Makalahsolofix.docx

  • Uploaded by: Anthony Satya Widjaja
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalahsolofix.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,225
  • Pages: 18
Makalah Bahasa Jawa

Pernikahan Adat Solo

SMA KRISTEN PETRA 2 SURABAYA Jl. Manyar Tirtoasri Raya No. 1-3, Surabaya 60116 No Telp : 031- 5946966

Disusun Oleh :      

Aaron Kennedy XI IPA 1 / 01 Alicia Aurilia XI IPA 1 / 02 Anilian Angga XI IPA 1 / 03 Anthony Satya XI IPA 1 / 04 Bryan Henry XI IPA 1 / 05 Caroline T XI IPA 1 / 06

     

Catherine T Celine Christina Christian J Clara Carmenita David Theo Dennise Prisca

XI IPA 1 / 07 XI IPA 1 / 08 XI IPA 1 / 09 XI IPA 1 / 10 XI IPA 1 / 11 XI IPA 1 / 12

Kata Pengantar Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia-Nya yang berlimpah sehingga makalah berjudul “Pernikahan Adat Solo” ini dapat tersusun dengan baik. Sebelumnya, penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah ikut serta dalam proses pembuatan makalah ini. Kepada Ibu Yosefin Ika Karinawati, S.Pd, kami ucapkan terima kasih atas bimbingannya yang telah menuntun penulis dalam pembuatan makalah ini. Ucapan terima kasih juga tidak lupa kami ucapkan kepada para pembaca yang akan membaca makalah ini. Makalah ini berisi tentang prosesi pernikahan adat Solo yang juga dilengkapi dengan makna serta tujuan dari tiap-tiap prosesi tersebut. Selain itu terdapat panduan dalam mengadakan pernikahan adat Solo berupa peralatan atau perlengkapan yang harus disiapkan saat mengadakan pernikahan, juga tata rias dan tata busana pengantin. Oleh karena itu, makalah ini diharapkan mampu membantu para pembaca yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai budaya Solo tentang pernikahan atau bagi para pembaca yang tertarik mengadakan pernikahan adat Solo. Tentu makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan penulis dalam menyusun makalah ini. Untuk itu penulis akan dengan senang hati menerima kritik maupun saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Selamat membaca!

Surabaya, 16 November 2018

Penulis

.

Halaman 2

Daftar Isi Halaman Judul………………………………………………………………………………….1 Kata Pengantar………………………………………………………………………………….2 Daftar Isi………………………………………………………………………………………..3 Bab I : Pendahuluan…………………………………………………………………………….4  Latar Belakang....…………………………………………………………………...…..4  Rumusan Masalah……………………………………………………………………...4  Tujuan…………………………………………………………………………………..4 Bab II : Isi………………………………………………………………………………………5  Prosesi Pernikahan Adat Solo………………………………………………………….5  Tata Rias dan Tata Busana Pengantin………………………………………………...13 Bab III : Penutup……………….……………………………………………………………..17  Kesimpulan……………………………………………………………………………17  Saran…………………………………………………………………………………..17 Daftar Pustaka………………………………………………………………………………...18

Halaman 3

Bab I Pendahuluan 1.1.

Latar Belakang Pada zaman modern saat ini, banyak masyarakat luas yang telah mengabaikan budaya yang telah ada sejak nenek moyang kita. Salah satu budaya tersebut adalah pernikahan adat Solo. Banyak dari kalangan luas lebih memilih pernikahan biasa tanpa menggunakan prosesi adat Solo dengan alasan pernikahan biasa lebih mudah dilakukan dan tidak “ribet” pelaksanaanya. Padahal pernikahan adat Solo memiliki beragam prosesi yang terkandung beragam makna yang patut untuk dilestarikan agar tidak punah keberadaannya. Maka dari itu, penulis menyusun makalah yang berjudul “Pernikahan Adat Solo” agar semakin banyak masyarakat luas yang mengetahui tentang budaya Solo, salah satunya adalah pernikahan adat dan ikut ambil bagian dalam pelestarian budaya.

1.2.

Rumusan Masalah 1. Bagaimana prosesi pernikahan adat Solo ? 2. Apa saja makna yang terkandung dalam prosesi pernikahan adat Solo? 3. Apa saja peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan dalam pernikahan adat Solo? 4. Bagaimana tata rias dan tata busana pengantinnya?

1.3.

Tujuan 1. Mengidentifikasi prosesi pernikahan adat Solo. 2. Mendalami makna yang terkandung dalam prosesi pernikahan adat Solo. 3. Mendeskripsikan peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan dalam pernikahan adat Solo. 4. Mengenal tata rias dan tata busana pengantin adat Solo basahan, Solo putri, dan Solo basahan keprabon.

