MAKALAH TATA KELOLA DAN ETIKA PROFESI CONTOH DIREKSI PERUSAHAAN YANG TIDAK TRANSAPARAN YANG DITEMUKAN OLEH KOMITE AUDIT
FERRY SIRITON 120110170054 HARDIANTO KUNCORO 120110170067 DONI SEPTIZA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya menaruh harapan besar terhadap bisnis, direksi, eksekutif, dan akuntan profesional tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mereka melakukannya. Pada saat yang sama, lingkungan tempat bisnis beroperasi semakin kompleks sehingga hal tersebut menjadi tantangan etika bagi mereka. Jika mereka sampai melakukan tindakan yang melanggar etika, maka hal tersebut dapat menimbulkan risiko yang besar dan akan berpengaruh buruk bagi reputasi dan pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Jadi, sangat dibutuhkan sistem tata kelola perusahaan yang menyediakan aturan serta akuntabilitas yang tepat untuk kepentingan pemegang saham dan semua pemangku kepentingan lainnya. Kasus pelanggaran etika yang berujung pada kegagalan bisnis, audit, dan tata kelola perusahaan berskala besar seperti Enron, Arthur Andersen, dan WorldCom telah mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor terhadap perusahaan-perusahaan di Amerika. Hal ini merupakan suatu bencana besar di lingkungan bisnis, dan telah menjadi pemicu harapan baru dalam tata kelola dan akuntabilitas perusahaan. Menyikapi hal tersebut, para politisi Amerika menciptakan kerangka tata kelola dan akuntabilitas baru yang dikenal dengan Sarbanes-Oxley Act (SOX) yang bertujuan untuk memulihkan kembali kepercayaan investor dan memfokuskan kembali tata kelola perusahaan pada tanggung jawab direksi terhadap kewajiban fidusia mereka, yakni tanggung jawab terhadap kepentingan pemegang saham dan para pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, undang-undang ini menjadi acuan awal dalam penjabaran dan penciptaan GCG di berbagai negara. Konsep GCG belakangan ini makin mendapat perhatian masyarakat dikarenakan GCG memperjelas dan mempertegas mekanisme hubungan antar para pemangku kepentingan di dalam suatu organisasi yang mencakup (a) hak-hak para pemegang saham (shareholders)
dan perlindungannya, (b) peran para karyawan dan pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) lainnya, (c) pengungkapan (disclosure) yang akurat dan tepat waktu, (d) transparansi terkait dengan struktur dan operasi perusahaan, (e) tanggung jawab dewan komisaris dan direksi terhadap perusahaan itu sendiri, kepada para pemegang saham dan pihak lain yang berkrpentingan Corporate Governance menjadi menarik perhatian karena banyak para ahli yang berpendapat bahwa kelemahan dalam tata kelola korporat merupakan salah satu sumber utama kerawanan ekonomi yang menyebabkan buruknya perekonomian beberapa Negara Asia yang terkena krisis financial pada tahun 1997 dan 1998. Permasalahan yang terjadi corporate governance juga banyak terjadi pelanggaran yang terjadi di Indonesia seperti kasus yang akan kami teliti yaitu PT Katerina Tbk, yang melakukan pelanggaran dan penyelewengan atau manipulasi data keuangan dan pelanggran etika yang dapat merugikan public, sehingga kami tertarikmengulas permasalahan yang terjadi sehingga dapat memberikan gambaran tentang permasalah PT KatArina Utama Tbk.
B. 1.
Tujuan Teori a. Untuk mengetahui pengertian Corporate Governance b. Untuk mengetahui Prinsip Corporate Governance c. Untuk mengetahui Manfaat Corporate Governance
2.
