Makalah.docx

  • Uploaded by: Nur Izzati Hasanah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,424
  • Pages: 41
LAPORAN PENDAHULUAN

1

LAPORAN PENDAHULUAN HELLP SYNDROME

1.1 Latar belakang Sindrom HELLP merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL untuk Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelets. Patogenesis sindrom HELLP belum jelas. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya; kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler, akibatnya terjadi agregasi trombosit dari selanjutnya kerusakan endotel. Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder dari obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin pada sinusoid. Trombositopeni dikaitkan dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit. Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri : Hemolisis, kelainan apus darah tepi, total bilirubin > 1,2 mg/dl, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Peningkatan fungsi hati, serum aspartat aminotransferase (AST) > 70 U/L, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Jumlah trombosit < 100.000/ml.3

1.2 Tujuan 1.2.1

Tujuan umum Mahasiswa dapat memahami konsep dan asuhan keperawatan pada pasien

dengan Hellp syndrome. 1.2.2

Tujuan khusus 1. Memahami definisi dari Hellp syndrome. 2. Memahami patofisiologi dari Hellp syndrome. 3. Memahami epidemiologi dan faktor resiko dari Hellp syndrome. 4. Memahami klasifikasi dari Hellp syndrome. 5. Memahami komplikasi dari Hellp syndrome. 6. Memahami penatalaksanaan dari Hellp syndrome. 7. Memahami pencegahan dari Hellp syndrome.

2

HELLP SYNDROME

1.1 Latar belakang Sindrom HELLP merupakan kumpulan tanda dan gejala : H untuk Hemolysis, EL untuk Elevated Liver Enzymes, dan LP untuk Low Platelets. Patogenesis sindrom HELLP belum jelas. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya; kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler, akibatnya terjadi agregasi trombosit dari selanjutnya kerusakan endotel. Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder dari obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin pada sinusoid. Trombositopeni dikaitkan dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit. Kriteria diagnosis sindrom HELLP terdiri : Hemolisis, kelainan apus darah tepi, total bilirubin > 1,2 mg/dl, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Peningkatan fungsi hati, serum aspartat aminotransferase (AST) > 70 U/L, laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L. Jumlah trombosit < 100.000/ml.3

1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan umum Mahasiswa dapat memahami konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan Hellp syndrome. 1.2.2 Tujuan khusus 1. Memahami definisi dari Hellp syndrome. 2. Memahami patofisiologi dari Hellp syndrome. 3. Memahami epidemiologi dan faktor resiko dari Hellp syndrome. 4. Memahami klasifikasi dari Hellp syndrome. 5. Memahami komplikasi dari Hellp syndrome. 6. Memahami penatalaksanaan dari Hellp syndrome. 7. Memahami pencegahan dari Hellp syndrome. 8.

3

LAPORAN PENDAHULUAN HELLP SYNDROME

2.1 Definisi Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ≥160mmHg dan tekanan darah sistolik ≥110 mmHg disertai dengan proteinuria lebih 5g/24jam. Eklamsia merupakan kasus akut pada penderita preeklamsi, yang disertai dengan kejang menyeluruh dan koma. Sindroma HELLP ialah preeklamsia-eklamsia disertai timbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia. H (Hemolisis) EL (Elevated Liver Enzyme), LP (Low Platelete Count).

2.2 Patofisiologi A. Preeklamsia – eklamsia Vasokonstriksi merupakan dasar patogenesis PE-E. Vasokonstriksi menimbulkan peningkatan total perifer resisten dan menimbulkan hipertensi. Adanya vasokonstriksi juga akan menimbulkan hipoksia pada endotel setempat, sehingga terjadi kerusakan endotel, kebocoran arteriole disertai perdarahan mikro pada tempat endotel. Selain itu Hubel (1989) mengatakan bahwa adanya vasokonstriksi arteri spiralis akan menyebabkan terjadinya penurunan perfusi uteroplasenter yang selanjutnya akan menimbulkan maladaptasi plasenta. Hipoksia/ anoksia jaringan merupakan sumber reaksi hiperoksidase lemak, sedangkan proses hiperoksidasi itu sendiri memerlukan peningkatan konsumsi oksigen, sehingga dengan demikian akan mengganggu metabolisme di dalam sel Peroksidase lemak adalah hasil proses oksidase lemak tak jenuh yang menghasilkan hiperoksidase lemak jenuh. Peroksidase lemak merupakan radikal bebas. Apabila keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih dominan, maka akan timbul keadaan yang disebut stess oksidatif. Pada PE-E serum anti oksidan kadarnya menurun dan plasenta menjadi sumber terjadinya peroksidase lemak. Sedangkan pada wanita hamil normal, serumnya mengandung transferin, ion tembaga dan sulfhidril yang berperan sebagai antioksidan

4

yang cukup kuat. Peroksidase lemak beredar dalam aliran darah melalui ikatan lipoprotein. Peroksidase lemak ini akan sampai kesemua komponen sel yang dilewati termasuk sel-sel endotel yang akan mengakibatkan rusaknya sel-sel endotel tersebut. Rusaknya sel-sel endotel tersebut akan mengakibatkan antara lain : 1. Adhesi dan agregasi trombosit. 2. Gangguan permeabilitas lapisan endotel terhadap plasma. 3. Terlepasnya enzim lisosom, tromboksan dan serotonin sebagai akibat dari rusaknya trombosit. 4. Produksi prostasiklin terhenti. 5. Terganggunya keseimbangan prostasiklin dan tromboksan. 6. Terjadi hipoksia plasenta akibat konsumsi oksigen oleh peroksidase lemak B. Sindrom HELLP Patogenesis sindrom HELLP sampai sekarang belum jelas. Yang ditemukan pada penyakit multisistem ini adalah kelainan tonus vaskuler, vasospasme, dan kelainan koagulasi. Sampai sekarang tidak ditemukan faktor pencetusnya. Sindrom ini kelihatannya merupakan akhir dari kelainan yang menyebabkan kerusakan endotel mikrovaskuler dan aktivasi trombosit intravaskuler; akibatnya terjadi vasospasme, aglutinasi dan agregasi trombosit dan selanjutnya terjadi kerusakan endotel. Hemolisis yang didefinisikan sebagai anemia hemolitik mikroangiopati merupakan tanda khas. Sel darah merah terfragmentasi saat melewati pembuluh darah kecil yang endotelnya rusak dengan deposit fibrin. Pada sediaan apus darah tepi ditemukan spherocytes, schistocytes, triangular cells dan burr cells.Peningkatan kadar enzim hati diperkirakan sekunder akibat obstruksi aliran darah hati oleh deposit fibrin di sinusoid. Obstruksi ini menyebabkan nekrosis periportal dan pada kasus yang berat dapat terjadi perdarahan intrahepatik, hematom subkapsular atau ruptur hati. Nekrosis periportal dan perdarahan merupakan gambaran histopatologik yang paling sering ditemukan. Trombositopeni ditandai dengan peningkatan pemakaian dan atau destruksi trombosit. Banyak penulis tidak menganggap sindrom HELLP sebagai suatu variasi dari disseminated intravascular coagulopathy (DIC), karena nilai parameter koagulasi seperti waktu prothrombin (PT), waktu parsial thromboplastin (PTT), dan serum fibrinogen normal.