Halaman 4

Bab II Pembahasan 2.1.

Prosesi Pernikahan Adat Solo Pernikahan adat Solo merupakan salah satu warisan budaya dari keraton Surakarta. Dahulu prosesi pernikahan adat Jawa Solo ini hanya boleh diselenggarakan oleh keluarga kerajaan saja. Namun kini prosesi pernikahan adat Jawa Solo dapat diaplikasikan oleh siapa saja. Termasuk bagi calon pengantin yang ingin melestarikan warisan leluhur budaya Solo saat hari pernikahannya nanti. Berikut ini adalah tahapan-tahapan pra nikah adat Solo : 1. Nontoni Nontoni adalah upacara untuk melihat calon pasangan yang akan dikawininya. Dimasa lalu orang yang akan nikah belum tentu kenal terhadap orang yang akan dinikahinya, bahkan kadang-kadang belum pernah melihatnya, meskipun ada kemungkinan juga mereka sudah tahu dan mengenal atau pernah melihatnya. Gambar 2.1 Prosesi nontoni Agar ada gambaran siapa jodohnya nanti maka diadakan tata cara nontoni. Biasanya tata cara ini diprakarsai pihak pria. Setelah orang tua si perjaka yang akan diperjodohkan telah mengirimkan penyelidikannya tentang keadaan si gadis yang akan diambil menantu. Penyelidikan itu dinamakan dom sumuruping banyu atau penyelidikan secara rahasia. Setelah hasil nontoni ini memuaskan, dan siperjaka sanggup menerima pilihan orang tuanya, maka diadakan musyawarah di antara orang tua / pinisepuh si perjaka untuk menentukan tata cara lamaran. 2. Panembung Panembung dapat diartikan sebagai melamar. Dalam melamar seorang gadis yang akan dijadikan jodoh, biasanya dilakukan sendiri oleh pihak pria disertai keluarga seperlunya. Tetapi bagian ini bisa juga diwakilkan kepada sesepuh atau orang yang dipercaya disertai beberapa orang teman sebagai saksi. Setelah pihak pria menyampaikan maksud kedatangannya, orangtua gadis tidak langsung menjawab boleh atau tidak putrinya diperistri. Untuk menjaga tata trapsila, jawaban yang disampaikan kepada keluarga laki-laki akan ditanyakan dahulu kepada sang putri. Untuk itu pihak pria dimohon bersabar. Jawaban ini tentu saja dimaksudkan agat tidak mendahului kehendak yang akan menjalankan, yaitu sang gadis, juga agar taj menurunkan wibawa pihak keluarganya. Biasanya mereka akan meminta waktu untuk memberikan jawaban sekitar sepasar atau 5 hari.

Halaman 5

3. Paningset Apabila sang gadis bersedia dijodohkan dengan pria yang melamarnya, maka jawaban akan disampaikan kepada pihak keluarga pria, sekaligus memberikan perkiraan mengenai proses selanjutnya. Hal ini dimaksudkan agar kedua keluarga bisa menentukan hari baik untuk mewujudkan rencana pernikahan. Pada saat itu, orangtua Gambar 2.2 Prosesi paningset pihak pria akan membuat ikatan pembicaraan lamaran dengan pasrah paningset (sarana pengikat perjodohan). Paningset diserahkan oleh pihak calon pengantin pria kepada pihak calon pengantin wanita paling lambat lima hari sebelum pernikahan. Namun belakangan, dengan alasan kepraktisan, acara srahsrahan paningset sering digabungkan bersamaan dengan upacara midodareni.

Setelah prosesi pra nikah dilalui, artinya kedua pasangan siap untuk menikah dan mengikuti prosesi pernikahan adat Solo. Berikut ini adalah pokok-pokok tradisi dan prosesi dalam pelaksanaan perkawinan adat Solo : 1. Sowan Luhur Prosesi sowan luhur adalah prosesi dimana para mempelai meminta doa restu dari para sesepuh dan piyagung serta melakukan ziarah kubur ke tempat leluhurnya. Hal ini dilakukan untuk meminta izin kepada leluhur dan sesepuh untuk melakukan pernikahan. 2. Wilujengan Wilujengan merupakan ritual yang dilaksakanan sebagai wujud permohonan kepada Tuhan. Prosesi wilujengan juga mengandung harapan bahwa dalam melaksanakan hajat pemangku hajat diberi keselamatan dan dijauhkan dari segala halanagan. Beberapa syarat dalam prosesi ini adalah makanan dengan lauk-pauk, seperti sekul wuduk dan sekul golong beserta ayam utuh. Prosesi ini biasanya dilakukan bersama dengan sanak saudara, keluarga, dan tetangga dekat.

