Malik El Aroud Penguasa Petir Pengagum Osama Bin Laden

  • Uploaded by: Agus SIswanto
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Malik El Aroud Penguasa Petir Pengagum Osama Bin Laden as PDF for free.

More details

  • Words: 2,068
  • Pages: 8
MALIKA EL AROUD: PENGUASA PETIR PENGAGUM OSAMA BIN LADEN BaNi MusTajaB Malika El Aroud dilahirkan sekitar tahun 1959/1960 di Marokko, Afrika Utara. Ketika Malika masih kecil, keluarganya hijrah ke Belgia. Sesuatu yang lumrah saja pada masa itu. Mencari penghidupan yang lebih baik di Eropa mendorong banyak warga Afrika, seperti dari Marokko, Aljazair, dll, datang ke Eropa. Meski berdiam di Eropa, mereka tetap tidak meninggalkan budaya aslinya. Terutama yang berkaitan dengan tradisi agamanya yaitu Islam. Adat istiadat kesukuan dan agama tetap melekat. Tetapi tentu saja hal ini lebih banyak dilakukan para orang tua yang tetatp menjunjung tradisi agamanya. Bagi kalangan yang lebih muda tidak demikian. Sebagian ada yang mengalami pergeseran budaya dengan mengikuti tradisi budaya di tempatnya yang baru. Begitu pula halnya dengan Malika. Wanita cantik bermata coklat dengan sorot tajam ini pun tidak ragu mengikuti budaya Eropa, setidaknya dalam hal berbusana. Meski kedua orangtuanya menginginkan Malika berbusana Islami, terutama jilbab. Tetapi gadis itu lebih senang mengikuti cara berpakaian perempuan Eropa. Wajarlah jika antara anak dan orangtua sering berseteru dalam masalah ini. Pada masa remajanya, Malika cenderung menjadi gadis yang pemberontak dan merasa berjiwa bebas, sebagaimana kecenderungan gadis-gadis seusianya. Malika hanya berbusana muslim saat berada di rumahnya. Tetapi begitu berada di luar rumah, dia lebih suka mengenakan busana kasual seperti rok mini atau t shirt ketat. Busana semacam ini bukan sesuatu yang aneh di Eropa. Kehidupan remaja Malika sama seperti umumnya remaja Eropa atau juga sebagian remaja di negeri ini. Minum-minuman keras hingga mabuk, konsumsi obat, narkoba dan diskotik sudah tidak asing lagi.

Tetapi Malika tidak menyadari bahwa meski berada di Eropa, dia tetaplah seorang imigran Afrika yang ingin hidup lebih baik di benua kulit putih. Itu artinya dia dan semua imigran dipandang sebagai warga kelas dua di Eropa. Malika juga tidak menyadari bahwa meski masyarakat Eropa sering mengklaim menganut kebebasan dan menjunjung tinggi hak asasi, kenyataannya tidak selalu demikian. Prasangka jelek terhadap kaum pendatang, apalagi berdarah Arab dan beragama Islam, sudah mendarah daging di Eropa. Stempel bahwa Islam sebagai agama kekerasan begitu melekat di sana. Pada akhirnya Malika membuktikan sendiri ketidaksukaan orang Eropa terhadap kaumnya. Suatu hari, seorang gurunya di sekolah mengejek Malika dengan kata-kata yang menyakitkan hati. Kata-kata penghinaan berbau Rasial dan Agama. Malika marah dan rasa ketidaksukaannya dilakukan dengan memukul guru perempuan itu. Dan Malika pun menerima resiko terburuknya, yaitu dikeluarkan dari sekolah. Malika tidak dapat menutupi kekecewaannya dengan putusan itu. Dia sangat kecewa dan sakit hati. Meski sebenarnya dia dapat berpindah sekolah, tetapi hal itu tidak dapat mengobati luka batin yang diderita akibat penghinaan gurunya. Malika merasa dirinya benar saat menghukum gurunya dengan pukulan. Sebab tidak pantas seorang guru menghina dengan kata-kata berbau SARA. Merasa frustasi, Malika pun terjerumus dalam kehidupan bebas. Narkoba dan alkohol semakin diakrabinya. Puncaknya saat Malika mencoba bunuh diri dengan menelan obat di luar batas. Pencerahan Relijius Ketika usianya 18 tahun atau sekitar tahun 1978, kedua orangtuanya menikahkan Malika dengan seorang pria sebangsanya. Perkawinan ini tampaknya tidak membuat keduanya bahagia. Malika pun bercerai dengan suaminya setelah memberinya seorang anak perempuan. Perceraian itu tidak membuat Malika larut dalam kesedihan. Kehadiran putrinya membuka cakrawala berpikirnya. Dia tidak ingin putri semata wayangnya itu mengalami kemelut hidup seperti dirinya. Malika ingin mendidik putrinya mengikuti tradisi orangtuanya. Untuk mencapai itu, tentu saja harus dimulai dari diri Malika sendiri. Dia harus mengubah tabiat buruknya lebih dulu.

