Menuju Pemakmuran Perdesaan Esai PL 3203 Perencanaan Perdesaan tentang solusi terhadap persoalan perdesaan Khairunnisa 15405038 Danar Astuti Dewirini 15405058 Syifaa Tresnaningrum 15405068 Dibalik segala romantisme yang ditawarkan perdesaan, tersimpan banyak persoalan yang meliputinya. Persoalan-persoalan tersebut kemudian terakumulasi dan menimbulkan dua permasalahan utama, yaitu kemiskinan dan ketidakmerataan. Penting bagi perencana untuk memahami persoalan sebelum bisa menelurkan solusi yang tepat. Karena itu, esai ini akan diawali dengan memberi gambaran mengenai beberapa persoalan yang ada di Indonesia, lalu beranjak membahas mengapa persoalan-persoalan tersebut timbul. Setelah mendapat gambaran mengenai persoalan perdesaan, kita akan bergeser untuk mengetahui apa saja terobosan yang telah ditempuh untuk menyelesaikan persoalan perdesaan tersebut. Kemudian esai akan diakhiri dengan memberikan review atas solusi-solusi yang telah dijalankan.
Perdesaan dengan Segala Persoalannya Fakta-fakta menguatkan pernyataan bahwa perdesaan identik dengan kemiskinan. Dari data kemiskinan yang ada, sebanyak 63,4% penduduk miskin berada di perdesaan. Dari sekitar 65.554 desa di Indonesia, lebih kurang 51 ribu desa merupakan desa perdesaan, dan sekitar 20.633 desa diantaranya tergolong miskin. Berbagai upaya mengenai pengentasan kemiskinan ini sudah lama diusahakan bahkan sejak adanya kemiskinan itu sendiri. Namun persoalan-persoalan yang menjangkit perdesaan saling berkaitan satu sama lain sehingga perdesaan sulit untuk keluar dari permasalahan. Kemiskinan menjadi suatu identitas yang melekat dengan perdesaan seperti warisan yang diterima turuntemurun. Beberapa persoalan yang turut menyumbang adanya kemiskinan perdesaan perlu kita uraikan dan pelajari agar dapat memahami permasalahan perdesaan secara lebih mendalam. Tingkat pendidikan rata-rata serta kualitas pendidikan masyarakat masih rendah. Kemampuan keaksaraan penduduk perdesaan juga masih rendah yang ditunjukkan oleh tingginya angka buta aksara yang masih sebesar 13,8 persen atau lebih dari dua kali lipat penduduk perkotaan yang angkanya sudah mencapai 5,49 persen (Susenas 2003). Selain itu dari segi pembangunan kesehatan yang masih belum efektif dan efisien mengakibatkan status kesehatan masyarakat perdesaan masih rendah. Ditambah lagi dengan masih maraknya masalah-masalah sosial antara lain: fenomena anak jalanan, tidak terjangkaunya layanan kesehatan dan pemenuhan kesejahteraan, meningkatnya tuna wisma, dll. Dapat kita lihat juga saat ini sudah mulai memudarnya jati diri pemuda di perdesaan. Mereka larut dalam pragmatisme dan hedonisme, jauh dari produktivitas dan kapasitas sebagai sosok penopang bangsa serta munculnya masalah sosial dikalangan pemuda. Rendahnya asset yang dikuasai oleh masyarakat perdesaan.Pendidikan masyarakat perdesaan yang rendah, ikut menyebabkan ketidakmampuan mereka untuk menguasai asset yang ada di perdesaan. Ini terlihat dari besarnya jumlah rumah tangga petani gurem (petani dengan pemilikan lahan kurang dari 0,5 ha) yang mencapai 13,7
juta rumah tangga (RT) atau 56,2 persen dari rumah tangga pertanian pengguna lahan pada tahun 2003. Mereka umumnya hanya bekerja sebagai buruh, baik itu kaum petani maupun nelayan. Aset perdesaan hanya dimiliki oleh segelintir orang dengan akumulasi capital yang besar dan tidak seimbang. Petani maupun nelayan tidak mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Modal yang mereka miliki hanyalah tenaga, sehingga dengan mudah mereka dapat dimanipulasi oleh para tengkulak. Mereka bagaikan sapi perah yang hasil kerja kerasnya tidak membuat mereka keluar dari kemiskinan Rendahnya pelayanan sarana dan prasarana