PERTEMUAN KE III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS SIROSIS HEPATIS
Semester 4 OLEH : Retno Dyah W. SKp., M.Kep., Ns., Sp.Kep., M.B
PROGRAM S1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2019
SIROSIS HEPATIS
2.1. Definisi Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi karena nekrosis hepatoseluler. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi dua, yaitu: a. Sirosis hati kompensata Pada sirosis ini, belum ada gejala klinis yang nyata. b. Sirosis hati dekompensata Pada sirosis ini, gejala dan tanda klinis sudah jelas. Sirosis hati ini merupakan kelanjutan dari dari proses hepatitis kronis. Sedangkan, menurut pembentukan parut dalam hati, sirosis dibagi menjadi tiga tipe: a. Sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional) Pada sirosis ini, jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan merupakan tipe sirosis yang pasling sering ditemukan di negara barat. b. Sirosis poscanekrotik Pada sirosis ini, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. c. Sirosis bilier Pada sirosis ini, pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran empedu. Tipe ini terjadi biasanya akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis); insidensinya lebih rendah daripada dua sirosis yang lain. Bagian hati yang terutama terlibat dalam sirosis terdiri atas ruang portal dan periportal tempat kanalikuli biliaris dari masing-masing lobules hati bergabung untuk membentuk saluran empedu daerah hati. Daerah ini menjadi tempat inflamasi dan saluran empedu akan tersumbat oleh empedu serta pus yang mengental. Hati akan membentuk saluran empedu yang baru, dengan demikian terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan yang terutama terdiri atas saluran empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan parut.
2.2. Epidemiologi World Health Organization (WHO) tahun 2002 memperkirakan 783 000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi virus hepatitis. Di Indonesia sirosis hati banyak dihubungkan dengan infeksi virus hepatitis B dan C karena penyalahgunaan alkohol lebih jarang terjadi dibandingkan negara-negara barat. Sekitar 57%, pasien sirosis hati terinfeksi hepatitis B atau C. South East Asia Regional Office (SEARO) tahun 2011 melaporkan sekitar 5,6 juta orang di Asia Tenggara adalah pembawa hepatitis B, sedangkan sekitar 480 000 orang pembawa hepatitis C. Di Indonesia, prevalensi hepatitis B dan C pada dewasa sehat yang mendonorkan darah masing-masing adalah 2,1% dan 8,8% pada tahun 1995.
2.3. Etiologi Sebab-sebab sirosis hati dan atau penyakit hati kronik adalah sebagai berikut: a. Penyakit infeksi 1) Bruselosis 2) Ekinokokus 3) Skistosomasis 4) Hepatitis virus (Hepatitis B, C, D, stiomegalovirus) b. Penyakit keturunan dan metabolik 1) Defisiensi α1-antitrypsin 2) Sindrom fanconi 3) Galaktosemia 4) Penyakit Gaucher 5) Penyakit simpanan glikogen 6) Hemokromatosis 7) Intoleransi fruktosa herediter 8) Tirosinemia herediter 9) Penyakit Wilson c. Obat dan toksin 1) Alkohol 2) Amiodaron 3) Arsenic 4) Penyakit perlemakan hati non alkoholik
5) Sirosis biller primer 6) Kolangitis sclerosis primer d. Penyebab lain atau tidak terbukti Penyakit usus inflamasi kronis, Fibrosis kistik, Pintas jejunoileal, Sarkoidosis
2.4. Patofisiologi Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama sehingga insiden sirosis paling tinggi pada peminum minuman keras. Tidak hanya dari alkohol, defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis sehingga sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum. Mekanisme terjadinya sirosis alkoholik diawali dengan destruksi hepatosit berkepanjangan akibat masukan alcohol dan merangsang terjadinya fibrosis perivenular yang berlanjut menjadi sirosis panlobular. Fibrosis yang terjadi berkontraksi di tempat cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis. Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun, kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol (nodular) menjadi keras dan terbentuk sirosis alkoholik. Faktor lain penyebab sirosis diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun. Pada sirosis Laennec gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkhim regenerasi yang susunannya tidak teratur. Patogenesis sirosis hati laennec memperlihatkakn adanya peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matrik ekstraselular dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara
terus menerus (misalnya virus hepatitis atau bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis juga akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat. Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insipidus dan perjalanan penyakit yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih
Liver insult alcohol ingestion viral hepatitis exposure to toxins Cessation of alcohol ingestion Increased WBCs Fatique Nausea vomiting
Liver transplantation Hepatocyte damage
Pain Fever
Liver inflamation
Anorexia
Alteration in blood and lymph flow Liver necrosis
Decreased ADH and aldosterone detoxifikasi so increased levels
Edema
Decreased androgen and estrogen detoxification so increased level
Decreased metabolism of protein and carbohydrate decreased fat metabolism
Palmar erytema
Spider angiomas
Loss of body hair
Testicular atrophy
Gynecomastia
Menstruasi changes
Ascites
