LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA MEKANIKA TANAH (Pengukuran Tinggi dengan Metode Jari dan Metode Busur Derajat) Disusun oleh: Shift/Kelompok
: 1/2 (Dua)
Nama (NPM)
: 1 Andia Achmadi
(240110140004)
2. Ulvie Hutami N.
(240110140019)
3. Patar Rivaldano
(240110140022)
4. Intan Ratna Sari
(240110140043)
5. Mufti Ali
(240110140096)
Hari, Tanggal Praktikum
: Jumat, 14 Oktober 2016
Asisten
: 1. Rudyanto Putra 2. Sidik Maulana 3. Ira Itasari 4. Hanifah Syakuroh
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN UNIVERSITAS PADJADJARAN 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan suatu benda fisis yang berdimensi tiga yang terdiri dari lebar, panjang, dan dalam merupakan bagian paling atas kulit bumi (Doav Chaiev, 1985). Tanah merupakan media tumbuh untuk tanaman terutama tanamantanaman di darat. Tanah terbentuk dari proses pelapukan batuan yang disebabkan oleh iklim, makhluk hidup, dan bahan-bahan kimia. Pengenalan karakteristik tanah visual dapat dilakukan langsung dilapangan tanpa melakukan tes laboraturium yang membutuuhkan waktu yang lebih lama. Metode ini sering digunakan para ahli tanah untuk mengidentifikasi tanah dilapangan tanpa harus menunggu
hasil
laboraturium.
Ketepatan
seorang
ahli
tanah
dalam
mengidentifikasi tanah bisa sampai 95%. Pada praktikum kali ini yang berjudul ‘Pengukuran Lapangan dengan Metode Jari dan Busur’. Seperti pada metode busur, mahasiswa diharapkan dapat memahami proses perhitungan kemiringan lahan. Selain itu kemiringan lahan pun dapat dihitung dengan metode jari, tetapi pada praktikum ini metode jari diaplikasikan kepada pengukuran tinggi suatu objek. Pada saat melakukan praktikum atau observasi, pada umumnya menggunakan alat. Hal yang selalu luput dari perkiraan adalah kemungkinan alat tersebut rusak. Oleh karena itu, dar pemakaian cara perkiraan dengan alat yang sederhana pun dibutuhkan untuk mengantisipasi keadaan di saat alat ukur yang digunakan tidak dapat dipakai. 1.2 Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah menghitung tinggi objek secara sederhana, dan kemiringan lahan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta Kontur Peta topografi adalah jenis peta yang ditandai dengan skala besar dan detail, biasanya menggunakan garis kontur dalam pemetaan modern. Sebuah peta topografi biasanya terdiri dari dua atau lebih peta yang tergabung untuk membentuk keseluruhan peta. Sebuah garis kontur merupakan kombinasi dari dua segmen garis yang berhubungan namun tidak berpotongan, ini merupakan titik elevasi pada peta topografi. Karakteristik unik yang membedakan peta topografi dari jenis peta lainnya adalah peta ini menunjukkan kontur topografi atau bentuk tanah di samping fitur lainnya seperti jalan, sungai, danau, dan lain-lain. Karena peta topografi menunjukkan kontur bentuk tanah, maka peta jenis ini merupakan jenis peta yang paling cocok untuk kegiatan outdoor dari peta kebanyakan.
Gambar 1. Peta Kontur
Peta topografi dibuat untuk memberikan informasi tentang keberadaan, lokasi, dan jarak, seperti lokasi penduduk, rute perjalanan dan komunikasi. Peta topografi juga menampilkan variasi daerah, ketinggian kontur, dan tingkat tutupan vegetasi. Dengan kekuatan militer yang tersebar di seluruh dunia, maka militer bergantung pada peta untuk memberikan informasi terhadap unsur-unsur tempur dan untuk menyelesaikan operasi logistik. Mobilitas tentara dan material yang harus diangkut, disimpan, dan ditempatkan ke dalam operasi pada waktu dan tempat yang tepat. Banyak dari perencanaan ini harus dilakukan dengan
menggunakan peta. Oleh karena itu, setiap operasi memerlukan pasokan peta, namun meskipun kita memiliki peta terbaik, peta tidak akan berharga kecuali pengguna peta tahu bagaimana cara membacanya. 2.2 Garis Kontur Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama dari suatu datum atau bidang acuan tertentu. Biasanya juga bisa diartikan sebagai garis khayal untuk menggambarkan semua titik yang mempunyai ketinggian yang sama di atas atau di bawah permukaan datum tertentu yang disebut permukaan laut rata-rata. Kontur digambarkan dengan interval vertikal yang reguler. Interval kontur adalah jarak vertikal antara 2 (dua) garis ketinggian yang ditentukan berdasarkan skalanya. Besarnya interval kontur sesuai dengan skala peta dan keadaan di muka bumi. Interval kontur selalu dinyatakan secara jelas di bagian bawah tengah di atas skala grafis. Berikut beberapa sifat garis kontur: 1. Garis tidak bisa saling berpotongan kecuali dalam keadaan ekstrim, dimana topografi berupa over hanging cliff, 2. Garis kontur tidak akan bertemu dengan garis kontur yang mempunyai nilai ketinggian yang berlainan, 3. Garis kontur akan renggang jika topografi landau dan akan rapat jika topografi curam, 4. Garis kontur menutup, menunjukkan naik ke arah dalam, kecuali garis kontur bergigi menunjukkan depresi, 5. Garis kontur yang memotong lembah atau sungai akan meruncing ke hulu, 6. Garis kontur harus digambarkan hingga batas tepi peta. 2.3 Klinometer Klinometer merupakan alat sederhana yang digunakan untuk mengukur sudut elevasi yang dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan sebuah titik pada garis datar tersebut dengan titik puncak (ujung) suatu
obyek.