perdesaan. Hal Ini tercermin dari data Bappenas bahwa total area kerusakan jaringan irigasi yang mencapai sekitar 30 persen, rasio elektrifikasi kawasan perdesaan yang baru mencapai 78 persen (tahun 2003), jumlah desa yang tersambung prasarana telematika baru mencapai 36 persen (tahun 2003), persentase rumah tangga perdesaan yang memiliki akses terhadap pelayanan air minum perpipaan baru mencapai 6,2 persen (tahun 2002), persentase rumah tangga perdesaan yang memiliki akses ke prasarana air limbah baru 52,2 persen (tahun 2002). Rendahnya tingkat pelayanan ini semakin menambah buruk kualitas hidup masyarakat perdesaan Penurunan/Terbatasnya kesempatan untuk melakukan usaha di perdesaan. Kurangnya pemanfaatan teknologi, informasi, kerjasama distribusi serta permodalan membuat masyarakat perdesaan tidak bisa meningkatkan penghasilan mereka yang mengandalkan hasil alam. Adanya konversi lahan yang semakin tinggi dari lahan pertanian subur menjadi lahan non pertanian, tentunya memperburuk kondisi ini Hal ini secara simultan menyebabkan semakin sempitnya kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup, terutama bagi mereka yang tidak memiliki lahan. Hal ini menjadi penyebab terjadinya urbanisasi, karena mereka tidak punya kegiatan yang dapat dilakukan didesanya. Permasalahan ini menjadi suatu lingkaran yang menjadi penyebab untuk satu sama lain yang berujung pada kemiskinan seakan tak ada habisnya Lemahnya pembangunan berbasis masyarakat dan lemahnya koordinasi didalam pembangunan perdesaan. Konsep pembangunan dalam rangka pengentasan masalah kemiskinan di perdesaan selama ini hanya mengandalkan perencanaan dari atas (top-down). Keterpaduan koordinasi antara pemerintah pusat, pemrintah daerah, swasta, dan masyarakat kurang ditekanankan. Hal ini menyebabkan tingkat ketergantungan perdesaan menjadi tinggi. Hal ini secara tidak langsung akan mematikan potensi dan kreativitas dari perdesaan itu sendiri. Seharusnya perdesaan didorong untuk mengembangkan potensinya agar dapat memajukan wilayahnya secara mandiri. Sudah saatnya, masyarakat perdesaan pun ikut berpartisipasi di dalam pembangunan perdesaan. Masayarat lokal meruapakan pihak yang yang paling mengerti mengenai persoalan yang mereka alami sehari-hari sehingga dapat memberikan masukan bagi solusi pengentasan kemiskinan yang efektif dan tepat guna.
Akar Persoalan Pengidentifikasian akar persoalan perdesaan merupakan langkah awal yang sangat penting. Identifikasi mengenai penyebab atau simpul-simpul terjadinya persoalan akanmenjadi landasan yang akan membantu perumusan solusi penanganan yang tepat sasaran. Akar persoalan dari komunikasi perdesaan khususnya di Indonesia adalah bagaimana menerobos lingkaran hambatannya. Mengecilnya minat generasi muda terhadap studi pertanian dan tak tertahannya laju arus urbanisasi merupakan permasalahan yang dihadapi perdesaan. Prof Sediono MP Tjondronegoro, pakar agraria dan sosiologi perdesaan menyimpulkan bahwa Indonesia adalah negara agraris yang
Sumber: pembangunan pertanian dan perdesaan dalam perspektif kemiskinan berkelanjutan, 2007
mengingkari agraria (pertanian). Dalam bukunya yang berjudul ”Negara Agraris Ingkari Agraria” (Akatiga, April 2008) Prof Tjondronegoro menegaskan sikapnya dalam meletakkan agraria sebagai masalah pokok bangsa dan menjadikan reforma agraria sebagai solusi sekaligus strategi dasar pembangunan nasional yang seharusnya dijalankan. Dari gambar 1 disamping dapat kita lihat bahwa sektor pertanian yang biasanya menjadi ciri khas perdesaan merupakan proporsi yang paling tinggi bagi kemiskinan. Presentase penduduk miskin yang paling tinggi terdapat pada sector pertanian dengan angka lebih dari 50%.