Decreased plasma protein
Edema
Hypoglycemia malnutrition
Vitamins Nutrition
Decreased vit K absorption Decreased bilirubin metabolism and/or bilitary tree damage or obtruction
Bleeding tendency Bleeding precautions Conjugated and unconjugated hyperbilirubinemia Decreased bile in gastrointestinal tract and increase urobilirubin
Jaundice
Clay-colored stools Dark urine
Fluid restriction
Diuretics Ascites
Edema Esophageal varices Liver fibrosis and scarring
Portal hypertension Portacaval shunt
Superficial abdominal varices
Splenomegaly
Infection Anemia thrombocytopeni a leukopenia
Neomycin
Delayed wound healing Increased serum ammonia
Decreased protein in diet
Bleeding Lactulose
Alterations in sleep
Corticosteroids
Liver failure
Bleeding
Hemorrhoids
Inability to metabolize ammonia to
Hepatic encephalopath y Asterixis
Respiratory acidosis
Foul breath
Confusion to hepatic coma Death
KETERANGAN Clinical manifestations Pathophysiology Theatment
Black, Joyce M., Hawks, Jane Hokanson. (2005). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes. Philadelphia: Elsevier Sounders.
2.5. Manifestasi Klinik Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lainnya. Gejala awal sirosis kompensata meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurunn, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah sirosis dekompensata, gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan atau melena, serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma. Pada mulanya hati akan membesar, menjadi keras dan ireguler. Akhirnya hati tersebut mengalami atropi. Temuan klinis sirosis meliputi : a. Spider angio maspider angiomata b. Eritema palmaris c. Perubahan kuku muchrche d. Hepatomegali Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi lemak. Saat palpasi teraba hati menjadi keras dan kasar. Nyeri abdomen terjadi akibat pembesaran hati yang cepat. Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang, setelah jaringan parut menyebabkan pengerutan hati, permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler). e. Splenomegali f. Obstruksi Portal dan Asites Semua darah dari organ digesti akan berkumpul dalam vena porta dan dibawa ke hati. Karena hati sirotik, tidak memungkinkan perlintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke limpa dan traktus gastrointestinal, sehingga dipenuhi darah. Menyebabkan dyspepsia kronis dan konstipasi atau diare. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal menyebabkan asites. g. Defisiensi vitamin dan anemia Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu tidak memadai (khususnya vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K.
h. Varises gastrointestinal Varises esophagus dapat terjadi pada bagian esifagus yang lebih tinggi atau meluas sampai ke dalam lambung. Hal ini terjadi karena hipertensi portal akibat obstruksi pada sirkulasi vena porta, pada hati yang mengalami sirosis. Karena peningkatan obstruksi pada vena porta, darah vena dari traktus intestinal dan limpa akan mencari jalan keluar melalui sirkulasi kolateral. Akibat yang ditimbulkan adalah peningkatan tekanan, khususnya dalam pembuluh darah pada lapisan submukosa esofagus bagian bawah dan lambung bagian atas. Pembuluh darah kolateral tidak begitu elastic bersifat rapuh, berkelok-kelok, dan mudah mengalami perdarahan.
2.6. Diagnosis a. Tes Fungsi liver Untuk mengkaji fungsi sintesis hati dapat dilakukan pemeriksaan laborat berupa bilirubin dan albumin atau enzim hati seperti aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), alkaline phosphatase (ALP), albumin, and gammaglutamyl ranspeptidase (GGTP). Untuk mengkaji fungsi hati dapat melakukan pemeriksaan laboratorium berupa prothrombin time (PT) or international normalised ratio (INR). Pada pasien sirosis, biasanya dilakukan pemeriksaan tambahan berupa full blood count, urea, dan elektrolit. Berikut nilai normal pemeriksaan laboratorium. Tabel 2.1 Nilai Normal Pemeriksaan Laboratorium
AST atau SGOT dan ALT atau SGPT meningkat tetapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengeyampingkan sirosis. Alkali fosfatase , meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolengitis sclerosis primer dan
sirosis bilier primer. GGT, konsentrasi tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alcohol selain menginduksi GGT microsomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin. Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkat disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites Kelainan hematologi anemia, anemia dengan trombositopenia, leukopenia, neutropenia akibat splenomegaly kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga hiperslenisme.
b. Tes Biposi Tes biopsi merupakan gold standard untuk diagnosis dan menentukan macam gangguan hati, dan mengkaji untuk pengobatan. Kontraindikasi pada pasien trombositopeni, asites, efusi pleura, ensefalopati hepatikum, bacterial kolangitis, pasien tidak kooperatif, ekstrahepatic biliary obstruksi.
c. Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta.
d. Pemeriksaan hati dengan USG untuk melihat sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, parenkim irregular, da nada peningkatan ekogenitas parenkim hati. USG juga dapat untuk melihat asites, splenomegaly, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, skrining adanya karsinoma hati.