Gambar 2.3 Prosesi sowan luhur

Gambar 2.4 Prosesi wilujengan

Halaman 6

3. Pasang Tarub Pasang tarub adalah tradisi membuat bleketepe atau anyaman daun kelapa untuk dijadikan atap atau peneduh resepsi manton. Tatacara ini mengambil ajaran Ki Ageng Tarub, salah satu leluhur raja-raja Mataram. Saat mempunyai hajat menikahkan anaknya Dewi Nawangsih dengan Raden Bondan Kejawan. Ki Ageng membuat peneduh dari anyaman daun kelapa. Hal itu dilakukan dkarena rumah Ki Ageng uang kecil tidak dapat memuat semua tamu, sehingga tamu yang diluar diteduhi dengan ‘payon’ itu ruang yang dipergunakan untuk para tamu Agung yang luas dan dapat menampung seluruh tamu. Kemudian payon dari daun kelapa itu disebut ‘tarub’, berasal dari nama orang yang pertama membuatnya. Tatacara memasang tarub adalah bapak naik tangga sedangkan ibu memegangi tangga sambil membantu memberikan bleketepe (anyaman daun kelapa). Prosesi pasang tarub mengandung makna gotong royong kedua orang tua yang menjadi pengayom keluarga. Namun saat ini, pemasangan bleketepe hanya dilakukan demi penyucian lokasi agar terhindar dari segala macam bahaya saat upacara berlangsung.

Gambar 2.5 Presiden Jokowi memasang bleketepe

Gambar 2.6 Contoh bleketepe

4. Pasang Tuwuhan Seusai acara pasang tarub, acara pun berlanjut dengan upacara pasang tuwuhan atau memasang tumbuhtumbuhan yang diletakkan di gerbang utama rumah atau dekat tempat siraman. Tuwuhan merapakan simbol suatu harapan kepada anak yang dijodohkan dalam memeroleh keturunan, untuk melangsungkan sejarah keluarga. Adapun tuwuhan terdiri dari :  Pohon pisang raja yang buahnya sudah masak.

Gambar 2.7 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memasang tuwuhan

Halaman 7



 



Pisang yang dipilih adalah pisang yang sudah masak dengan harapan pasangan yang akan menikah telah mempunyai pemikiran dewasa atau ‘masak’. Sedangkan pisang raja mempunyai makna pengharapan agar pasangan yang akan dinikahkan kelak mempunyai kemakmuran, kemuliaan dan kehormatan seperti raja. Tebu wulung Tebu wulung berwarna merah tua sebagai gambaran tuk-ing memanis atau sumber manis. Hal ini melambangkan kehidupan yang serba enak. Sedangkan makna wulung bagi orang Jawa berarti sepuh atau tua. Setelah memasuki jenjang perkawinan, diharapkan kedua mempelai mempunyai jiwa sepuh yang selalu bertindak dengan ‘kewicaksanaan’ atau kebijakan. Cengkir gadhing Merupakan simbol dari kandungan tempat si jabang bayi atau lambing keturunan. Daun randu dari pari sewuli Randu melambangkan sandang, sedangkan pari melambangkan pangan. Sehinggahal itu bermakna agar kedua mempelai selalu tercukupi sandang dan pangannya. Berbagai jenis dedaunan Seperti daun beringin yang melambangkan pengayoman, rumput alang-alang dengan harapan agar terbebas dari segala halangan.

5. Siraman Serupa dengan prosesi adat lainnya, siraman memiliki makna menyucikan diri calon pengantin baik lahir dan batin. Air yang dipergunakan dalam siraman ini diambil dari tujuh sumber air, atau air tempuran. Orang yang menyiram berjumlah 9 orang sesepuh termasuk ayah. Jumlah sembilan tersebut menurut budaya Keraton Surakarta untuk mengenang keluhuran Wali Sanga, yang bermakna manunggalnya Jawa dan Islam. Selain itu angka sembilan juga bermakna ‘babakan hawa sanga’ yang harus dikendalikan. Masing-masing sesepuh melaksanakan siraman sebanyak tiga kali dengan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa yang diakhiri siraman oleh ayah mempelai wanita. Setelah itu bapak mempelai wanita memecah klenthing atau kendhi, sambil berucap ‘ora mecah kendhi nanging

