Masih ingat kan postingan saya mengenai kasus mutilasi Ny. Sri Rumiyati di sini? Ternyata menurut seorang ahli kriminolog Ade Erlangga Masdiana, media massa itu bisa menjadi alat pembelajaran bagi pelaku dalam mengemas perbuatan kriminal. Media massa juga cenderung menginspirasi orang dalam melakukan kejahatan. Dan pelaku kriminilitas cenderung meniru praktik kejahatannya melalui media massa. Coba lihat (lihat atau baca ya?) catatan Litbang Kompas ini. Sejak Januari hingga November 2008 telah terjadi 13 peristiwa pembunuhan mutilasi di Indonesia. Sedangkan di tahun 2007 'hanya' terjadi tujuh peristiwa mutilasi. Mekanisme peniruan atau imitasi ini terjadi baik secara langsung (direct effect) maupun tertunda (delayed effect). Ini kata mas Erlangga lho ya. Bukan kata saya. Nah, perhatikan yang ini...pada anak-anak, media massa memberikan dampak langsung. Contohnya kasus tayangan smack-down di televisi (ingat kan kasus smack-down). Sedangkan bagi orang dewasa, dampaknya tertunda. Orang dewasa bisa melakukan hal yang sama seperti di televisi ketika ia berada pada kondisi yang serupa seperti peristiwa di televisi. Pada kasus Sri Rumiyati, mbak Sri ini mengakui memutilasi Hendra suaminya, karena terinspirasi kasus Ryan yang memutilasi Heri Santoso. Lalu pada kasus mutilasi yang lain yang terjadi di tahun 1989 dimana Agus Naser melakukan mutilasi terhadap istrinya Ny Diah. Mas Agus Naser di persidangan, mengakui bahwa dia terinspirasi kasus penemuan mayat terpotong 13 di Jalan Jendral Sudirman Jakarta yang sampai sekarang belum terungkap. Mungkin masih banyak kasus-kasus mutilasi lain yang kemungkinan besar terinspirasi dari pemberitaan di media massa. Walaupun perilaku seseorang tidak selalu ditentukan dari pola konsumsi media yang diterima dan juga tidak serta merta seseorang jadi pembuhuh atau bertindak seronok setelah menonton telivisi, kita patut waspada. Waspada-lah..waspada-lah kata Bang Napi. Terutama pada anak-anak. Saya jadi ingat yang ini...GIGO (tanpa LO dibelakangnya, karena kalau dengan tambahan LO dibelakangnya, artinya sudah jauh berbeda ). GIGO yaitu Garbage In Garbage Out. Artinya kalau anak-anak itu sedari kecil sudah dijejalin 'sampah' maka kemungkinan besar 'sampah' juga yang keluar. Contohnya adalah tayangan-tayangan kekerasan, sinetron yang menayangkan hantu-hantu atau setan-setan yang ga jelas juntrungannya, ada juga sinetron-sinetron yang ga bermutu yang kerjaannya maraaaah melulu, entah orangtua marah ke anak, anak marah ke pembantu, de el el de el el. Saya pernah menonton acaranya Oprah Winfrey dimana di salah satu sesi ditayangkan bagaimana sedihnya orangtua yang kehilangan anak putrinya karna si anak nekad melakukan bunuh diri. Saya lupa apa persoalan si anak, sehingga dia melakukan perbuatan sia-sia tersebut. Tapi yang jelas si anak ini mendapatkan inspirasi untuk bunuh diri dari internet, dimana dari salah satu site dari ratusan site yang ada, anak ini mendapatkan caracara melakukan bunuh diri. Sangat rinci malah. Tragis. Jadi ada benarnya apa yang dikatakan mas Erlangga itu, bahwa media massa - termasuk internet, blog juga mungkin - bisa menjadi alat atau sarana pembelajaran/inspirasi bagi siapa aja untuk melakukan hal-hal yang tidak baik. Untuk itu, walaupun di blog, kita bisa menumpahkan semua hal, mengenai apa aja..tapi mbok ya tetap perhatikan rambu-rambu yang ada. Apakah pada saat akan posting, kita ingat, oya ada marka S dicoret nih, atau P dicoret, atau tidak boleh muter di sini, dan lain sebagainya. Kalau blog anda menjadi inspirasi yang bagus bagi orang lain, syukur deh. Two tumbs up. Tapi coba kalo suatu saat ada orang yang ngomong : "saya melakukan ini (dalam artian negatif) karna saya terinspirasi blog si anu". Kan ngga enak? Walaupun nama blog kita disebut-sebut tapi tenar tidak pada tempatnya.
Belum hilang diingatan tentang Ryan si tukang jagal manusia dari Jombang, beberapa pekan yang lalu kita di gegerkan lagi dengan kasus pembunuhan disertai mutilasi yang mayatnya ditemukan di dalam Bis Mayasari, dan ternyata Istri si korban mutilasi adalah pelakunya.
Sungguh berita yang membuat kita menghela nafas panjang, dan menyesalkan mengapa kasus itu harus terjadi. Yang paling membuat saya pribadi geleng-geleng kepala adalah kasus mutilasi ini juga mulai ada di Bali. Seperti yang diberitakan di Bali Tv beberapa hari yang lalu tentang penemuan kepala mayat di Gianyar, seakan pertanyaan besar di benak saya, “mengapa harus seperti itu?” Syukurlah dari semua berita pembunuhan mutilasi tersebut, semua tersangka sudah ditangkap oleh pihak berwajib. “pang ken ken care keto?” nah kurang lebih seperti itu penggalan pertanyaan saya diatas dalam bahasa Balinya. Apapun alasannya, dari segi apapun itu dipandang, pembunuhan sadis disertai mutilasi saya rasa tidak dibenarkan. Sehingga pertanyaan besar saya tadi semakin menuntut jawaban. Bila kita cari jawabannya, sudah pasti ada segudang jawaban yang di buat oleh si pelaku. Nah, apakah saya puas dengan jawaban tersebut? Ternyata masih belum. Trus apa yang saya mau? Bila kita renungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi ini, akan tidak pernah disangka manusialah yang melakukan pembunuhan sadis tersebut, tapi nyatanya manusialah pelakunya. Kalo pandangan saya pribadi, untuk membunuh kecoak aja masih mikir, apa lagi harus membunuh manusia dengan cara yang sadis pula, sungguh sesuatu yang tidak habis untuk dipikir. Coba banyangkan efek yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut, sanak keluarga korban, orang-orang yang dicintai korban, bahkan lingkungan sekitar pelaku sendiri pun sudah pasti terkena efek dari peristiwa tersebut. “Menyesal..” begitulah kata yang muncul dari mulut pelaku mutilasi yang terjadi di Bali, “emang segampang itu minta maaf, bangsat lo..” gumam saya. Siapapun tidak akan terima bila mengalami peristiwa sadis ini. Trus sekarang maunya apa? Saya ingat betul wejangan suhu, “waktu/jaman tidak pernah berubah, tapi manusianya yang selalu berubah….”, sekarang hari senin dan seminggu lagi hari senin, tapi sudah pasti perilaku manusia hari senin sekarang bakal tidak sama dengan senin minggu depan. Nah, seandainya perubahan yang terjadi pada manusia tersebut menjadi semakin baik bagi dirinya maupun lingkungannya maka tidak ada masalah alias habis perkara. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, contohnya kasus mutilasi yang rame sekarang. “hmmm…sambil menghela nafas panjang”, semoga kita semua ‘rahayu’ dan satu harapan saya/kita semoga peristiwa pembunuhan disertai mutilasi tidak terjadi lagi. Sekian terima kasih.