Mulailah Malika menjalani syariat Islam secara kaffah. Meski dirinya tidak fasih berbahasa Arab, tetapi dia mampu membaca Al Qur’an dan memahami maknanya. Malika larut dalam kesibukan pengajian bersama rekan-rekan seiman. Pengalaman ini diakui Malika seperti sebuah kelahiran yang baru. Malika merasa baru saja dilahirkan. Malika menjadi sosok yang berbeda dengan sebelumnya. Malika mendapatkan pencerahan. Minadz dzulumaati Ilannuur. Dari kegelapan menuju cahaya terang benderang. Waktu pun berjalan. Pada tahun 1999, Malika menikah dengan pria asal Tunisia bernama Abdessater Dahmane (Abdessater Dahmane). Sosok pria ini bukan hanya dikenal taat beragama, tetapi juga keras dan ketat dalam menjaga aturan-aturan yang ditetapkan agama. Malika mengenal betul suaminya ini, terutama wawasan berpikir dan lingkungan pergaulan suaminya. Suami Malika ini sangat mengagumi sosok Osama bin Laden atau Usamah bin Ladin. Hampir setiap hari Malika mendengar cerita tentang Osama dari suaminya. Malika merasakan betul hasrat suaminya yang ingin bertemu Osama di Afghanistan. Dahmane bukan hanya ingin bertemu, tetapi juga ingin mengabdi dengan Osama dan siap menjalankan perintah apa saja dari tokoh yang dikaguminya itu. Malika sangat mencintai Dahmane. Dan karena sang suaminya mengagumi Osama bin Laden, maka Malika pun menjadi mengagumi Osama. Sesuatu yang lumrah dalam kehidupan berumah tangga. Dalam sebuah wawancaranya dengan CNN tahun 2006, Malika mengatakan, "Mudah bagi saya untuk menggambarkan rasa cinta suami saya kepada Osama. Sebab sayapun merasakan perasaan yang sama kepada Osama,” kata Malika. “Sebagian besar umat Islam pun mencintai Osama. Sebab Osama membantu kaum yang tertindas. Dia berani melawan musuh terbesar di dunia ini, yaitu Amerika. Karena itulah kami mencintai Osama,” lanjut Malika. ( "It's easy for me to describe the love my husband felt because I felt it myself," she said. "Most Muslims love Osama. It was he who helped the oppressed. It was he who stood up against the biggest enemy in the world, the United States. We love him for that." ) Afghanistan Hingga pada suatu hari Malika melihat suaminya seolah terpaku saat melihat acara televisi yang menampilkan sosok Osama bin Laden. Dalam siaran televisi itu, Osama mengundang umat Islam dimanapun berada untuk bangkit melawan kejahatan Amerika dan sekutunya yang dianggap banyak menindas umat Islam.

Kejadian itu dilukiskan Malika dalam bukunya yang berjudul Soldiers of Light. ”Dia (Dahmane) sepertinya merasakan bahwa apa yang diucapkan Osama itu sebagai sebuah pesan untuk dirinya,” tulis Malika dalam bukunya. Pada pertengahan tahun 2001, Dahmane pun berangkat ke Afghanistan untuk bergabung dengan Osama. Menurut Malika, pada awalnya Dahmane berharap ditugaskan Osama untuk bertempur bersama Mujahidin Chechnya. Tetapi Osama menyuruh Dahmane berlatih di Jalalabad. Belakangan Malika menyusul pula ke Afghanistan. Tetapi bukan untuk berperang. Malika bermaksud membuka panti asuhan bagi anak-anak korban perang. Ketika menginjakkan kaki di Afganistan, Malika sangat terkejut dengan kondisi negeri itu. Kemiskinan, kelaparan dan kehancuran nyaris merata. Semua itu bukan hanya akibat perang antar faksi di sana, tetapi juga karena sanksi ekonomi yang dipimpin Amerika. Pemerintahan Taliban yang saat itu berkuasa memang sangat dibenci Amerika karena dianggap melindungi Osama bin Laden yang dicari dalam kasus pengeboman di Tanzania, Arab Saudi dan penyerangan terhadap sebuah kapal perang Amerika di Teluk Aden. Tetapi Malika merasa sangat berbahagia dapat bertemu kembali dengan suaminya. “Inilah saat-saat yang membahagiakan hidup saya,” kata Malika mengungkap pertemuannya dengan Dahmane. Malika pun tidak menyangka suami dan rekan-rekannya yang ditemui tampak bahagia dan betah tinggal di Afghanistan yang sedang porak poranda itu. “Mereka kelihatan sangat berbahagia melebihi apa yang dapat saya bayangkan. Wajah mereka bersinar terang. Saya tidak menyangka suami saya kuat tinggal bersama mereka,” kata Malika. Pada saat itu Malika belum menyadari bahwa dirinya sesungguhnya sudah masuk dalam sebuah himpunan keluarga yang berada di bawah kendali Osama bin Laden. Namun yang pasti, Malika merasakan suami dan teman-temannya sangat bahagia bergabung dengan Osama. Tokoh yang menjadi musuh nomor satu Amerika itu seolah menjadi magnet yang mampu menarik banyak orang. Malika sendiri tidak pernah bertemu Osama, tetapi dia mengaku bertemu dengan isteri Osama bin Laden. Pertemuan Malika dengan suaminya tidak lama. Sang suami kembali bergabung dengan kelompoknya. Belakangan Malika mendengar, Dahmane tewas dalam aksi