Beranjak Ke Alternatif Solusi
Mengingat jati diri kita sebagai bangsa dan negara yang agraris, sudah sepatutnya sektor pertanian menjadi tulang punggung utama perekonomian. Pembangunan sektor pertanian tentunya tak lepas dari perencanaan dan pembangunan perdesaan. Pembangunan ekonomi perdesaan pada dasarnya adalah suatu proses industrialisasi yang berbasis pada sumber daya pertanian dan perdesaan. Meskipun demikian, pembangunan kawasan perdesaan mempunyai cakupan yang lebih luas daripada sekedar pembangunan ekonomi dan pertanian. Pembangunan perdesaaan merupakan pembangunan yang mencakup berbagai aspek, termasuk aspek ekonomi, lingkungan, gender, dan sosial budaya. Sadar akan kompleksitas pembangunan perdesaan, konsep dan strategi pun disusun untuk mencapai misi pembangunan perdesaan. Beberapa konsep yang dapat diterapkan untuk menjadi solusi dalam penyelesaian persoalan perdesaan antara lain perencanaan agropolitan, pengembangan ekonomi lokal, reformasi agraria, pembangunan dan perbaikan infrastruktur perdesaan, peningkatan fasilitas dan kualitas pelayanan sosial, serta yang tak kalah penting, peningkatan kualitas sumber daya manusia. Agropolitan menawarkan konsep untuk memberikan pelayanan perkotaan di kawasan perdesaan dengan demikian, petani atau masyarakat desa tidak perlu harus pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan (sarana dan prasarana), baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran maupun masalah yang berhubungan dengan kebutuhan ekonomi, sosial-budaya, dan kehidupan setiap hari. Desa yang dikembangkan dengan tingkat kenyamanan menyerupai kota. Kawasan agropolitan diharapkan akan menarik pengembangan ekonomi berbasis agri di wilayah hinterland, dan oleh karenanya perlu diciptakan suatu kaitan, penghubung, dan keterpaduan antara kawasan Agropolitan dengan kawasan hinterland. Konsep lain yang ditawarkan adalah Local economic development. Pengembangan ekonomi lokal merupakan suatu proses yang mana pemerintah daerah dan/atau kelompok berbasis komunitas mengelola sumber daya yang ada dan masuk kepada penataan kerjasama/kemitraan baru dengan sektor swasta, atau di antara mereka sendiri, untuk menciptakan pekerjaan baru dan merangsang kegiatan ekonomi perdesaan. Pengembangan ekonomi lokal bertujuan untuk meningkatkan jumlah dan variasi peluang kerja tersedia untuk penduduk setempat. Ciri utama pengembangan ekonomi lokal adalah pada titik beratnya pada kebijakan “endogenous development” yaitu memanfaatkan potensi sumber daya manusia, sumber daya alam, institusional dan
sarana fisik setempat. Orientasi ini mengarahkan kepada fokus dalam proses pembangunan untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan merangsang pertumbuhan kegiatan ekonomi (Blakely, 1989). Hal lain yang perlu diperhatikan dalam mencari solusi dalam penyelesaian persoalan perdesaan adalah sumber daya insaninya. Kita sadar, merosotnya minat manusia Indonesia terhadap bidang pertanian serta fenomena arus urbanisasi erat kaitannya dengan paradigma, orientasi dan praktek pembangunan pertanian dan perdesaan yang tak lagi memberikan harapan ”keunggulan” bagi para pelaku dan penghuni di dalamnya. Diperlukan reorientasi pembangunan pertanian yang dilandasi paradigma reforma agraria sebagai konsep alternatif dalam revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan secara mendasar dan menyeluruh. Kurikulum pendidikan dari tingkat dasar hingga menengah hendaknya menampilkan daya tarik dan urgensi pertanian bagi bangsa kita. Pemerintah mesti segera menyediakan berbagai insentif bagi petani, subsidi dalam proses produksi yang diterima