Gambar 2.8 Siraman oleh ayah mempelai wanita

Gambar 2.9 Siraman kaki mempelai wanita

Halaman 8

mecah pamore anakku’. Seusai siraman calon pengantin wanita dibopong (digendong) oleh ayah ibu menuju kamar pengantin. Selanjutnya sang Ayah menggunting tigas rikmo (sebagian rambut di tengkuk) calon pengantin wanita. Potongan rambut tersebut diberikan kepada sang ibu untuk disimpan ke dalam cepuk (tempat perhiasan), lalu ditanam di halaman rumah. Upacara ini bermakna membuang hal-hal kotor dari calon pengantin wanita. Kemudian rambut calon pengantin wanita. Kemudian rambut calon pengantin wanita dikeringkan sambil diharumi asap ratus, untuk selanjutnya ‘dihalubi-halubi’ atau dibuat cengkorong paes. Selanjutnya rambut dirias dengan ukel konde tanpa perhiasan, dan tanpa bunga. 6. Sade Dawet (Menjual Dawet) Pada saat calon pengantin dibuat cengkorong paes itu, kedua orangtua menjalankan tatacara ‘dodol dawet’ (menjual dawet). Disamping dawet itu sebagai hidangan, juga diambil makna dari cendol yang berbentuk bundar merupakan lambing kebulatan kehendak orangtua untuk menjodohkan anak. Bagi orang yang akan membeli dawet tersebut harus membayar dengan Gambar 2.10 Prosesi sade dawet ‘kreweng’ (pecahan genting) bukan dengan uang. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan manusia berasal dari bumi. Yang melayani pembeli adalah ibu, sedangkan yang menerima pembayaran adalah bapak. Hal ini mengajarkan kepada anak mereka yang akan menikah tentang bagaimana mencari nafkah sebagai suami istri , harus saling membantu. 7. Sengkeran Setelah calon pengantin wanita ‘dihaluh-halubi’ atau dibuat cengkorong paes lalu ‘disengker’ atau dipingit. Artinya tidak boleh keluar dari halaman rumah. Hal ini untuk menjaga keselamatannya. Pemingitan ini dulu dilakukan selama seminggu, atau minimal 3 hari. Yang mana dalam masa ini, calon pengantin putri setiap malam dilulur dan mendapat banyak petuah mengenai bagaimana menjadi seorang istri dan ibu dalam menjalani kehidupan dan mendampingi suami, serta mengatur rumah tangga. 8. Midodareni atau Majemukan Midodareni berasal dari kata widodari yang berarti bidadari cantik dari surga dan sangat harum. Masyarakat Jawa tradisional percaya bahwa pada malam tersebut, para bidadari dari kayangan akan turun ke bumi dan bertandang ke kediaman calon pengantin wanita, untuk menyempurnakan dan mepercantik pengantin wanita.

Gambar 2.11 Mempelai yang bersiap untuk berdiam diri di kamar.

Halaman 9

Biasanya, prosesi ini digelar pada malam terakhir sebelum pengantin perempuan melepas masa lajang. Pada malam ini, calon pengantin wanita tidak diperkenankan bertemu dengan calon pengantin pria. Ia hanya perlu berdiam diri di dalam kamar dengan riasan tipis dan ditemani keberat serta sesepuh untuk menerima wejangan berkaitan dengan kehidupan rumah tangga kelak. Berikut ini adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan saat prosesi malam midodareni :  Jonggolan Datangnya calon pengantin ke tempat calon mertua. ‘Njonggol’ diartikan sebagai menampakkan diri. Tujuannya untuk menunjukkan bahwa dirinya dalam keadaan sehat dan selamat, dan hatinya telah mantap untuk menikahi putri mereka. Selama berada di rumah calon pengantin wanita, calon pengantin pria menunggu di beranda dan hanya disuguhi air putih.  Tantingan Kedua orangtua mendatangi calon pengantin wanita di dalam kamar, menanyakan kemantapan hatinya untuk berumah tangga. Maka calon pengantin wanita akan menyatakan ia ikhlas menyerahkan sepenuhnya kepada orangtua, tetapi mengajukan permintaan kepada sang ayah untuk mencarikan ‘kembar mayang’ sebagai isyarat perkawinan.  Turunnya Kembar Mayang Turunnya kembar mayang merupakan saat sepasang kembar mayang dibuat. Kembar mayang ini milik para dewa yang menjadi persyaratan, yaitu sebagai sarana calon pengantin perempuan berumah tangga. Dalam kepercayaan Jawa, kembar mayang hanya dipinjam dari dewa, sehingga apabila sudah selesai dikembalikan lagi ke bumi atau dilabuh melalui air. Dua kembar mayang tersebut dinamakan Dewandaru dan Kalpandaru. Dewandaru mempunyai arti wahyu pengayoman. Maknanya adalah agar pengantin pria dapat memberikan pengayoman lahir dan batin kepada keluarganya. Sedangkan Kalpandaru, berasal dari kata kalpa yang artinya langgeng dan daru yang berarti wahyu. Maksudnya adalah wahyu kelanggengan, yaitu agar kehidupan rumah tangga dapat abadi selamanya.  Wilujengan Majemukan Wilujengan Majemukan adalah silahturahmi antara keluarga calon pengantin pria dan wanita yang bermakna kerelaan kedua pihak untuk saling berbesanan. Selanjutnya ibu calon pengantin wanita menyerahkan angsul-angsul atau oleholeh berupa makanan untuk dibawa pulang kepada ibu calon pengantin pria. Sesaat sebelum rombongan pulang, orang tua calon pengantin wanita memberikan kepada calon pengantin pria.

