Myasthenia 1 Novita .docx

  • Uploaded by: ayu
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Myasthenia 1 Novita .docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,446
  • Pages: 8
2.3. Myasthenia Gravis 2.3.1. Definisi Myasthenia Gravis Miastenia gravis (MG) adalah gangguan neuromuskular kronis yang ditandai dengan kelemahan dan kelelahan

otot skeletal yang fluktuatif.

Kondisi autoimun ini jarang terjadi sehingga dapat menjadi sebuah tantangan diagnostik untuk klinisi. Karena insiden yang rendah dalam praktek klinis sehari-hari dan gejalanya sering tidak dikenali, keterlambatan sering terjadi dalam mendiagnosis selama 1 sampai 2 tahun. Miastenia

gravis juga

didefinisikan sebagai kelainan transmisi neuromuscular junction yang paling umum terjadi dan salah satu penyakit autoimun yang khas (Kurniawan, S. N. 2014). 2.3.2. Etiologi Myasthenia Gravis A. Kongenital Merupakan cacat genetik sejak lahir yang disebabkan adanya mutasi pada saluran ion atau subunit AChR. Mutasi ini mengakibatkan ACh tidak dapat berikatan degan AchR yang berdampak pada saluran ion yang tidak dapat terbuka. Sehingga Ca2+tidak dapat masuk kedalam otot, hal itu yang menyebabkan kontraksi otot tidak dapat dimulai dan terjadi kelemahan otot progresif ringan hingga berat dan keletihan abnormal pada otot. Sehingga menyebabkan penyakit Miastenia Gravis. B. Juvenile Merupakan gangguan autoimun yang mengakibatkan antibodi (anti AChR) berikatan dengan subunit α-AChR, sehingga terjadi pelemahan, penyekatan dan penghancuran lokasi AchR pada membran postsinaptik. Proses tersebut mengakibatkan ACh tidak dapat berikatan degan AChR yang berdampak pada saluran ion yang tidak dapat terbuka. Sehingga Ca2+tidak dapat masuk kedalam otot, hal itu yang menyebabkan kontraksi otot tidak dapat dimulai dan terjadi kelemahan otot progresif ringan hingga berat dan keletihan abnormal pada otot. Sehingga menyebabkan penyakit Miastenia Gravis. (Thomas, et.al, 2002)

2.3.3. Patofisiologi Myasthenia Gravis Dasar ketidaknormalan pada miastenia gravis adalah adanya kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otot karena kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran postsinaps pada sambungan neuromuskular.Otot rangka atau otot lurik dipersarafi oleh saraf besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior medula spinalis dan batang otak. Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf memiliki banyak sekali cabang dan mampu merangsang sekitar 2000 serabut otot rangka. Gabungan antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang dipersarafi disebut unit motorik. Meskipun setiap neuron motorik mempersarafi banyak serabut otot, tetapi setiap serabut otot dipersarafi oleh hanya satu neuron motorik (Price dan Wilson, 1995 dalam Muttaqin.A, 2008)

Gambar 1. Neuromuscular junction normal dan pada Myasthenia Gravis

Pada Miastenia Gravis, terjadi gangguan transmisi inpuls antara saraf dan serabut otot dibagian neuromuskular junction. Normalnya, inpuls saraf berjalan

menuruni neuron ke terminal saraf motorik dengan merangsang

pelepasan neurotransmiter asetilkolin (Ach). ACh berdifusi meyebrangi sinaps ke tempat reseptor asetilkolin (AchR) di dalam membran serabut otot, memicu depolarisasi serabut otot. Kalsium selanjutnya dilepaskan dan otot terangsang untuk berkontraksi. Siklus ini berakhir ketika enzim asetilkolinesterase (AchE) menguraikan ACh sehingga menghentikan kerjanya. (Esther, et.al. 2009)