langsung petani, proteksi terhadap produk pertanian dan distribusi tanah bagi petani berlahan sempit dan tak bertanah. Kita ditantang memastikan petani tetap aman dan nyaman di ladang dan sawah mereka, serta tersedianya aneka pilihan pengembangan pertanian dan perdesaan yang lebih inovatif dan berkeadilan. Salah satu cara pengembangan sumber daya manusia adalah dengan pendidikan. Pendidikan yang diberikan bukan hanya sekedar pendidikan formal melainkan juga mengangkat wawasan moral dalam kehidupan. Isu gender tentu saja tak bisa terlupa untuk diangkat. Agenda pemberantasan kemiskinan hendaknya senantiasa melibatkan kaum perempuan. Wujud konkretnya adalah dengan membuka kesempatan yang sama dan partisipasi penuh dan adil antara laki-laki dan perempuan sebagai agen dan pemanfaatan pembangunan berkelanjutan yang berpusat pada masyarakat. Karena itu, pemerintah harus memastikan penegakan hak asasi rakyat, terutama perempuan perdesaan. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan menegaskan, negara wajib memerhatikan masalah khusus perempuan perdesaan serta membuat peraturan untuk menjamin fasilitas kesehatan memadai, pendidikan, memperoleh kredit dan pinjaman pertanian, fasilitas pemasaran, teknologi tepat guna, hingga perlakuan sama pada landreform, termasuk kepemilikan tanah, pengaturan tanah pemukiman, perumahan, sanitasi, penyediaan listrik dan air, pengangkutan, dan komunikasi. Hal yang tidak kalah penting adalah mendorong adanya persamaan peran perempuan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut sumber daya alam adalah suatu cara untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan perdesaan di Indonesia. (Lampung Post, 14 April 2007) Pengembangan perdesaan sebaiknya dilakukan melalui bina manusia, bina lingkungan, dan bina usaha (Tribina). Konsep ini sudah cukup popular dan dianggap dapat mengentaskan masalah kemiskinan perdesaan. Tujuan utama dari konsep pengembangan ini adalah untuk merevitalisasi perdesaan. Perdesaan didorong untuk menjadi sebuah tempat yang menarik agar laju urbanisasi dapat diminimalkan sekaligus perdesaan dapat meraih kembali potensi-potensi yang dimilikinya. Kata’menarik’ itu sendiri dapat berarti bahwa perdesaan menjadi tempat yang nyaman untuk tinggal karena sarana dan prasarananya lengkap, banyak lapangan pekerjaan tersedia, dan usaha pertanian menjadi kegiatan yang menjanjikan untuk dikembangkan. Usaha revitalisasi ini akan membantu masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya baik dari segi kualitas hidup, lingkungan dan ekonominya.
Untuk mengatasi masalah perdesaan salah satunya bisa dilakukan dengan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk miskin tidak akan dapat dikurangi secara signifikan tanpa adanya pertumbuhan ekonomi yang bermanfaat bagi orang miskin. Pada periode setelah krisis, berkurangnya penduduk miskin lebih banyak disebabkan karena membaiknya stabilitas ekonomi dan turunnya harga bahan makanan. Untuk menurunkan tingkat kemiskinan lebih jauh lagi, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi merupakan suatu keharusan. Selain itu perlu dilakukna upaya peningkatan pelayanan sosial bagi masyarakat miskin. Indonesia harus dapat menyelesaikan masalah dalam bidang pelayanan sosial agar manfaat dari pembangunan lebih dirasakan. Mewujudkan peningkatan taraf hidup masyarakat yang signifikan sebagai bentuk indikator kesejahteraan dengan memunculkan peluang kerja bagi masyarakat berusia produktif serta melahirkan SDM yang berkualitas baik dari sisi moral, mental dan spiritual dengan mengedepankan etika serta nilai-nilai agama sebagai aturan hidup.
