Nadya.docx

  • Uploaded by: aprillya
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Nadya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,307
  • Pages: 14
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam BAB ini membahas tentang hasil penelitian yang telah dilaksanakan. Hasil penelitian menggunakan analisis univariat yaitu analisis terhadap satu variabel baik variabel bebas maupun variabel terikat. A. Hasil Penelitian Hasil penelitian terbagi atas: deskripsi responden dan analisis univariat. Analisis univariat meliputi deskripsi variable usia, jenis kelamin, status, pendidikan, pekerjaan. 1. Gambaran umum lokasi penelitian Penelitian ini diadakan di Wilayah Kerja Puskesmas Pajang Surakarta terhadap 77 responden sesuai yang telah direncanakan. Puskesmas Pajang Surakarta beralamat di jl. Sidoluhur No. 26, Pajang, Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah. Wilayah kerja puskesmas pajang terdiri dari kecamatan Pajang terdapat 7419 kartu keluarga. Kemudian wilayah kecamatan Laweyan terdapat 675 kartu keluarga. Wilayah kerja puskesmas pajang juga meliputi dua kelurahan yaitu kelurahan Sondakan dengan jumlah sebanyak 3762 kartu keluarga dan di kelurahan Karangasem dengan jumlah kartu keluarga sebanyak 2962. Secara geografis wilayah kerja puskesmas pajang dibatasi oleh wilayah sebagai berikut: a. Pajang bagian utara berbatasan langsung dengan kecamatan Colomadu Karanganyar. b. Pajang bagian barat berbatasan langsung dengan kelurahan makam haji dan kelurahan Gonilan Kartasura Kabupaten Sukoharjo. c. Pajang bagian selatan berbatasan dengan kecamatan Gerogol kabupaten Sukoharjo. Pajang bagian timur berbatasan langsung dengan kelurahan Bumi kecamatan laweyan 2. Deskripsi Responden a. Deskripsi usia responden Tabel IV.1

Distribusi responden menurut usia pasien Frequency

Percent

Valid Percent

Comulative Percent

50 - 60 tahun

12

15,6

15,6

15,6

60 – 70 tahun

44

57,1

57,1

72,7

70 – 80 tahun

16

20,8

20,8

93,5

5

6,5

6,5

100,0

77

100.0

100,0

Diatas 80 tahun

Total

Pada tabel diatas memperlihatkan bahwa usia responden dikategorikan menjadi empat. Responden berusia 50-60 tahun sebanyak 15,6% berjumlah 12 orang, responden berusia 60-70 tahun sebanyak 57,1% berjumlah 44 orang, responden berusia 70-80 tahun sebanyak 20,8% berjumlah 16 orang, dan responden berusia diatas 80 tahun sebanyak 6,5% berjumlah 5 orang. b. Deskripsi jenis kelamin Tabel IV.2 Distribusi responden menurut jenis kelamin Frequency

Percent

Valid Percent

Comulative Percent

Laki-laki

26

33,8

33,8

33,8

Perempuan

51

66,2

66,2

100,0

Total

77

100,0

100,0

Pada tabel diatas memperlihatkan bahwa responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 33,8% berjumlah 26 orang dan responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 66,2% berjumlah 51 orang. c. Deskripsi status pernikahan Tabel IV.3 Distribusi responden menurut status pernikahan

Frequency

Percent

Valid

Cumulative

Percent

Percent

Nikah

53

68,8

68,8

68,8

Janda

18

23,4

23,4

92,2

Duda

3

3,9

3,9

96,1

Tidak Menikah

3

3,9

3,9

100,0

Total

77

100,0

100,0

Pada tabel diatas memperlihatkan bahwa responden dengan status menikah sebanyak 68,8% berjumlah 53 orang, status janda sebanyak 23,4% berjumlah 18 orang, status duda sebanyak 3,9% berjumlah 3 orang dan status tidak menikah sebanyak 3,9% berjumlah 3 orang. d. Deskripsi status pendidikan Tabel IV.4 Distribusi responden menurut pendidikan Frequency

