Makalah.docx

  • Uploaded by: Maulana Nasirudin
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,260
  • Pages: 11
MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KEBEBASAN BERPENDAPAT DI INDONESIA

Disusun oleh: Hedian (18322005)

FAKULTAS KOMUNIKASI & DESAIN UNIVERSITAS INFORMATIKA BISNIS INDONESIA BANDUNG 2019

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................................... 3 1.1.

Latar Belakang Permasalahan .................................................................................................................. 3

1.2.

Identifikasi Masalah ..................................................................................................................................... 5

1.3.

Batasan Masalah ........................................................................................................................................... 5

1.4.

Tujuan Penulisan ........................................................................................................................................... 5

1.5.

Sistematika Penulisan.................................................................................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................................................... 7 2.1.

Instrumen Hukum Kebebasan Berpendapat ...................................................................................... 7

2.2.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers .................................................................. 8

2.3.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran....................................................... 9

BAB III KESIMPULAN ................................................................................................................................................... 10 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................................................ 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Permasalahan

John Locke, seorang teoretisi demokrasi mengatakan bahwa manusia sebagai manusia, terpisah dari semua pemerintah atau masyarakat, mempunyai hak tertentu yang tidak pernah boleh diserahkan atau dirampas. Manusia tidak menyerahkan hak ini untuk bergabung membentuk suatu masyarakat atau pemerintah, dan masyarakat atau pemerintah tidak boleh mencoba merampas hak-hak ini. Jika pemerintah mencoba merampas hak-hak tersebut, maka manusia dibenarkan melakukan revolusi untuk mengubah pemerintahan. Tidak semua teoritisi demokrasi menganjurkan pendapat yang

terakhir ini. Hak yang dimiliki atau yang harus dimiliki seseorang lebih sering dinamakan hak alamiah, sedangkan hak yang diperoleh dari pemerintah dinamakan hak sipil.

Hak alamiah, misalnya hak atas kebutuhan minimum akan pangan, sandang dan perlindungan yang diperlukan untuk dapat hidup di suatu masyarakat tertentu. Tolak ukur kehidupan berbeda antara masyarakat satu dengan lainnya, maka tentu saja kebutuhan minimum juga berbeda. Hak yang diperoleh dari pemerintah dinamakan hak sipil. Hakhak sipil meliputi kebebasan atau kemerdekaan spesifik sebagai berikut: 

Hak untuk memilih;



Kebebasan mengeluarkan pendapat;



Kebebasan pers;



Kebebasan beragama;



Kebebasan dari perlakuan semena-mena oleh sistem politik dan hukum;



Kebebasan bergerak;



Kebebasan berkumpul dan berserikat.

Terdapat beberapa perbedaan pendapat yang minimum, namun kebanyakan pemikir memandang kebebasan mengeluarkan pendapat sebagai kebebasan yang

paling

penting. Dalam demokrasi, kebebasan mengeluarkan pendapat mempunyai satu tempat yang khusus hak untuk memilih tidak berarti banyak jika tidak mendapat informasi yang cukup memadai mengenai gagasan dan program oposisi dan jika mengemukakan pendapat sendiri tidak dimungkinkan. Alasan yang sama terletak di belakang kemerdekaan pers dan kebebasan berkumpul. Hak untuk mengemukakan pendapat dan untuk berkumpul guna membahas bersama-sama masalah politik, merupakan hak-hak yang fundamental jika rakyat diharapkan untuk memberikan suara secara kritis dan tepat. Hak untuk memberikan suara mengadung pula suatu hak atas informasi dari kebebasan mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tertulis. Kebebasan mengeluarkan pendapat

menuntut kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan berbicara tidak ada artinya tanpa massa pendengar.

1.2.

Identifikasi Masalah

Sesuai dengan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam tulisan ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut. 1.

Bagaimana bentuk kebebasan berpendapat di Indonesia?

2.

Apa saja peraturan – peraturan yang melandasi kebebasan berpendapat

Indonesia? 1.3.

Batasan Masalah

Agar penjelasan masalah tidak menyimpang dari yang diharapkan, maka pembahasan akan dibatasi pada: 1. 1.4.

aktivitas tentang kebebasan berpendapat di Indonesia Tujuan Penulisan

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam bahasan ini sebagai berikut. 1.

Untuk mengetahui apa saja cara untuk mengemukakan pendapat di muka umum.

2.

Untuk menjelaskan upaya pemerintah selama ini dalam memfasilitasi kebebasan

berpendapat di Indonesia.

1.5.

Sistematika Penulisan



Bab I Pendahuluan

Dalam bab ini dibahas latar belakang kebebasan berpendapat di muka umum dan pengaplikasiannya di Indonesia. •

Bab II Pembahasan

Dalam bab ini dibahas aksi mengemukakan pendapat di Indonesia •

Bab III Kesimpulan

BAB II PEMBAHASAN

2.1.