Pada
terapannya,
alat
ini
dapat
digunakan
pada
pekerjaan pengukuran tinggi (atau panjang) suatu obyek dengan memanfaatkan sudut elevasi.
Gambar 2. Klinometer
Sekrup logam digunakan sebagai pemberat sehingga tali akan selalu terentang dan mengarah ke bawah. Objek yang diamati dibidik dengan bagian datar busur derajat. (Akan lebih mudah dalam membidik jika dipasangkan pipa kecil pada bagian datar busur derajat).
Gambar 3. Pengamatan sudut
ketinggian objek
dengan klinometer
Busur derajat
pasti akan miring
jika diarahkan ke objek di atas cakrawala. Besar kemiringan ini dapat dibaca pada skala, berupa selisih antara sudut 90° dan sudut yang ditimpa oleh tali.
Gambar 4. Jika digunakan
busur derajat sebagai
komponen klinometer,
biasanya perlu dilakukan
penyesuaian. Sebabnya
yaitu yang ditimpa benang
bukan sudut ketinggian,
melainkan 90° dikurangi/ditambah sudut ketinggian
2.3.1 Penggunaan Klinometer Misal kita ingin mengukur tinggi suatu benda seperti digambarkan dibawah ini, maka cara yang digunakan ada dua macam yaitu : E
C
Tinggi Benda α
A
B
D
(u)
G
F
Gambar 5. Ilustrasi Penggunaan Klinometer
A. Dengan kesebangunan segitiga 1. Meletakkan ujung klinometer (titik A) tepat didepan mata 2. Mengarahkan ujung lain dari klinometer ke puncak benda (titik E) 3. Mengukur jarak titik A kebenang penunjuk sudut (titik B) 4. Mengukur jarak pangkal benang penunjuk sudut (titik C) ke titik B 5. Mengukur jarak pengamat ke benda yang akan diukur ketinggiannya (FG) 6. Menghitung panjang DE dengan konsep kesebangunan segitiga, yaitu:
CB DE AD .CB = sehingga DE= AB AD AB 7. Bila tinggi pengamat adalahr AF=DG, dan tinggi DE telah diketahui, maka tinggi benda GE = AF + DE B. Dengan menggunkana nilai tan sudut 1. Meletakkan ujung klinometer (titik A) tepat didepan mata 2. Mengarahkan ujung lain dari klinometer ke puncak benda (titik E) 3. Membaca skala derajat yang ditunjuk oleh benang (CB) 4. Mengukur jarak pengamat ke benda (FG) 5. Menghitung besar DE dengan persamaan trigonometri: DE 0 0 tan α = sehingga DE=FG tan α FG 6. Menghitung GE = DE+AF, dengan AF adalah tinggi pengamat 2.3.2 Pembuatan Klinometer Alat dan bahan: a. busur b. tali benang/senar c. pipa yang terbuat dari plastic, paralon, besi atau bambu d. bandul dari kayu atau besi Cara Membuat: a. pasangkan busur dan pipa dengan cara merekatkannya dengan b.
lem atau bisa juga dengan tali letakkan tali beserta bandul tepat ditengah-tengah pipa (searah
c.
sudut 00) untuk memudahkan dalam penggunaan klinometer, klinometer dapat diberi pegangan dari kayu atau besi sehingga klinometer dapat berdiri tegak.
2.4 Meteran Meteran adalah alat yang digunakan untuk mengukur suatu panjang yang masih dalam lingkup meter. Pada meteran persyaratan yang harus dipenuhi adalah angka-angka pada meteran terlihat cukup jelas dan mempunyai jarak yang proposional. Bahan yang digunakan adalah bahan yang tahan air, tahan lama dan tahan terhadap perubahan suhu agar tidak terjadi pemuaian pada meteran (seperti pita ukur baja alloy).
2.5
Metode Jari
Gambar 5. Meteran
(Pengukuran Tinggi) Merupakan metode pengukuran tinggi dengan cara mengukur tinggi objek menggunakan kuku ibu jari pengukur. Antara pengukur dengan objek ada jarak yang nanti akan dibandingkan dengan rumus:
EC DB = AB+ BC AB EC DB = AC AB DBxAC EC= AB n . DB . AC EC= AB
Berikut merupakan prosedur melakukan metode jari: Mengambil satu titik yang sejajar dengan mata dan menghitung jarak dari titik tersebut dengan metode jari Menghitung jarak sehingga benda menjadi sebesar kuku ibu jari Mencatat perbandingan jarak Mengancungkan jempol ke objek yang lebih tinggi E
D
A
B
C
Keterangan: A
= Mata kita
AB
= Panjang lengan
BD
= Panjang kuku ibu jari
AC
= Jarak tubuh ke objek
2.6 Pengukuran Kemiringan Lahan dengan Busur Derajat - Mencari lahan yang memiliki beda tinggi yang besar - Membagi lima orang mahasiswa ke jarak sekitar dua meter - Mengukur kemiringan posisi mahasiswa yang berada didepannya dengan -
cara membidik mata mahasiswa yang dijadikan acuan Mengukur kemiringan posisi mahasiswa langsung kepada mahasiswa
-
yang berada dijarak terjauh Membandingkan hasil pengukuran langsung atau terjauh (makro) dengan pengukuran pada tiap titik dimana mahasiswa berdiri (mikro).