Percent

Valid

Cumulative

Percent

Percent

Tidak Sekolah

8

10,4

10,4

10,4

SD

29

37,7

37,7

48,1

SMP

15

19,5

19,5

67,5

SLTA

21

27,3

27,3

94,8

PT

4

5,2

5,2

100,0

Total

77

100,0

100,0

Pada tabel diatas memperlihatkan bahwa responden yang tidak sekolah sebanyak 10,4% berjumlah 8 orang, responden yang berpendidikan sekolah dasar sebanyak 37,7% berjumlah 29 orang, responden berpendidikan sekolah menengah pertama sebanyak 19,5% berjumlah 15 orang, responden berpendidikan SLTA sebanyak 27,3% berjumlah 21 orang, dan responden berpendidikan PT sebanyak 5,2% berjumlah 4 orang. e. Deskripsi agama Tabel IV.5 Distribusi responden menurut agama

Frequency

Percent

Valid

Cumulative

Percent

Percent

Islam

66

85,7

85,7

85,7

Katholik

4

5,2

5,2

90,9

Kristen

7

9,1

9,1

100,0

Total

77

100,0

100,0

Pada tabel diatas memperlihatkan bahwa pasien yang beragama islam sebanyak 85,7% berjumlah 66 orang, responden yang beragama katholik sebanyak 5,2% berjumlah 4 orang, dan responden yang beragama kristen sebanyak 9,1% berjumlah 7 orang. f. Deskripsi kualitas nyeri Tabel IV.6 Distribusi responden menurut kualitas nyeri Frequency

Percent

Valid

Cumulative

Percent

Percent

Buruk

8

10,4

10,4

10,4

Cukup

38

49,4

49,4

59,7

Baik

31

40,3

40,3

100,0

Total

77

100,0

100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang mengalami kualitas nyeri buruk sebanyak 10,4% berjumlah 8 orang, responden yang mengalami kualitas nyeri cukup sebanyak 49,4% berjumlah 38 orang, dan responden yang mengalami kualitas nyeri baik sebanyak 40,3% berjumlah 31 orang. Semakin buruk kualitas nyeri yang dirasakan pasien, maka semakin buruk pula tingkat kualitas hidup. g. Deskripsi ketergantugan obat Tabel IV.7 Distribusi responden menurut ketergantungan obat Frequency

Buruk

23

Percent

29,9

Valid

Cumulative

Percent

Percent

29,9

29,9

Cukup

27

35,1

35,1

64,9

Baik

27

35,1

35,1

100,0

Total

77

100,0

100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden dengan ketergantungan obat

butuk

sebanyak

29,9% berjumlah 23 orang, responden

dengan

ketergantungan obat cukup sebanyak 35,1% berjumlah 27 orang, dan responden dengan ketergantungan obat baik sebanyak 35,1% berjumlah 27 orang. Semakin tinggi tingkat ketergantungan obat maka semakin buruk tingkat kualitas hidup. h. Deskripsi energy Tabel IV.8 Distribusi responden menurut kemampuan untuk beraktivitas sehari-hari Frequency

Percent

Valid

Cumulative

Percent

Percent

Buruk

6

7,8

7,8

7,8

Cukup

27

35,1

35,1

42,9

Baik

44

57,1

57,1

100,0

Total

77

100,0

100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden dengan kemampuan beraktivitas buruk sebanyak 7,8% berjumlah 6 orang, responden dengan kemampuan beraktivitas cukup sebanyak 35,1% berjumlah 27 orang, dan responden dengan kemampuan beraktivitas baik sebanyak 57,1% berjumlah 44 orang. Semakin baik kemampuan beraktivitas penderita hipertensi maka semakin baik kualitas hidupnya. i. Deskripsi mobilitas Tabel IV.9 Distribusi responden menurut Mobilitas Frequency