Halaman 10

9. Ijab Panikah Ijab panikah atau ijab qabul mengacu pada agama yang dianut kedua mempelai. Dalam tata cara Keraton, ijab panikah dilaksanakan oleh penghulu. Uniknya terdapat pengaturan tempat duduk penghulu maupun mempelai dalam prosesi ini, antara lain: 1. Pengantin laki-laki menghadap ke barat. 2. Naib di sebelah barat menghadap ke timur. 3. Wali menghadap ke selatan dan para saksi menyesuaikan.

Gambar 2.12 Ijab kabul pernikahan Gibran dan Selvi.

Gambar 2.13 Ijab kabul pernikahan Bobby dan Kahiyang Ayu

Setelah ijab kabul selesai dilakukan, maka kedua mempelai akan menandatangi surat akta pernikahan dan resmi menjadi suami istri. 10. Panggih Dalam prosesi pernikahan Solo, panggih merupakan puncak acara. Di prosesi ini sepasang pengantin yang sudah resmi sebagai suami istri untuk bersanding di pelaminan. Upacara ini melambangkan peristiwa pertemuan awal kedua pengantin hingga akhirnya mereka memutuskan untuk memasuki biduk rumah tangga. Berikut ini adalah rangkaian acara dalam prosesi panggih :  Liron kembar mayang atau saling menukar kembang mayang dengan makna dan tujuan bersatunya cipta, rasa, dan karsa demi kebahagiaan dan keselamatan. Gambar 2.14 Prosesi panggih

Halaman 11



Gantal atau lempar sirih dengan harapan semoga semua godaan hilang terkena lemparan itu.  Ngidak endhog atau pengantin pria menginjak telur ayam kemudian dibersihkan atau dicuci kakinya oleh pengantin wanita sebagai simbol seksual kedua pengantin sudah pecah pamornya.  Minum air degan (air buah kelapa) yang menjadi lambang air suci, air hidup, air mani dan dilanjutkan dengan di-kepyok bunga warna-warni dengan harapan keluarga mereka dapat berkembang segala-segalanya dan bahagia lahir batin.  Masuk ke pasangan bermakna pengantin menjadi pasangan hidup siap berkarya melaksanakan kewajiban.  Sindur yaitu menyampirkan kain (sindur) ke pundak pengantin dan menuntun pasangan pengantin ke kursi pelaminan dengan harapan keduanya pantang menyerah dan siap menghadapi tantangan hidup. Setelah prosesi panggih selesai, acara dilanjutkan dengan kedua mempelai diantar duduk di sasana riengga dan melakukan beberapa kegiatan, yaitu :  Timbangan atau kedua pengantin duduk di pangkuan ayah pengantin wanita sebagai simbol sang ayah mengukur keseimbangan masing-masing pengantin.  Kacar-kucur dijalankan dengan cara pengantin pria mengucurkan penghasilan kepada pengantin perempuan berupa uang receh beserta kelengkapannya. Simbol bahwa kaum pria bertanggung jawab memberi nafkah kepada keluarga.  Dulangan atau kedua pengantin saling menyuapi. Mengandung kiasan laku perpaduan kasih pasangan laki-laki dan perempuan (simbol seksual). Ada juga yang memaknai lain, yaitu tutur adilinuwih (seribu nasihat yang adiluhung) dilambangkan dengan sembilan tumpeng.

Gambar 2.12 Mempelai yang melakukan dulangan

Halaman 12

2.2.