Jarak Keterangan: = Titik Pengukur = Titik-titik objek
BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Busur derajat Ibu jari Meteran Kalkulator Lahan Patok Penggaris Unting-unting
3.2 Prosedur Pelaksanaan 3.2.1 Metode jari (Pengukuran tinggi). 1.
Mengambil satu titik yang sejajardengan mata dan menghitung jarak dari
2. 3. 4. 5. 6.
titik tersebut dengan metode jari. Menghitung jarak sehingga benda menjadi sebesar kuku ibu jari. Mencatat perbandingan jarak. Mengacungkan jempol ke objek yang paling tinggi. Menghitung jumlah hitungan kuku ibu jari. Menghitung ketinggian pohon.
Contoh seperti pada gambar: E D
A
B
C
EC DB = AB+ BC AB Keterangan : A = Mata kita AB = Panjang lengan BD = Panjang kuku ibu jari AC = Jarak tubuh ke objek CE = Jarak mata ke bahu 3.2.2 Pengukuran kemiringan lahan dengan busur derajat 1. Mencari lahan yang memiliki beda tinggi yang besar. 2. Membagi lima orang mahasiswa ke jarak sekitar dua meter. 3. Menggunakan busur derajat yang telah diberi bandul. 4. Mengukur kemiringan posisi mahasiswa yang berada didepannya dengan 5.
cara membidik mata mahasiswa yang dijadikan acuan. Mengukur kemiringan posisi mahasiswa langsung kepada mahasiswa
6.
yang berada di jarak terjauh. Membandingkan hasil pengukuran langsung atau terjauh (makro) dengan pengukuran pada tiap titik dimana mahasiaswa berdiri (mikro).
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil Pengukuran Tabel 1. Hasil Pengukuran Jarak dengan Metode Kuku Kelompok
Pengukuran
Jarak
Jumlah
ke1 2 1 2 1 2 1 2
Pengukuran 25 m 50 m 25 m 50 m 25 m 50 m 25 m 50 m
Kuku 2,5 1,25 2 1 2,5 1,25 2,5 1,25
1 2 3 4
EC (m)
Tinggi Objek
1,875 m 1,875 m 1,5625 m 1,5625 m 1,512 m 1,512 m 1,4423 m 1,4423 m
Tabel 2. Hasil Pengukuran Sudut Kelompok
Jarak 0 -5 m 0 - 10 m 0 - 15 m
1 0 -5 m 5-10 m 10 - 15 m 2
0 -5 m 0 - 10 m 0 - 15 m 0 -5 m
Sudut -19 ° -17 ° -14 ° -19 ° -16 ° -14 ° -21,5
Elevasi (m)
Keterangan
-1,6278 -2,923
Makro
- 3,628 -1,6278 -1,3781
Mikro
-1,2096
° -17
-1,8325
° -14,5
-1,294
° -19
-3,755m -1,6278
Makro
Mikro
(m) 1,65 m
1,75 m 1,69 m 1,73
5-10 m 10 - 15 m
° -15 ° -13
-1,294
° -1,1248 Tabel 2. Hasil Pengukuran Sudut (Lanjutan) -18 0 -5 m ° -1,5450 -16 0 - 10 m ° -2,756 -14 0 - 15 m ° -3,628 3 -18 0 -5 m ° -1,5450 -11 5-10 m ° -0,9540 -13 10 - 15 m ° -1,1247 -16 0 -5 m ° -1,3781 -16 0 - 10 m ° -2,756 -20 0 - 15 m ° -5,13 4 -12 0 -5 m ° -1,4619 -17 5-10 m ° -1,4618 -13 10 - 15 m ° -1,1248
4.1.2 Hasil Perhitungan A. Perhitungan EC 1. Perhitungan EC kelompok 1 BD . N .( AB+ BC ) EC= AB EC 1=
0,015 m. 2,5 . 25 m =1,875 m 0,5 m
Makro
Mikro
Makro
Mikro
EC 2=
0,015 m. 1,25 .50 m =1,875 m 0,5 m
2. Perhitungan EC kelompok 2 BD . N .( AB+ BC ) EC= AB EC 1=
0,02 m. 2 .25 m =1,5625 m 0,64 m
EC 2=
0,02 m. 1 .50 m =1,5625 m 0,64 m
3. Perhitungan EC kelompok 3 BD . N .( AB+ BC ) EC= AB EC 1=
0,015 m. 2,5 . 25 m =1,512096 m 0,62 m
EC 2=
0,015 m. 1,25 .50 m =1,512096 m 0,62 m
4. Perhitungan EC kelompok 3 BD . N .( AB+ BC ) EC= AB EC 1=
0,015 m. 2,5 . 25 m =1,4423 m 0,65 m
EC 2=
0,015 m. 1,25 .50 m =1,4423 m 0,65 m
B. Perhitungan Elevasi 1. Perhitungan Elevasi kelompok 1 a. Elevasi Makro Elevasi1 = 5 m Sin (-19 ° ) = -1,6278 m Elevasi2 = 10 m Sin (-17 ° ) = -2,923 m Elevasi3 = 15 m Sin (-14 ° ) = - 3,628 m b. Elevasi Mikro Elevasi = 5 m Sin α Elevasi1 = 5 m Sin (-19 ° ) = -1,6278 m Elevasi2 = 5 m Sin (-16 ° ) = -1,3781 m Elevasi3 = 5 m Sin (-14 ° ) = -1,2096 m 2. Perhitungan Elevasi kelompok 2 a. Elevasi Makro Elevasi1 = 5 m Sin (-21,5 ° ) = -1,8325m Elevasi2 = 10m Sin (-17 ° ) = -2,923 m Elevasi3 = 15 m Sin (-14 , 5° ) = -3,755m b. Elevasi Mikro
3.