5

Secara klinis sulit mendiagnosis DIC kecuali menggunakan tes antitrombin III, fibrinopeptide-A, fibrin monomer, D-Dimer, antiplasmin, plasminogen, prekallikrein, dan fibronectin. Namun tes ini memerlukan waktu dan tidak digunakan secara rutin.Semua pasiensindrom HELLP mungkin mempunyai kelainan dasar koagulopati yang biasanya tidak terdeteksi.

2.3 Epidemiologi dan faktor resiko A. Epidemiologi Sindrom HELLP terjadi pada 2-12% kehamilan. Sebagai perbandingan, preeklampsi terjadi pada 5-7% kehamilan. Superimposed sindrom HELLP berkembang dari 4-12% wanita preeklampsi atau eklampsi. Tanpa preeklampsi, diagnosis sindrom ini sering terlambat. Sindrom HELLP dapat timbul pada masa postpartum. Sibai melaporkan dalam penelitian 304 pasien sindrom HELLP, 95 pasien (31%) hanya bermanifestasi saat postpartum. Pada kelompok ini, saat terjadinya berkisar dari beberapa jam sampai 6 hari, sebagian besar dalam 48 jam postpartum. Selanjutnya 75 pasien (79%) menderita preeklampsi sebelum persalinan, 20 pasien (21%) tidak menderita preeklampsi baik antepartum maupun postpartum. B. Faktor resiko 1.

Perempuan dengan masalah tekanan darah, terutama preeklampsia

2.

Ras Kaukasia (kulit putih)

3.

Hamil pada usia > 25 tahun

4.

Multipara

5.

Masalah pada kehamilan sebelumnya

6.

Kehamilan sebelumnya juga menderita Sindrome HELLP

C. Manifestasi klinis Pasien yang mengalami Sindom HELLP biasanya telah menderita hipertensi yang diinduksi kehamilan (gestational hypertension) atau preeclampsia (peningkatan tekanan darah dan proteinuria). Pasien sering mengalami sakit kepala (31%), pandangan menjadi kabur, malaise (90%), mual dan muntah (30%), nyeri di abdomen bagian atas terutama

6

epigastrium (65%) dan parestesia (perasaan geli di ekstremitas, kesemutan). Edema mungkin terjadi, tetapi keberadaannya tidak termasuk Sindrom HELLP. Pembekuan intravaskuler yang kental juga terjadi pada 20% wanita dengan Sindrom HELLP dan 84% mengalami gagal ginjal akut. Karena diagnosis awal pada sindrom ini sangat penting, setiap pasien dengan gejala lemah atau gejala yang mirip penyakit viral pada trimester ketiga harus dievaluasi dengan pemeriksaan darah rutin dan tes fungsi hati. Karena gejala klinis yang kurang jelas, diagnosis Sindrom HELLP biasanya terlambat sampai kira-kira 8 hari. Banyak wanita dengan Sindrom HELLP mengalami salah diagnosis dengan kelainan lain seperti kolesistitis, esofagitis, gastritis, hepatitis atau trombositopenia idiopatik.

2.4 Diagnosis A. Indikasi untuk test Ibu hamil dengan gambaran klinis preeklamsia, trombositopenia, gagal hati akut. B. Kriteria diagnosis Tiga kelainan utama pada sindrorn HELLP berupa hemolisis, peningkatan kadar enzim hati dan jumlah trombosit yang rendah. Banyak penulis mendukung nilai laktat dehidrogenase (LDH) dan bilirubin agar diperhitungkan dalam mendiagnosis hemolisis. Derajat kelainan enzim hati harus didefinisikan dalam nilai standar deviasi tertentu dan nilai normal di masing-masing rumah sakit. 1. Hemolisis a. Kelainan apusan darah tepi b. Total bilirubin > 1,2 mg/dl c. Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L 2. Peningkatan fungsi hati a. Serum aspartate aminotransferase (AST) > 70 U/L b. Laktat dehidrogenase (LDH) > 600 U/L 3. Jumlah trombosit yang rendah a. Hitung trombosit < 100.000/mm

7

Sebagai pelengkap catatan medik dan pemeriksaan fisik, prosedur diagnosis untuk Sindrome HELLP antara lain : 1.

Pengukuran tekanan darah

2.

Pemeriksaan darah lengkap terutama jumlah sel darah merah dan trombosit

3.

Tingkat bilirubin, bahan yang dihasilkan dari lisis sel darah merah

4.

Tes fungsi hati

5.

Tes protein pada urin

2.5 Diagnosis banding Pasien sindrom HELLP dapat menunjukkan tanda dan gejala yang sangat bervariasi, yang tidak bernilai diagnostic pada preeklampsi berat. Akibatnya sering terjadi salah diagnosis, diikuti dengan kesalahan pemberian obat dan pembedahan. Diagnosis banding pasien sindrom HELLP meliputi: 1.

Penyakit yang berhubungan dengan kehamilan : a. Benigna trombositopenia dalam kehamilan b. Acute Fatty Liver of Pregnancy (AFLP)

2.

Penyakit infeksi dan inflamasi, tidak berhubungan dengan kehamilan : a. Hepatitis b. Kolangitis c. Kolesistisis d. Gastritis e. Ulkus gaster f. Pankreatitis akut g. Infeksi saluran kemih bagian atas

3.

Trombositopenia a. ITP b. Defisiensi asam folat c. SLE

8

2.6 Klasifikasi A. Klasifikasi berdasarkan jumlah kelainan. Dalam sistem ini, pasien diklasifikasikan sebagai sindrom HELLP parsial (mempunyai satu atau dua kelainan) atau sindrom HELLP total (ketiga kelainan ada). Wanita dengan ketiga kelainan lebih berisiko menderita komplikasi seperti DIC, dibandingkan dengan wanita dengan sindrom HELLP parsial. Konsekuensinya pasien sindrom HELLP total seharusnya dipertimbangkan untuk bersalin dalam 48 jam, sebaliknya yang parsial dapat diterapi konservatif. B. Klasifikasi berdasarkan jumlah trombosit. Berdasarkan kadar trombosit darah, maka sindroma HELLP diklasifikasikan dengan nama “ klasifikasi Mississippi” 1. Kelas I a. kadar trombosit ≤ 50.000/ml b. LDH ≥600 IU/l c. AST dan atau ALT ≥40IU/l 2. Kelas II a. Kadar trombosit antara >50.000 ≤100.000/mm b. LDH ≥600 IU/l c. AST dan atau ALT ≥40IU/l 3. Kelas III a. Kadar trombosit antara >100.000 ≤150.000/mm b. LDH ≥600IU/l c. AST dan atau ALT ≥40IU/l Klasifikasi ini telah digunakan dalam memprediksi kecepatan pemulihan penyakit pada post partum, keluaran maternal dan perinatal.Sindrom HELLP kelas I berisiko morbiditas dan mortalitas ibu lebih tinggi dibandingkan pasien kelas II dan kelas III.