Tata Rias dan Tata Busana Pengantin Karena perkembangan zaman, tata busana dan tata rias pengantin dibagi menjadi tiga, yaitu Solo Basahan, Solo Putri, dan Solo Basahan Keprabon. Berikut ini adalah tata rias dan busana pernikahan adat Solo untuk ketiga jenis adat tersebut : 1. Solo Basahan Pada adat Solo Basahan, busana yang dikenakan disebut dengan dodotan karena kedua mempelai menggunakan kain kemben yang panjang dan lebar. Semuanya ini bersumber dari tradisi Kraton yang dulu hanya boleh dipakai orangorang dalam Kraton saja. Tetapi, di jaman sekarang ini tradisi ini boleh dipakai oleh semua masyarakat sebagai bagian dari pelestarian dan pengembangan tradisi budaya Kraton. Tata rias Pengantin wanita Solo Basahan memiliki arti yang unik diantaranya paes berwarna hijau bercorak menjangan meranggah yang melambangkan pengantin wanita yang selalu berfikir positif dan ceria. Paesnya terdiri dari 4 Gambar 2.13 Contoh busana dan tata rias Solo Basahan bentuk, yaitu gajahan/panunggal yang letaknya di tengah dahi, pengapit, penitis, dan godheg. Sanggulnya berbentuk bokor mengkurep dengan sunggaran disamping kanan kiri telinga serta jumlah cundhuk mentulnya 7 atau 9, hiasan sempyok garuda dipasang di belakang sanggul, hiasan cundhuk jungkat dan centung. Hiasan sanggulnya menggunakan rangkaian melati bulat kawungan serta rocean tibo dada wiji timun serta diberi perhiasan yang lain seperti suweng atau giwang, kalung, gelang tretes, cincin, serta bros. Selain itu terdapat hiasan Sempyok Garuda yang dipasang di belakang sanggul bermakna agar selalu waspada, hiasan cunduk jungkat dan centung bermakna kesucian wanita dan sisir/keketan bermakna agar sebagai istri selalu setia pada suami. Adapun peralatan dan bahan sanggul yang digunakan adalah Rajut berisi rajangan pandan halus, juga cemara pupuk dan lungsen palsu jika rambut pengantin wanita pendek. Dodotan yang dipakai pengantin wanita terdiri dari kain kampuh berwarna hijau, yang dipadu dengan warna emas bermotif alas-alasan dan blumbungan, stagen, udat cinde dengan panjang 2,5 meter dengan motif cakar sebagai ikat pinggang, januran dan buntal udan emas. Motif batik alas-alasan pada kampuh dodot ini memiliki ukuran panjang sekitar 4,5 meter, memiliki makna hayati yakni menyatunya jiwa raga dengan alam, selain itu juga bermakna kemakmuran serta kewibawaan.

Halaman 13

Motif blumbangan (*blumbang adalah tempat/sumber air) pada kampuh dodot bermakna sumber kehidupan, Januran berasal dari kata janur (Sejane Nur) yang bermakna petunjuk/cahaya Tuhan, dan udet cinde motif cakar bermakna kemandirian dalam mencari rejeki. Sedangkan buntal Udan Emas adalah roncean berbagai daun dan bunga, terdiri dari daun krokot bermakna kuat dalam hati, pupus pisang bermakna cinta sejati, daun beringin bermakna pengayom/pelindung, daun bayem atau bayam bermakna ayem/damai, daun pandan berarti sepadan, bunga ningkir (wening ing pikir) bermakna bening di pikiran, dan bunga kantil yang bermakna kesetiaan (tansah kumanthil). Tata rias dan busana Pengantin pria Solo Basahan memakai celana panjang bermotif cindhe dengan corak dan warna kampuh dodotannya pria dan wanita sama. Pengantin pria menggunakan roncean buntal udan emas serta memakai ukup dan epek timang sebagai ikat pinggang dan menyelipkan keris. Rias wajahnya tidak dipaesi, di telinganya ada kuncup melati dan bagian rambut ditutup dengan kuluk manthak. Sedangkan aksesorisnya seperti kalung korset dan singgetan serta sebilah keris dengan warangka ladrang. Sebagai pelengkap kedua pengantin memakai alas kaki berupa selop dengan warna yang disesuaikan dengan warna dodotan. 2. Solo Putri Untuk tata rias wajah pengantin putri biasanya menggunakan bedak dengan warna kekuningan untuik memunculkan aura kecantikan. Sedangkan bentuk alis dibuat mangot atau seperti bulan sabit, eye shadow menggunakan warna hijau dan coklat, blush on merah merona, lipstik menggunakan warna merah keoranyean, dan membuat paes di dahi dengan menggunakan warna hitam yang bermaksa kesempurnaan. Dalam membuat paes pengantin Solo Putri, bentuknya sama dengan paes pengantin Solo Basahan. Perbedaannya hanya pada penggunaan warna, yakni warna hitam pada Solo Putri dan warna Hijau pada Solo Basahan. Ada empat bentuk paes yang harus dibuat untuk pengantin Solo Putri, yaitu : a. Bentuk Gajahan, yang terletak di tengah-tengah dahi b. Bentuk Pengapit, yang mengapit gajahan c. Bentuk Penitis, yang terletak diatas ujung alis d. Bentuk Godheg, yang terletak di depan telinga Untuk tata rias rambut, pengantin Solo Putri menggunakan sanggul Bangun Tulak, jika dilihat dari belakang bentuk sanggul ini seperti kupu-kupu, oleh karenanya disebut juga dengan Ngupu. Sanggul tersebut memiliki makna sebagai Tolak Balak atau pencegah berbagai mara bahaya yang akan mengancam. Diatas daun telinga pengantin putri juga terdapat riasan rambut yang disebut Sunggar atau Sunggaran, makna hiasan ini adalah agar senantiasa mau mendengarkan nasihat yang baik. Untuk perhiasan sanggul, terdiri dari 7 buah Cunduk Mentul. Kemudian 6 buah Tunjungan, 2 buah Sokan, Centhung, Cundhuk Jungkat dan roncean melati Tiba Dada. Busana pengantin Solo Putri adalah penggunaan kebaya berbahan beludru panjang hingga lutut dengan hiasan lung-lungan bordiran emas. Motif berbentuk tumbuh-tumbuhan ini memiliki makna kesinambungan. Filosofinya dekat dengan