Percent

Valid

Cumulative

Percent

Percent

Buruk

1

1,3

1,3

1,3

Cukup

18

23,4

23,4

24,7

Baik

58

75,3

75,3

100,0

Total

77

100,0

100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden dengan mobilitas buruk sebanyak 1,3% berjumlah 1 orang, responden dengan mobilitas cukup sebanyak 23,4% berjumlah 18 orang, dan responden dengan mobilitas baik sebanyak 75,3% berjumlah 58 orang. j. Deskripsi kualitas tidur Tabel IV.10 Distribusi responden menurut kualitas tidur Frequency

Percent

Valid

Cumulative

Percent

Percent

Buruk

10

13,0

13,0

13,0

Cukup

20

26,0

26,0

39,0

Baik

47

61,0

61,0

100,0

Total

77

100,0

100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang memiliki kualitas tidur buruk sebanyak 13,0% berjumlah 10 orang, responden yang memiliki kualitas tidur cukup sebanyak 26,0% berjumlah 20 orang, dan responden yang memiliki kualitas tidur baik sebanyak 61,0% berjumlah 47 orang. k. Deskripsi ADL (Activity of Dily Living) Tabel IV.11 Distribusi responden menurut kemandirian dalam beraktivitas Frequency

Percent

Valid

Cumulative

Percent

Percent

Buruk

8

10,4

10,4

10,4

Cukup

28

36,4

36,4

46,8

Baik

41

53,2

53,2

100,0

Total

77

100,0

100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden dengan ADL buruk sebanyak 10,4% berjumlah 8 orang, responden dengan tingkat ADL cukup

sebanyak 36,4% berjumlah 28 orang, dan responden dengan tingkat ADL baik sebanyak 53,2% berjumlah 41 orang. l. Deskripsi kapasitas kerja Tabel IV.12 Distribusi responden menurut kapasitas kerja Frequency

Percent

Valid

Cumulative

Percent

Percent

Buruk

8

10,4

10,4

10,4

Cukup

29

37,7

37,7

48,1

Baik

40

51,9

51,9

100,0

Total

77

100,0

100,0

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden yang memiliki kapasitas kerja buruk sebanyak 10,4% berjumlah 8 orang, responden yang memiliki kapasitas kerja cukup sebanyak 37,7% berjumlah 29, dan responden yang memiliki kapasitas kerja baik sebanyak 51,9% berjumlah 40 orang. 3. Kualitas Fisik Tabel IV.13 Distribusi kualitas fisik pasien hipertensi Frequency

Percent

Valid

Cumulative

Percent

Percent

Cukup

35

45,5

45,5

45,5

Baik

42

54,5

54,5

100,0

Total

77

100,0

100,0

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil, responden penderita hipertensi memiliki kualitas fisik cukup sebanyak 45,5% berjumlah 35 orang, dan responden penderita hipertensi dengan kualitas fisik baik sebanyak 54,5% yang berjumlah 42 orang. 4. Kualitas Hidup Tabel IV.14 Frequency

Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Buruk

2

2,6

2,6

2,6

Cukup

38

49,4

49,4

51,9

Baik

37

48,1

48,1

100,0

Total

77

100,0

100,0

Berdasarkan tabel diatas didapatkan hasil, penderita hipertensi yang memiliki kualitas hidup buruk sebanyak 2,6% berjumlah 2 orang, penderita hipertensi yang memiliki kualitas hidup cukup sebanyak 49,4% berjumlah 38 orang, dan penderita hipertensi yang memiliki kualitas hidup baik sebanyak 48,1% berjumlah 37 orang.

