Mengenal-buku-tata-perayaan-perkawinan.pdf

  • Uploaded by: Eugene T. Moningka
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mengenal-buku-tata-perayaan-perkawinan.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 5,150
  • Pages: 44
Mengenal Buku TPP

Bahan Bulan Liturgi Nasional 2017

Mengenal Buku TPP

Komisi Liturgi KWI 1

Bulan Liturgi Nasional 2017

Bahan Bulan Liturgi Nasional 2017 Mengenal Buku TPP (c) Komisi Liturgi KWI, 2017 Jl. Cut Mutiah 10, Jakarta 10340 Telp. 021 - 315 3912, 315 4714; Faks. 021 - 3190 7301; E-mail: [email protected]. Penyusun Bahan Desain & Layout

2

: R.D. John Rusae : J. Maxi Paat

Mengenal Buku TPP

Daftar Isi Singkatan

...............................................................

Pengantar

...........................................................

Sejarah Singkat Tata Perayaan Perkawinan Sejarah Buku TPP dan Daftar Isi Buku TPP 2011

....................

5 7 11

...............

15

..............................

16

............................................

18

Tata Perayaan Perkawinan dalam Misa .......................................................

21

1. Tanpa Pernyataan Tobat

21

Daftar Isi Buku TPP 2011 Petunjuk Umum

..........................

3

Bulan Liturgi Nasional 2017

2. Doa Berkat atas Mempelai dalam Liturgi Ekaristi ..................................

24

Tata Perayaan Perkawinan dalam Perayaan Sabda .............................

27

Janji dengan Berjabat Tangan

29

..........................................

Hal-hal Baru yang Ditambahkan pada Buku TPP 1. Percikan

...............

31

............................................................

31

2. Mohon Restu Orangtua 3. Pengenaan Cincin

..........................

32

......................................

34

................................

35

5. Penyerahan Kitab Suci, Salib, dan Rosario ......................................

36

6. Penerimaan Komuni Dua Rupa

.........

37

..........................................

40

.........................................................

41

4. Membuka Kerudung

7. Doa Devosional 8. Dekorasi

9. Petugas Foto atau Video

4

........................

42

Mengenal Buku TPP

Singkatan Bdk

: Bandingkan

BLN

: Bulan Liturgi Nasional

KWI

: Konferensi Waligereja Indonesia

MAWI

: Majelis Waligereja Indonesia

N

: Nama

OCM

: Ordo Celebrandi Matrimonium

OSC

: Ordo Salib Suci

PUMR

: Pedoman Umum Misale Romawi

R.D.

: Reverendus Dominus

R.P.

: Reverendus Pater

SC

: Sacrosanctum Concilium

TPP

: Tata Perayaan Perkawinan

5

Bulan Liturgi Nasional 2017

6

Mengenal Buku TPP

Pengantar

B

uku Tata Perayaan Perkawinan (TPP) yang terbit pada tahun 2011 sudah mulai digunakan untuk merayakan perkawinan di berbagai tempat di Indonesia. Buku ini telah menjadi acuan perayaan Sakramen Perkawinan. Tentunya hal ini menggembirakan kita semua. Di pihak lain, di banyak tempat ternyata belum menggunakan buku TPP bahkan belum mengenal. Banyak yang lebih memilih dan menggunakan buku Upacara Perkawinan, daripada buku TPP. Perlakuan demikian terhadap buku TPP oleh karena selain belum mengenal, juga karena ada beberapa perubahan yang dirasakan sebagai sesuatu yang asing. Sebagai contoh: tidak ada Pernyataan Tobat di Ritus Pembuka dan, Doa Berkat atas mempelai dilaksanakan setelah doa Bapa Kami. Berdasarkan kenyataan bahwa banyak umat belum mengenal buku TPP, dan di dalam buku

7

Bulan Liturgi Nasional 2017

tersebut ada beberapa hal yang tidak biasa bagi umat, maka para Uskup pada sidang KWI bulan November 2016 telah memutuskan untuk memperpanjang masa percobaan buku TPP selama dua tahun dan meminta Komisi Liturgi KWI untuk memperkenalkan kepada para pastor, biarawan/ biarawati dan umat sekalian. Menanggapi permintaan para Uskup Indonesia tersebut, maka Komisi Liturgi KWI telah menetapkan “Mengenal Buku Tata Perayaan Perkawinan” sebagai tema Bulan Liturgi Nasional (BLN) pada bulan Mei tahun 2017. Selama bulan Mei kita akan belajar mengenal Buku TPP. Kita akan melihat bagian-bagian dari buku tersebut. Tentu tidak semua bagian. Fokus kita hanya pada bagian-bagian yang memang perlu diperkenalkan oleh karena bagian itu masih dirasakan sebagai sesuatu yang asing atau tidak biasa dan, juga bagian-bagian yang butuh penyegaran kembali oleh karena sering terjadi kekeliriuan (kesalahan) dalam pelaksanaan. Bahan ini dapat dibaca secara pribadi. Namun, kami menyarankan, sebaiknya bahan yang tersedia ini dibacakan dalam doa Rosario kelompok. Setiap malam sebelum atau setelah berdoa lima peristiwa Rosario, bacakan saja satu tema atau satu sub tema. Kalau tema atau sub tema itu pan-