9

2.7 Komplikasi A. Komplikasi terhadap ibu Angka kematian ibu dengan sindrom HELLP mencapai 1,1%; 1-25% berkomplikasi serius seperti DIC, solusio plasenta, adult respiratory distress syndrome, kegagalan hepatorenal, udem paru, hematom subkapsular, dan rupture hati. B. Komplikasi terhadap bayi Angka kematian bayi berkisar 10-60%, disebabkan oleh solusio plasenta, hipoksi intrauterin, dan prematur. Pengaruh sindrom HELLP pada janin berupa pertumbuhan janin terhambat (IUGR) sebanyak 30% dan sindrom gangguan pernafasan (RDS).

2.8 Penatalaksanaan Penatalaksanaan spesifik untuk Sindrom HELLP akan ditentukan berdasarkan: a.

Kehamilan ibu, kesehatan umum dan catatan medik

b.

Perkembangan penyakit

c.

Toleransi terhadap obat-obatan, prosedur dan terapi spesifik Penatalaksaan mungkin meliputi:

a.

Tirah baring (istirahat di rumah maupun di rumah sakit sangat dianjurkan)

b.

Hospitalisasi (tenaga dan peralat khusus mungkin dibutuhkan)

c.

Tranfusi darah (untuk anemia berat dan platelet yang rendah)

d.

Pemberian magnesium sulfat (untuk mencegah seizure)

e.

Obat-obatan antihipertensi (untuk menurunkan tekanan darah)

f.

Monitor fetus (untuk mengevaluasi kesehatan fetus) 

Hitung pergerakan janin, perubahan jumlah atau frekuensi pergerakan janin mungkin menandakan fetus dalam keadaa stress.



Non Stress Test (NST), tes untuk mengetahui denyut jantung janin sebagai respon pergerakan janin



Profil biofisikal, sebuah tes yang merupakan kombinasi dari NST dengan USG untuk menobservasi fetus

10



Doppler flow studies, sebuah tipe ultrasound yang menggunakan gelombang suara untuk mengukur aliran darah melalui pembuluh darah.

g.

Tes laboratorium untuk fungsi hati, urin dan darah (sebagai sinyal bila Sindrom HELLP semakin memburuk)

h.

Obat-obatan seperti kortikosteroid yang dapat membantu maturasi paru-paru janin (paru-paru imatur adalah masalah utama bayi prematur)

i.

Rujukan (bila Sindrom HELLP semakin memburuk dan membahayakan keselamatan ibu atau bayi, secepatnya harus dirujuk)

2.9 Pencegahan Tidak ada cara untuk mencegah penyakit ini. Hal terbaik yang dapat Anda lakukan adalah senantiasa kontrol ke dokter secara teratur dan beritahukan gejala-gejala yang Anda alami selama melahirkan (Maureen O Padden, 2006). Identifikasi awal wanita yang berisiko Sindrom HELLP mungkin membantu mencegah beberapa komplikasi penyakit. Pendidikan tentang tanda-tanda bahaya juga penting karena penegenalan awal mungkin membantu seorang wanita untuk menerima pengobatan dan komplikasi penyakit.

11

2.10 Asuhan keperawatan Pengkajian A. Anamnesa : 1.

Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, berapa kali nikah, dan berapa lama.

2.

Riwayat kehamilan sekarang : kehamilan yang ke berapa, sudah pernah melakukan ANC, terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, dan penglihatan kabur.

3.

Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit jantung, ginjal, HT, paru.

4.

Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu : adakah hipertensi atau preeklampsi.

5.

Riwayat kesehatan keluarga : adakah keluarga yang menderita penyakit jantung, ginjal, HT, dan gemmeli.

6.

Pola pemenuhan nutrisi.

7.

Pola istirahat.

8.

Psiko-sosial- spiritual :emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan kecemasan.

B. Pemeriksaan Fisik 1.

Inspeksi : oedema, yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.

2.

Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi oedema dengan menekan bagian tertentu dari tubuh.

3.

Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal distress, kelainan jantung, dan paru pada ibu.

4.

Perkusi : untuk mengetahui reflek patela sebagai syarat pemberian Mg SO4.

12

C. Pemeriksaan penunjang 1. Tanda vital yang diukur 2 kali dengan interval 6 jam. 2. Laboratorium : proteinuri dengan kateter atau midstream (biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau + 1 sampai + 2 pada skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, berat jenis urine meningkat, serum kreatinin meningkat, uric acid > 7 mg/100 ml. 3. USG : untuk medeteksi keadaan kehamilan, dan plasenta. 4. NST :untuk menilai kesejahteraan janin.

Diagnosa Keperawatan 1.

Gangguan nutrisi pada fetus berhubungan dengan placenta yang mengalami hipoksia

2.

Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan dengan oliguria dan anuria.

3.

Gangguan perfusi jaringan ginjal berhubungan dengan hipoksia

4.

Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kehamilan dengan tek. darah tinggi

5.

Resiko tinggi injury ibu berhubungan dengan penurunan aliran darah dalam otak

Intervensi keperawatan

TINDAKAN/INTERVENSI Gangguan

nutrisi

RASIONAL

pada

fetus

berhubungan dengan placenta yang mengalami hipoksia MANDIRI 1. Kaji status nutrisi seraca continu, selama perawatan setiap hari, perhatikan keinginan

tingkat untuk

energi;

makan

dan

Memberikan

kesempatan

mengobserpasi

penyimpangan

dari

normal

dasar

dan

atau

untuk

pasien

mempengaruhi pilihan intervensi.

13

anoreksia. 2. Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan.

Membuat data dasar, membantu dalam memantau

keefektifan

aturan

terapeutik, dan menyadarkan perawat terhadap ketidak tepatan kecendrungan dalam penurunan atau penambahan berat badan.

3. Dokumentasikan masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori dengan tepat.

4. Berikan

larutan

kecepatan

yang

nutrisi

pada

dianjurkan

melalui alat kontrol infus sesuai kebutuhan pemberian

atur per

kecepatan jam

Mengidentifikasi

ketidakseimbangan

antara perkiraan kebutuhan nutrisi dan masukan aktual.