Analisis Kasus a. Untuk mengetahui sekilas tentang kasus PT Katarina Utama Tbk b. Untuk mengetahui Profil PT Katarina Utama Tbk c. Untuk mengetahui siapa yang terlibat dalam Kasus PT Katarina Utama Tbk d. Untuk mengetahui kronologi kasus PT Katarina Utama Tbk
e. Untuk mengetahui Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan Dana Penawaran dan Manipulasi Laporan f. Dampak dan Sanksi kasus PT Katarina Utama Tbk g. Analisis kasus pelanggaran Prinsip Good Corporate Governance
BAB II PEMBAHASAN 1.
Teori
a. Pengertian Corporate Governance Pada awalnya, istilah “Corporate Governance” pertama kali dikenalkan oleh Cadbury Committee di Inggris tahun 1922 yang menggunakan istilah dimaksud dalam laporannya yang dikenal dengan Cadbury Report. Berikut disajikan beberapa definisi “Corporate Governance” dari beberapa sumber, diantaranya: 1. Menurut Cadbury Committee of United Kingdom “A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the goverment, employees, and other internal and external stakeholders in respect to their right and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled”. 2. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006) FCGI tidak membuat definisi sendiri, namun mengadopsi definisi Cadbury Committee of United Kingdom dan menerjemahkan “Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”. 3. Menurut Sukrisno Agoes Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan peran dewan komisaris, para direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya. 4. Menurut Organization for Econimocs Cooperation and Development (OECD) “The structure through which shareholders, directors, managers, set of the board objectives of the company, the means of attaining thoseobjectives and monitoring performance”. (Suatu struktur yang terdiriatas para pemegang saham, direktur, manager, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan digunakandalam mencapai tujuan dan memantau kinerja). 5. Menurut Wahyudi Prakarsa Mekanisme adninistratif yang mengatur hubungan-hubungan antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubunganhubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan (prosedur) dan sistem insentif sebagai kerangka kerja (framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut, serta pemantauan atas kinerja yang dihasilkan.
b. Prinsip Corporate Governance Organisation For Economic Co-Operation And Development (OECD) (2004) mengeluarkan prinsip-prinsip mengenai corporate governance pertama kali pada bulan mai 1999. Prinsip-prinsip ini sampai sekarang masih digunakan oleh masyarakat international sebagai acuan dan tolak ukur untuk menilai dan mengevaluasi penerapan corporate governance, baik di negara anggota OECD maupun di tingkatan yang lebih luas. Namun OECD (2004) menjelaskan bahwa
tidak ada satu model pengembangan corporate governance yang cocok untuk semua negara karena masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Prinsip OECD (2004) terdiri dari enam pedoman yaitu :
1. Manajemen Kerangka Dasar Corporate governance yang efektif Prinsip yang pertama ini menekankan pada hal-hal untuk memastikan dasar atau basis bagi pengembangan kerangka corporate governance yang efektif. Secara umum, prinsip ini menyatakan bahwa corporate governance harus dapat mendorong terciptanya pasar yang transparan dan efisien, sejalan dengan perundangan dan peraturan yang berlaku, dan dapat dengan jelas memisahkan fungsi dan tanggung jawab otoritas-otoritas yang memiliki pengaturan, pengawasan, dan penegakan hukum. Dalam rangka memastikan terciptanya kerangka corporate governance yang efektif, diperlukan kerangka hukum yang efektif. Prinsip ini terbagi atas empat sub prinsip utama yaitu : a.
Kerangka
corporate
governance
harus
dikembangkan
dengan
mempertimbangkan pengaruhnya terhadap perkembangan perekonomian secara keseluruhan, integritas pasar dan insentif yang tercipta bagi pelaku pasar serta meningkatnya transparansi dan efisiensi pasar b. Ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pelaksanaan
corporate
governance
harus
sejalan
dengan
peraturan
perundangan yang berlaku, transparan dan dapat ditegakkan. c. Pembagian tanggung jawab antar otoritas dalam suatu yurisdiksi harus diungkapkan secara jelas dan dipastikan bahwa kepentingan masyarakat telah terpenuhi. d. Otoritas dalam pengawaasan, pengaturan dan penegakan hukum harus memiliki kewenangan, integritas dan sumber daya dalam pemenuhan tugasnya secara professional dan objektif. Selanjutnya keputusan-keputusannya harus tepat waktu, transparan dan jelas. 2. Perlindungan terhadap hak-hak para pemegang saham (The right of shareholder).