8

Mengenal Buku TPP

jang boleh dibagi dan dibacakan pada beberapa kesempatan doa Rosario. Kalau ada sesuatu yang memerlukan penjelasan tambahan, silakan diskusikan bersama atau dikonsultasikan dengan pastor paroki pada kesempatan lain. Diharapkan selama bulan Mei ini, selain berdoa Rosario, kita juga menyempatkan waktu untuk mendapat pengetahuan tentang buku liturgi Tata Perayaan Perkawinan. Kita sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam pengadaan bahan Bulan Liturgi Nasional tahun ini. Terima kasih secara khusus disampaikan kepada R.P. Riston Situmorang, OSC yang telah mengedit bahan ini dan R.P. C.H. Suryanugraha, OSC yang berkenan me­ngizinkan buku “Liturgi Perkawinan Yang Tetap dan Yang Berubah” menjadi acuan bahan BLN tahun ini. Kami menganjurkan kepada saudarasaudari, terutama para petugas liturgi, untuk memiliki buku tersebut. Buku ini secara rinci menjelaskan semua bagian yang ada di dalam buku TPP. Semoga bahan BLN 2017 ini mampu me­ nyemangati kita untuk mengenal dan mendalami buku liturgi Tata Perayaan Perkawinan dan bukubuku liturgi lainnya yang biasa digunakan untuk memuji Tuhan dan pengudusan manusia.

9

Bulan Liturgi Nasional 2017

Kami berharap setelah kita mengenal buku TPP dan mulai menggunakannya, kiranya kita juga mencermati isi buku tersebut. Apabila Anda menemukan kekurangan dan ketidaklengkap­ an atas buku Tata Perayaan Perkawinan yang diterbitkan oleh Komisi Liturgi KWI, maka kami mengharapkan Anda menginformasikan, me­ nyampaikan usul saran dan perbaikan isi buku ini kepada Sekretariat Komisi Liturgi KWI. Terima kasih atas bantuan Anda. Selamat menjalankan Bulan Liturgi Nasional, semoga membawa berkat. Jakarta, 20 Maret 2015 HR Santo Yusuf, Suami Santa Perawan Maria Komisi Liturgi KWI

10

Mengenal Buku TPP

Tema 1

Sejarah Singkat Tata Perayaan Perkawinan

T

ata Perayaan Perkawinan Kristiani dan perkembangannya secara historis dipe­ ngaruhi oleh budaya Yunani-Latin dan Romawi. Menurut budaya Yunani dan Romawi, perkawinan didahului oleh peresmian pertunanganan. Pada kesempatan itu keluarga calon mempelai laki-laki bertemu dengan ayah dari calon mempelai perempuan untuk menyepakati pelaksanaan perkawinan dan besarnya mas kawin. Keluarga-keluarga bangsawan Romawi merayakan peresmian pertunanganan dengan perjamuan makan. Rumusan yang menyatakan janji yang mengikat adalah “Apakah engkau berjanji? dan “Ya saya berjanji”. Unsur-unsur ini terjadi pada saat peresmian pertunanganan dan turut mempengaruhi tata perayaan perkawinan. Pada abad I-III Kekristenan, perkawinan bagi orang Kristiani adalah suatu ikatan sosial kekera-

11

Bulan Liturgi Nasional 2017

batan atau suatu peristiwa sosial kemasyarakatan dan belum menjadi Sakramen Perkawinan. Memang ada perjanjian perkawinan orang Kristiani tetapi masih bersifat kontrak. Para pengantin meneguhkan perkawinan mereka di bawah pim­ pinan kepala keluarga di rumah mereka dengan menyatukan tangan kedua pengantin. Orang Kristen tidak memasukan praktik membawa persembahan kepada dewa keluarga atau meng­ ikuti perarakan yang tidak senonoh seperti ta­ rian erotis. Pada masa itu yang amat ditekankan dalam peresmian perkawinan adalah tugas dan tanggung jawab untuk melahirkan dan mendidik anak-anak. Ada juga kesadaran akan pentingnya persetujuan uskup terhadap perkawinan. Orang Kristiani yang mau menikah hadir dalam Ekaristi dan menerima berkat khusus sebagai pengantin dari imam atau uskup. Pada abad IV-XIV, muncul tahap-tahap dan unsur-unsur dari perayaan perkawinan Kristiani. tahapan ini dipengaruhi oleh budaya Romawi dalam bidang hukum. Gereja menuntut agar dalam perkawinan ada janji nikah untuk hidup bersama sebagai suami istri. Janji nikah ini dinyatakan secara jelas dalam setiap perkawinan orang Kristiani. Paus Nicolas I (13 November 866) me­negaskan bahwa prinsip utama dalam

12

Mengenal Buku TPP

perkawinan hanyalah perjanjian, sedangkan unsur-unsur lain boleh ditambah, tetapi kurang penting. Pengenaan selubung perkawinan merupakan bukti jelas dari perjanjian satu sama lain. Pada abad IX-X, Gereja menuntut wewenang yuridis atas perkawinan dan menegaskan bahwa perjanjian perkawinan serta penyerahan lambang perka­winan harus dilaksanakan di depan imam di dalam gereja dan lebih se­ring di luar gereja sebagaimana terdapat di dalam buku-buku Rituale abad IX-XIV. Lalu diteruskan dengan perayaan Ekaristi yang di dalamnya dibuat pemberkatan perkawinan di depan altar (sejak abad XII). Di wilayah Normandia pertukaran janji perkawinan menjadi suatu tuntutan liturgis dan dilaksanakan di depan gereja/in facie ecclesiae (tidak lagi di dalam rumah pengantin wanita). Di Italia baru pada Konsili Trente (1545-1547) diwajibkan meneguhkan perkawinan di depan pastor paroki, karena sebelumnya peresmian perkawinan dilaksanakan di depan notaris. Rumusan “Ego coniungo vos” (saya mempersatukan/ mengawinkan kamu) dengan undangan untuk berjabat tangan, ditulis untuk pertama kali dalam buku Ordo Rouen akhir abad XIV. Doa untuk pengantin wanita sudah terdapat dalam Sacramentarium Veronense dan Sacramentarium