Ketentuan

dukungan

nutrisi

didasarkan pada perkiraan kebutuhan kalori dan protein.

sesuai

anjuran. Jangan meningkatkan kecepatan untuk “ mencapai” Resiko tinggi defisit volume cairan berhubungan

dengan

oliguria

dan

anuria. Mandiri 1. Rencanakan

penggantian

cairan

pada pasien, berikan minuman Membantu menghindari periode tanpa yang disukai sepanjang 24 jam.

cairan,

14

meminimalkan

kebosanan

pilihan yang terbatas dan menurunkan 2. Pertahankan masukan dan haluaran akurat.

Perhatikan

rasa kekurangan dan haus.

penurunan Penurunan perfusi ginjal, insufisiensi

haluaran urin, keseimbangan cairan jantung, dan perpindahan cairan dapat positif pada kalkulasi 24 jam. 3. Timbang indikasi.

berat

badan

Waspada

menyebabkan penurunan haluaran urin sesuai dan pembentukan edema.

terhadap

penambahan berat badan akut dan tiba-tiba.

Satu liter retensi cairan sama dengan penambahan berat badan 1 kg.

4. Balik, posisikan ulang, dan berikan perawatan

kulit

pada

interval

reguler.

Menurunkan tekanan dan friksi pada jaringan edema, yang lebih cenderung rusak daripada jaringan normal.

5. Pantau adanya/lokasi pembentukan edema.

Edema mungkin umum atau lokal pada area dependen.

Kolaborasi 1. Berikan diet tinggi protein, rendah natrium.

Batasi

cairan

sesuai Peningkatan

protein

serum

dapat

meningkatkan gradien osmotik koloid

indikasi.

dan meningkatkan aliran balik cairan ke

ruang

natrium/air

vaskuler.

Pembatasan

menurunkan

retensi

ekstraseluler. 2. Berikan diuretik, mis., diuretik Untuk mencapai ekskresi kelebihan loop, furosemid (Lasik); diuretik cairan, baik diuretik tunggal (mis., triazid,

mis.,

hidroklorotiazid, tiazid) atau agen kombinasi dapat

esidex; diuretik hemat kalium. dipilih

15

(mis.,

tiazid

dan

Mis., sporonolakton (Aldactone).

spironolakton).

Kombinasi

dapat

membantu bila dua obat memiliki sisi berbeda dari kinerjanya dan untuk efektifitas. 3. Ganti kehilangan kalium sesuai indikasi

Kekurangan kalium (bila diuretik yang digunakan pembuang kalium) dapat menyebabkan disrimia jantumg letal bila tidak teratasi.

Gangguan

perfusi

jaringan

ginjal

berhubungan dengan hipoksia Mandiri 1. Ajarkan menghindari

Dehidrasi akan menyebabkan kinerja individu dehidrasi

untuk ginjal meningkat.Keseimbangan diet dalam yang baik meliputi protein dan hidrasi

cuaca panas. 2. Dorong nutrisi dan vitamin yang tepat.

adekuat, perlu untuk penyembuhan dan

regenerasi

haluaran berat

urinedengan

jenis

3. Catat haluaran urine setiap jam penurunan dan berat jenisnya.

jaringan.Penurunan

dihubungkan

akan

peningkatan

mengindikasikan

perfungsi dengan

ginjal

yang

perpindahan

cairan dan vasokontriksi selektif. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kehamilan dengan tek. darah tinggi Mandiri 1. Kaji tingkat ansietas : ringan, sedang, berat, panik.

Mengetahui tingkat kecemasan klien

16

1. Singkirkan

stimulasi

yang dan menentukan intervensilanjutan.

berlebihan. 2. Bila

ansietas

telah

cukup

Mengurangi

penyebab

terjadinya

cemas.

berkurang, bantu klien dalam mengenali ansietas dengan tujuan untuk mulai memahami atau memecahkan masalah.

Mendorong klien untuk mulai fokus ke masalah

yang

dihadapinya

dan

berusaha memecahkannya.

Resiko tinggi injury ibu berhubungan dengan penurunan aliran darah dalam otak Mandiri 1. Orientasikan setiap pasien baru terhadap

sekeliling,

jelaskan

Mengenalkan sekeliling rumah sakit untuk mencegah terjadinya cedera.

sistem telepon, kaji kemampuan individu untuk menggunakannya. 2. Awasi

individu

secara

ketat

selama beberapa malam pertama Beberapa malam pertama tidur di untuk mengkaji keamanan. 3. Gunakan lampu malam. Kolaborasi

rumah sakit mungkin klien akan kesulitan untuk tidur dan beradaptasi. Menambah penerangan untuk klien.

1. Pantau adanya obat – obat yang mempunyai efek – efek vertigo. Klien mungkin belum tahu efek dan kegunaan obat itu.

17

PENGKAJIAN KASUS

Nama Mahasiwa:

Ferina oetami muslim

Tanggal Pengkajian : 20-9-2016

NIM

16091015

No.RM

:

:

A. PENGKAJIAN I.

DATA UMUM Identitas Klien

Identitas Suami

1. Inisial klien

:

Ny. R

Tn. J

2. Usia

:

29 tahun

28 tahun

3. Pekerjaan

:

IRT

Supir

4. Agama

:

Islam

Islam

5. Pendidikan

:

SLTA

SLTA

6. Suku

:

Minang

-

7. Status perkawinan:

Kawin

Kawin

8. Alamat

Perum. Wisma kualu permai Blok E 19/20

:

Riwayat Kehamilan dan Persalinan yang lalu No

Tahun

Penolong

Jenis

BB

Keadaan

Masalah

Kelamin

Lahir

Bayi

kehamilan

waktu

1

2016

Rumah sakit

Pr

1450

Hidup

PEB, Hellp syndrome

2 3 4 5 6

18

Pengalaman Menyusui : Tidak ada

Berapa Lama : -

Riwayat Persalinan

:

1. Jenis persalinan

: tindakan (SC)

SC a/i. PEB + Hellp syndrome tgl/jam : 19-9-2015 2. Jenis kelamin bayi : Pr, BB/Bp : 1450 gram/ 40 cm 3. Perdarahan : .........cc 4. Masalah dalam persalinan : PEB + Hellp syndrome

Riwayat Ginekologi 1. Masalah Ginekologi: tidak ada 2. Riwayat KB : Tidak menggunakan KB

DATA UMUM KESEHATAN SAAT INI Status Obstetrik : P₁A₀H₁ Bayi rawat gabung : Tidak Jika tidak alasan: Lahir prematur Keadaan umum: baik kesadaran: kompos mentis BB/BT 1,450 g/40cm Bayi lahir umur 33-34 minggu (8 bulan) gestasi

Tanda vital : Tekanan Darah :140/90 mmHg, Nadi : 106 x/menit, Suhu : 37 oC, Pernafasan: 18 x/menit

Kepala Leher Kepala

:

: simetris, tidak ada lesi, rambut berminyak, warna rambut hitam, tidak

ada pembengkakan/nyeri tekan, tekstur rambur kasar Mata

: bentuk simetris, respon terhadap cahaya pupil mengecil, konjungtiva

anemis, sklera tidak ikterik Hidung

: kulit sekitar hidung berminyak, terpasang NGT dan NRM, rongga

hidung tampak bersih

19

Mulut

: warna bibir pucat, disekitar pinggir bibir berwarna hitam bekas darah

Telinga

: bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan

Leher

: sekitar mandibula bengkak, nyeri apabila disentuh.