Perjalanan dalam Mengimplementasikan Alternatif
Salah satu persoalan utama di perdesaan adalah minimnya lapangan kerja. Maka untuk memutus rantai kemiskinan dan ketimpangan, lapangan kerja yang memadai di perdesaan mutlak dibutuhkan. Beberapa strategi untuk mencapainya, seperti yang dikutip dari Pemikiran tentang Pendekatan Pembangunan Perdesaan, antara lain, perluasan dan peningkatan infrastruktur perdesaan, perbaikan iklim investasi usaha di perdesaan, peningkatan akses masyarakat perdesaan terhadap sarana permodalan dan pemasaran, kebijakan yang memihak masyarakat perdesaan, serta membantu masyarakat perdesaan meningkatkan potensi diri yang mereka miliki. Beberapa pendekatan pembangunan perdesaan tersebut telah sempat terbahas dalam tulisan kami di atas. Selain berbagai konsep dan pendekatan yang ditawarkan, menurut kami, ada beberapa unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembangunan perdesaan, yaitu keberadaan Rencana Tata Ruang, pengembangan teknologi tepat guna, koordinasi antar stakeholders, dan tentunya political will dari pemerintah. Pentingnya keberadaan RTRWN, RTRWP, RTRW Kabupaten dalam perencanaan perdesaan. Pengembangan kawasan perdesaan (misalnya, agropolitan) tidak bisa terlepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) sebagai matra spasial nasional yang disepakati bersama. RTRWN penting untuk dijadikan alat untuk mengarahkan pengembangan kawasan agropolitan sehingga pengembangan ruang nasional yang terpadu dan sistematis dapat dilaksanakan. Sosialisasi kepada pihak-pihak yang terkait dengan pengembangan kawasan agropolitan tentang hal ini mutlak diperlukan, sehingga muncul pemahaman bersama tentang pentingnya proses ini untuk mewujudkan pembangunan yang serasi, seimbang, dan terintegrasi. Dengan adanya sinkronisasi tersebut, pembangunan nasional yang serasi, seimbang dan terpadu dapat diwujudkan. RTRWN pun perlu dijabarkan dan didetailkan dalam bentuk rencana di tingkat provinsi dan kabupaten agar pembangunan dapat terarahkan dengan lebih spesifik.
Dari bidang abstrak seperti perencanaan, hal lain seperti teknologi praktis yang pro-poor dan tepat guna akan dapat teramat membantu masyarakat perdesaan untuk meningkatkan kualitas dan taraf mereka. Misalnya, untuk perdesaan yang berbasis pertanian, permasalahan yang dominan diprediksi akan berkaitan dengan, upaya meningkatkan produksi pertanian yang juga sekaligus dapat meningkatkan pendapatan petani dan upaya mengurangi kehilangan hasil selama panen dan pascapanen, termasuk pengolahan hasil-hasil pertanian menjadi produk olahan yang lebih awet dan mempunyai nilai ekonomi yang lebih baik. Sedangkan untuk desa pesisir, kegiatan ekonomi yang dominan adalah sektor perikanan dan pada beberapa lokasi adalah sektor pariwisata. Permasalahan yang umumnya dihadapi masyarakat miskin di kawasan pesisir ini, antara lain terkait dengan, kelangkaan air bersih, baik untuk kebutuhan domestik maupun untuk pemenuhan kebutuhan kegiatan ekonominya (pengolahan hasil laut atau pariwisata) dan armada dan peralatan penangkapan ikan dengan biaya operasional yang masih tinggi (terkait dengan harga BBM). Pilihan teknologi yang ditawarkan harus mempertimbangkan kemampuan teknis dan ekonomis petani serta masyarakat perdesaan pengolah hasil pertanian. Dukungan teknologi untuk mengembangkan small-scale, on-site agroindustry merupakan salah satu pilihan yang cocok. Banyak pihak dan banyak sumber yang telah menjabarkan konsep-konsep yang mereka miliki. Dalam esai kami inipun telah dibahas beberapa mengenai solusi yang ditawarkan. Penyelesaian masalah-masalah perdesaan merupakan tanggung jawab bersama baik, pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta maupun masyarakat perdesaan. Konsep pembangunan sebagai solusi pemecahan masalah hanyalah alat bantu yang sepenuhnya tergantung kepada para penggunanya. Untuk itu diperlukan kesadaran dari semua penduduk desa akan pentingnya pembangunan dan pengembangan desanya demi kesejahteraan bersama. Dalam hal ini sangat diperlukan kesadaran dari para pemuda desa sebagai penggerak perubahan, untuk mencintai desanya.
Daftar Pustaka Website http://www.bapeda-jabar.go.id/bapeda_design/docs/perencanaan/20070524_073129.pdf diakses pada 22 Februari 2009 http://geografi.ums.ac.id/ebook/Regional%20Analysis/Pengembangan%20Agropolitan%20 Berbasis%20RTRWN.doc diakses pada 22 Februari 2009 http://www.penataanruang.net/taru/Makalah/PPMenteri_Agro.doc diakses pada 22 Februari 2009 http://indowarta.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=2973 diakses pada 22 Februari 2009 http://icdscollege.com/artikel/paradigma_baru.pdf diakses pada 22 Februari 2009 http://musi-rawas.go.id/musirawas/images/stories/pdf/bab7.pdf diakses pada 22 Februari 2009