13

Bulan Liturgi Nasional 2017

Gelasianum serta Sacramentarium Gregorianum. Doa ini menekankan wanita sebagai Gereja dan mempelai laki-laki sebagai Kristus. Perkawinan pria dan wanita Katolik menampakkan hubungan yang erat antara Gereja dan Kristus. Dalam buku Rituale 1614 (dipakai hingga tahun 1969) terdapat unsur-unsur perayaan perka­ winan antar lain: pertukaran janji perkawinan di depan gereja, jabat tangan kedua pengantin diiringi doa imam, “saya mempersatukan/me­ ngawinkan kamu”, pemberkatan cicin perkawinan dan rumus penutup. Setelah Konsili Vatikan II terbitlah Ordo Ce­ lebrandi Matrimonium (OCM). Beberapa perubahan di dalam OCM: perayaan sakramen perka­ winan dilaksanakan di dalam Ekaristi; rumusan Doa Pemberkatan untuk kedua pengantin (bukan hanya untuk pengantin wanita), di dalam Doa Pemberkatan para pengantin ditambahkan Doa Epiklesis yang berisi permohonan kepada Allah Bapa mengirim Roh Kudus ke atas para mempelai.

14

Mengenal Buku TPP

Tema 2

Sejarah Buku TPP dan Daftar Isi Buku TPP 2011

G

ereja di Indonesia telah dua kali menerbitkan buku untuk upacara Sakramen Perka­ winan. Buku pertama namanya UPACARA PERKAWINAN, diterbitkan oleh Komisi Liturgi Mejelis Waligereja Indonesia (MAWI) pada tahun 1976. Buku Upacara Perkawinan ini disusun dan diterbitkan berdasarkan naskah Ordo Celebrandi Matrimonium (Tata Perayaan Perkawinan) yang diterbitkan oleh Kongregasi Ibadat Ilahi dan Tata Tertib Sakramen di Roma, Vatikan pada tahun 1969. Kongregasi Ibadat menerbitkan buku tersebut dalam rangka pembaruan yang diamanatkan oleh Konsili Vatikan II. Konsili mengharapkan agar edisi acuan untuk ritus Perkawinan diperkaya sehingga rahmat Sakramen Perkawinan diungkap­ kan dengan lebih jelas dan lebih menampilkan tugas suami istri (bdk. Sacrosanctum Concilium/ SC, no.77-78).

15

Bulan Liturgi Nasional 2017

Dalam perjalanan waktu, Kongregasi Ibadat menerbitkan buku Tata Perayaan Perkawinan edisi kedua Ordo Celebrandi Matrimonium, editio typica altera, pada tahun 1991. Gereja di Indonesia, sebagai bagian dari Gereja universal, tentu meng­ ikuti perkembangan liturgi yang sedang terjadi. Berdasarkan terbitan edisi kedua oleh Kongregasi Ibadat ini, pada tahun 2011 Konferensi Waligereja Indonesia (KWI, dahulu MAWI) menerbitkan buku TATA PERAYAAN PERKAWINAN (TPP) dengan aneka penyesuaian dengan kebudayaan dan kebiasaan yang ada dalam wilayah gerejawi Indo­nesia. Buku TPP ini menyediakan aneka liturgi perkawinan, yakni: “Tata Perayaan Perkawinan dalam Misa”, “Tata Perayaan Perkawinan dalam Perayaan Sabda”, “Tata Perayaan Perkawinan di Hadapan Pelayan Awam”, Tata Perayaan Perka­ winan untuk mempelai Katolik dengan mempelai katekumen atau tidak dibaptis”. Selain itu tersedia beberapa upacara yang dapat dilaksanakan oleh calon mempelai atau mempelai bersama keluarga, sebelum dan setelah perayaan perkawinan.

Daftar Isi Buku TPP 2011 Buku Tata Perayaan Perkawinan (TPP) mempunyai tujuh bab tentang tata cara perayaan per­

16

Mengenal Buku TPP

kawinan (lihat sendiri di buku TPP), dua petunjuk tentang perayaan Sakramen Perkawinan, dan dua lampiran. Pada lampiran pertama tersedia beberapa bacaan Kitab Suci yang diperuntukkan bagi liturgi perkawinan, doa-doa, serta berkat. Diharapkan para mempelai memilih bacaan-bacaan dan doadoa yang tersedia untuk liturgi perka­winannya. Tentu saja boleh memilih dari bacaan lain yang tidak ada pada lampiran ini. Bacaan Kitab Suci yang dipilih hendaknya mempu­nyai hubungan de­ngan misteri perka­winan dan disetujui oleh imam yang akan memimpin perayaan tersebut. Hal ini perlu diperhatikan oleh kita semua, karena sering terjadi mempelai lebih memilih bacaanbacaan dan doa-doa berdasarkan selera dan tanpa memperhatikan aspek misteri perkawinan. Lampiran kedua menyediakan macammacam pemberkatan, upacara penyambutan istri di rumah suami dan misa ulang tahun perkawinan. Gereja mempersilahkan kita untuk menggunakan semua yang telah tersedia di dalam buku TPP menurut kebutuhan keluarga.