Masalah Keperawatan : Intoleransi aktivitas, kelebihan volume cairan

Dada

:

Jantung

: perkusi: dullness, auskultasi: S1S2 tunggal

Paru

: normo chest, tidak ada terlihat lesi edema pembengkakan, pergerakan

dada normal, perkusi: sonor, auskultasi: vesikuler, RR=18, SpO2= 98 SpO2 menurun jika NRM dilepaskan Payudara : tampak bersih, simetris, tidak ada benjolan disekitar limfe, tidak ada lesi, tidak ada kemerahan Puting

: Puting menonjol

Pengeluaran ASI : Sedikit Masalah Keperawatan :

Abdomen : Involusi Usus: 2x/menit Fundus uterus: 2 jari dibawah pusat. Kontraksi: ada Kandung kemih: tidak dapat terkaji karena pasien kembung dan ada bekar luka post sc Diastasis Rektus Abdomis: . Fungsi pencernaan Inspeksi: bagian simfisis pubis terdapat luka bekas post sc Auskultasi: bising usus=2x/menit Palpasi: nyeri tekan pada bagian Perkusi: timpani, pasien mengeluhkan kembung Masalah Keperawatan :

20

Perineum dan Genital Vagina : integritas kulit: baik. Edema: tidak ada. Memar: tidak ada. Hematom: tidak ada Perineum : Utuh Tanda REEDA : R: Kemerahan

tidak

E : Bengkak

tidak

E : Echimosis

tidak

D: Discharge : Serum/Pus/Darah

tidak

Approxiamte

tidak

Kebersihan : Lokea :

Jumlah

-

Jenis/warna

Rubra

Konisteni

-

Bau

tidak ada

Hemorroid : Tidak ada Masalah Keperawatan :

Ekstremitas Ektremitas atas Edema : ya, lokasi: wajah, mandibula, kedua tangan. Pitting edema: derajat 1 Varises : tidak CRT: 3 detik, ekstremitas: pucat

Ekstremitas bawah Edema : ya, lokasi: kedua kaki Varises : tidak Eliminasi Urin

: Kebiasaan BAK: urin keluar sedikit

21

BAK saat ini: 190cc dari jam 23.00-05.00 wib BAB

: Kebiasaan BAB: belum ada bab sejak post sc Psudah platus sejak tadi malam

Masalah Keperawatan :

Istirahat dan kenyamanan Pola tidur : Kebiasaan tidur lama 8 jam Frekuensi: 2x Pola tidur saat ini: Tidur apabila tidak diajak bicara Keluhan ketidaknyamanan

: ya

Lokasi

: di bagian perut kembung dan nyeri di bagian

mandibula Sifat:

menetap

Intensitas: setiap saat

Mobilisasi dan latihan Tingkat mobilisasi

:

total care

Latihan/ senam

:

tidak ada

Masalah Keperawatan :

Nutrisi dan cairan Asupan nutrisi

:

Nafsu makan : baik

Asupan cairan

:

: kurang

:

Pasien menerima penyakitnya

Keadaan mental Adaptasi psikologis

Penerimaan terhadap bayi :

pasien menerima bayi nya

Masalah Keperawatan :

Kemampuan menyusui Asi tidak keluar

22

Pemeriksaan Laboratorium/penunjang Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Glukosa

109 mg/dL

74-106

Ureua

18 mg/dL

15-41

Creatinin

0,85 mg/dL

0,55-1,30

WBC

20.720 uL

4.200 – 10.800

HGB

13.2 g/dL

12-16

HCT

38,7 %

37-47

PLT

81.000 uL

150.000-450.000

Total bilirubin

8,5 mg/dL

0,2-1,0

Direct bilirubin

5,51 mg/dL

0,00-0,20

Indirect bilirubin

2,99 mg/dL

0,30-1,10

HbsAg

Non reaktif

Non reaktif

Terapi medikasi Obat

Dosis

Kegunaan

Fluimicin

3x300 mg

Mukolitik

Lasix

4 jam sekali

Diuretik

Vit C

3x200 mg

Vitamin

Ampicilin sulbactan

4x1 ½

Antibiotik

Metronidazole

3x500 mg

Antibiotik

Dexamethason

3x5mg

Anti radang

Ranitidine

Menurunkan asam lambung

Ceftriaxon

Antibiotik

Omz

Menurunkan asam lambung

Amlodiphine

1x10mg

Anti hipertensi

Valsartan

1x160mg

Anti hipertensi

Asam tranexamad

Anti fibrinolitik

23

B. FORMAT ANALISA DATA Data DO: -

↑ tekanan darah

Kelebihan volume cairan

↓ Vasospasme ↓

Output urin jam 23.00-05.00 wib = 190 cc

-

Masalah keperawatan

Edema seluruh badan

-

Bagan Etiologi

Pitting edema:

Kompensasi tubuh (↓ aliran darah ke glomerulus) ↓

derajat 1

↓ kerja ginjal ↓ ↓ urin sedikit dikeluarkan ↓ retensi urin ↓ ↑ cairan di sel tubuh

Gangguan perfusi ↓ jumlah platelet

DO: -

Ekstremitas pucat

-

CRT: 3 detik

-

SpO2 menurun jika

-

jaringan perifer

↓ ↓O2 dan nutrisi ↓

NRM dilepas

Kompensasi tubuh (↑

PLT: 81.000

aliran darah ke organ vital dan ↓ aliran darah

DO: -

Pasien terlihat lemas

-

Gerakan sendi

ke ekstremitas) Intoleransi aktifitas

terbatas

24

-

-

Mobilisasi di bantu

Supply darah ke perifer ↓

bidan dan keluarga



Nadi meningkat apabila pasien duduk

Sel dan jaringan di perifer tidak dapat O2

DS: -

dan nutrisi Pasien mengeluh



lemas jika duduk

Sel menjadi lemah

terlalu lama

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN (PES) 1. Kelebihan volume cairan bd peningkatan cairan di sel tubuh 2. Gangguan perfusi jaringan perifer bd penurunan aliran darah ke perifer 3. Intoleransi aktivitas bd Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan

D. FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN Nama Pasien:

Nama Mahasiswa :

Ruang :

NIM :

No.RM :

NO 1.