4.
4.1.3
Elevasi = 5 m Sin α Elevasi1 = 5 m Sin (-19 ° ) = -1,6278 m Elevasi2 = 5 m Sin (-15 ° ) = -1,294 m Elevasi3 = 5 m Sin (-14 ° ) = -1,1248 m Perhitungan Elevasi kelompok 3 a. Elevasi Makro Elevasi1 = 5 m Sin (-18 ° ) = -1,5450 m Elevasi2 = 10 m Sin (-16 ° ) = -2,756 m Elevasi3 = 15 m Sin (-14 ° ) = -3,628 m b. Elevasi Mikro Elevasi = 5 m Sin α Elevasi1 = 5 m Sin (-18 ° ) = -1,5450 m Elevasi2 = 5 m Sin (-11 ° ) = -0,9540 m Elevasi3 = 5 m Sin (-13 ° ) = -1,1247 m Perhitungan Elevasi kelompok 3 a. Elevasi Makro Elevasi1 = 5 m Sin (-16 ° ) = -1,378 m Elevasi2 = 10 m Sin (-16 ° ) = -2,756 m Elevasi3 = 15 m Sin (-20 ° ) = -5,13m b. Elevasi Mikro Elevasi = 5 m Sin α Elevasi1 = 5 m Sin (-12 ° ) = -1,4619 m Elevasi2 = 5 m Sin (-17 ° ) = -1,4618 m Elevasi3 = 5 m Sin (-13 ° ) = -1,1248 m Hasil Grafik
Grafik 1. Elevasi Mikro
Grafik 2. Elevasi Makro
Andia Achmadi W 240110140004 4.2 Pembahasan Praktikum kali ini adalah pengukuran dengan metode sederhana, yaitu metode pengukuran ketinggian dan jarak dengan menggunakan kuku ibu jari dan pengukuran perbedaan kemiringan (elevasi) dengan menggunakan busur derajat. Mengukur jarak dan tinggi objek dapat dilakukan dengan menggunakan metode kuku ibu jari. Untuk mengukur ketinggian objek hal pertama yang harus dilakukan adalah mengukur panjang ibu jari, jarak objek yang akan kita ukur dan jarak mata ke jari kuku si pengukur. Tinggi objek yang kita ukur dengan ibu
jari sebelumnya kita sudah ukur, yang pada akhirnya di
bandingkan dengan pengukuran metode ibu jari sehingga kita bisa mengetahui ke akuratan dari metode ini. Kemudian pengukuran dilakukan sebanyak dua kali dari 0 sampai 50m dengan selisih 25 meter. Setelah melakukan perhitungan, ternyata kami memperoleh hasil mikro dengan jarak 25m dan jumlah kuku 2 dan tinggi objek 175cm di dapat hasil 1,5625m. Lalu pada perhitungan makro yaitu dengan jarak 50m jumlah kuku 1 dan tinggi objek 175cm didapat hasil 1,5625m. Pengukuran dengan menggunakan metode kuku jari dapat juga digunakan untuk mengukur jarak. Untuk mengukur jarak menggunakan metode kuku ibu jari bisa menggunakan prinsip kesebangunan. Ketidak akuratan pengukuran menggunakan metoda ibu jari bisa disebabkan karena kesalahan pada saat melakukan pengukuran dari mata ke kuku ibu jari, atau bisa di sebabkan juga karena kontur tanah yang tidak rata. Pengukuran elevasi dapat juga menggunakan metode busur. Pada metode ini terdapat metode mikro dan makro. Penentuan tinggi makro dilakukan pada jarak 15 meter dengan sudut 13o. untuk pengukuran tinggi mikro pada prinsipnya sama saja namun dibagi dalam tiga kali pengukuran, yaitu pada jarak 5m, 10m, 15m. Hasil dari setiap pengukuran mikro kita memperoleh hasil 21,5 o pada jarak 0-5m, lalu 17o pada jarak 0-10m dan yang terakhir 14,5o sedangkan yang makro pada pengukran pertama dengan jara 0-5m didapat sudut kemiringan 19o pada perhitungan 0-10 didapat sudut 15o dan yang terakhir dengan jarak 0-15m didapatkan 13 o. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut antara lain adalah kurang tepatnya mata pengukur
dan bidikan dan juga kurang telitinya praktikan saat melakukan pembacaan pada busur. Kedua metode di atas memiliki kelemahan karena kita hanya menggunakan alat sederhana dan menggunakan beberapa bagian tubuh, sehingga ketika melakukan pengukuran kita harus benar benar teliti, namun ketika tidak ada alat pengukuran yang di butuhkan tidak ada metode ini akan sangat berguna.
