Baru Sosialisasi Ideologi Pancasila Selama rezim otoriter Orde Baru 32 tahun sosialisasi ideologi Pancasila dilakasanakan oleh Pemerintah Orde Baru melalui metode indoktrinasi yang dikenal dengan Penataran Pengamalan, dan Penghayatan Pancasila (P-4). Sejak era reformasi yang demokratis P-4 dihapuskan dan metode baru sebagai pengganti sosialisasi ideologi Pancasila hingga saat ini belum ada. Sementara Pancasila tetap menjadi dasar Negara NKRI tetapi semakin dilupakan oleh publik. Dengan munculnya berbagai bentuk ancaman nyata berupa gerakan penggantian Ideologi Negara Pancasila, gerakan penggantian bentuk Negara, meningkatnya kerusakan moral bangsa Indonesia khususnya yang terjadi pada kalangan elite nasional, provinsi, kabupaten, dan kota, belakangan ini kerinduan publik untuk kembali mensosialisasikan ideologi Pancasila kembali menguat. Kerinduan itu sangat menggembirakan, namun sosialisasinya tidak akan efektif jika tidak menggunakan suatu metode sosialisasi ideologi Pancasila yang tepat. Untuk itu, maka diperlukan terobosan baru. Terobosan dimaksud akan terdiri dari metode komunikasi dengan jangkauan terbatas dan jangkauan massal. Jangkauan terbatas melalui saluran seminar/dialog interaktif yang diselenggarakan oleh Kesbangpol, Lemhannas, dan institusi sosial kemasyarakatan dan lain seterusnya. Adapun kelompok-kelompok sasarannya adalah tomas, toga, pengusaha, profesi, tokoh adat, serta kelompok-kelompok ekstrim dan lain seterusnya. Sedangkan jangkauan massal melalui saluran media massa elektonika dan media cetak. Media elektronika ditayangkan dalam bentuk sinetron yang menceritakan sosok konkrit seorang eksekutif Pancasilais, legislator Pancasilais, seorang anggota yudikatif Pancasilais, konglomerat Pancasilais, Gubernur Pancasilais, Bupati Pancasilais, dan walikota Pancasilais serta dokter Pancasilais, pers yang Pancasilais dan lain seterusnya yang menggambarkan sosok Pancasilais. Begitu pula denga media cetak bisa dalam bentuk komik yang juga menceritakan sosok Pancasilais seperti itu. Dengan menggunakan metode komunikasi yang berjangkau terbatas dan yang berjangkau massal tersebut di atas, maka masyarakat akan mudah mengukur tentang kualitas Pancasilais seorang tokoh dalam lingkungannya yaitu kurang Pancasilais, agak Pancasilais, Pancasilais, cukup Pancasilais, dan sangat Pancasilais. Keempat, Demokrasi Dalam Ruang Lingkup NKRI Sejak era reformasi memang NKRI telah menjadi Negara demokrasi terbesar ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan India. Namun ruang lingkup demokrasi dimaksudkan hanya untuk pengambilan keputusan secara bersama dalam rangka penguatan dan pembangunan NKRI. Bukan demokrasi untuk mendestruksi NKRI, misalnya mendirikan Negara Islam Indonesia (NII) dan mengganti bentuk Negara Bangsa menjadi Negara agama atau Negara Unitarian menjadi Negara Federal. Walaupun atas dasar keputusan secara bersama-sama atau walaupun telah diputuskan secara demokratis akan tetap haram hukumnya.
Wawasan kebangsaan dalam perspektif politik etnisitas di satu sisi menjadi konstruktif bagi NKRI dan di sisi lain menjadi destruktif bagi NKRI. Konstruktif karena NKRI didirikan atas perjanjian antaretnis di Nusantara. Destruktif karena politik etnisitas dijadikan ukuran pembangunan kekuatan politik etnisnya kemudian di bawa ke dalam ruang birokrasi publik oleh para pejabat publik yang melahirkan diskriminasi dan ketidak adilan sosial terhadap kelompok-kelompok etnis di luar kelompok etnisnya. Hal itu akan mendorong minat pembatalan perjanjian pendirian NKRI oleh para kelompok etnis yang berkonflik. Dengan demikian maka wawasan kebangsaan yang relevan dengan NKRI adalah wawasan kebangsaan Negara Pancasila. Agar NKRI bisa maju, berkembang, kuat, rakyatnnya sejahtera adil dan makmur maka wawasan kebangsaan Negara Pancasila wajib ditegakkan. Sedangkan wawasan kebangsaan atas dasar politik etnsitas yang destruktif wajib ditinggalkan.
