MENGENAL HAWA NAFSU DAN AKIBAT DARI MENGIKUTI-NYA Senin, 10-September-2007, Penulis: Abul Abbas Khidir Al-Limbory 5.1 Pengertian Hawa Nafsu Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa kepada perkara yang haram. Dinamakan hawa karena menyeret pelakunya di dunia kepada kehancuran dan di akhirat kepada neraka Hawiyah.” (Mufradat Alfazhil Qur’an, hal. 848). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyeruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku.” (Yusuf: 53). Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di –rahimahullahberkata: “Kebanyakan hawa nafsu itu menyuruh pengekornya kepada kejahatan, yaitu kekejian dan seluruh perbuatan dosa.” Taisîr AlKarîmirrahmān, hal. 400).
5.2 Hukuman yang di segerakan bagi Pengekor Hawa Nafsu Allah “azza wa jalla- berfirman: “Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan pada mereka (menunjukkan bahwa) Kami bersegera memeberikan kebaikankebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (AlMukminun: 55-56). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Barangsiapa menhendaki kehidupan dunia, maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami kehendaki baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.” (Al-Isra’: 18).
Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam,dan Jahannam itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Ali Imran: 196-197). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.” (Al-Jatsiyah: 23). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya ketentuan Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Al-Isra’: 16). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan mereka memperturutkan hawa nafsunya, maka perumpamaanya seperti anjing. Jika kamu menghalaunya mengulurkan lidahnya. Dan jika kamu membiarkannya, dia mengulurkan lidahnya (juga).” (Al-A’raf: 176).
Ibnu Muqfi’ berkata: Sesungguhnya hawa nafsu itu hina
Jika kamu ikut, kamu menjadi hina. (Tafsir Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an: 16/166). Telah sampai kepada kami beberapa pernyataan tentang masalah ikthilath, muncul berbagai komentar ketika mereka membaca tulisan kami tentang masalah ikhtilath, dan mereka pun melontarkan beberapa syubhat, yang seolah-olah mereka tidak mau menerima kalau ikhtilath itu hukumnya adalah haram, dan mereka pun seolaholah mengingkari atas pernyataan kami: Bahwa orang yang senang dengan ikthilath dan terus menerus melakukan ikthilath itu mereka kami katakan orang yang mengikuti hawa nafsunya. Maka kami nyatakan lagi bahwa orang yang senang dengan ikthilath dan terus menerus melakukan ikthilath itu merupakan buah dari hawa nafsu yang akan melahirkan kehinaan dan kehinaan tidak akan lenyap kecuali dengan cara kembali kepada agama dan berpegang teguh dengannya, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda: “Jika kalian berjual beli dengan system ‘ienah, kalian tersibukkan dengan ternak dan ladang kalian dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kepada kalian kehinaan. Allah tidak akan mencabut kehinaan tersebut sampai kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu dawud: 3462 dan di shahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 11). Al-Imam Ibnu Qayyim –rahimahulla- berkata: “Kemaksiatan akan mewariskan kehinaan, karena kemuliaan itu hanya dapat diraih dengan ketaatan kepada Allah.” (Ad-Da’ wad-Dawa’, hal. 94). Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi –hafidzahullah- berkata: “Terangnya jalan Islam, kejelasan petunjuknya dan kesempurnaan tuntunannya, akhirnya tidak memberikan alternatif lain kepada seorang muslim selain hanya mengikuti cahaya dan