17

Bulan Liturgi Nasional 2017

Tema 3

Petunjuk Umum

P

ada buku Tata Perayaan Perkawinan terdapat dua petunjuk tentang persiapan dan pelaksanaan sakramen perkawinan. Petunjuk pertama bersifat umum. Disampaikan kepada kita mengenai nilai dan martabat sakramen perkawinan, bahwa perkawinan bergantung pada Allah sendiri dan diarahkan untuk melahirkan dan mendidik anak. Hal lain adalah bahwa uskup mempunyai tugas dan wewenang mengatur segi pastoral dan liturgis perkawinan sambil mematuhi petunjuk Konferensi Waligereja. Sangat diharap­ kan para mempelai dan keluarga mengikuti ketentuan uskup setempat, termasuk mempelai yang berasal dari keuskupan lain. Untuk perayaan dalam Misa, dipakai tata perayaan yang ditentukan pada bab I dan bab II untuk perayaan perka­ winan dalam Perayaan Sabda. Unsur-unsur utama perayaan perkawinan adalah: liturgi Sabda, ke­ sepakatan perkawinan, doa berkat atas mempelai

18

Mengenal Buku TPP

dan komuni jika dalam misa. Sedangkan pada bagian petunjuk khusus, kita akan menemukan petunjuk-petunjuk mengenai berbagai persiapan yang perlu dilaksanakan oleh para mempelai, imam pendamping dan keluarga. Ada beberapa petunjuk yang dapat disampaikan pada saat ini. Hendaknya kedua mempelai tidak diberi tugas dalam Liturgi Sabda (sebagai lektor, pembawa doa umat, atau mazmur), sebab terutama bagi merekalah Sabda Tuhan diarahkan. Demikian juga hendaknya mereka sendiri tidak tampil sebagai penyanyi, apalagi berduet lagu pop rohani pilihan berdua di depan altar sama seperti pada saat mengisi acara resepsi pernikahan. Lebih dianjurkan bagi kedua mempelai ialah membawa dan menghantarkan sendiri bahan persembahan roti dan anggur dari tempat yang disediakan menuju altar, kemudian menyerahkan kepada imam. Itu semua adalah tanda yang tampak jelas tentang kurban mempelai dalam rupa persembahan yang diantar sendiri oleh mempelai kepada imam untuk disatukan dengan kurban Yesus. Sering terjadi mempelai menanti di depan altar dan menerima persembahan dari pembawa persembahan. Praktik tersebut hendaknya tidak terjadi lagi.

19

Bulan Liturgi Nasional 2017

Perayaan Perkawinan adalah perayaan liturgis. Karena itu, musik dan nyanyian yang dipilih hendaknya berciri liturgis. Musik dan nyanyian yang bersifat sekular dan profan dalam perayaan liturgis, hendaknya dihindari. Banyak petunjuk yang ada di buku TPP tersebut. Sebaiknya umat, terutama para mempelai, keluarga, kor dan petugas liturgi lainnya mendalami semua petunjuk itu agar dapat menyiapkan dan merayakan Sakramen Perkawinan sesuai maksud Gereja.

20

Mengenal Buku TPP

Tema 4

Tata Perayaan Perkawinan dalam Misa

D

ua hal yang tidak biasa yang terdapat dalam buku TPP adalah tanpa per­nyataan tobat dalam Ritus Pembuka dan pelaksana­an doa berkat atas mempelai dalam Liturgi Ekaristi. Pada kesempatan ini kita akan melihat alasan tidak adanya pernyataan tobat dan pelaksanaan doa atas mempelai pada bagian liturgi Ekaristi.

1. Tanpa Pernyataan Tobat Perayaan perkawinan dalam Misa pada buku TPP tidak mengalami banyak perubahan. Ada Ritus Pembuka, Liturgi Sabda, Perayaan Perka­ winan, Liturgi Ekaristi, dan Ritus Penutup. Hal baru (yang belum biasa di Indonesia) yang terdapat dalam perayaan misa dalam buku ini adalah pada Ritus Pembuka dan Liturgi Ekaristi.

21

Bulan Liturgi Nasional 2017

Ada orang yang mengatakan bahwa tiadanya Pernyataan Tobat di dalam Ritus Pembuka (rubrik no.84) merupakan hal yang baru. Sebenarnya tidak demikian. Karena Ritus Pembuka pada buku Upacara Perkawinan terbitan MAWI pada tahun 1976 juga tidak ada pernyataan tobat (rubrik no.14: “Bila upacara pembukaan diadakan pada pintu gereja (…). Perarakan ini (perarakan dari pintu gereja menuju altar) dapat diiringi dengan nyanyian pembuka. Kemudian langsung menyusul doa pembuka”). Hanya sejak dahulu kita tidak melaksanakan petunjuk tersebut. Kita tetap mengungkapkan pernyataan tobat pada Misa perkawinan, meskipun kita melaksanakan upacara penyambutan kedua mempelai di depan gereja. Misa tanpa pernyataan tobat sebetulnya tidak asing bagi kita. Misa Malam Paskah (Sabtu Alleluia) dan Misa Minggu Palma adalah contoh misa tanpa pernyataan tobat. Pedoman Umum Misale Romawi mengatakan bahwa ketika ada perayaan lain pada ritus pembuka, maka ritus pembuka dihilangkan atau dilaksanakan secara khusus (PUMR 46). Pada ritus pembuka Misa Minggu Palma ada upacara pemberkatan daun palma dan perarakan, dan pada ritus pembuka Misa Sabtu Alleluia ada upacara cahaya, maka ritus pembuka

22

Mengenal Buku TPP

pada kedua misa ini dirayakan secara lain (tanpa pernyataan tobat). Demikian juga terjadi pada Misa Perkawinan. Pada Ritus Pembuka ada upacara penyambut­an mempelai di depan atau di dalam gereja, maka Ritus Pembuka dilaksanakan secara khusus (tanpa pernyataan tobat). Hal yang sama berlaku juga pada bagian Ritus Penutup (PUMR 170). Satu contoh ritus penutup yang digantikan dengan upacara lain adalah ritus penutup Misa Perjamuan Terakhir pada hari Kamis Putih. Ritus penutup (salam, berkat, dan pengutusan umat) ditiadakan dan diganti dengan upacara pemindahan Sakramen Mahakudus. Dengan demikian apabila me­rayakan pe­ rayaan perkawinan tanpa pernyataan tobat, diharapkan tetap mengikuti dengan riang (tanpa cemas) sebagaimana kita mengikuti pe­rayaan Minggu Palma yang juga tanpa pernyataan tobat. Perayaan perkawinan adalah perayaan ke­ gembiraan. Upacara penyambutan para mempelai merupakan ungkapan kegembiraan Gereja. Gereja ikut bergembira dan menerima para mempelai dengan senang hati.