Prinsip corporate governance yang kedua ini pada dasarnya mengatur mengenai hak-hak pemegang saham dan fungsi-fungsi kepemilikan saham. Hal ini mengingat investor, terutama dari suatu perusahaan sebesar publik, memiliki hak-hak khusus seperti saham tersebut dapat dibeli, dijual, ditransfer. Prinsip ini menyatakan bahwa hak-hak dasar pemegang saham mencakup hak untuk : a. Memperoleh jaminan atas tercatatnya kepemilikan saham secara sah, b. Menyerahkan atau mengalihkan saham, c. Memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan tepat waktu d. Berpartisipasi dan memberikan hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), e. Memilih dan mengganti dewan (dewan komisaris dan direksi), f. Memperoleh hak atas bagian keuntungan perusahaan. 3. Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham (The equitable treatment of shareholder). Dalam prinsip ketiga ini ditekankan perlunya persamaan perlakuan kepada seluruh pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing. Prinsip ini menekankan pentingnya kepercayaan investor di pasar modal. Oleh karena itu pasar modal harus dapat melindungi investor dari perlakuan tidak benar yang mingkin dilakukan oleh manager, dewan komisaris, dewan direksi atau pemegang saham utama perusahaan. Prinsip ini terbagi atas tiga sub prinsip utama yaitu : a. Mengenai persamaan perlakuan antara pemegang saham dalam kelas saham yang sama b. Mengenai larangan transaksi orang dalam (insider trading) dan perdagangan tertutup yang merugikan pihak lain (abusive self-dealing). C. Kewajiban anggota dewan komisaris, direksi dan manajer untuk mengungkapkan setiap kepentingan yang material dalam suatu transaksi atau hal-hal yang mempengaruhi perusahaan. 4. Peran stakeholder dalam corporate governance (the role of stakeholders in corporate governance)
Prinsip keempat ini menyatakan bahwa kerangka corporate governance harus mengakui hak stakeholders yang dicakup untuk perundang-undangan atau perjanjian (mutual agreements) dan mendukung secara aktif kerjasama antara perusahaan dan stakeholders dalam menciptakan kesejahteraan, lapangan pekerjaan, dan pertumbuhan yang berkesinambungan (sustainability) dari kondisi keuangan perusahaan. 5. Pengungkapkan dan Transparansi (Disclosures and transparency) Dalam prinsip kelima ini ditegaskan bahwa kerangka kerja corporate governance harus memastikan bahwa keterbukaan informasi yang tepat waktu dan akurat dilakukan atas semua hal material berkaitan dengan perusahaan, termasuk di dalamnya keadaan keuangan, kinerja, kepemilikan dan corporate governance perusahaan. 6. Tanggung Jawab dewan komisaris dan direksi (the responbility of the board) Prinsip terakhir dari Organisation For Economic Co-Operation And Development (OECD) menyatakan bahwa kerangka kerja tata kelola perusahaan harus memastikan pedoman strategis perusahaan. Monitoring yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, serta akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang saham. Menurut prinsip ini, tanggung jawab yang utama adalah memonitor kinerja manajerial dan bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemegang saham.
c. Manfaat Corporate Governance Menurut Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI), 2001), manfaat Corporate governance yaitu: 1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders, 2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigit (karena faktor kepercayaan) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value,
3. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya diIndonesia 4. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders’s values dan dividen.