penyerangan terhadap Ahmad Shah Massoud, pejuang Mujahidin Afghanistan yang ditakuti tentara Uni Sovyet. Pahlawan yang dijuluki Singa dari Lembah Pansjhir itu tewas pada 9 September 2001. Dahmane tidak pernah memberitahu kepada isterinya untuk tujuan apa dia pergi. Tetapi Dahmane mengatakan kepergiannya tidak lama, hanya beberapa hari saja. Pada tanggal 12 September 2008, Malika kedatangan beberapa orang kerabatnya sambil mengutarakan kebanggaannya terhadap Dahmane. Pada saat itulah Malika menyadari suaminya telah meninggal dunia. Tentu saja Malika terkejut dan bersedih atas kemalangan itu. Selama beberapa hari di larut dalam kedukaan yang amat dalam. Dirinya seolah mati rasa ditinggalkan suami tercinta. Dahmane bersama rekannya Bouraoui el Ouaer menyamar sebagai jurnalis televisi agar dapat menembus penjagaan tokoh Ahmad Shah Massoud. Upaya ini berhasil. Ketika keduanya berada di dekat Massoud, maka bom yang disembunyikan dalam kamera diledakkan. Ketiganya tewas seketika. Beberapa hari kemudian, Malika kedatangan seseorang yang mengaku utusan Osama bin Laden. Utusan itu membawa surat disertai uang 500 dollar dan sebuah pita kaset. “Bin Laden hendak menyelesaikan hutangnya. Sedangkan isi pita kaset itu berisi rekaman suara suami saya,” kata Malika. Dalam rekaman itu sang suami mengungkapkan rasa cintanya kepada Malika, namun dia saat ini telah berada pada posisi yang lain. Pada tanggal 8 Oktober 2001, Amerika mulai melancarkan serangan ke Afghanistan sebagai buntut dari peristiwa WTC. Inilah awal ‘War of Terror’ yang didengungkan George W. Bush. Perang yang malahan menyulut krisis global tujuh tahun kemudian. Malika masih belum sembuh dari rasa duka kehilangan suaminya. Tetapi kini dia harus berupaya menyelamatkan diri dari serangan yang dilakukan pasukan Amerika terhadap Afghanistan. Dengan susah payah Malika menembus perbatasan menuju Pakistan. Upaya ini berhasil meski jalan yang ditempuh sangat melelahkan. Bahkan Malika sempat ditahan para pengikut Massoud, meski hanya sebentar.Setibanya di Pakistan, Malika mulai berpikir untuk kembali ke negerinya, Belgia. Meski dia tahu resiko yang akan dihadapinya.

Beberapa hari kemudian Malika mendatangi Kedutaan Besar Belgia di Pakistan. Sambil menunjukkan paspor dan surat-surat lain, Malika berharap dapat pulang ke negerinya. Permohonan Malika dikabulkan. Malika pun pulang ke Belgia. “Kami mengeluarkannya (dari Pakistan) karena kami berpikir dapat bekerjasama dengannya,” ujar seorang perwira intelijen Belgia.