B. Pembahasan 1. Usia responden Pada penelitian gambaran kualitas aspek fisik pada pasien hipertensi di Wilayah Puskesmas Pajang Surakarta diperoleh sebanyak 77 responden yang sesuai dengan sampel yang direncanakan. 77 responden yang diteliti merupakan pra-lansia dan lansia dengan usia 50 tahun – 80 tahun keatas yang merupakan termasuk usia lansia awal sampai manula dalam kategori usia menurut Depkes RI (2009). Stanley (2007) mengatakan bahwa hipertensi berkaitan erat dengan usia, semakin tua seseorang maka semakin besar resiko terserang hipertensi. Hal ini sesuai dengan penelitian Dewi (2013) tentang gambaran kualitas hidup pada lansia dengan normotensi dan hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Gianyar 1 menunjukkan bahwa responden penderita hipertensi terbanyak adalah lansia kelompok lanjut usia dengan presntase 62,1%. Peningkatan jumlah penderita hipertensi merupakan lansia dengan segala masalah biopsikososial yang berakibat pada kualitas hidup. 2. Jenis kelamin Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin diketahui perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki yang menderita hipertensi. Dari penelitian ini mendapatkan hasil perempuan sebanyak 66,2% dengan jumlah 51 orang, dan lakilaki sebanyak 33,8% dengan jumlah 26 orang. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Putri (2014) menyebutkan bahwa dari 82 responden penelitian, 57,3% adalah perempuan. Wanita cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi

dari pada pria pada saat lanjut usia (Perry & Potter 2005). Menurut Pusparani (2016), wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapat hormon estrogen pada wanita. Berdasarkan hasil penelitian Wahyuni dan Eksano (2013), perempuan cenderung memiliki resiko hipertensi dibandingkan dengan laki-laki, hal ini dikarenakan perempuan akan mengalami fase menopouse diusia diatas 45 tahun. Perempuan yang belum memasuki fase menopouse akan dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Apabila kadar kolesterol HDL rendah dan kadar kolesterol Low Density Lipoprotein (LDL) dapat mempengaruhi terjadinya proses aterosklerosis sehingga menyebabkan tekanan darah tinggi (Anggraini, 2009). 3. Status pernikahan Menurut Purnama (2013), mengatakan status pernikahan berpengaruh kuat terhadap gaya hidup dan tekanan sosial yang dialami seseorang, karena pada responden yang belum menikah mempunyai tekanan sosial yang paling rendah di masyarakat dibanding responden yang berstatus menikah. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian, dimana dari data yang diperoleh, distribusi responden berdasarkan status pernikahan tertinggi yaitu menikah atau tinggal bersama pasangan dengan frekuensi sebanyak 68,8% atau berjumlah 53 orang. Lansia dengan status janda/duda dikarenakan meninggalnya pasangan hidup sehingga tinggal bersama anggota keluarga mereka sebanyak 27,3% berjumlah 21 orang, sedangkan hanya 3,9% lansia dengan status tidak menikah berjumlah 3 orang. Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh perbandingan jumlah subjek dengan status responden menikah dan tidak menikah yang tidak proposional dimana jumlah responden dengan status menikah lebih banyak dibanding jumlah responden dengan status tidak menikah. 4. Pendidikan Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang seperti kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol, kebiasaan melakukan aktivitas fisik seperti berolah raga serta tingkat pengetahuan. Hasil Riskesdas tahun 2013 dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) mengatakan bahwa seseorang dengan pendidikan rendah cenderung memiliki resiko hipertensi tinggi dan menurun sesuai dengan peningkatan pendidikan. Tingginya resiko terkena hipertensi pada pendidikan yang rendah kemungkinan diakibatkan karena