KASUS Artikel Kasus Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) masih melakukan pemeriksaan terhadap adanya dugaan penyelewengan dana penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) yang dilakukan PT Katarina Utama Tbk (RINA). Kasus tersebut saat ini ditangani oleh Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK. “Surat pemeriksaannya sudah dikeluarkan. Latar belakang isi surat pemeriksaan ini adalah adanya dugaan penyalahgunaan dana IPO oleh Katarina,” ujar Kepala Biro Pemeriksaan dan Penyidikan Bapepam-LK Sardjito di Jakarta kemarin. Menurutnya, manajemen perusahaan di bidang jasa penyewaan menara tersebut diduga melakukan penyelewengan atas dana IPO 2009 sebesar Rp33,6 miliar. Dana yang sedianya akan digunakan untuk membeli peralatan, modal kerja, serta menambah kantor cabang, tidak digunakan se-bagaimana mestinya. Hingga saat ini manajemen perseroan belum melakukan realisasi sebagaimana mestinya. Dari dana hasil penawaran umum saham perdana sebesar Rp33,6 miliar, dana yang digunakan hanya berkisar antara Rp4 miliar–Rp5 miliar. Sehingga, besar kemungkinan telah terjadi penyelewengan dana publik sebesar Rp28 miliar–Rp29 miliar. Selain itu, Katarina diduga telah memanipulasi laporan keuangan audit tahun 2009 dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan. Dalam laporan keuangan auditan tahun 2009 tersebut, perseroan mencantumkan adanya piutang dari PT Media Intertel Graha (MIG) sebesar
Rp8,606 miliar dan mencantumkan pemasukan pendapatan dari MIG sebesar Rp6,773 miliar. Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku dikecewakan manajemen RINA terkait aksi penyelewengan dana publik. BEI saat ini masih mengkaji sejauh mana penyelewengan yang dilakukan manajemen. BEI akan meminta perusahaan yang bersangkutan melakukan penghapusan pencatatan saham secara sukarela (voluntary delisting) jika perseroan melakukan perubahan komposisi manajemen dan pemegang saham tanpa sepengetahuan otoritas bursa. “Kalau memang itu dilakukan, kami akan minta mereka untuk membeli kembali saham publiknya, untuk kemudian melakukan delisting. Sebab, kalau kami force delisting, publik akan dirugikan,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI Eddy Sugito. (juni triyanto)(Koran SI/Koran SI/ade)
Profil PT Katarina Utama PT Katarina Utama Tbk didirikan di Indonesia pada tanggal 20 Juni 1997 berdasarkan akta notaris Miryam Magdalena Indriani Wiardi, S.H Nomor 88. Akta pendirian tersebut telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan Nomor C2-10.522.HT.01.01TH.1997 tanggal 8 Oktober 1997 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Nomor 24 tanggal 23 Maret 1999. Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta Notaris Leolin Jayayanti, S.H Nomor 1 tanggal 2 Desember 2008, antara lain sehubungan dengan rencana penawaran umum saham perusahaan kepada masyarakat, perubahan nama perusahaan menjadi PT Katarina Utama Tbk, perubahan nilai nominal saham dan perubahan beberapa pasal dalam anggaran dasar. Akta perubahan tersebut telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Kerputusan Nomor AHU-94117.AH.01.02 tahun 2008 tanggal 5 Desember 2008[1]. Sesuai Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup perusahaan terutama adalah bergerak dalam bidang perdagangan dan jasa konsultasi manajemen dibidang telekomunikasi serta pemasangan, pengujian, dan uji kelakyakan berbagai jenis produk dan peralatan komunikasi.