Dirjen Kerja Sama Sosbud ASEAN Kementerian Luar Negeri Gelar Dialog di Makassar, Ini Dibahas! Kamis, 22 November 2018 20:39
dok humas pemkot makassar Sekda Kota Makassar dr Naisyah Tun Azikin saat berbicara di acara Dialog Kebijakan dan Konsultasi Publik pada Forum Masyarakat Sosial Budaya Asean, di ruang Sipakatau, Lantai ll Balaikota Makassar, Jl Ahmad Yani, Makassar, Kamis (22/11/2018). Laporan Wartwan Tribun Timur, Fahrizal Syam TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Dirjen Kerja Sama Sosbud ASEAN Kementerian Luar Negeri Indonesia bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, menggelar Dialog Kebijakan dan Konsultasi Publik pada Forum Masyarakat Sosial Budaya Asean. Dialog dilaksanakan di ruang Sipakatau, Lantai ll Balaikota Makassar, Jl Ahmad Yani, Makassar, Kamis (22/11/2018). Dialog dibuka oleh Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Makassar Naisyah Tun Azikin yang mewakili Wali Kota Makassar Moh Ramdhan "Danny" Pomanto. Naisyah mengapresiasi dan berterima kasih kepada Dirjen Kerja Sama Sosbud ASEAN Kementerian Luar Negeri Indonesia atas dipilihnya Kota Makassar sebagai salah satu kota smart city di Indonesia. "Tiga kota besar di Indonesia sebagai kota Smart City salah satunya adalah Kota Makassar, yang sudah menerapkan program smart city. Makassar sudah masuk dalam Asean Community yang bekerja secara multilateral dan berada di peringkat 26 negara-negara se-ASEAN," ucapnya.
Sekda Kota Makassar, dr Hj Andi Naisyah Asikin (TRIBUN TIMUR/DARUL AMRI) Menurutnya, salah satu indikator untuk menjadi sebuah kota yang maju adalah dengan penggunaan informasi teknologi yang akurat, sehingga melahirkan berbagai bentuk kerjacsama di bidang keamanan, politik, sosial, dan budaya, baik itu antara daerah maupun dengan negara-negara lainnya. "Pembangunan Smart City harus menjawab permasalahan kotanya, sehingga setiap pemimpin daerah dan partai politik harus dapat berpikir lebih pintar dalam menghadirkan solusi yang berkelanjutan yang saat ini sedang marak dibicarakan," jelasnya. Naisyah melanjutkan, masing-masing daerah mempunyai permasalahan sendiri, sehingga pada akhirnya memunculkan ide-ide untuk menangani berbagai permasalah perkotaan dengan konsep Smart City. "Konsep Smart City dengan penggunaan berbasis teknologi dan informasi dalam kehidupan seharihari diharapkan menjadikan solusi bagi permasalahan di tiap daerah, terutama pada penanganan masalah kamacetan, keamanan, kesehatan maupun permasalahan dalam pengelolaan sampah di masyarakat," ungkapnya. "Tentunya dengan adanya konsep Smart City yang diperuntukkan bagi masyarakat akan menjadi solusi yang cepat dan tepat sebagai solusi menangani masalah yang timbul. Ini juga merupakan tantangan tersendiri bagi kita, karena ada 400 kabupaten/kota yang akan belajar mengenai smart city di Kota Makassar," terangnya.
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Dirjen Kerja Sama Sosbud ASEAN Kementerian Luar Negeri Gelar Dialog di Makassar, Ini Dibahas!, http://makassar.tribunnews.com/2018/11/22/dirjen-kerja-sama-sosbud-aseankementerian-luar-negeri-gelar-dialog-di-makassar-ini-dibahas.
Indonesia dan Brunei Jalin Kerjasama di Bidang Kepemudaan Sabtu, 15 Desember 2018 23:58 WIB
ist Indonesia dan Brunei Jalin Kerjasama di Bidang Kepemudaan TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia dan Brunei ialah dua negara yang memiliki kedekatan yang istimewa, mulai dari jarak antar negara yang berdampingan, adat istiadat yang tidak terlalu berbeda, dan Bahasa yang serumpun, ditambah lagi interaksi khususnya kepemudaan bukan hal yang baru bagi negara kita dan sudah berjalan saling berkunjung. Oleh sebab itu penting sebuah payung kesepahaman yang tertuang dalam memorandum of understanding bidang kepemudaan kedua negara. Hal ini disampaikan oleh Deputi Bidang Pengembangan Pemuda, Kementerian Pemuda RI Dr. H. M. Asrorun Niam Sholeh MA, dan Tim saat mengadakan pertemuan bersama dengan Kementerian Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga Brunei Darussalam, sabtu (15/12/2018) Didampingi oleh Kordinator Sosial dan Budaya kedutaan Besar Republik Indonesia Brunei Darussalam, Kemenpora RI membicarakan rancangan nota kesepahaman (MoU) kerjasama bilateral G to G terkait kepemudaan RI-Brunei. Ia menyampaikan, bahwa interaksi antar Bangsa khususnya kawasan ASEAN sebagai sebuah komunitas kawasan, harus terus didorong kea rah yang lebih subtantif dan produktif dan terarah, hal ini guna menjawab tantangan revolusi generasi 4.0.