kurangnya pengetahuan terhadap kesehatan dan kemungkinan sulit menerima informasi kesehatan (penyuluhan) sehingga berdampak pada pola hidup sehat mereka sendiri (Anggara, 2013). Pada penelitian ini didapatkan mayoritas responden dengan tingkat pendidikan sekolah dasar sebanyak 37,7% berjumlah 29 orang, diurutan kedua responden dengan tingkat pendidikan SLTA sebanyak 27,3% berjumlah 21 orang, diurutan ketiga responden dengan tingkat pendidikan sekolah menengah pertama sebanyak 19,5% berjumlah 15 orang, 10,4% responden yang tidak bersekolah berjumlah 8 orang, dan responden yang melakukan jenjang pendidikan sampai sarjana sebanyak 5,2% berjumlah 4 orang. Mayoritas responden memiliki sarana prasana yang memadai untuk mendapatkan informasi kesehatan, didukung oleh alat-alat semakin canggih yaitu handphone, tv, dan internet. Para lansia selalu datang ke pelayanan kesehatan yang diadakan sebulan sekali di daerahnya yang biasa disebut dengan posyandu untuk melakukan pemeriksaan rutin terkait tekanan darah dan kadar gula. 5. Pekerjaan Pekerjaan berkaitan dengan penghasilan yang merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi. Menurut Bullock (1996), penghasilan yang sedikit diketahui menjadi penyebab lebih besar terhadap kejadian hipertensi jika dibandingkan dengan faktor resiko lainnya. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa prevalensi hipertensi lebih tinggi terdapat pada kelompok yang tidak bekerja, yaitu sebanyak 44,2%, kelompok IRT sebanyak 15,6%, dan kelompok pensiun 20,8%, sedangkan hanya 10,4% responden yang berkerja sebagai wirausaha. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Purnama (2013), bahwa prevelansi hipertensi tertinggi pada kelompok yang tidak bekerja sebanyak 62,7% dibanding kelompok yang bekerja sebanyak 62,5%. Banyaknya melakukan aktivitas fisik dapat membantu mengurangi lemak tubuh yang berpengaruh pada tekanan darah seseorang. Sedangkan orang yang tidak bekerja tidak banyak melakukan aktivitas fisik, sehingga dapat meningkatkan kejadian hipertensi. 6. Kualitas Nyeri Penderita hipertensi seringkali merasakan gejala seperti pusing, sakit kepala, lemas, mual, muntah, dan nyeri tengkuk. Semakin tinggi kualitas nyeri yang dirasakan penderita hipertendi maka semakin berkurang kualitas dalam beraktivitas yang dapat mengakibatkan penurunan rasa aman dan nyaman dalam

kehidupan sehari-hari. Menurut Mulyadi (2015), nyeri kepala karena hipertensi ini dikatagorikan sebagai nyeri kepala intrakranial yaitu jenis nyeri kepala migren yang diduga akibat dari venomena vascular abnormal ditandai dengan sensasi prodromal misal nausea, penglihatan kabur. Hall (2012), mengatakan penyebab nyeri kepala migraine akibat dari emosi atau ketegangan otot yang berlangsung lama sehingga menimbulkan reflek vasospasme, secara teoritis vasospasme yang terjadi menimbulkan iskemik pada sebagian otak sehingga terjadi nyeri kepala. Dalam hasil penelitian ini didapatkan mayoritas responden penderita hipertensi mengalami kualitas nyeri cukup sebanyak 49,4% dengan jumlah 38 orang, responden dengan kualitas nyeri baik 40,3% dengan jumlah 31 orang, dan responden dengan kualitas nyeri buruk 10,4% dengan jumlah 8 orang. Mayoritas responden mengatakan penyakit hipertensi yang diderita tidak berdampak bagi kondisi tubuhnya, kemungkinan dikarenakan hal yang sudah biasa bagi mereka sehingga jika penderita merasa nyeri tengkuk atau pusing responden hanya akan beristirahat. Sedangkan responden yang memiliki kualitas nyeri buruk, mereka memerlukan obat sebagai pereda nyeri. 3 dari 8 responden yang memiliki kualitas nyeri buruk mengatakan memiliki penyakit vertigo dan sisanya memiliki penyakit pada daerah mata seperti katarak dan glaukoma. 7. Ketergantungan obat Obat antihipertensi yang sering diresepkan terdiri dari amlodipin, captopril, dan hidroklorotoazid. Mayoritas responden pada penelitian ini mengkonsumsi obat amlodipin. Dari hasil penelitian ini didapatkan responden dengan ketergantungan obat baik dan cukup sebanyak 35,1% berjumlah 27 orang, sedangkan responden dengan ketergantungan obat buruk sebanyak 29,9% berjumlah 23 orang. Untuk responden dengan ketergantungan obat baik, hanya meminum obat anti hipertensi ketika tekanan darah mereka naik, jika tidak mereka hanya mengkonsumsi vitamin yang diberikan pihak puskesmas dan untuk responden dengan ketergantungan obat buruk, mereka selalu mengkonsumsi obat antihipertensi setiap hari sebanyak 1x sehari karena jika tidak mereka akan merasakan pusing dan nyeri hebat dibagian tengkuk dan pundak sehingga mereka tidak dapat beraktivitas seperti biasanya. 8. Energy Dalam penelitian ini, distribusi responden menurut energy untuk beraktivitas tertinggi pada kategori baik yaitu sebanyak 57,1% yang berjumlah 44 orang, pada