23

Bulan Liturgi Nasional 2017

2. Doa Berkat atas Mempelai dalam Liturgi Ekaristi Malam sebelumnya kita telah mendengar bahwa yang baru dalam buku TPP ada pada bagian Ritus Pembuka dan Liturgi Ekaristi. Kita sudah mengetahui alasan tidak ada pernyataan tobat dalam ritus pembuka perayaan perkawinan. Malam ini kita khususkan untuk hal baru yang terdapat dalam Liturgi Ekaristi. Hal baru itu adalah doa berkat atas mempelai ditempatkan di bagian Liturgi Ekaristi.Urutan upacara perkawinan pada buku Upacara Perkawinan terbitan MAWI adalah sebagai berikut. 1. Pendahuluan (penyelidikan tentang kesungguhan mempelai: meresmikan perkawinan, mengasihi suami/istri dan menjadi orang tua yang baik) 2. Perjanjian Nikah 3. Pemberkatan Perkawinan (peneguhan perkawinan oleh imam dan doa berkat atas mempelai) 4. Lambang-lambang Perkawinan (tukar cincin dan buka selubung).

24

Mengenal Buku TPP

Pada buku Upacara Perkawinan, doa berkat mempelai diletakkan/dilaksanakan langsung setelah perjanjian nikah. Urutan perayaan perkawinan pada buku TPP, sama seperti yang ada pada buku Upacara Perkawinan, hanya doa berkat atas mempelai diletakkan/dilaksanakan pada bagian Liturgi Ekaristi yakni setelah doa Bapa Kami. Perubahan tempat peletakan/saat pelaksanaan doa berkat atas mempelai oleh karena mengikuti tradisi kuno Romawi (sejak abad ke-5) yang selalu memberi berkat atas mempelai pe­ rempuan (sekarang kedua mempelai) setelah doa Bapa Kami dan sebelum komuni. Pada waktu itu doa atas mempelai di­arahkan kepada mempelai perempuan. Perkawinan kristiani merupakan lambang perkawinan antara Kristus sebagai mempelai laki-laki dengan Gereja sebagai mempelai perempuan. Doa mempelai diarahkan kepada mempelai perempuan oleh karena mempelai perempuan simbol Gereja yang perlu didoakan. Sekarang doa atas mempelai diarahkan kepada kedua mempelai. Kedua mempelai memang simbol Kristus dan Gereja tetapi pada saat yang sama mereka adalah insan manusia yang perlu rahmat untuk perkawinan mereka. Di dalam perayaan Ekaristi, doa Bapa Kami merupakan pembuka ritus komuni, saat Kristus

25

Bulan Liturgi Nasional 2017

memecahkan dan memberikan roti dan anggur. Ritus tersebut adalah bagian terakhir dari tindak­ an Yesus dalam Ekaristi: mengambil, mengucap syukur, dan memberikan.Yesus memberikan tubuh dan darah-Nya dan bersatu dengan GerejaNya. Hakikat doa berkat atas mempelai selaras dengan makna Ritus Komuni. Pemberian diri Kristus dan persatuan dengan Gereja dilambangkan juga dalam persatuan cinta antarpribadi kedua mempelai (bdk. Berkat Untuk Mempelai, rubrik 125) sebagai anggota Gereja dalam kebersamaan dengan seluruh anggota Gereja. Sebagaimana kasih Kristus yang sempuna demikian juga hendaknya kedua mempelai. Penjelasan selanjutnya akan kita ikuti pada bagian Tata Perayaan Perka­ winan dalam Perayaan Sabda.

26

Mengenal Buku TPP

Tema 5

Tata Perayaan Perkawinan dalam Perayaan Sabda

G

ereja menyediakan dua bentuk perayaan untuk merayakan perkawinan yaitu pe­ rayaan dalam misa dan dalam perayaan sabda. Kita telah melihat urutan perayaan perkawinan dan hal-hal baru dalam misa. Kali ini fokus perhatian kita kepada perayaan perka­ winan dalam perayaan sabda. Perkawinan dalam perayaan sabda sebenarnya tidak asing bagi kita karena mempunyai tata perayaan sama dengan ibadat sabda di kapel pada hari Minggu atau di lingkungan. Urutan perayaan perkawinan dalam perayaan sabda sama seperti dalam misa. Hal yang membedakan adalah dalam perayaan sabda, doa berkat atas mempelai diletakkan/dilaksanakan setelah doa umat. Ternyata baik dalam misa maupun dalam perayaan sabda, letak/pelaksanaan doa berkat atas mempelai tidak terjadi langsung setelah penerimaan kesepakatan perkawinan.

27

Bulan Liturgi Nasional 2017

Setiap sakramen ada material/materi dan forma/ rumusan sakramental. Rumusan sakramental adalah kata-kata yang menyertai tindakan atau yang mengungkapkan secara jelas arti/makna dari tindakan atau materi tersebut. Contoh, rumusan “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus” menyertai dan memberi arti terhadap tindakan menuangkan air di atas kepala calon baptis; Doa tahbisan mengungkapkan arti dari tindakan penumpangan tangan oleh uskup dan para imam. Rumusan sakramental pada perkawinan adalah janji perkawinan (saya, N…, memilih engkau, N…, menjadi istri/suami saya, dan seterusnya…). Rumusan tersebut memberi arti bahwa sekarang terlaksana sakramen perka­winan. Doa berkat atas mempelai bukanlah rumus­an sakramental perkawinan atau dasar keabsahan perkawinan tetapi lebih kepada doa khusus oleh Gereja untuk para mempelai yang diungkapkan secara meriah. Maka doa ini diletakkan setelah doa umat dan bukan langsung setelah janji nikah.