petunjuknya secara keseluruhan, karena itu Allah –azza wa jallamemerintahkan kepada kaum muslimin dalam firman-Nya: “Hai orangorang yang beriman, masuklah kalian kedalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian turuti langkah-langak syaithan sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (Al-Baqarah: 208). (Meraih Kemuliaan Melalui Jihad, hal. 30). Orang yang menjerumuskan dirinya kedalam ikhtilath maka dia telah lalai dan telah lupa terhadap peringatan Rabbnya: “Janganlah kamu menjatuhkan dirimu kedalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 195). Sebagaimana telah berlalu keterangan tentang akibat dari ikhtilath(baca; fatwa) yang menjerumuskan kepada kebinasaan dan mengakibatkan banyak korban, seorang wanita berkebangsaan Amerika berprofesi sebagai wartawan yang telah menjelajahi dunia mengatakan: “Cegahlah campur baur antara laki-laki dan perempuan, ikatlah kebebasan wanita, kembalikan ke masa hijab. Hal itu lebih baik bagi kalian dari pada kebebasan ke-edanan bangsa Eropa dan Amerika. Saya telah menyaksikan banyak hal di Amerika, ternyata bangsa Amerika penuh dengan kebebasan yang mengakibatkan banyak korban.’’ (Al-Mar’ah baina Takrimil Islam wa Da’awi Tahrir, hal. 28). Dan kebanyakan dari orang-orang yang tidak bisa meninggalkan ikhtilath adalah beberapa alasan, ada karena sebab mentaati orang tua, atau mentaati peraturan yang di rancang oleh makhluk, atau pun yang selainnya, walaupun semuanya itu jelas-jelas mengajak kepada bentuk penyelisihan terhadap syari’at, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah – rahimahullah- berkata: “Bahwa siapa saja yang taat kepada makhluk
yang memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah, niscaya akan mendapatkan kehinaan dan azab Allah. Inilah keberadaan orang yang maksiat kepada utusan Allah dari kalangan orang-orang musyrik, ahli kitab seperti Yahudi dan Nasrani, dan ahli bid’ah serta orang yang curang dari kalangan umat ini.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyyah: 4/198).
5.3 Ratap Tangis Para Pengekor Hawa Nafsu Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang berdosa itu menundukkan kepalanya dihadapan Rabbnya. (Mereka berkata): “Wahai Rabb kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikan kami (kedunia). Kami akan mengerjakan amal shalih. Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin.” (As-Sajdah: 12). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Mereka menyeru: “Hai Malik, biarlah Rabbmu membunuh kami saja, “Dia menjawab: “Kamu akan tetap tinggal (di neraka ini).” (Az-Zukhruf: 77). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan (ingatlah), ketika mereka berbantah-bantahan dalam neraka. Orang-orang yang lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: “Sesungguhnya kami adalah pengikut-pengikutmu, maka dapatkah kamu mengidandarkan kami sebagian api neraka?” Al-Hafidz Ibnu katsir berkata: “Orang yang lemah yaitu para pengikut akan berkata kepada orang yang sombong yaitu pembesar dan tokohnya: “Kami di dunia mentaati seruanmu berupa kekufuran dan kesesatan, maka dapatkah kamu mengambil siksaan Allah ini
sekalipun hanya sedikit.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim: 4/84). Al-Hafidz Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata: “Allah akan membalas kamu disebabkan perbuatanmu. Masing-masing akan membalas kamu disebabkan perbuatanmu. Masing-masing akan disiksa sesuai dengan kezhalimannya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim: 3/540). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Dan orang-orang yang kufur kepada Rabbnya, (mereka memperoleh) azab jahannam. Dan itulah seburukburuk tempat kembali. Apabila mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang mereka menggelagak, hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan kedalam sekumpulan (orangorang yang kufur), penjaga-penjaga neraka itu bertanya kepada mereka: “Apakah belum pernah datang kepadamu (di dunia) seorang pemberi peringatan?” Mereka menjawab: “Benar ada, Sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan(nya) dan kami katakan: “Allah tidak menurunkan sesuatu pun” Kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.” Dan mereka berkata: “Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penhuni-penghuni neraka yang menyala-nyala.’ (Al-Mulk: 610). Allah –‘azza wa jalla- berfirman: “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan ke dalam neraka, mereka berkata: ‘Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul. Dan mereka berkata: ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang lurus).” (Al-Ahzab: 66-67).
Wallahu ta’ala a’lam. Gresik, 12 Sya’ban 1428 H Abul Abbas Khidir Al-Limbory