kategori cukup sebanyak 35,1% yang berjumlah 27 orang, sedangkan dalam kategori buruk hanya 7,8% berjumlah 6 orang. Mayoritas responden dengan kategori baik dan cukup mengatakan bahwa mereka masi dapat melakukan aktivitas keseharian seperti membersihkan diri sendiri, makan, dan minum serta pergi kekamar mandi sendiri, responden masih dapat berpergian sendiri seperti kepasar, sedangkan responden dengan ketegori energy buruk mereka memiliki penyakit lain seperti post operasi pada daerah kaki, memiliki penyakit osteoatritis, serta tubuh yang sudah tidak kuat untuk berjalan jauh bagi manula. Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhan dalam mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraannya (Depkes, 2000 dalam Amiruddi, 2010). 9. Mobilitas Menurut Kemenkes RI (2013), penyakit terbanyak yang diderita lansia adalah penyakit sendi (52,3%) dan Hipertensi (38,8%), penyakit tersebut merupakan penyebab utama disabilitas pada lansia. Hal ini sesuai dengan penelitian Wahyuni (2015) yang menunjukkan bahwa faktor perancu yang berhubungan dengan tekanan darah lansia antara lain pola makan, stress, aktivitas fisik, genetik serta farmokologi yang tidak dapat dikendalikan. Pada penelitian ini didapatkan, responden dalam kategori mobilitas tertinggi adalah baik sebanyak 75,3% berjumlah 58 orang, sedangkan responden dengan mobilitas cukup sebanyak 23,4% berjumlah 18 orang, dan hanya 1,3% responden dengan mobilitas buruk yang berjumlah 1 orang. Responden dalam penelitian ini mengatakan bahwa penyakit hipertensi yang diderita tidak mempengaruhi aktivitas. Mereka masih dapat bergerak dengan bebas. Sedangkan responden dengan kategori mobilitas buruk merupakan responden dengan komplikasi stroke, ia memerlukan alat bantuan untuk berpindah dari satu tempat ketempat lain. 10. Kualitas tidur Menurut Mubarak (2008), banyak faktor yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur seseorang, diantaranya adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress emosional, stimulan dan alkohol, diet merokok, medikasi, dan motivasi. Menurut Potter (2006), penderita hipertensi seringkali terbangun dan sering mengalami kelemahan. Pada penelitian ini, responden dengan kualitas tidur tertinggi masuk dalam kategori baik sebanyak 61,0% yaitu berjumlah 47 orang, sedangkan responden