28

Mengenal Buku TPP

Tema 6

Janji dengan Berjabat Tangan

P

ada Ritus Kesepakatan Perkawinan, imam meminta para mempelai mengucapkan janji nikah sambil berjabatan tangan dengan posisi berdiri saling berhadapan. Tindakan jabatan tangan tersebut diilhami oleh Kitab Tobit 7:13. Pada bagian sejarah singkat Tata Perayaan Sakramen Perkawinan kita telah mengetahui bahwa tindakan jabat tangan kedua mempelai sudah ada dalam buku Rituale 1614. Tindakan ini memperlihatkan kesatuan atau keeratan dua pribadi yang berjanji saling mencintai dan saling memberi diri seumur hidup. Janji luhur itu disampaikan sendiri oleh masing-masing mempelai. Oleh karena perkawinan bersifat publik maka hendaknya janji nikah disampaikan secara jelas dan dapat didengar oleh umat yang hadir. Diharapkan ritus ini tidak diiringi dengan nyanyian atau musik instrumen. Pada bagian ini, ada praktik dimana mengucapkan

29

Bulan Liturgi Nasional 2017

janji nikah dengan telapak tangan kanan diletakkan di atas Kitab Suci sambil mengangkat tangan kiri dengan menunjukan dua atau tiga jari seperti cara sumpah yang juga dilakukan dalam kegiat­ an sipil. Kemungkinan cara itu terinspirasi oleh lukisan kuno (abad ke-3) yang menggambarkan Kristus sedang memahkotai sepasang pengantin dan memegang kedua tangan pengantin yang diletakkan di atas Kitab Injil atau Evangeliarium (bukan Kitab Suci). Secara resmi ritus perkawinan Romawi tidak mencantumkan cara itu dan kini tetap mempertahankan cara berjabat tangan.

30

Mengenal Buku TPP

Tema 7

Hal-hal Baru yang Ditambahkan pada Buku TPP

B

erikut ini adalah hal-hal yang ditambahkan pada buku TPP oleh karena merupakan kebiasaan-kebiasaan baik yang perlu dipelihara dan bermanfaat bagi perkembangan iman umat. Dua hal terakhir yakni dekorasi dan petugas foto atau video memang tidak ada di buku TPP karena bukan bagian dari ritus perkawinan, hanya perlu disampaikan pada kesempatan ini sebagai acuan untuk diketahui agar dapat dilaksanakan secara baik dan benar sehingga menunjang pe­ rayaan perkawinan.

1. Percikan Percikan mempelai dan umat pada Ritus Pembuka, tidak ada dalam buku Ordo Celebrandi Matrimonium terbitan Vatikan. Hal tersebut

31

Bulan Liturgi Nasional 2017

ditambahkan oleh Gereja di Indonesia dalam buku Upacara Perkawinan terbitan MAWI dan dipertahankan dalam buku TPP. Percikan dengan air suci untuk mengenang pembaptisan (PUMR 51) dan, bukan sebagai pengganti pernyataan tobat. Mempelai dan umat yang hadir diingatkan akan panggilan mereka sebagai murid Kristus yang sedang berziarah menuju persatuan dalam kasih yang sempurna dengan Allah. Untuk menambah kemeriahan dapat dimadahkan kidung kemuliaan setelah percikan, asalkan sesuai petunjuk masa liturgis.Madah kemuliaan ditiadakan pada masa puasa (empat puluh hari). Percikan bukanlah keharusan, maka boleh tidak dilaksanakan pada Ritus Pembuka.

2. Mohon Restu Orangtua Ritus mohon restu orang tua tidak ada dalam buku Ordo Celebrandi Matrimonium dan buku Upacara Perkawinan. Ritus tersebut ditambahkan pada buku TPP berdasarkan praktik di berbagai tempat di Indonesia. Pada kesempatan ini para mempelai berada di depan kedua orang tua untuk memohon maaf dan dukungan doa, lalu orang tua mendoakan mereka. Ritus ini sering diringi dengan nyanyian oleh kor. Perlu diketahui bahwa

32

Mengenal Buku TPP

ritus yang diiringi dengan nyanyian atau instrumen musik hanyalah ritus yang bersifat tindakan tanpa kata-kata atau dengan kata-kata tetapi hanya untuk diri pelaku ritus tersebut. Umat cukup melihat apa yang sedang dilakukan dan tidak perlu mendengar kata-kata yang sedang dikatakan oleh mereka yang sedang melakukan ritus tersebut. Contoh, lagu pembuka mengiringi tindakan perarakan masuk; lagu komuni untuk mengiringi perarakan komuni. Jika pada saat ritus restu ini, orang tua mendoakan para mempelai tanpa kata-kata, dalam arti berdoa dalam hati saja, maka boleh diiringi nyanyian oleh kor. Sebaliknya jika orang tua berdoa dengan kata-kata yang jelas dan terdengar, sebaiknya tidak perlu diiringi dengan nyanyian dan, turut menciptakan keheningan, sehingga para mempelai dapat mendengar atau mengikuti doa yang dipanjatkan oleh orang tua mereka. Nyanyian pengiring pun diharapkan mendukung ritus tersebut dalam arti perhatikan agar syair dari lagu tersebut tentang syukur dan permohonan kepada Tuhan untuk kepentingan kedua mempelai. Sekali lagi pilihlah lagu liturgis, karena itu perlu konsultasikan terlebih dahulu lagu tersebut kepada imam yang memimpin. Ritus ini bersifat pelengkap, boleh dilaksanakan jika memungkinkan dan sesuai adat kebiasaan.