Malika el Aroud dan Moez Garsalloui MENIKAH Kembalinya Malika ke Belgia tidak membuatnya bahagia. Kepolisian Belgia saat itu sedang melakukan penyelidikan seputar pembunuhan Ahmad Shah Massoud yang dilakukan Dahmane. Dalam penyelidikan itu, nama Malika disangkutpautkan dengan pembunuhan tersebut. Mulailah Malika menjalani pemeriksaan yang berlarut-larut dan melelahkan. Berkas perkara tuduhan ini kemudian dibawa ke pengadilan. Ketika itu Malika membela diri di pengadilan dengan mengatakan kedatangannya ke Afghanistan adalah untuk tugas kemanusiaan dan tidak tahu menahu dengan rencana suaminya. Dia diadili bersama 22 orang lain yang diduga terkait dengan pembunuhan Massoud. Pada tahun 2003, setelah menjalani rangkaian pemeriksaan, pengadilan setempat menilai tidak cukup bukti keterlibatan Malika, sehingga memutuskan Malika dibebaskan dan kasus ini ditutup.

Beberapa waktu kemudian Malika menikah lagi dengan pria asal Tunisia bernama Moez Garsalloui. Perkawinan ini membawa babak baru dalam kehidupan Malika. Mereka kemudian pindah ke sebuah desa di Swiss. Bersama suaminya yang diperlakukannya dengan sangat lembut itu, Malika berkeinginan meneruskan perjuangan suaminya dalam menentang kezaliman Amerika di Afghanistan. Tetapi Malika tidak berkeinginan kembali ke Afghanistan yang telah dikuasai pasukan Amerika. Malika ingin berjuang dengan cara lain. Cara yang dianggapnya sama nilainya dengan sebuah bom. Tidak ada pilihan baginya kecuali menulis. Sebagaimana Ali bin Abi Thalib mengatakan bahwa pena ibarat pedang. Itu artinya tulisan sama tajamnya dengan sebuah sabetan pedang. Malika bersama suaminya membuat situs di internet. Sebuah situs yang kelak melambungkan namanya hingga masuk daftar utama pencarian orang di beberapa Negara Eropa. Malika menulis situsnya dalam bahasa Perancis. Isinya biasa saja yang diistilahkannya sebagai Suara Orang Tertindas. Tetapi dalam pandangan sejumlah negara di Eropa, situs tersebut sangat berbahaya dan menganjurkan orang untuk berperang. Dalam situsnya Malika menggunakan nama Oum Obeyda (Ibu Ubaydah). Mungkin nama itu diambil dari nama anaknya. Bersama suaminya, Malika mencurahkan segenap waktunya untuk mengelola situs ini. Sebuah forum diskusi juga dibuka dalam situs tersebut. Tulisan Malika ternyata memang setajam pedang dan sangat ditakuti. Meski sebenarnya hal biasa saja. Malika hanya ingin mengingatkan kaum pria dan wanita agar bangun dari tidurnya dan membuka mata lebar-lebar terhadap segala persoalan yang ada di muka bumi. “Malika adalah seorang sumber ilham bagi wanita karena dia menyuruh wanita bangun dari tidurnya dan membuka mata lebar-lebar,” kata Nyonya Aberkan (47 tahun) pengunjung situs Malika. Tetapi bagi kalangan yang lain, tulisan Malika bernilai sama dengan teror. Sesuatu yang hingga saat ini ditakuti. Pada bulan April 2005, aparat kepolisian Swiss menyerbu rumah mereka. Keduanya dituduh melakukan persekongkolan jahat menyebarkan teror. Belakangan Malika menulis peristiwa penangkapan ini yang dinilainya merupakan pelecehan. Penangkapan ini di lakukan dengan cara kasar. Suami Malika dianiaya, dipukuli dan ditutup matanya. Sementara Malika tidak boleh mengenakan jilbabnya.

© BaNi MusTajaB (2008 – 2009) Hak cipta terpelihara. Setiap artikel yang tersiar di BaNi MusTajaB (http://gus7.wordpress.com) dihasilkan untuk tujuan pendidikan dan bersifat nonkomersil. Pembaca bebas menyalin dan menyebarkan artikel yang terdapat di sini, namun alamat situs hendaklah disertakan bersama untuk memudahkan proses rujukan. Manakala untuk penerbitan semula dan berorientasikan komersil, setiap bagian daripada artikel ini tidak boleh diterbitkan semula, disimpan untuk pengeluaran atau dipindahkan dalam bentuk lain, sama ada dengan cara bercetak, elektronik, mekanikal, fotokopi, rekaman dan sebagainya, tanpa izin BaNi MusTajaB terlebih dahulu. "Mencari hikmah di Jagat Laduni" BANI MUSTAJAB--- [email protected] Jakarta INdonesia Sumber: http://gus7.wordpress.com/2008/12/13/malika-el-aroud-penguasa-petirpengagum-osama-bin-laden-1/

Related Documents


More Documents from ""