2.7. Penatalaksanaan Penatalaksanaan perdarahan varises esophagus yaitu dengan resusitasi cairan, transfuse darah, antibiotic profilaksis, terapi farmakologi vasoaktif, endoskopi. 1. Resusitasi dan koreksi hipovolume Prosedur awal adalah untuk mengamankan dan melindungi jalan napas, terutama mencegah terjadinya aspirasi paru. Pasien harus dipantau pulse oksimetrinya, dan
umumnya pasien diberi oksigen tambahan dengan nasal kanul untuk melawan hilangnya kapasitas angkut oksigen. Resusitasi pasien meliputi pemberian cairan, transfuse darah, kardiorespirasi, dan pengobatan penyakit penyerta. Pasien yang mengalami perdarahan massif, hematemesis aktif, hipkosia, takipnea parah perubahan status mental, maka perlu dievaluasi perlunya endotrakeal intubasi. Pada resusitasi cairan, dinilai hipovolumik dan shock untuk menentukan cairan infuse dan tranfusi serta penyakit penyerta terutama kardiovaskuler. Akses intravena dua jalur atau lebih, menggunakan ukuran 18 atau lebih. Sejumlah cairan harus diberikan segera untuk mencegah terjadinya shock hipovolumik atau penurunan perfusi organ vital. Pengganti plasma dapat berupa cairan koloid berbasis gelatin, albumin, fresh frozen plasma. Pasien yang mengalami perdarahan aktif menerima setidaknya 500cc normal saline atau kristaloid selama 30 menit pertama untuk menjada tekanan darah. Infuse cairan meningkat jika tekanan darah gagal menurunkan atau meningkatkan. Transfusi dengan red packed blood cells diutamakan dengan tujuan mencapai hematokrit antara 25-30% (hemoglobin sekitar 8g/dL). Pada kasus perdarahan besar yang tidak terkontrol, balon tamponade sebaiknya tidak digunakan karena rentan komplikasi seperti aspirasi dengan pneumonia, nekrosis mukosa esofagus, dan obstruksi saluran udara. Terapi yang bertujuan menjaga stabilitas hemodinamik dimulai dengan pemberian komponen vasoaktif dan antibiotic. Diagnostik endoskopi harus dilakukan sesegera mungkin (dalam 12 jam) terutama pada pasien dengan perdarahan yang signifikan. Penundaan lebih lama (dalam 24 jam) dapat diberikan jika kasus perdarahan minor.
Algoritma Manajemen Pasien Perdarahan Varises Esofagus
2. Pengobatan dan Pencegahan Komplikasi Perdarahan a. Antibiotik Profilaksis Semua sirosis dengan perdarahan saluran cerna bagian atas harus menerima pengobatan profilaksis dengan antibiotic Quinolones atau Cephalosporin intravena selama 5-7 hari. b. Fungsi ginjal Cairan dengan jumlah yang adekuat harus diberikan untuk menjaga urin output lebih dari 40cc/jam. Volume intravaskuler dijaga dan obat nefrotoksik dihindari seperi aminoglikosida dan NSAID. Gagal ginjal dapat berkembang karena perdarahan varises dan shock hipovolumik. 3. Penanganan perdarahan varises esofagus a. Vasoactive drugs Tujuan dari pengobatan farmakologi untuk mengurangi tekanan vena portal, yang mana berkaitan erat dengan tekanan varises. Terdapat dua macam obat vasoaktif yang digunakan untuk pengobatan perdarahan varises yaitu vasopressin dan terlipressin analog somatostatin c. Terlipressin Terlipressin merupakan analog sintesis vasopressin dengan long acting, yang meberikan lebih sedikit efek samping kardiovaskuler dibandingkan vasopressin. Terlipressin memodifikasi hemodinamik sistemik dengan menurunkan cardiac output dan meningkatkan tekanan darah arteri dan resistensi pembuluh darah sistemik. Terlipressin juga memiliki efek menuntungkan pada fungsi ginjal pasien