Halaman 14

bumi. Tidak merusak bumi, selalu bergandengan dan tidak putus. Sedangkan di bagian dada pengantin wanita terdapat kain tambahan atau Kutu baru yang dilengkapi tiga buah bros durenteng secara vertikal ditengahnya. Busana penutup bagian bawah pengantin wanita bisa menggunakan banyak pilihan kain batik tradisional, seperti motif batik Sido Mukti, Sido Mulyo, atau Sido Asih. Di bagian depan kain batik ini biasanya akan dibuat wiru atau lipatan kain, terdiridari 7, 9, 11 atau 13 lipatan dengan ukuran sekitar 2-3 jari. Untuk memperkuat dan mempercantik kain batik yang melelilit, maka dibutuhkan Setagen, Streples, dan longtorso atau angkin. Untuk tampil lebih anggun, maka akan dikenakan berbagai perhiasan lain seperti gelang, kalung, giwang, cincin, dan alas kaki berupa selop dari bahan bludru sewarna dengan kebaya. Rias pengantin Solo Putri untuk mempelai pria bentuknya lebih sederhana dibandingkan dengan riasan pengantin wanita. Untuk bagian kepala sendiri, pengantin pria hanya diberi bedak yang selaras dengan pengantin wanita, sedikit lipstik, eye shadow, bunga kanthil yang diselipkan di telinga, dan pengantin diberi penutup kepala berupa Kuluk Kaniga atau juga bisa menggunakan blangkon khas Surakarta. Busana pengantin Solo Putri untuk mempelai pria adalah berupa beskap atau jas singkepan, maupun beskap langenharjan berbahan beludru dengan motif lunglungan yang sewarna dengan kebaya yang dikenakan mempelai wanita. Untuk bagian bawah pengantin pria juga menggunakan bebetan kain batik dengan pilihan motif Sidomukti, Sidoasih, atau Sidomulya. Untuk memperkuat kain batik yang dikenakan, pengantin pria juga menggunakan Setagen, Sabtuk boro corak cinde, Epek atau timang berbentuk ikat pinggang dari bahan bludru sesuai dengan warna busana yang dikenakan. Sedangkan perhiasan yang dikenakan pengantin pria adalah bros yang dipakai pada krah dada sebalah kiri, kalung Karset atau Kalung Ulur dengan bros kecil dibagian tengah yang disebut Singetan, dan juga memakai keris Ladrang dengan Bunga Kolong Keris di bagian belakang. Untuk alas kaki pengantin pria juga menggunakan Selop tertutup berbahan bludru sewarna dengan beskap yang dipakai.

Gambar 2.13 Contoh busana dan tata rias Solo Putri

Halaman 15

3. Solo Basahan Keprabon Riasan dan kain dodotan yang digunakan di adat Solo Keprabon dan Solo Basahan sebenarnya sama. Yang membedakan hanyalah cara memadukan antara dodotan dengan bludru agar terlihat lebih megah. Kain dodot merupakan kemben dengan corak binatang yang dipercantik dengan prada emas. Pengantin wanita menggunakan dodot yang dilengkapi dengan bolero lengan panjang berbahan velvet untuk menutupi bagian dada dan bahu. Riasan adat Solo Basahan Keprabon dengan Solo Basahan tidak ada yang berbeda. Pengantin wanita menggunakan sanggul berbentuk bokor mengkurep yang ditutup dengan rajutan bunga melati. Makna dari sanggul tersebut yaitu wanita yang diharapkan bisa mandiri dan bersyukur atas anugerah Tuhan. Sebanyak 9 buah cundhuk mentul yang melambangkan wali songo dipasang rapi dibagian atas sanggulnya. Pengantin pria menggunakan baju beskap yang dulunya hanya boleh digunakan oleh para bangsawan. Kemudian menggunakan kuluk mathak atau topi yang memanjang keatas. Gambar 2.14 Contoh busana dan tata rias Solo Basahan Keprabon

Halaman 16

Bab III Penutup 3.1.

