MENGEJAR SUKSES
Hal apa yang paling diinginkan semua umat manusia? Jawabannya: . Sukses telah menjadi impian bahkan kebutuhan mutlak setiap manusia. Berbagai jenis pendidikan diambil, beragam jenis pekerjaan ditekuni demi mencapai kesuksesan. Sayangnya, meski semua manusia ingin , tidak semuanya memahami apa itu kesuksesan. Bahkan, dalam ratusan seminar dan training yang saya bawakan, saya sering menemukan beragam definisi tentang apa itu kesuksesan. Tidak sedikit yang masih menganggap kesuksesan identik dengan punya harta banyak. Bisa jadi mereka mungkin lupa atau tidak sadar mengenai begitu banyak orang kaya (secara materi) yang hidup daam stres, depresi hingga mati dengan cara bunuh diri. Ironis! Ada juga yang menganggap identik dengan meraih sebuah prestasi atau citacita. Terhadap definisi ini, saya sering balik bertanya, ”Bagaimana dengan Michael Jordan yang sudah meraih semua prestasi puncak dalam olahraga basket? Atau produser sekaligus sutradara terkenal semacam Steven Spielberg yang sudah meraih penghargaan tertinggi sebagai seorang sineas? Mengapa Jordan masih bermain basket dan Spielberg masih juga memproduksi film lainnya?” Seiring perjalanan hidup, saya semakin menyadari kalau sangatlah berbeda dengan pengakuan . Dalam buku REACH YOUR MAXIMUM POTENTIAL, saya menulis bahwa adalah sebuah perjalanan (success is a journey). Sukses bukanlah sebuah tujuan akhir (success is not a destination). Perjalanan itu akan sangat berarti jika kita senantiasa melakukan yang terbaik yang bisa kita lakukan. Dengan kata lain, adalah perjalanan untuk menemukan sekaligus mengembangkan talenta yang sudah Tuhan percayakan pada setiap kita dan menjadikannya berkat bagi hidup sesama. Mentor saya, Dr. John C. Maxwell pernah mengatakan kalau terdiri dari tiga hal penting, yakni mengetahui tujuan hidup Anda (knowing your purpose in life), bertumbuh menggapai potensi maksimal Anda (growing to your maximum potential), dan menaburkan benih yang membawa keuntungan bagi orang lain (sowing seeds that benefit others). Bertolak dari definisi adalah sebuah perjalanan maka seorang mahasiswa tidak boleh berkata dia akan jika ia diwisuda. Mengapa? Jika ia berkata demikian, maka pada saat ia diwisuda kemungkinan besar ia akan medefinisikan ulang kesuksesannya dengan berkata, ”Saya akan jika saya sudah dapat pekerjaan”. Hal tersebut dapat terus berlanjut. Misalnya setelah mendapatkan pekerjaan ia akan berkata kalau ia akan jika ia sudah menjadi manager di perusahaan tersebut.
Ketika jadi manager, ia akan berkata, ia akan jika ia menjadi direktur. jika ia berhasil membawa Tatkala menjadi direktur, ia berkata, ia akan perusahaannya menjadi nomor satu dalam hal penjualan, dan seterusnya. Cara pandang seperti ini bisa jadi akan membuatnya stres karena ia merasa belum meraih apa-apa. Jika seseorang telah melakukan yang terbaik sepanjang perjalanan hidupnya ia sebenarnya sudah . Dari detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam, hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun, jika ia senantiasa melakukan yang terbaik, ia sebetulnya sudah hanya mungkin ia belum mendapatkan pengakuan atas kesuksesannya. Persis sebuah pepatah bijak mengatakan, ”You can become the star of the hour if you make the minutes count.” Ya, Anda dapat menjadi bintang pada jam ini jika Anda menjadikan setiap menitnya berarti. Lalu bagaimana dengan wisuda? Itu adalah pengakuan atas kesuksesan seorang mahasiswa yang telah menjalani masa studinya dengan baik. Saya berikan contoh lainnya. Ketika saya menulis buku, saya tentu punya target kira-kira berapa halaman tebal buku tersebut. Saya kemudian mengatur jadwal untuk studi literatur, melakukan sejumlah wawancara dengan narasumber, membuat kerangka buku, mempresentasikan kerangka tersebut kepada penerbit, lalu mulai menulis dan seterusnya. Jika proses itu saya lakukan dengan sepenuh hati dan saya memberikan upaya terbaik . Halaman demi halaman yang saya saya, maka sesungguhnya saya sudah lalui dengan proses kerja keras dan juga kerja cerdas demi memberikan yang terbaik kepada para pembaca, itu juga sebuah kesuksesan. Lalu bagaimana dengan pengakuan atas buku tersebut? Salah satunya adalah ketika buku tersebut memberikan manfaat bagi hidup orang lain sehingga berbagai pujian datang kepada saya. Salah satu bentuk pujian bisa jadi adalah ketika buku itu cetak ulang dalam waktu singkat atau masuk dalam kategori buku laris (best seller). Sayangnya, orang sering mencampuradukkan antara dan pengakuan . Tidak mengherankan jika dalam pertemuan alumni beberapa tahun setelah wisuda, orang mulai menilai kesuksesan berdasarkan apa yang telah diraih teman sekampusnya dulu. Misalnya, kalau ia sudah bisa membeli rumah di kompleks perumahan elit dan memiliki mobil mewah maka oleh teman-temannya ia akan dikatakan . Padahal, itu adalah pengakuan . Dan, pengakuan itu tidak akan banyak gunanya jika cara ia memperolehnya tidak baik, misalnya melalui jalan curang atau korupsi. Bagaimana menurut Anda? ***