Pada tanggal Juni 2009, perusahaan memperoleh Surat Pernyataan Efektif dari Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAMLK) dengan suratnya yang bernomor S-5700/BM/2009 untuk melakukan penawaran umum perdana 210.000.000 saham kepada masyrakat dengan nilai nominal Rp 100 per saham dan harga penawaran sebesar Rp 160 per saham
Dampak dan Sanksi terhadap Kasus PT Katarina Utama Sanksi yang diberikan oleh Bapepam adalah pemberian sanksi administratif oleh otoritas bursa sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan delisting dari bursa efek Indonesia, setelah selama 2 tahun sebelumnya saham PT Katarina Utama Tbk yang berkode RINA disuspensi dan tidak akan diperdagangkan kembali. Kasus ini juga memberikan dampak bagi operasional perusahaan karena tidak adanya modal kerja, selain itu karyawan tidak diberikan hak-hak karyawan secara penuh akibat penghentian kegiatan operasional. Selain itu gaji karyawan manajemen melakukan pemotongan gaji untuk asuransi jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa para karyawan yang tidak mengikuti asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang jelas. Selain itu cabang RINA di Medan telah melakukan penutupan secara sepihak tanpa menyelesaikan hak hak para karyawan dengan tidak membayar gaji sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka berikan kepada PT Katarina Utama,
Analisis Kasus Pelanggaran Prinsip Corporate Governance Prinsip-prinsip Corporate governance menurut Forum Corporate governance In Indonesia (FCGI) (2001) ada Lima Prinsip yaitu 1.
Transparansi (Transparency)
2.
Akuntabilitas (Accountability)
3.
Responsibilitas (Responsibility)
4.
Independensi (Independency)
5.
Keadilan (Fairness)
BAB III KESIMPULAN PT Katarina Utama Tbk ini, ada 5 pelanggaran terhadap prinsip tata kelola yang baik. 1.
Transparansi (Transparency)
PT Katarina Utama tidak menyampaikan informasi dengan benar, seperti yang telah disampaikan bahwa Manajemen RINA telah memanipulasi laporan keuangan dengan memasukkan sejumlah piutang fiktif guna memperbesar nilai aset perseroan dan memperbesar nilai pendapatan sehingga informasi yang diterima oleh para pemangku kepentingan menjadi tidak akurat yang mengakibatkan para pemangku kepentingan seperti investor menjadi salah mengambil keputusan. Hal ini menunjukkan bahwa PT Katarina Utama telah melanggar prinsip Transparansi (Keterbukaan) dalam penyampaian informasi. 2.
Akuntabilitas (Accountability)
Telah terbukti bahwa Katarina Utama tidak merealisasikan dana hasil IPO sesuai dengan prospektus perseroan dan melakukan penyelewengan dana, sehingga terjadi
ketidak
efektifan
kinerja
perseroan.
Laporan
Keuangan
yang
dihasilkannya pun menjadi tidak akurat dan tidak dapat dipercaya. Hal ini jelas menjadi bukti bahwa PT Katarina Utama gagal dalam menerapkan prinsip akuntabilitas. 3.
Responsibilitas (Responsibility)
PT Katarina Utama melanggar prinsip Responsibilitas dengan melakukan penyelewengan dana milik investor publik hasil IPO sebesar Rp 29,04 miliar, manajemen PT Katarina Utama juga tidak meyelesaikan kewajibannya kepada karyawan dengan membayar gaji mereka,. Berdasarkan informasi yang diperoleh sebagian besar direksi dan pemangku kepentingan perseroan dikabarkan telah melarikan diri ke luar negeri. Hal ini jelas menggambarkan bahwa RINA melanggar Prinsip Responsibilitas.
4.
Independensi (Independency)
Adanya manipulasi laporan keuangan menunjukan bahwa divisi keuangan yang membuat laporan tersebut tidak independen. Meskipun merupakan bagian internal dari PT Katarina Utama, pihak yang bertanggungjawab membuat laporan keuangan haruslah membuat laporan keuangan sesuai nilai yang sebenarnya tanpa manipulasi tanpa terpengaruh pihak manajemen meskipun pihak manajemen menginginkan adanya manipulasi. 5.
Keadilan (Fairness)
PT Katarina Utama tidak memperlakukan secara adil para pemangku kepentingan, investor tidak diperlakukan secara adil dan tidak ada keadilan pula bagi karyawan. Hal itu sangat jelas tergambarkan pada pada pemotongan gaji untuk asuransi jamsostek para karyawan, telah dipaparkan diatas bahwa para karyawan yang tidak mengikuti asuransi jamsostek gajinya tetap ikut dipotong tanpa alasan yang jelas.