dengan dekompensasi sirosis dan pada gagal ginjal hepato yang sering terjadi pada pasien perdarahan sirosis. Dosis pemberian terlipressin adalah 2mg/4jam untuk 48 jam pertama, dan dapat dilanjutkan sampai 5 hari dengan dosis yang lebih rendah 1mg/4jam atau 12-24 jam setelah perdarahan berhenti. d. Somatostatin Somatostatin dapat mengurangi tekanan portal sekitar 17% tanpa mempengaruhi hemodinamik sistemik. Pemberian somatostatin diawali dengan bolus 250 gram kemudian diikuti infuse 250 gram/jam, yang dapat dipertahankan sampai waktu bebas perdarahan 24 jam e. Rekombinasi faktor VIIA Pasien dengan sirosis sering menderita koagulopati, yang dapat berlanjut selama perdarahan. Faktor VIIA mampu menormalkan sistem koagulasi selama perdarahan. Terapi ini hanya sebagai terapi penyelamatan ketika semua pengobatan yang lain gagal. 4. Terapi endoskopi Terapi endoskopi banyak digunakan untuk pengobatan perdarahan varises. Schlerotherapy terbukti efektif mengendalikan perdarahan akut dan menurunkan motalitas 42 hari dan juga efektif mencegah perdarahan berulang pada varises. Untuk mencegah perdarahan berulang, Scleroterapi endoskopi dilakukan setiap 10-14 hari sampai varises hilang, biasanya membutuhkan 5-6 sesi. Endoskopi Varises Ligasi (EVL) dilakukan setiap 10 sampai 14 hari sampai varises diberantas, biasanya 3-4 sesi. 5. TIPS Transjugular intrahepatic portosystemic shunt (TIPS) dapat digunakan sebagai intervensi penyelamatan ketika terapi lain telah gagal pada perdarahan varises yang tidak terkontrol setelah kombinasi terapi dan farmakologi.
F. Bendtsen , A. Krag, S. Møller. 2008 Mini-Symposium: Treatment of acute variceal bleeding. Journal Digestive and Liver Disease 40 (2008) 328–336 Algoritma: Profilaksis Primer untuk Perdarahan Varises
Algoritma: Manajemen Perdarahan Varises Akut
Clinical Practice Guidelines: Management of acute variceal bleeding. Putrajaya: Ministry of Health Malaysia. 2007
2.8. Prognosis Prognosis pasien sirosis dipengaruhi oleh sejumlah faktor, seperti etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Pasien sirosis yang akan menjalani operasi dapat dinilai prognosisnya berdasarkan klasifikasi Child Pugh.= Klasifikasi Child-Pugh terdiri dari Child A, B, dan C. Klasifikasi ini berkaitan dengan kelangsungan hidup selama satu tahun. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, C berturut-turut 100, 80, 45%. Berikut variable untuk menilai Child-Pugh Tabel Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati Kriteria
Skor 1
2
3
Biliribun serum (mu.mol/dl)
<35
35 – 50
>50
Albumin serum (gr/dl)
>35
35 – 28
<28
Asites
Nihil
Mudah dikontrol
Sukar
PSE/Enselopati
Nihil
Minimal
Berat/Koma
1-4
4-10
>10
5-6 (A)
7-9 (B)
10-15 (C)
Prothrombin time Total skor (O’Grady at all, 2000)
A. PENGKAJIAN 1. Kaji awitan gejala dan faktor pencetus terutama konsumsi alkohol jangka panjang, terpapar agen toksik, penggunaan obat-obat hepatotoksik 2. Kaji status mental, orientasi terhadap orang, tempat dan waktu 3. Kaji hubungan dengan keluarga dan teman 4. Kaji distensi abdomen, bleeding gastrointestinal, perubahan BB 5. Kaji status nutrisi, antropometri 6. Pantau protein plasma, transferin, serta kadar kreatinin B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran keadaan umum, dan gangguan rasa nyaman 2. Perubahan status nutrisi berhubungan dengan gastritis kronis, penurunan motilitas gastrointestinal dan anoreksia
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan status imunologi, edema, dan nutrisi yang buruk 4. Resiko injuri berhubungan dengan perubahan mekanisme pembekuan dan hipertensi portal C. INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Istirahat 2. Perbaikan status nutrisi 3. Perawatan kulit 4. Pengurangan resiko cedera D. EVALUASI KEPERAWATAN Hasil yang diharapkan : 1. Memperlihatkan kemampuan untuk turut serta dalam aktivitas 2. Meningkatkan asupan nutrisi 3. Memperlihatkan perbaikan integritas kulit 4. Tidak menunjukkan cedera 5. Bebas dari komplikasi