Kesimpulan Pernikahan adat Solo merupakan pernikahan yang sarat akan makna. Pernikahan ini terdiri dari sepuluh prosesi yang dari tiap-tiap prosesinya mengandung banyak filosofi yang patut dijaga keberadaanya sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia. Kesepuluh prosesi tersebut adalah sowan luhur, wilujengan, pasang tarub, pasang tuwuhan, pasang siraman, sade dawet, sengkeran, midodareni, ijab panikah, dan panggih. Tata rias dan busana yang dikenakan oleh pengantin pun juga memiliki aturanaturan tertentu yang harus ditaati oleh pengantin baik pria maupun wanita. Tata rias dan tata busana ini terbagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu Solo basahan, Solo putri, dan Solo basahan keprabon. Masing-masing penataan rias dan busana tersebut memiliki beberapa perbedaan akibat perkembangan zaman yang menyebabkan adanya akulturasi budaya daerah setempat dengan keraton Surakarta. Sayangnya, di era yang modern saat ini, banyak sekali anak muda yang biasanya memilih untuk meninggalkan budaya-budaya tradisional Indonesia, salah satunya adalah pernikahan adat Solo. Namun hal itu tidak berlaku bagi Gibran Rakabuming Raka, anak dari Presiden Joko Widodo. Gibran merupakan contoh bagi seluruh masyarakat Indonesia, terutama anak-anak muda Indonesia untuk terus melestarikan pernikahan adat Solo. Oleh karena itu, sudah sepatutnya masyarakat Indonesia bangga dan tetap melestarikan pernikahan adat Solo. Dalam makalah ini terangkum semua aspek yang terdapat dalam pernikahan adat Solo mulai dari prosesi pernikahan hingga tata rias dan tata busananya. Kami berharap dengan adanya makalah ini, masyarakat Indonesia semakin mendalami makna pernikahan adat Solo dan mampu untuk melestarikan warisan budaya ini hingga ke anak cucu.

3.2.

Saran 1. Sebagai warga Negara Indonesia, sudah sepatutnya kita melestarikan budaya Indonesia, khususnya pernikahan adat Solo ini dengan cara melaksanakan penikahan sesuai adat Solo yang baik dan benar sesuai dengan aturan dan tata cara yang berlaku. 2. Diharapkan mempelai yang ingin menikah dengan adat Solo dengan sungguhsungguh mengikuti dan memaknai segala rangkaian acara atau prosesi pernikahan agar dapat berlangsung dengan baik. 3. Bagi penata rias dan busana pengantin adat Solo, diharapkan untuk tidak memodifikasi tata rias dan busana yang dikenakan oleh pengantin dari aturan yang seharusnya agar budaya dan makna dari pernikahan adat Solo tetap terjaga.

Halaman 17

Daftar Pustaka 

https://javanist.com/busana-dan-rias-pengantin-solo-basahan/



https://kesolo.com/busana-dan-rias-pengantin-jawa-solo-putri/amp/



http://chandrarini.com/busana-dan-rias-pengantin-adat-solo/



https://citra-keraton.blogspot.co.id/2011/09/perbedaan-tata-rias-busana-pengantin.html



https://id.wikipedia.org/wiki/Upacara_pernikahan



https://riaskuntik.wordpress.com/upacara-tradisional/upacara-perkawinan-tradisionaljawa/tata-riaspengantin-solo/



https://pernikahanadat.blogspot.co.id/2010/01/pernikahan-adat-solo.html



https://www.bridestory.com/id/blog/panduan-rangkaian-prosesi-pernikahan-adat-jawabeserta-makna-di-balik-setiap-ritualnya



http://idazdekorasi.com/upacara-pernikahan-adat-solo/



https://omah-manten.blogspot.co.id/2011/05/basahan-adat-solo.html



https://mahligai-indonesia.com/pernikahan-nusantara/prosesi-adat/urutan-prosesipanggih-upacaratemu-pengantin-adat-solo-4577

Halaman 18

More Documents from "Anthony Satya Widjaja"

Invoice.pdf
April 2020 0
Makalahsolofix.docx
April 2020 0
Paper Ppn Impor.docx
December 2019 34
Vasavi
April 2020 27
Sebuah Gambaran Zaman ...
December 2019 4