Brunei dan Indonesia seharusnya mewujudkan tantangan ini dalam bentuk kerjasama yang terarah dan terkoodinasikan dengan baik secara bilateral. Chairman Senior Meeting of Youth ini menegaskan “Indonesia adalah negara dengan pemuda rentang usia 16-30 tahun dengan jumlah 62 juta orang, ini merupakan terbesar di Asia Tenggara, dan hal tersebut menjadi potensi besar yang bisa berkontribusi terhadap kemajuan antar bangsa di kawasan ASEAN, khususnya Brunei dan Indonesia”. Hadir turut serta dalam pertemuan tersebut dari pihak Kementerian Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga Brunei Darussalam 9 orang perwakilan KKSB Brunei yang diketuai oleh Puan Hjh Noormaslina. “Kami sangat senang atas kunjungan Indonesia ini, semoga hasilpertemuan ini segera berwujud penandatanganan MoU dan kerjasama kepemudaan, sehingga kegiatan kepemudaan semakin terarah dan terkordinasi dengan baik antara Indonesia dan Brunei,” tutur Noormaslina dalam sambutannya. Beberapa poin penting isi dari MoU yang akan segera dibuat dan ditandatangani antar negara tersebut antara lain: 1. Program pertukaran pemuda. 2. Penyelenggaraan konferensi dan seminar dibidang kepemudaan 3. Pertukaran informasi mengenai isu kepemudaan. 4. Mendorong kerjasama antar organisasi kepemudaan kedua negara. 5. Menyelenggarakan program-program pelatihan di berbagai bidang guna meningkatkan kapasitas pemuda. 6. Kerjasama dalam bidang-bidang pengembangan kepemimpinan pemuda dan kewirausahaan pemuda. 7. Kerjasama kepemudaan lainnya. Guna memudahkan kordinasi teknis penyiapan berkas kerjasama (MoU), Kementerian Pemuda dan Olah Raga dalam hal ini Deputi Pengembangan Pemuda menunjuk Dr. Mustadin, M.Si (Kasubid Promosi Kepemudaan Kemenpora RI) sebagai person in charge (PIC) sedangkan PIC dari Kementerian Kebudayaan, Pemuda dan Olah Raga Brunei yakni Puan Hjh Noormaslina (Ketua Pegawai Belia dan Sukan, KKSB Brunei). Turut serta dalam kunjungan tersebut adalah Kepala Bidang Kemitraan Dalam Negeri Drs. Hery Yansen Manurung, Dra. Sapuroh (Kepala Bidang Promosi dan Penghargaan Pemuda), Wahyuddin Wahab (Kasubid Kementerian Pusat dan Daerah).
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Indonesia dan Brunei Jalin Kerjasama di Bidang Kepemudaan, http://www.tribunnews.com/metropolitan/2018/12/15/indonesia-dan-bruneijalin-kerjasama-di-bidang-kepemudaan.
Punya Barang Hasil Kejahatan di RI? Jangan Harap Bisa Kabur ke Swiss Dana Aditiasari - detikFinance
Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta - Pemerintah Indonesia dan Swiss menyepakati 39 butir perjanjian kerja sama terkait penanganan tindak kejahatan meliputi pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan termasuk di bidang perpajakan. Perjanjian berbentuk Mutual Legal Assistance (MLA) itu ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI Yasonna Hamonangan Laoly dengan Menteri Kehakiman Swiss Karin Keller-Sutter di Bernerhof Bern, Swiss, Senin (4/2/2019). "Perjanjian ini merupakan bagian dari upaya pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya", Yasona dalam keterangan resmi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Bern yang dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (7/2/2019)
Menganut prinsip retroaktif, penindakan bisa dilakukan terhadap segala bentuk kejahatan yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Artinya, seluruh aset hasil kejahatan di masa lalu juga bisa dilacak dan dilakukan penindakan hingga penyitaan.
Duta Besar RI di Bern Muliaman D. Hadad yang ikut hadir dalam kesempatan itu mengatakan perjanjian MLA RI-Swiss tersebut merupakan capaian kerja sama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa dan menggenapi kerja sama kedua negara di bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang telah terjalin baik. Perjanjian MLA RI-Swiss ini merupakan perjanjian MLA yang ke-10 yang telah ditandatangani oleh Indonesia setelah dengan ASEAN, Australia, Hong Kong, China, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran. Sebaliknya, ini adalah perjanjian MLA yang ke-14 bagi Swiss dengan negara non-Eropa.