dengan kualitas tidur cukup sebanyak 26,0% yaitu berjumlah 20 orang, dan responden dengan kualitas tidur buruk sebanyak 13,0% berjumlah 10 orang. Ini membuktikan bahwa mayoritas responden penderita hipertensi tidak mengalami gangguan kualitas tidur. Hal penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Setiyorini (2014), yang mengatakan bahwa sebagian besar penderita hipertensi memiliki kualitas tidur yang buruk yaitu 26 responden (86,7%). Perbedaan hasil penelitian ini disebabkan oleh perbandingan kualitas tidur responden penderita hipertensi yang memiliki riwayat penyakit lama diderita, dimana pada penelitian ini mayoritas responden mengatakan bahwa mereka memiliki riwayat hipertensi sejak masih muda sehingga penyakit hipertensi dianggap biasa saja dan tidak mengganggu kualitas tidur penderita. 11. ADL (Activity of Dily Living) Menurut Nugroho (2008), seiring bertambahnya umur lansia akan mengalami perubahan fungsi tubuh, kemunduran fisik, dan sering terkena penyakit hipertensi, diabetes mellitus, stroke dan asam urat yang dapat menyebabkan aktivitas seharihari lansia berkurang. Pada penelitian ini dalam distribusi responden menurut ADL tertinggi adalah kategori baik sebanyak 53,2% yang berjumlah 41 orang, sedangkan dalam kategori cukup sebanyak 36,4% yang berjumlah 28 orang, dan hanya 10,4% responden dengan ADL buruk. Hal ini membuktikan bahwa ADL penderita hipertensi baik, hasil penelitian ini satu pemahaman dengan penelitian Munnawaroh (2017), mengatakan bahwa aktivitas fisik lansia cukup baik (29%) dan kualitas hidup lansia dengan hipertensi adalah baik (67%) 12. Kapasitas Kerja Dari peenelitian ini, distribusi responden menurut kapasitas kerja tertinggi yaitu kategori baik sebanyak 51,9% dengan jumlah 40 orang, dan dalam kategori cukup sebanyak 37,7% yang berjumlah 29 orang, sedangkan dalam kategori buruk 10,4% berjumlah 10 orang. Responden dengan kategori baik dan cukup mengatakan bahwa mereka masih dapat bekerja seperti biasa, dapat melakukan aktivitas tanpa bantuan. Mayoritas responden sudah tidak berkerja dan pensiun, lansia yang sudah tidak bekerja banyak menghabiskan waktu di rumah dan responden yang masih bekerja kebanyakan bekerja wirausaha dengan buka toko di depan rumahnya. Sedangkan responden dengan kapasitas kerja buruk merupakan responden dengan penyakit komplikasi seperti stroke dan gangguan penglihatan. 13. Kualitas Fisik

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 77 responden yang mengalami hipertensi, terdapat 42 responden yang memiliki kualitas fisik baik dengan prevalensi 54,5%. Sedangkan responden yang memiliki kualitas fisik cukup berjumlah 35 orang dengan prevalensi 45,5%. Hasil ini berbeda dengan penelitian dari Anbarasan (2015), menyebutkan bahwa secara umum kualitas hidup lansia yang menderita hipertensi adalah baik (58,3%), hanya saja buruk pada kualitas fisik (71,7%). Hal ini memungkinkan karena responden pra-lansia dan lansia masih mampu bekerja, mengasuh cucu, membersihkan rumah, bersepeda, dan yang sudah tidak bekerja rata-rata menjadi ibu rumah tangga, mereka rutin mengikuti pengajian, arisan, dan kegiatan posyandu. Selaras dengan teori Haskell (2007), yang menyatakan bahwa aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup secara fisik dan mental seseorang. Aktivitas fisik yang dilakukan pra-lansia dan lansia antara lain bersepeda, berjalan kaki, dan rutin mengikuti senam lansia dan hipertensi yang diadakan di posyandu. Hal ini sejalan dengan penelitian Aisah (2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara senam lansia terhadap aktivitas fisik. 14. Kualitas Hidup Pasien Hipertensi Pada penelitian ini didapatkan hasil keseluruhan menunjukkan mayoritas responden memiliki kualitas hidup dengan kategori cukup (49,4%) dan responden yang memiliki kualitas hidup baik (48,1%), Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Munawwaroh (2017), yang menyatakan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat kualitas hidup baik (67%). Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Trevisol (2011), yang mengatakan bahwa penderita hipertensi memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan pada individu dengan tekanan darah normal. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan gaya hidup, dimana para penderita hipertensi pra-lansia maupun lansia rutin melakukan senam dan mengkonsumsi obat antihipertensi sesuai dengan kebutuhan. Hal ini sesuai dengan penelitian Munawwaroh (2017), yang menyatakan pasien hipertensi yang menjalani pengobatan yang rutin juga dilaporkan memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan tekanan darah tidak terkontrol dan tidak mengkonsumsi obatobatan sebagai penyembuhan.

More Documents from "aprillya"