4.2
Ulvie Hutami Nugraha 240110140019 Pembahasan Pada praktikum kali ini praktikan melakukan melakukan pengukuran tinggi dengan metode jari dan metode busur derajat. Pengukuran yang pertama dilakukan adalah pengukuran tinggi di lahan pertama dengan menggunakan metode busur derajat. Alat yang digunakan adalah klinometer. Suatu alat sederhana yang digunakan untuk mengukur sudut elevasi yang dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan sebuah titik pada garis datar tersebut dengan titik puncak (ujung) suatu obyek. Praktikan mengamati objek yang dibidik dengan bagian datar busur derajat dan busur derajat akan miring jika diarahkan ke objek di atas cakrawala. Besar kemiringan ini dapat dibaca pada skala, berupa selisih antara sudut 90° dan sudut yang ditimpa oleh tali. Jika digunakan busur derajat sebagai komponen klinometer, biasanya perlu dilakukan penyesuaian saat menentukan nilainya. Karena yang ditimpa benang bukan sudut ketinggian, melainkan 90° dikurangi atau ditambah sudut ketinggiannya. Hasil pengukuran pada metode busur derajat ini terbagi menjadi dua yaitu pengukuran mikro dan makro. Praktikan harus menyesuaikan jarak dari pengukur terhadap objek untuk melakukan perhitungan. Dari hasil pengukuran mikro diperoleh nilai sudut sebesar -21.5o kemiringan antara tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 0-5 meter, elevasi -1.8325 m. Nilai sudut sebesar -17 o kemiringan antara tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 0-10 meter, elevasi -1.4619 m. Nilai sudut sebesar -14,5 o kemiringan antara tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 0-15 meter, elevasi -1.2519 m. Dari hasil pengukuran makro nilai sudut sebesar -19 o kemiringan antara tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 0-5 meter, elevasi -1.6278 m. Nilai sudut sebesar -15 o kemiringan antara tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 0-10 meter, elevasi -1.2940
m.
Nilai
sudut
sebesar
-13 o
kemiringan
antara
tempat
pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 0-15 meter, elevasi -1.1248 m. Nilai minus (-) pada sudut kemiringan dan elevasi/beda tinggi
menandakan bahwa tempat yang diukur lebih tinggi dari pada tempat pembidik/pengukur. Pengukuran di lahan kedua adalah pengukuran tinggi objek menggunakan metode jari, metode pengukuran tinggi dengan cara mengukur tinggi objek menggunakan kuku ibu jari pengukur. Pengukuran dilakukan di dua tempat dengan jarak yang pertama yaitu 25 m dan jarak kedua yaitu 50 m. Hasil perhitungan dari pengukuran yang pertama maupun kedua diperoleh nilai EC yang presisi yaitu sebesar 1.5625 m. Hasil pengukuran menyimpang dengan ukuran pada objek aslinya, dimana tinggi objek aslinya adalah 175 cm/ 1.75 m. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan faktor kesalahan dari pengukur. Kesalahan pada pengukuran pertama dapat disebabkan kurangnya ketelitian dalam pembacaan skala ukur pada busur derajat. Kesalahan pada pengukuran kedua dapat disebabkan karena praktikan atau pengukur salah dalam menentukan jumlah kelipatan kuku pada metode jari.
Patar Rivaldano 240110140022 4.2 Pembahasan Pada praktikum fisika mekanika tanah pada pertemuan praktikan akan melakukan pengukuran tinggi dengan metode jari dan metode derajat. Pada praktikum ini pengukuran yang pertama dilakukan adalah pengukuran tinggi dengan metode busur derajat. Namun untuk mengetahui dan menghitung tinggi suatu objek, praktikan harus mengertahui jarak dari pengukur terhadap objek untuk melakukan perhitungan. Dalam melakukan pengukuran dengan metode busur derajat, praktikum mengenal dan menggunakan dua cara pengukuran yaitu pengukuran mikro dan pengukuran makro. Dimana hasil pengukuran yang dilakukan dengan cara pengukuran makro adalah -21.5o kemiringan antara tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 5 meter, dengan -1.8325 m elevasi/beda tinggi dari tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek untuk tempat objek pertama; -17o kemiringan antara tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 10 meter, dengan -1.4619 m elevasi/beda tinggi dari tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek untuk tempat objek kedua; -14.5 o kemiringan antara tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 15 meter, dengan -1.2519 m elevasi/beda tinggi dari tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek untuk tempat objek ketiga. Nilai minus (-) pada sudut kemiringan dan elevasi/beda tinggi menandakan bahwa tempat yang diukur lebih tinggi dari pada tempat pembidik/pengukur. Hasil pengukuran mikro yang didapat juga tidak jauh berbeda dengan hasil pengukuran mikro, yaitu -19o kemiringan dari tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 5 meter dan -1.6278 m elevasi/beda tinggi dari tempat pembidik/pengukur terhadap objek; untuk tempat kedua yang didapat adalah -15o kemiringan dari tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 5 meter dan -1.2940 m elevasi/beda tinggi dari tempat pembidik/pengukur terhadap objek; untuk tempat ketiga yang didapat adalah -13o kemiringan dari tempat pembidik/pengukur terhadap tempat objek dengan jarak 5 meter dan -1.2940 m elevasi/beda tinggi dari tempat pembidik/pengukur terhadap objek. Nilai minus (-) pada sudut kemiringan dan elevasi/beda tinggi menandakan bahwa tempat yang diukur lebih tinggi dari pada tempat pembidik/pengukur.