33

Bulan Liturgi Nasional 2017

3. Pengenaan Cincin Cincin lambang cinta dan kesetiaan: “N …, terimalah cincin ini, tanda cintaku dan kesetiaan­ ku”. Cincin bulat melambangkan cinta yang utuh dan kesetiaan yang tidak berkesudahan. Apabila yang menyerahkan cincin adalah mempelai Katolik maka perlu menambahkan “Dalam nama Bapa Putra dan Roh Kudus” tanpa membuat tanda salib. Rumusan “Dalam nama Bapa Putra dan Roh Kudus” tidak terdapat di dalam buku Upacara Perkawinan dan ditambahkan dalam buku TPP sesuai buku Ordo Celebrandi Matrimonium. Rumus tersebut ditambahkan untuk menggambarkan keterkaitan hubungan kasih di antara pribadi-pribadi Allah Tritunggal. Pola relasi Trinitas itulah yang diharapkan juga terjadi di antara pasangan baru itu dan dalam keluarga mereka. Jika ada sim­bol lain di daerah sesuai adat kebiasa­an yang me­nunjukkan atau melambangkan keutuh­an cinta dan kesetiaan, dapat digunakan sebagai pengganti cincin, asalkan mendapat izin dari uskup setempat dan persetujuan dari Konferensi Waligereja. Penggunaan simbol lain (meskipun sesuai adat kebiasaan) hendaknya mempertimbangkan perkembangan jaman sehingga mudah dipahami oleh umat beriman.

34

Mengenal Buku TPP

Ritus ini bersifat pelengkap, boleh dilaksanakan jika memungkinkan dan sesuai adat kebiasaan.

4. Membuka Kerudung Membuka kerudung merupakan adat ke­ biasaan di Eropa. Kebiasaan membuka kerudung tidak ada di dalam buku Ordo Celebrandi Matri­ monium. Gereja di Indonesia memasukkan ke­ biasaan ini di dalam buku TPP, mengingat masih banyak mempelai yang menggunakan busana pengantin ala Eropa. Pada rubrik 39 buku Upacara Perkawinan, tertulis kata-kata yang diucapkan oleh imam pada saat suami membuka selubung istri: “Semoga wajah saudara selalu berseri-seri untuk menghibur suami saudara, dan semoga ikatan cinta kasih saudara berdua yang diresmikan dalam perayaan ini menjadi bagi saudara sumber kebahagiaan sejati”. Pada TPP, rumusan tersebut berubah menjadi: “Semoga kalian berdua saling memandang dengan wajah penuh cinta. Semoga ikatan cinta kasih saudara berdua yang diresmikan dalam perayaan ini menjadi bagi saudara sumber kebahagiaan sejati” (rubrik 111). Pada TPP, doa ditujukan kepada kedua mempelai, tidak hanya kepada mempelai perempuan

35

Bulan Liturgi Nasional 2017

sebagaimana terdapat pada buku Upacara Perka­ winan. Pembukaan kerudung mengungkapkan harapan untuk selalu saling memperhatikan dengan cinta dan menjadi sumber kebahagiaan satu sama lain. Ritus ini bersifat pelengkap, boleh dilaksanakan jika memungkinkan dan sesuai adat kebiasaan.

5. Penyerahan Kitab Suci, Salib, dan Rosario Ritus penyerahan Kitab Suci, Salib, dan Rosario tidak ada dalam buku Ordo Celebrandi Matri­ monium. Gereja di Indonesia menambahkan ritus tersebut pada buku TPP sebagai ritus pelengkap. Kitab Suci merupakan kitab yang menuntun para mempelai untuk menjawab siapakah mereka di hadapan Allah dan siapakah Allah bagi kehidupan perkawinan mereka. Salib adalah lambang derita dan kebangkitan Yesus Kristus. Diharapkan para mempelai berani dan setia mengorbankan diri satu sama lain sebagaimana Kristus kepada kita pengikut-Nya. Selanjutnya Rosario diberikan juga kepada para mempelai agar mereka sadar akan pentingnya bimbingan Bunda Maria bagi perjalan­ an keluarga mereka. Maria telah setia menemani

36

Mengenal Buku TPP

Yesus sampai penghabisan. Diharapkan Bunda Maria senantiasa menemani perjalanan iman keluarga baru. Orang tua menyerahkan Kitab Suci, Salib, dan Rosario kepada mempelai sebagai “bekal perjalanan hidup perkawinan” (rubrik 178). Keluarga boleh menambahkan hal-hal lain yang berguna bagi kehidupan perkawinan mempelai, asalkan dikonsultasikan dahulu dengan pastor paroki. Ritus ini bersifat pelengkap, boleh dilaksanakan jika memungkinkan dan sesuai adat kebiasaan.