Pada

Miastenia

Gravis,

terjadi

pelemahan,

penyekatan,

dan

penghancuran lokasi reseptor ACh pada membran pasca sinaptik sel otot oleh antibodi (AchL). Berkurangnya jumlah tempat AchR membatasi hantaran dan kecepatan impuls saraf normal untuk menyeberangi celah sinaps sehingga kontraksi otot tidak dapat dimulai. Keadaan ini mengakibatkan kelemahan progresif ringan hingga berat dan keletihan abnormal pada otot skeletal folunter, yang diperparah oleh aktivitas dan gerakan otot yang berulang, dan mereda setelah beristirahat. Otot yang paling sering terkena adalah otot wajah, bibir, lidah, leher dan kerongkongan, tetapi setiap kelompok otot dapat terkena miastenia gravis. Derajat kelemahan otot berkaitan dengan jumlah tempat reseptor yang terserang. Pada akhirnya, terjadi degenerasi serabut otot dan kelemahan menjadi irreversibel. (Esther, et.al, 2009) 2.3.4. Gejala Klinis Myasthenia Gravis Gambaran klinis MG ditandai dengan kelemahan otot lurik tanpa rasa nyeri yang memburuk setelah aktivitas berulang atau berkelanjutan dan meningkatkan dengan istirahat. Tingkat gejala dapat bervariasi dari hari ke hari atau bahkan pada jam tertentu dalam setiap hari, tetapi gambaran klinis biasanya menjadi lebih jelas beberapa jam sebelum waktu tidur. Selain aktivitas fisik atau olahraga, kelemahan MG dapat menjadi lebih jelas dengan beberapa faktor seperti : a. Stres emosional b. Lingkungan panas c. Perubahan yang cepat dalam suhu tubuh d. Infeksi e. Hipertiroidisme f. Operasi g. Trauma h. Obat –obatan tertentu (misalnya, aminoglikosida,

beta adrenergik,

calcium channel blockers, chloroquine, fluoroquinolone, haloperidol, kontras iodinasi, lidocaine, makrolida, magnesium, muscle relaxant, fenitoin,

procainamide,

(Kurniawan, S. N. 2014).

quinidine,

quinolon,

dan

tetrasiklin).

Tabel 1. Gejala yang umum pada Myasthenia Gravis Lokasi

Gejala 

Okular

Ptosis( kelopak mata atas turun), kadang-kadang bergantian dari satu mata ke mata lainnya

Bulbar

Servikal



Diplopia



Kelemahan penutupan mata



Disartria dengan bicara hidung



Disfagia dengan regurgitasi hidung



Kelemahan wajah



Kelemahan fleksor leher menyebabkan head-lag saat mengangkat dari posisi berbaring



Kelemahan ekstensor leher yang bermanifestasi sebagai nyeri leher posterior dan kepala jatuh

Ekstremitas



Kelemahan ekstremitas proksimal, kaki mengalami kelemahan ekstensor jari



Respirasi

Kelemahan

otot

interkostal

dan

diafragma

menyebabkan gagal napas 

Penggunaan

otot

tambahan

terkadang

tidak

menonjol

2.3.5. Klasifikasi Myasthenia Gravis A. Klasifikasi Myasthenia Gravis Umum Klasifikasi MG. Subtipe MG secara luas diklasifikasikan sebagai berikut : a. MG dini : usia dini <50 tahun. Timus hiperplasia, biasanya wanita, b. MG lanjut : usia saat mulai > 50 tahun. Atro-phy timus, terutama laki-laki, c. MG terkait timoma (10% –15%) d. MG dengan antibodi anti-MUSK, e. Ocular MG (oMG): gejala hanya mempengaruhi otot ekstraokular, f. MG tanpa AChR yang terdeteksi dan spesifik otot antibodi tirosin kinase (MuSK).

B. Klasifikasi Myasthenia Gravis Klinis Klasifikasi klinis Myasthenia Gravis Foundation of America (MGFA) membagi MG menjadi 5 kelas utama dan beberapa sub kelas. Ini dirancang untuk mengidentifikasi sub kelompok pasien dengan MG yang berbagi fitur klinis yang berbeda atau tingkat keparahan penyakit yang dapat menunjukkan prognosis atau respons yang berbeda terhadap terapi. Seharusnya tidak digunakan untuk mengukur hasil dan sebagai berikut (Annapurni Jayam Trouth et al,2012) : Kelas I MG ditandai dengan yang berikut: a. kelemahan otot okular. b. mungkin memiliki kelemahan penutupan mata. c. semua kekuatan otot lainnya normal. Kelas II MG ditandai oleh yang berikut: a

kelemahan ringan yang memengaruhi otot selain okular otot,

b

mungkin juga memiliki kelemahan okuli dari setiap tingkat keparahan.

Kelas IIa MG ditandai oleh yang berikut: a

secara dominan mempengaruhi ekstremitas, otot aksial, atau keduanya

b

mungkin juga memiliki keterlibatan orofaring yang lebih sedikit otot.