Diagnosa Keperawatan

NOC

Kelebihan volume cairan bd

NOC :

peningkatan cairan di sel

- Electrolit and acid base balance - Fluid balance - Hydration Setelah dilakukan tindakan keperawatan

25

NIC - Pertahankan catatan intake dan output yang akurat - Pasang urin kateter jika diperlukan - Monitor hasil lab yang sesuai dengan

selama 2x24 jam

retensi cairan (BUN

Kelebihan volume cairan

, Hmt , osmolalitas

teratasi dengan kriteria:

urin )

o

o

o

Terbebas dari

- Monitor vital sign

edema, efusi,

- Monitor

anaskara

retensi / kelebihan

Bunyi nafas bersih,

cairan (cracles, CVP

tidak ada

,

dyspneu/ortopneu

vena leher, asites)

Terbebas dari distensi vena jugularis,

o

Memelihara tekanan

edema,

edema - Monitor

kapiler paru, output

nutrisi

Terbebas dari kelelahan,

masukan

makanan / cairan - Monitor

sign DBN

distensi

- Kaji lokasi dan luas

vena sentral, tekanan

jantung dan vital

-

indikasi

status

- Berikan

diuretik

sesuai interuksi - Kolaborasi pemberian obat

kecemasan atau

- Monitor berat badan

bingung

- Monitor elektrolit - Monitor tanda dan gejala dari edema

2.

- Circulation status

Gangguan perfusi jaringan bd penurunan aliran darah ke perifer

- Tissue Prefusion : cerebral

Peripheral Management (Manajemen perifer):

26

Sensation

sensasi

Kriteria Hasil

- Monitor

adanya

mendemonstrasikan

daerah tertentu yang

status sirkulasi yang

hanya peka terhadap

ditandai dengan :

panas/dingin/tajam/t umpul

-

Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan

-

Tidak ada ortostatik hipertensi

-

Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg)

Mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang ditandai dengan:

- Monitor

adanya

paretese - Instruksikan keluarga

untuk

mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi - Gunakan

sarung

tangan

untuk

proteksi - Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung

- berkomunikasi dengan - Monitor jelas dan sesuai dengan kemampuan - menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi - memproses informasi - membuat keputusan dengan benar Menunjukkan fungsi

27

kemampuan BAB - Kolaborasi pemberian analgetik - Monitor

adanya

tromboplebitis - Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi

sensori motori cranial yang utuh : - Tingkat kesadaran mambaik - Tidak ada gerakan gerakan involunter

3.

Intoleransi aktifias bd Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan

-

Self Care : ADLs

-

Toleransi aktivitas

-

Konservasi eneergi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil : - Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR - Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri - Keseimbangan aktivitas dan

28

- Observasi

adanya

pembatasan dalam

klien

melakukan

aktivitas - Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan - Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat - Monitor pasien akan adanya fisik

kelelahan dan

emosi

secara berlebihan - Monitor

respon

kardivaskuler terhadap

aktivitas

(takikardi, disritmia, sesak

nafas,

diaporesis,

pucat,

istirahat

perubahan hemodinamik) - Monitor pola tidur dan

lamanya

tidur/istirahat pasien - Kolaborasikan dengan

Tenaga

Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat. - Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas

yang

mampu dilakukan - Bantu

untuk

memilih

aktivitas

konsisten sesuai

yang dengan

kemampuan

fisik,

psikologi dan sosial - Bantu

untuk

mengidentifikasi dan

mendapatkan

sumber diperlukan aktivitas diinginkan

29

yang untuk yang

- Bantu

untuk

mendapatkan bantuan

alat

aktivitas

seperti kursi roda, krek - Bantu

untuk

mengidentifikasi aktivitas

yang

disukai - Bantu klien untuk membuat latihan

jadwal diwaktu

luang - Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan

dalam

beraktivitas - Sediakan penguatan positif

bagi

yang

aktif beraktivitas - Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan - Monitor

respon

fisik, emosi, sosial dan spiritual.

30

E. CATATAN PERKEMBANGAN Nama Klien

: Ny. R

Diagnosa medis

: Post SC + PEB + Hellp syndrome

Ruang Rawat

: Camar 1

Tgl/jam No.DX

IMPLEMENTASI - mempertahankan

SOAP

21-9-

1.Kelebihan

S: klien mengatakan

2016

volume

catatan intake dan badannya masih lemas,

cairan bd

output yang akurat

sesak.

peningkatan

Intake:

O: Ku lemah

cairan di sel

menggunakan tutup Kurang minum/cairan

tubuh

botol (50 cc). Ringer Output masih sedikit 6 lanktat: 500 cc

jam kemudian 90 cc

Output: 190 cc

Hasil lab Hmt: 29 % (n:

- Katater urin sudah 37-47%) terpasang

Vital sign: TD: 167/92,

- memonitor hasil lab Nadi: 99, suhu 37,1, yang sesuai dengan RR: 28. retensi cairan (BUN, Udem masih ada di Hmt,

osmolalitas semua bagian, di bagian

urin )

mandibula sudah

- melakukan pengaturan

teratasi posisi A: P1A0H1 SC PEB

semi fowler karena +Hellp syndrome + pasien

mengeluh oligourine

sesak

P:

- Memonitor vital sign - Mengkaji lokasi dan luas edema - Memonitor masukan

31

- Observasi KU, TTV, balance cairan - Cek kultur darah dan urine

ttd

makanan / cairan - Memonitor

status

nutrisi

- Fluimicine 3x300 mg - Dexa 3x5mg

- memberikan diuretik

- Vit c 3x20mg

- Kolaborasi

- Ampcilin sulbactan

pemberian obat

4x1 ½ mg

- Monitor tanda dan - Metronidazole gejala dari edema

3x500 mg - Lasix 4 jam sekali - Valsartan 1x160mg - Amlodipine 1x10mg

22-9-

Kelebihan

- mempertahankan

S: klien mengatakan

2016

volume

catatan intake dan badannya masih lemas,

cairan bd

output yang akurat

sesak.

peningkatan

Intake:

O: Ku lemah

cairan di sel

menggunakan tutup Kurang minum/cairan

tubuh

botol (50 cc). Ringer Output masih sedikit 6 lanktat: 500 cc

jam kemudian 90 cc

Output: 190 cc

Hasil lab Hmt: 29 % (n:

- Katater urin sudah 37-47%) terpasang

Vital sign: TD: 167/92,

- memonitor hasil lab Nadi: 99, suhu 37,1, yang sesuai dengan RR: 28. retensi cairan (BUN, Udem masih ada di Hmt,

osmolalitas semua bagian, di bagian

urin )

mandibula sudah

- melakukan pengaturan

teratasi posisi A: P1A0H1 SC PEB

semi fowler karena +Hellp syndrome +

32

pasien

mengeluh oligourine

sesak

P:

- Memonitor vital sign - Mengkaji lokasi dan luas edema

balance cairan - Cek kultur darah dan

- Memonitor masukan makanan / cairan - Memonitor

- Observasi KU, TTV,

status

nutrisi

urine - Fluimicine 3x300 mg - Dexa 3x5mg

- memberikan diuretik

- Vit c 3x20mg

- Kolaborasi

- Ampcilin sulbactan

pemberian obat

4x1 ½ mg

- Monitor tanda dan - Metronidazole gejala dari edema

3x500 mg - Lasix 4 jam sekali - Valsartan 1x160mg Amlodipine 1x10mg

23-9-

Kelebihan

- mempertahankan

S: klien mengatakan

2016

volume

catatan intake dan badannya masih lemas,

cairan bd

output yang akurat

sesak.

peningkatan

Intake:

O: Ku lemah

cairan di sel

menggunakan tutup Kurang minum/cairan

tubuh

botol (50 cc). Ringer Output masih sedikit 6 lanktat: 500 cc

jam kemudian 90 cc

Output: 190 cc

Hasil lab Hmt: 29 % (n:

- Katater urin sudah 37-47%) terpasang

Vital sign: TD: 167/92,

- memonitor hasil lab Nadi: 99, suhu 37,1, yang sesuai dengan RR: 28.

33

retensi cairan (BUN, Udem masih ada di Hmt,

osmolalitas semua bagian, di bagian

urin )

mandibula sudah

- melakukan

teratasi

pengaturan

posisi A: P1A0H1 SC PEB

semi fowler karena +Hellp syndrome + pasien

mengeluh oligourine

sesak

P:

- Memonitor vital sign - Mengkaji lokasi dan luas edema

balance cairan - Cek kultur darah dan

- Memonitor masukan makanan / cairan - Memonitor

- Observasi KU, TTV,

status

nutrisi

urine - Fluimicine 3x300 mg - Dexa 3x5mg

- memberikan diuretik

- Vit c 3x20mg

- Kolaborasi

- Ampcilin sulbactan

pemberian obat

4x1 ½ mg

- Monitor tanda dan - Metronidazole gejala dari edema

3x500 mg - Lasix 4 jam sekali - Valsartan 1x160mg Amlodipine 1x10mg

24-9-

Kelebihan

- mempertahankan

2016

volume

catatan intake dan badannya masih lemas,

cairan bd

output yang akurat

sesak.

peningkatan

Intake:

O: Ku lemah

cairan di sel

menggunakan tutup Kurang minum/cairan

tubuh

botol (50 cc). Ringer Output masih sedikit 6

34

S: klien mengatakan

lanktat: 500 cc

jam kemudian 90 cc

Output: 190 cc

Hasil lab Hmt: 29 % (n:

- Katater urin sudah 37-47%) terpasang

Vital sign: TD: 167/92,

- memonitor hasil lab Nadi: 99, suhu 37,1, yang sesuai dengan RR: 28. retensi cairan (BUN, Udem masih ada di Hmt,

osmolalitas semua bagian, di bagian

urin )

mandibula sudah

- melakukan

teratasi

pengaturan

posisi A: P1A0H1 SC PEB

semi fowler karena +Hellp syndrome + pasien

mengeluh oligourine

sesak

P:

- Memonitor vital sign - Mengkaji lokasi dan luas edema

balance cairan - Cek kultur darah dan

- Memonitor masukan makanan / cairan - Memonitor

- Observasi KU, TTV,

status

nutrisi

urine - Fluimicine 3x300 mg - Dexa 3x5mg

- memberikan diuretik

- Vit c 3x20mg

- Kolaborasi

- Ampcilin sulbactan

pemberian obat

4x1 ½ mg

- Monitor tanda dan - Metronidazole gejala dari edema

3x500 mg - Lasix 4 jam sekali - Valsartan 1x160mg Amlodipine 1x10mg

35

BAB IV PEMBAHASAN

Ny. R datang ke IGD RSUD AA rujukan dari Bidan dengan keluhan tekanan darah tinggi yaitu 160/70, tidak ada nyeri dan tidak ada mules-mules. Riwayat penyakit sebelum nya tidak ada. Pemeriksaan ANC rutin di Bidan, sebelumnya belum pernah di USG. Gerakan janin dimulai sejak kehamilan 5 bulan sampai sekarang. Dilakukan persalinan Sectio Caesarea. Setelah dilakukan operasi pasien di bawa ke ruang Camar, observasi di ruang Semi Intensive dengan keluhan badan lemas, kembung, adanya edema, pengeluaran urin sedikit, terpasang NRM.

4.1 Pengkajian Sebelum pengkajian, perawat membaca status pasien yang ada dari data umum, tindakan yang sudah dilakukan dan diagnosa medis. Lalu dilanjutkan bertemu pasien dengan menanyakan keluhan yang dirasakan saat ini, didapatkan hasil pasien mengeluh lemas dan kembung, terlihat adanya edema diseluruh badan dan di mandibula, urin keluar sedikit. Selanjutnya dilakukan pengkajian obstetri yaitu P1A0H1, dilakukan tindakan Sectio Caesarea dengan indikasi Pre-eklamsi berat dan Hellp syndrome. Jenis kelamin bayi adalah perempuan, berat badan bayi: 1450 gram, panjang badan bayi: 40 cm. Pasien tidak menggunakan KB sebelumnya. Bayi tidak dirawat gabung (Ruang perinatologi) karena lahir premature (gestasi: 33-34 minggu). Tsaat pengkajian diketahui tekanan Darah :140/90

mmHg, Nadi :

106

x/menit, Suhu : 37 oC,

Pernafasan: 18 x/menit. Pada pemeriksaan Head to Toe, pada bagian kepala didapatkan keadaan simetris, tidak ada lesi, rambut berminyak, warna rambut hitam, tidak ada pembengkakan/nyeri tekan, tekstur rambur kasar. Bagian mata didapatkan hasil bentuk simetris, respon terhadap cahaya pupil mengecil, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Pada bagian hidung didapatkan data kulit sekitar hidung berminyak, terpasang NRM, rongga hidung tampak bersih. Pada bagisan mulut didapatkn data warna bibir pucat, disekitar pinggir bibir berwarna hitam bekas darah. Pada bagian telinga didapatkan data bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan. Pada bagian leher, sekitar