Dari hasil perhitungan dan pengukuran yang didapat terdapat beberapa penyimpangan pengukuran. Dimana pada pengukuran dengan cara makro yang dilakukan dengan jarak dari tempat pengukur terhadap objek tempat pertama, kedua, dan ketiga beda tinggi/elevasi yang didapat semakin kecil. Sedangkan pada keadaan
lapangan
yang
sebenarnya
elevasi/beda
tinggi
dari
tempat
pembidik/pengukur terhadap tempat objek pertama, kedua, dan ketiga semakin tinggi. Secara tidak langsung apabila hasil pengukuran dan perhitungan dengan cara mikro total beda tinggi yang didapat dari tempat pembidik terhadap tempat objek terakhir adalah -4.0466 m. Praktikan juga melakukan pengukuran tinggi objek menggunakan metode jari, dimana pengukur akan pengukur tinggi objek dengan menggunakan perbandingan tinggi jari, jarak jari terhadap objek, dan jarak pusat(mata) terhadap jari dan objek. Pengukuran dilakukan pada 2 tempat dengan jarak yang berbeda yaitu 25 m dan 50 m. Dari hasil perhitungan yang didapat tinggi objek yang didapat pada jarak pengukuran 25 m adalah 1.5625 m, dan pengukuran pada 50 m adalah 1.5625 m. Dari hasil pengukuran pertama dan kedua yang didapatkan memiliki hasil yang sangat presisi/precision(ketelitian). Tetapi hasil pengukuran memiliki penyimpangan terhadap tinggi objek aslinya, dimana tinggi objek aslinya adalah 175 cm/ 1.75 m. Dari hasil perhitungan pengukuran yang dilakukan oleh praktikan terdapat perbedaan dengan aslinya. Seperti yang kita ketahui dalam sebuah pengukuran ada dua faktor kesalahan yang dapat dan sering terjadi, yaitu faktor yang pertama kesalahan dari operator/pengukur dan faktor yang kedua kesalahan dari alat yang digunakan. Kesalahan operator yang dapat terjadi pada praktikum kali ini adalah salah pembacaan skala ukur pada busur derajat yang digunakan dan salah dalam menentukan jumlah kelipatan kuku pada metode jari. Kesalahan alat yang dapat terjadi pada praktikum kali ini adalah kualitas alat yang dipengaruhi oleh umur alat, merk dan jenis alat, dan alat yang sudah dipakai berulang kali.
Intan Ratna Sari 240110140043 4.2 Pembahasan Pada praktikum kali ini kita membahas tentang pengukuran beda tinggi menggunakan metode jari dan metode busur derajat. Praktikum ini dilakukan untuk menghitung tinggi objek secara sederhana, dan kemiringan lahan. Alat yang digunakan meteran, busur derajat, unting-unting, jempol kuku dan patik. Pada saat pengukuran pertama kita mengukur kemiringan lahan dengan menggunakan alat busur derajat, pada saat pengukuran kita harus mengambil satu titik awal (patok) dari lahan yang miring. Pada saat pengukuran jarak, jarak yang digunakan pada saat pengukuran adalah 15 m dengan perhitungan jarak mikro ( 0,5,10,15), mengukur menggunakan busur digital (bidik mata). Pengukuran di lakukan dari lahan yang miring, kemudian mengambil atau mengukur lahan di mulai dari kemirngan tanah yang paling bawah. Sedangkan pengukuran jarak makro dari 015 m, langsung menentukan jarak dengan cara dibidikoleh mata dan setiap pembidikan harus orang yang mempunyai tinggi yang sama. Setelah selesai membidik kemudian kita menghitung elevasi dari hasil praktikum. Elevasi mikro pertama 0-5 meter nilai yang di peroleh adalah – 1,8325 m, elevasi mikro kedua 010nilai yang diperoleh adalah -1,4619 meter, elevasi mikro ketiga 0-15 nilai yang diperoleh adalah -1,2519 meter. Sedangkan elevasi makro yang ke pertama 0-5 adalah -1,6278 meter, elevasi kedua 0-10 adalah -1,2940 meter, elevasi ketiiga 0-15 adalah -11248 meter. Dari hasil yang di peroleh nilai yang di dapat (-) kerena pengukuran dimulai dari kemiringan tanah bawah. Jika pengukuran di mulai dari atas maka hasil yang di peroleh akan (+). Setelah
selesai
percobaan
pertama
kemudian
kita
melanjutkan ke percobaan kedua yaitu pengukuran tinggi dengan metode jari, metode jari adalah cara pengukurang yang paling sederhaana, metode ini lebih mudah untuk digunakan pada saat
praktikum. Sebelum memulai pengukuran kita harus mengambil 1 titik yang sejajar dengan mata terlebih dahulu, kemudian praktikan melakukan dengan pengukuran jarak sjauh 25 meter dan 50 meter dari suatu objek. Setelah selesai menentukan jarak kemudian kita mengukur panjang kuku (m), panjanng lengan (m) dan mengukur tinggi objek. Pada saat pengukuran bnayak factor kesalahan seperti pada saat pembacaan sudut kemiringan kita lupa menghitung atau salah membacanya, kemudian jarak kemiringan yang terlalu miring, pada saat pengukuran banyak kendala seperti banyak nya mobil, pejalan kaki dan lain sebagainya yang menghalangi pada saat praktikum, sehingga pada saat pelakksaan tidak terlalu focus. Jarak miring adalah jarak yang diukur langsung antara dua titik yang elevasi atau ketinggiannya berbeda. Jarak vertical adalah jarak antara dua titik yang diproyeksikan pada bidang vertical, Elevasi atau ketinggian suatu titik adalah jarak vertikal titik yang dimaksud dari datum, Beda elevasi atau beda tinggi antara dua titik adalah selisih elevasi atau jarak vertikal antar ke dua titik yang tersebut. Pengukuran sudut yang di lakukan cukup sederhana dan mudah untuk di lakukan. Ada beberapa kendala saat pengukuran jarak dengan metode jari dan pengukuran jarak kemiringan yang menggunakan sudut derajat yaitu pada saat pengukaran berlangsung titik objek pertama dan objek kedua harus memiliki tinggi yang sama sehingga perhitungan lebih mudah untuk di baca. Dari praktikum yang kami lakukan dengan jarak 25 meter dan 50 meter menggunakan metode jari hasil yang di peroleh dari data yang sebenarnya mendekati dan pengkuran dengan metode sudut derajatpun sangan mendekati. Artinya praktikan yang kita lakukan mendekati kesesuaian dengan hasil yanag sudah di tentukan.