Instrumen Hukum Kebebasan Berpendapat

Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat dan tidak terpisahkan dari manusia yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakan demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta keadilan. Seberapa jauh hak asasi manusia khususnya kebebasan berpendapat terwujud dan merupakan bagian dari hukum positif Indonesia, antara lain dapat didefinisikan dan dikaji dari pernyataan dan ketentuan-ketentuan bahwa pernyataan yang dituangkan dalam pembukaan UUD 1945 syarat dengan pernyataan (deklarasi) dan pengakuan yang menjunjung tinggi harkat, martabat, dan nilai-nilai kemanusiaan yang sangat luhur dan sangat asasi, antara lain ditegakan hak setiap bangsa (termasuk individual) akan kemerdekaan, berkehidupan

yang bebas, tertib dan damai, hak membangun bangsa mencapai kemakmuran dan kesejahteraan, berkedaulatan, bermusyawarah atau berpewakilan, berkebangsaan, berperikemanusiaan, berkeadilan, dan berkeyakinan Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain dalam pembukaan UUD 1945, instrumen yang menjadi pijakan kebebasan berpendapat juga mengacu pada perundang-undangan berikut ini : 1.

Amandemen kedua Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur secara khusus

tentang perlindungan hak asasi manusia seperti termuat dalam Pasal 28C, Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3), Pasal 28F, dan Pasal 28J; 2.

Ketetapan

Majelis

Permusyawaratan

Rakyat

Republik

Indonesia

Nomor

XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia; 3.

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

2.2.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers

Istilah pers menurut bahasa latin yaitu pressus yang memiliki arti tekanan, tertekan, terhimpit, padat. Pers dalam bahasa Indonesia berasal dari kata Pers dari bahasa Belanda yang memiliki arti sama dalam bahasa Inggris pers yang dalam bahasa Inggris digunakan sebagai sebutan untuk alat cetak. Dalam pengertian yang luas, istilah pers erat kaitannya dengan media. Baik itu media cetak maupun media elektronik, misalnya Koran, majalah, berita-berita di televisi dan radio. Karena pers berhubungan dengan kegiatan-kegiatan jurnalistik. Istilah pers memiliki pengertian dan batasan yang berbeda-beda. Beberapa ahli memberikan pendapat tentang istilah pers. Menurut Oemar Seno Adji, pers adalah segala alat-alat komunikasi yang dapat memancarkan segala pernyataan pendapat dan tafsiran. Menurut Ashadi Siregar, gambaran pers yang asli adalah sebagai lembaga sosial yang bertugas merefleksikan segala yang berlangsung dalam satu sistem sosial.

Pers menurut L. Taufik adalah usaha-usaha dari alat-alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota-anggota masyarakat akan penerangan, hiburan dan keinginan mengetahui peristiwa-peristiwa atau berita yang telah/akan terjadi disekitar mereka khususnya dan dunia pada umumnya. Biasanya berwujud dalam surat kabar, majalah, buletin-buletin, kantor berita, dan lain lain media cetak, atau diusahakan melalui radio, televisi, film, dan lain sebagianya . Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pers menunjuk tentang seluruh alat-alat komunikasi massa seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan lain sebagianya yang memenuhi unsur publisitas, kegiatan jurnalistik, dan opini-opini. 2.3.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

Penyiaran

adalah

proses,

cara,

perbuatan

memberitahukan

kepada

umum.

Memberitahukan dapat diartikan bahwa terdapat suatu pesan yang ingin disampaikan kepada umum melalui suatu proses dan cara tertentu. Pesan tersebut dapat berisikan suatu pendapat, berita, dan berbagai ragam bentuk pesan yang dapat disampaikan atau diberitahukan secara luas kepada umum. Dalam Undang-Undang Penyiaran, jasa penyiaran yang diatur adalah jasa penyiaran televisi dan jasa penyiaran radio (Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran).

BAB III KESIMPULAN

Kebebasan berpendapat merupakan hak sipil dan politik dari suatu warganegara yang terjamin oleh Undang – Undang. Melihat pada ketentuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum, masih terdapat berbagai kekurangan berkaitan dengan pembatasan-pembatasan yang ada, sebab tidak dicantumkan secara jelas mengenai batasan yang tidak boleh dilanggar oleh seseorang dalam menyatakan pendapatnya di muka umum, agar tercipta suatu relevansi diantara peraturan perundangundangan serta tidak saling bertentangan, dan tidak mempersulit masyarakat dalam pemenuhan hak-hak tersebut terutama dalam hal perijinan pelaksanaan kebebasan berpendapat di muka umum.

1.4.

DAFTAR PUSTAKA

Djaka Wahyu Winaryo. 2007. “Peran Pemerintah Daerah Dalam PenegakanHakAsasi Manusia”. Makalah. Disampaikan pada DiskusiBagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum UNS dan Bagian Hukum dan HAM.

G.J. Wolhoff dalam Zen Zanibar MZ. 2003. “Otonomi Desa dengan AcuanKhusus pada Desa di Propinsi Sumatera Selatan”. Disertasi Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Jimly Asshidiqie. “Negara Hukum Indonesia”. Makalah. Disampaikan padaCeramah Umum dalam Rangka Pelantikan Dewan Pimpinan PusatIkatan Alumni Universitas Jayabaya, Jakarta, 23 Januari 2010.

Kanwil Depkumham Jawa Tengah. “Bunga Rampai Hak Asasi Manusia”, Makalah, Disampaikan pada Acara Sosialisasi Hak Asasi Manusia pada tanggal 16 November 2007 di Surakarta.

More Documents from "Maulana Nasirudin"