Kelas IIb MG ditandai sebagai berikut: a sebagian besar memengaruhi pernapasan orofaringeal otot, atau keduanya, b mungkin juga memiliki keterlibatan anggota tubuh yang lebih rendah atau sama, otot aksial, atau keduanya. Kelas III MG dikarakteristikkan sebagai berikut: a

kelemahan sedang yang mempengaruhi otot selain otot mata,

b

mungkin juga memiliki kelemahan okuli dari setiap tingkat keparahan.

Kelas IIIa MG ditandai dengan yang berikut: a

secara dominan mempengaruhi ekstremitas, otot aksial, atau keduanya,

b

mungkin juga memiliki keterlibatan orofaring yang lebih sedikit otot.

Kelas IIIb MG ditandai dengan yang berikut: a

sebagian besar memengaruhi pernapasan orofaringeal otot, atau keduanya,

b

mungkin juga memiliki keterlibatan anggota tubuh yang lebih rendah atau sama, otot aksial, atau keduanya.

Kelas IV MG ditandai dengan hal-hal berikut: a

kelemahan parah yang mempengaruhi otot selain okular otot,

b

mungkin juga memiliki kelemahan okuli dari setiap tingkat keparahan.

Kelas IVa MG ditandai dengan hal berikut: a

secara dominan mempengaruhi ekstremitas, otot aksial, atau keduanya,

b

mungkin juga memiliki keterlibatan orofaring yang lebih sedikit otot.

Kelas IVb MG ditandai dengan yang berikut: a

sebagian besar memengaruhi pernapasan orofaringeal otot atau keduanya,

b

mungkin juga memiliki keterlibatan anggota tubuh yang lebih rendah atau sama, otot aksial, atau keduanya.

Kelas V MG ditandai dengan yang berikut: a

intubasi dengan atau tanpa ventilasi mekanis, kecuali ketika dipekerjakan selama rutin pasca operasi pengelolaan,

b

penggunaan tabung pengisi tanpa tempat intubasi pasien di kelas IVb.

2.3.6. WOC Myasthenia Gravis

Myasthenia Gravis

Terjadi pelemahan, penyekatan, dan penghancuran lokasi reseptor ACh pada membran pascasinaptik sel otot oleh antibodi (Anti AChR)

Berkurangnya jumlah tempat AChR membatasi hantaran dan kecepatan impuls saraf normal untuk menyebrangi celah sinaps

Kontraksi otot tidak dapat dimulai Kelemahan progresif ringan hingga berat dan keletihan abnormal pada otot

Gangguan otot levator palpebra

Otot wajah, laring, faring

Otot volunter

Otot pernapasan

Regurgitasi makanan ke hidung pada saat menelan, suara abnormal, ketidakmampuan menutup rahang

Kelemahan otot-otot rangka

Ketidakmampuan batuk efektif, kelemahan otot-otot pernapasan

Ptosis dan diplopia

MK : - Gangguan citra diri

-

-

MK : Resiko tinggi aspirasi Gangguan pemenuhan nutrisi Kerusakan komunikasi

MK : - Hambatan mobilitas fisik - Intoleransi aktivitas Krisis Miastenia

-

Kematian

MK : Ketidakefektifan pola napas Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Penggunaan Ventilator px di ICU

DAFTAR PUSTAKA Thomas, E. Ceremuga., Yao, Xiang-Lan., McCabe, Joseph. Etiology, Mechanisms, And Anesthesia Implications of Autoimmune Myasthenia Gravis. ANNA Journal Course/August 2002/ Vol. 70, No. 4, 301-305 (available at https://www.aana.com/newsandjournal/Documents/jcourse3_0802_p301-310.pdf ) Chang, Esther., Daly, Jhon., Elliot, Doug. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC Muttaqin, Arif 2008. Buku Ajar Asuhan

Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta : Salemba Medika Annapurni J.T, Alok.D,Noha S,Mohankumar K,Janaki K, 2012, ‘Myasthenia Gravis: A Review’, jurnal Autoimmune Diseases, Vol .2: (2-3) Kurniawan, S. N. 2014,’ Myasthenia Gravis : an Update dalam Continuing Neurological Education’, UB Media, Universitas Brawijaya, Malang. p59-80.

Related Documents

Myasthenia Gravis
December 2019 23
Myasthenia Gravis
June 2020 17
Myasthenia Gravis
July 2020 13

More Documents from ""