Mufti Ali 240110140096 4.2 Pembahasan Praktikum ini membahas mengenai pengukuran sudut kemiringan suatu lahan menggunakan busur derajat dan pengukuran tinggi menggunakan metode kuku jari. Pada saat mengukur sudut kemiringan lahan menggunakan busur derajat, alat yang digunakan yaitu busur derajat, patok, meteran, dan untingunting. Hal yang pertama dilakukan yaitu menentukan titik awal untuk mengukur kemiringan lahan tersebut, lalu jarak yang diukur yaitu sejauh 15 meter dari titik awal. Pertama praktikan mengukur jarak mikro dengan membagi jarak dari jarak awal hingga jarak akhir, jarang yang digunakan yaitu jarak 0 m, 5 m, 10 m, dan 15 m. Pengukuran sudut kemiringan dilakukan dari lahan paing rendah sampai lahan yang paling tinggi. Pengukuran tersebut dihasilkan sudut elevasi, pada jarak 0-5 meter didapatkan nilai elevasi sebesar -1,8325 meter, untuk jarak 0-10 didapatkan nilai elevasi sebesar -1,4619 meter, untuk jarak 0-15 meter didapatkan elevasi sebesar -1,2519 meter. Lalu praktikan mengukur sudut kemiringan lahan tersebut menggunakan jarak makro, jarak yang digunakan tetap 15 meter dan dibagi menjadi beberapa bagian dari titik awal sampai titik akhir, akan tetapi dari setiap perpindahan titik, praktikan yang memegang busur derajat mengikuti perpindahan dari setiap patoknya. Untuk pengukuran pertama dengan jarak 0-5 meter didapatkan nilai elevasi -1,6278 meter, untuk jarak 5-10 meter didapatkan nilai elevasi sebesar -1,2940 meter, dan yang terakhir untuk pengukuran sudut elevasi dengan jarak 10-15 meter didapatkan nilai sebesar -1,1248 meter. Hasil tesebut bernilai negatif, hal tersebut dikarenakan pengukuran sudut kemiringan dimulai dari titik yang paling rendah terlebih dahulu dan dari setiap titiknya terjadi penambahn tinggi dari lahan terebut. Selanjutnya praktikan mengukur ketinggian dengan metode sederhana dengan menggunakan kuku jari dari praktikan, metode ini paling mudah digunakan untuk mengukur ketinggian suatu objek, akan tetapi pengukuran tersebut masih tidak akurat jika dibandingkan dengan tinggi sebenarnya dari objek tersebut. Faktor yang mempengaruhi dari metode ini adalah jarak dari titik pengukuran hingga jarak ke objek, panjan lengan dari praktikan, dan panjang dari kuku praktikan itu sendiri. Pada praktikum kali ini jarak yang
digunakan adalah sejauh 25 meter dan 50 meter dari titik pengukuran ke objek. Pada jarak 25 meter, perbandingan antara panjang kuku dengan panjang objek sebesar 2:1, dari hasil perhitungan didapatkan EC sebesar 1,5625 meter, sedangkan pada jarak 50 meter, perbandingan panjang kuku dengan dengan panjang objek adalah 1:1, hasil EC yang didapatkan adalah 1,5625 meter. Hasil perhitungan apabila dibandingkan dengan tinggi objek yang sebenarnya, terdapat perbedaan yang cukup jauh, tinggi objek sebenarnya yaitu sebesar 1,75 m. Hal yang mempengaruhi dari perbedaan tersebut adalah kurang telitinya praktikan dalam mengukur panjang kuku dan kurang telitinya praktikan dalam mengukur perbandingan antara panjang kuku dengan panjang objek sebenarnya.
Andia Achmadi W 240110140004 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik pada praktikum fisika mekanika tanah kali ini adalah : 1. Untuk metode busur derajat, kita dapat memanfaatkan lahan yang cukup miring agar meendapatkan elevasi dan untuk mendapatkan satuan derajat yang lebih akurat. 2. Metode jari dilakukan jika keadaan darurat,karena metode ini kurang begitu akurat, dan hanya untuk menghitung jarak secara kasar. 3. Praktikum kali ini menghitung tinggi dan jarak dengan menggunakan ibu jari dan busur derajat. 4. Semakin jauh objek pengamatan maka nilai ruas ibu jari akan semakin kecil begitu juga sebaliknya. 5. Ketika pelaksanaan praktikum, diprluakan ketelitian dalam setiap tahapan praktikum agar terhindar dari kesalahan. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari praktikum kali ini adalah : 1. Tidak adanya modul mempersulit praktikan ketika mengerjkan laporan praktikum seharusnya modul dibagikan kepada tiap mahasiswa. 2. Kerja sama team sangat disarankan,untuk mempercepat pengerjaan. 3. Gunakan alat sesuai peruntukannya, agar mempermudah pengerjaan.