36

mandibula bengkak, nyeri apabila disentuh. Selanjutnya bagian Dada. Pada pemeriksaan jantung, perkusi: dullness, auskultasi: S1S2 tunggal. Di bagian paru, bentuk dada yaitu normo chest, tidak ada terlihat lesi edema pembengkakan, pergerakan dada normal, perkusi: sonor, auskultasi: vesikuler, pernafasan 18 kali permenit, SpO2= 98%, SpO2 menurun jika NRM dilepaskan. Selanjutnya bagian payudara, payudara tampak bersih, simetris, tidak ada benjolan disekitar limfe, tidak ada lesi, tidak ada kemerahan, puting susu menonjol, pengeluaran ASI sedikit. Selanjutnya bagian Abdomen, terdengar bising usus sebanyak 2 kali permenit, Fundus uterus terletak 2 jari dibawah pusat, ada kontraksi uterus, kandung kemih tidak dapat terkaji karena pasien kembung dan ada bekar luka post sc serta apabila di sentuh bagian luka terasa nyeri. Inspeksi bagian simfisis pubis terdapat luka bekas post sc, palpasi bagian abdomen nyeri tekan pada bagian, perkusi di bagian abdomen timpani, pasien mengeluhkan kembung. Selanjutnya pada bagian Perineum dan Genital, intergrasi kulit vagina baik, tidak ada edema, tidka ada memar dan tidka ada hematom, perineum utuh, tidak ada tanda REEDA, warna lokea rubra, tidak berbau, tidka ada hemoroid. Selanjutnya pada bagian ekstremitas atas, terdapat edema pada mandibula, kedua tangan, pitting edema derajat 1, tidka ada varises, CRT 3 detik, ekstremitas pucat. Pada ekstremitas bawah terdapat edema pada kedua kaki, tidak ada varises. Bagian eliminasi, urin keluar sedikit dari jam 23.00-05.00 Bak terhitung 190 cc, belum ada BAB sejak post sc sampai pengkajian dilakukan, sudah ada platus sejak tadi malam. kebiasaan tidur selama 8 jam, frekuensi 2 kali, tidur apabila tidak diajak bicara, keluhan ketidaknyamanan di bagian perut kembung dan nyeri di bagian mandibula, bersifat menetap, tingkat mobilisasi pasien yaitu total care. Nafsu makan baik, asupan cairan kurang. Pasien menerima penyakitnya, pasien menerima bayi nya

4.2

Diagnosa keperawatan Setelah dilakukan pengkajian didapatkan 3 diagnosa yaitu kelebihan volume

cairan bd peningkatan cairan di sel tubuh, gangguan perfusi jaringan perifer bd penurunan aliran darah ke perifer dan intoleransi aktivitas bd Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan.

37

Data yang terdapat pada diagnosa kelebihan volume cairan bd peningkatan cairan di sel tubuh adalah berupa data objektif yaitu edema seluruh badan, output urin jam 23.00-05.00 wib = 190 cc, pitting edema: derajat 1. Data yang terdapat pada diagnosa gangguan perfusi jaringan perifer bd penurunan aliran darah ke perifer adalah data objektif yaitu ekstremitas pucat, CRT: 3 detik, SpO2 menurun jika, NRM dilepas, PLT: 81.000. serta diagnosa untuk intoleransi aktivitas bd Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan terdapat data objektif dan data subjektif, dimana data objektifnya yaitu pasien terlihat lemas, gerakan sendi terbatas, mobilisasi di bantu bidan dan keluarga dan nadi meningkat apabila pasien duduk serta pada data subjektifnya yaitu pasien mengeluh lemas jika duduk terlalu lama.

4.3

Intervensi Setelah didapatkan prioritas diagnosa, maka intervensi keperawatan untuk

kelebihan volume cairan bd peningkatan cairan di sel tubuh yaitu pertahankan catatan intake dan output yang akurat, pasang urin kateter jika diperlukan, monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin), monitor vital sign, monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles, CVP , edema, distensi vena leher, asites), kaji lokasi dan luas edema, monitor masukan makanan / cairan, monitor status nutrisi, berikan diuretik sesuai interuksi, kolaborasi pemberian obat, monitor berat badan, monitor elektrolit dan monitor tanda dan gejala dari edema

4.4

Implementasi Pada implementasi telah dilakukan mempertahankan catatan intake dan output

yang akurat Intake: menggunakan tutup botol (50 cc). Ringer lanktat: 500 cc Output: 190 cc, katater urin sudah terpasang, memonitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, Hmt, osmolalitas urin ), melakukan pengaturan posisi semi fowler karena pasien mengeluh sesak, memonitor vital sign, mengkaji lokasi dan luas edema, memonitor masukan makanan / cairan , memonitor status nutrisi, memberikan diuretik, olaborasi pemberian obat, memonitor tanda dan gejala dari edema.

38

4.5

Evaluasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan, maka akan dilakukan evaluasi apakah

masalah pasien sudah teratasi atau masih berlanjut. Didapatkan hasil bahwa S: klien mengatakan badannya masih lemas, sesak. O: Ku lemah, kurang minum/cairan, output masih sedikit 6 jam kemudian 90 cc, hasil lab Hmt: 29 % (n: 37-47%), vital sign: TD: 167/92, Nadi: 99, suhu 37,1, RR: 28, udem masih ada di semua bagian, di bagian mandibula sudah teratasi. A: P1A0H1 SC PEB +Hellp syndrome + oligourine. P: observasi KU, TTV, balance cairan, ek kultur darah dan urine, pemberian medika mentosa (Fluimicine 3x300 mg, Dexa 3x5mg, Vit c 3x20mg, Ampcilin sulbactan 4x1 ½ mg, Metronidazole 3x500 mg, Lasix 4 jam sekali, Valsartan 1x160mg, Amlodipine 1x10mg)

39

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Sindroma HELLP ialah preeklamsia-eklamsia disertaitimbulnya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia. H (Hemolisis) EL (Elevated Liver Enzyme), LP (Low Platelete Count). Faktor risiko sindrom HELLP berbeda dengan preeklampsi. Dalam laporan Sibai dkk (1986), pasien sindrom HELLP secara bermakna lebih tua (rata-rata umur 25 tahun) dibandingkan pasien preeklampsi-eklampsi tanpa sindrom HELLP (rata-rata umur 19 tahun). lnsiden sindrom ini juga lebih tinggi pada populasi kulit putih dan multipara.Sindrom ini biasanya muncul pada trimester ke tiga, walaupun pada 11% pasien muncul pada umur kehamilan <27 minggu, pada masa antepartum sekitar 69% pasien dan pada masa postpartum sekitar 31%. Pada masa post partum, saat terjadinya khas, dalam waktu 48 jam pertama post partum.

5.2 Saran Diharapkan kepada kalangan medis dapat mendiagnosa sindroma HELLP dan mengetahui bagaimana cara mengelola serta mengetahui upaya pencegahan terhadap sindroma HELLP agar menurunkan angka kematian ibu dan anak.

40

Daftar Pustaka

Cunningham FG, Gant FN, Leveno KJ, dkk. Obstetri Williams. Edisi 21. 2005. Jakarta: EGC. Doenges, Marilynn E, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien). Jakarta : EGC.

41

More Documents from "Nur Izzati Hasanah"

Leaflet Camar I.docx
November 2019 28
Makalah.docx
June 2020 19
Kuesioner Penyuluhan Tb.doc
November 2019 19
Format Lp Kdp.docx
June 2020 15