6. Penerimaan Komuni Dua Rupa Pada saat komuni kita menyambut Tubuh dan Darah Kristus. ”Komuni” berasal dari kata Latin communio yang berarti “kesatuan”. Bukan hanya kesatuan dengan Kristus, melainkan juga kesatuan dengan jemaat. Bahkan komuni berarti kesatuan dengan perayaan, yang pusatnya adalah Doa Syukur Agung. Dalam hal ini kita mengambil bagian dalam doa yang dibawakan oleh pemimpin dengan cara makan roti dan minum dari piala (Iman Katolik hal. 411). Dalam Misa Perkawinan mempelai yang beragama Katolik akan menyambut Tubuh dan Darah Kristus. Sebaiknya mempelai Katolik

37

Bulan Liturgi Nasional 2017

me­nerima komuni dalam dua rupa. Memang ada prak­tik di beberapa misa perkawinan dimana kedua mempelai setelah menerima Tubuh Kristus tidak langsung menyantap tetapi saling suap, katanya inkulturasi. Praktik seperti ini sebaiknya tidak terjadi lagi (Redemptionis Sacra­ mentum 94). Pada saat komuni kita mengikuti apa yang dilakukan dan dikatakan oleh Yesus sendiri pada saat perjamuan malam terakhir. Yesus sendiri mengambil roti/piala dan memberikan kepada para murid sambil berkata: “Inilah tubuh-Ku/ darah-Ku”. Para murid tidak mengambil sendiri roti atau piala itu, melainkan menerima dari tangan Tuhan Yesus. Pada saat komuni kita menerima tubuh dan darah Kristus dari Kristus sendiri dalam hal ini imam. Saat kita menerima, Kristus sendiri dalam diri imam berkata: “Inilah Tubuh-Ku/Darah-Ku”. Maka pada saat komuni mempelai menerima Tubuh/Darah Kristus dari imam (bukan dari pasangannya) lalu menyantap dan bukan meneruskan kepada suami atau istri (saling menyuap). Sebaiknya kita memperlakukan Tubuh dan Darah Kristus secara hikmat. Sedemikian suci Tubuh dan Darah Kristus maka dalam sejarah pernah (bahkan sampai sekarang) ada praktik menerima hanya dengan lidah.

38

Mengenal Buku TPP

Kita boleh bertanya: “Apakah praktik saling menyuap Tubuh dan Darah Kristus merupakan sikap hormat kita pada jaman ini terhadap Tubuh dan Darah Kristus? Bukankah merupakan suatu bentuk penghinaan terhadap Tubuh dan Darah Kristus dimana kita menganggap Tubuh dan Darah Kristus sama nilai dengan kue pengantin maka kita perlakukan Tubuh dan Darah Kristus sama seperti kepada kue pengantin (saling suap)? Kesempatan ini adalah saat kita berniat untuk membarui sikap kita terhadap Tubuh dan Darah Kristus pada waktu komuni. Berilah sikap yang pantas dan hikmat kepada Tubuh dan Darah Kristus.

39

Bulan Liturgi Nasional 2017

7. Doa Devosional Kebiasaan berdoa devosional dalam Perayaan Perkawinan sesungguhnya tidak terdapat dalam buku OCM. Kebiasaan baik ini dimasukan dalam buku TPP namun pada bagian yang tidak mengganggu alur perayaan liturgi agar tidak mencampuradukkan kepentingan liturgi dan devosi. TPP menyediakan dua doa devosional sebagai contoh, yakni kepada Bunda Maria dan Keluarga Kudus Nazaret. Keberadaan dua doa devosional itu bukanlah keharusan, melainkan dapat diganti de­ngan doadoa lain yang sesuai dengan keyakin­ an atau praktik kesalehan umat setempat.

40

Mengenal Buku TPP

8. Dekorasi Bunga-bunga yang indah di panti imam akan menambah suasana meriah perayaan perkawinan. Dalam perayaan liturgi (setiap misa), altar selalu menjadi pusat perhatian, karena itu ditempatkan di tengah panti imam agar mudah dilihat. Salib dan lilin dapat diletakkan di atas atau di samping altar, sedangkan bunga tidak diletakkan di atas tetapi di samping atau di sekitar altar dengan ketentuan tidak menutup bagian altar atau malah menenggelamkan altar, sehingga bentuk altar bisa tampak secara jelas, dengan demikian umat dapat melihat secara jelas apa yang sedang terjadi di atas altar. Peletakan bunga-bunga di sekitar altar pun perlu memperhitungkan agar tidak menghalangi petugas liturgi menjalankan peran. Sebaiknya para dekorator sadar bahwa dekorasi untuk perayaan liturgi tidak sama dengan dekorasi untuk resepsi pernikahan. Untuk perayaan liturgi dekorasi bersifat sederhana dan anggun. Keindahan dekorasi untuk perayaan liturgi terletak pada kesederhanaan dan keanggunan, bukan pada kesemarakan.

41

Bulan Liturgi Nasional 2017

9. Petugas Foto atau Video Mengabadikan perayaan perkawinan tentu baik. Karena itu para petugas foto atau video dilibatkan. Alangkah bagus jika para petugas itu mendapat informasi sebelumnya tentang perlunya berbusana yang pantas,bagian-bagian perayaan yang perlu diabadikan dan, tempat mereka di dalam Gereja. Panti imam bukanlah tempat bagi petugas foto atau video melaksanakan tugas mereka (bdk. TPP, 51). Jangan sampai gerak-gerik mereka begitu menonjol sampai menganggu perhatian umat dalam arti perhatian umat lebih diarahkan kepada mereka daripada kepada para mempelai bersama petugas liturgi. Ada kejadian dimana petugas foto atau video turut mengatur pelaksanaan ritus demi pengabadian peristiwa tersebut. Misalnya, memberi aba-aba agar ritus jabatan tangan kedua mempelai jangan dulu dihentikan karena petugas foto tersebut mau mengabadikan dengan lebih baik. Tentu cara se­ perti itu tidak santun dan hendaknya tidak terjadi lagi. Dibutuhkan kecekatan atau ketrampilan petugas untuk mengabadikan setiap bagian yang diinginkan. Hendaknya perayaan tetap berjalan sebagaimana mestinya dan tidak tergantung pada pengabadian oleh petugas foto atau video.

42

Mengenal Buku TPP Catatan: ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................

43

Bulan Liturgi Nasional 2017 Catatan: ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................ ............................................................................................................................

44

More Documents from "Eugene T. Moningka"