Ulvie Hutami Nugraha 240110140019 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik pada praktikum fisika mekanika tanah kali ini adalah : 1. Klinometer adalah suatu
alat
sederhana yang
digunakan untuk
mengukur sudut elevasi yang dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan sebuah titik pada garis datar tersebut dengan titik puncak (ujung) suatu obyek 2. Jika digunakan busur derajat sebagai komponen klinometer, biasanya perlu dilakukan penyesuaian saat menentukan nilainya karena yang ditimpa benang bukan sudut ketinggian, melainkan 90° dikurangi atau ditambah sudut ketinggiannya. 3. Hasil pengukuran pada metode busur derajat ini terbagi menjadi dua yaitu pengukuran mikro dan makro. 4. Nilai minus (-) pada sudut kemiringan dan elevasi/beda tinggi menandakan bahwa
tempat
yang
diukur
lebih
tinggi
dari
pada
tempat
pembidik/pengukur. 5. Hasil pengukuran menyimpang dengan ukuran pada objek aslinya dapat terjadi dikarenakan faktor kesalahan dari pengukur. 6. Kesalahan pada pengukuran pertama dapat disebabkan kurangnya ketelitian dalam pembacaan skala ukur pada busur derajat. 7. Kesalahan pada pengukuran kedua dapat disebabkan karena praktikan atau pengukur salah dalam menentukan jumlah kelipatan kuku pada metode jari. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari praktikum kali ini adalah : 1. Alangkah lebih baik apabila praktikan diberikan modul untuk praktikum fisika mekanika tanah. 2. Alat yang digunakan pada praktikum sebaiknya di periksa terlebih dahulu layak digunakan atau tidak. 3. Praktikan mengikuti prosedur praktikum dengan baik sesuai arahan asisten dosen.
Patar Rivaldano 240110140022 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik pada praktikum fisika mekanika tanah kali ini adalah : 1. Untuk mengetahui dan menghitung tinggi suatu objek, praktikan harus mengertahui jarak dari pengukur terhadap objek untuk melakukan perhitungan. 2. Nilai minus (-) pada sudut kemiringan dan elevasi/beda tinggi menandakan bahwa tempat yang diukur lebih tinggi dari pada tempat pembidik/pengukur. 3. Hasil pengukuran makro yang didapat tidak sesuai dengan keadaan lapangan yang sebenanya. 4. Hasil pengukuran pertama dan kedua dengan metode jari yang didapatkan memiliki hasil yang sangat presisi/precision(ketelitian) namun kurang accuracy (ketepatan). 5. Dalam sebuah pengukuran ada dua faktor kesalahan yang dapat dan sering terjadi, yaitu faktor yang pertama kesalahan dari operator/pengukur dan faktor yang kedua kesalahan dari alat yang digunakan. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari praktikum kali ini adalah : 1. Pengadaan alat sebaiknya dalam keadaan yang baik dan memiliki jumlah yang cukup untuk membantu berjalannya praktikum dengan baik. 2. Pembimbing harus lebih paham tentang teori maupun praktek lapangan dengan mempunyai satu prinsip / ketentuan.
Intan Ratna Sari 240110140043 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik pada praktikum fisika mekanika tanah kali ini adalah : 1. Jarak miring adalah jarak yang diukur langsung antara dua titik yang elevasi atau ketinggiannya berbeda. 2. Elevasi atau ketinggian suatu titik adalah jarak vertikal titik yang dimaksud dari datum. 3. Beda elevasi atau beda tinggi antara dua titik adalah selisih elevasi atau jarak vertikal antar ke dua titik yang tersebut. 4. Faktor-faktor kesalahan yang mempengaruhi hasil perhitungan jarak dan beda tinggi meliputi kesalahan dalam memegang alat, kesalahan membaca angka pada sudut derajat serta kesalahan mencatat bacaan. 5. Perbedaan antara pengukuran kemiringan dengan mengunakan metode jari dan metode sudut derajat adalah dari kelengkapan bagian alat ukur, bacaan sudut, keakuratan dan kegunaan alat. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari praktikum kali ini adalah : 1. Praktikan harus mengamati pada saat pembacaan sudut derajat secara 2.
teliti, sehingga hasil bidikan menjadi akurat. Praktikan harus konsisten dalam penyetelan dan pengukuran jarak,
3.
sehingga hasil yang dinginkan optimal. Praktikan harus membaca skala pada jarak ibu jari secara teliti, sehingga
4.
hasil bacaan dan perhitungan menjadi akurat. Gunakan waktu sebaik mungkin, agar
5.
padawaktunya. Praktikan harus di laksanakan pada saat cuaca baik atau tidak hujan, agar hasil yang diperoleh lebih akurat.
praktikan selesai
tepat
Mufti Ali 240110140096 5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik pada praktikum fisika mekanika tanah kali ini adalah : 1. Nilai dari pengukuran sudut kemiringan suatu lahan bernilai negatif, hal tersebut disebabkan karena disetiap titiknya terjadi penambahan ketinggian. 2. Pengukuran jarak makro tidak didapatkan hasil yang sesuai dengan keadaan lahan. 3. Metode pengukuran sudut kemiringan suatu lahan menggunakan busur dan pengukuran tinggi menggunakan kuku jari merupakan metode yang kurang efektif, karena dalam pengambilan data metode tersebut tidak presisi dan akurat. 4. Faktor kesalahan terdapat pada praktikan itu sendiri dalam pengukuran atau pengambilan data pada praktikum kali ini. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari praktikum kali ini adalah : 1. Sebaiknya alat yang digunakan masih dalam keadaan yang masih layak pakai, sehingga pada pengukuran tidak terjadi kesalahan. 2. Dalam pengambilan data, diharapkan praktikan lebih teliti lagi, agar tidak terjadi kesalahan dalam perhitungannya. 3. Praktikan harus di laksanakan pada saat cuaca baik atau tidak hujan, agar hasil yang diperoleh lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
M.-J. Kraak and F. Ormeling, Cartography: Visualization of Spatial Data, Longman, 1996, ISBN 0-582-25953-3, p. 44. "Traditionally, the main division of maps is into topographic and thematic maps. Topographic maps supply a general image of the earth's surface: roads, rivers, buildings, often the nature of the vegetation, the relief and the names of the various mapped objects. Scribd. 2011. Klinometer. Available at: http://pdfcoke.com. Scribd. 2011. Fungsi klinometer . Available at: http://pdfcoke.com.