Makalah_demam_berdarah_dengue.docx

  • Uploaded by: Mohammad Muflihuddin Paputungan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah_demam_berdarah_dengue.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,293
  • Pages: 23
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Dengue Hemmorhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan tanda dan gejala demam, nyeri otot, nyeri sendi disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia (Rohim, 2004). Sekitar 2,5 milyar (2/5 penduduk dunia) mempunyai resiko untuk terkena infeksi virus Dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah mengalami letusan demam berdarah. Kurang dari 500.000 kasus setiap tahun di rawat di RS dan ribuan orang meninggal (Mekadiana, 2007). Pada bulan januari 2009, penderita DHF di Jawa Tengah sebanyak 1706 orang. Sedangkan kasus DHF yang terjadi di beberapa kota di Jawa Tengah sampai pertengahan 2009 sebanyak 2767 orang 73 diantaranya meninggal (Lismiyati, 2009). Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani dapat mengalami Dengue Syok Sindrom yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan pasien mengalami deficit volume cairan akibat meningkatnya permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga darah menuju keluar pembuluh. Sebagai akibatnya hampir 35% paien DHF yang terlambat ditangani di RS mengalami syok hipovolemik hingga meninggal. Saat ini angka kejadian DHF di RS semakin meningkat, tidak hanya pada kasus anak, tetapi pada remaja dan juga dewasa. Oleh karena itu diharapkan perawat memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang cukup dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan DHF. Ketrampilan yang sangat dibutuhkan adalah kemampuan untuk mengidentifikasi tanda-tanda syok dan kecepatan dalam menangani pasien yang mengalamim Dengue Syok Sindrom (DSS).

BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI DEMAM BERDARAH Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock dan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur. Sampai saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue lebih banyak menyerang anak-anak tetapi dalam dekade terakhir ini terlihat adanya kecenderungan kenaikan proporsi penderita Demam Berdarah Dengue pada orang dewasa. Indonesia termasuk daerah endemik untuk penyakit Demam Berdarah Dengue. Serangan wabah umumnya muncul sekali

dalam 4 - 5 tahun.

Faktor lingkungan

memainkan peranan bagi terjadinya wabah. Lingkungan dimana terdapat banyak air tergenang dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang merupakan tempat ideal bagi penyakit tersebut (Siregar, 2004). Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue serta memenuhi kriteria WHO untuk Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut : 1. Demam tidak terdiferensiasi 2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama. 3. DBD (dengan atau tanpa renjatan)

B. EPIDEMIOLOGI Di Indonesia DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DBD. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DBD, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009. Peningkatan dan penyebaran kasus DBD tersebut kemungkinan disebabkan oleh mobilitas penduduk yang tinggi, perkembangan wilayah perkotaan, perubahan iklim, perubahan kepadatan dan distribusi penduduk serta faktor epidemiologi lainnya yang masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Pada tahun 2009 tampak provinsi DKI Jakarta merupakan provinsi dengan AI DBD tertinggi (313 kasus per 100.000 penduduk), sedangkan Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi dengan AI DBD terendah (8 kasus per 100.000 penduduk). Terdapat 11 (33%) provinsi termasuk dalam daerah risiko tinggi (AI > 55 kasus per 100.000 penduduk). Dalam lima tahun terakhir (2005-2009) 5 provinsi dengan AI tertinggi dapat dilihat pada. Provinsi DKI dan Kalimantan Timur selalu berada dalam 5 provinsi AI tertinggi dengan DKI Jakarta selalu menduduki AI yang paling tinggi setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena pengaruh kepadatan penduduk, mobilitas penduduk yang tinggi dan sarana transportasi yang lebih baik dibanding daerah lain, sehingga penyebaran virus menjadi lebih mudah dan lebih luas. Berbeda dengan Kaltim yang penduduknya tidak terlalu padat, menurut SUPAS 2005 kepadatan penduduk Kalimantan Timur hanya 12 orang/km2 (DKI Jakarta 13.344 orang/km2). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya kejadian DBD di Kalimantan Timur, kemungkinan adalah karena curah hujan yang tinggi sepanjang tahun dan adanya lingkungan biologi yang menyebabkan nyamuk lebih mudah berkembang biak (Kemenkes, 2010).

C. VIRUS DANGUE Virus penyebab demam Dengue termasuk arbovirus (arthropod–borne viruses) yang merupakan virus kedua yang dikenal menimbulkan penyakit pada manusia. Virus ini merupakan anggota keluarga dari Flaviviridae (flavi = kuning) bersama-sama dengan virus demam kuning. Morfologi virion Dengue berupa partikel sferis dengan diameter nukleokapsid 30 nm dan ketebalan selubung 10 nm. Genomnya berupa RNA (ribonucleic

acid). Protein virus Dengue terdiri dari protein C untuk kapsid dan core, protein M untuk membran, protein E untuk selubung dan protein NS untuk protein non struktural. Saat ini telah diketahui ada 4 tipe virus Dengue. Tipe-tipe virus ini baru diketahui setelah Perang Dunia II oleh Sabin yang berhasil mengisolasinya dari darah pasien pada epidemi di Hawai, yang disebut sebagai tipe 1 (1952 ). Tipe 2 juga diisolasi oleh Sabin (1956 ) dari pasien di New Guinea. Tipe 3 dan 4 diperoleh tahun 1960 dari pasien yang mengalami DHF di Filipina pada tahun 1953. Virus Dengue menurut Danny (1999) memiliki tiga jenis antigen yang menunjukkan reaksi spesifik terhadap antibodi yang sesuai yaitu : 1. Antigen yang dijumpai pada semua virus dalam genus Flavivirus dan terdapat di dalam kapsid, 2. Antigen yang khas untuk virus Dengue saja dan terdapat pada semua tipe, 1 sampai 4, di dalam selubung, 3. Antigen yang spesifik untuk virus Dengue tipe tertentu saja, terdapat di dalam selubung.

D. VEKTOR DEMAM BERDARAH Nyamuk

Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan

dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tunlbuhan atan sari bunga untuk keperluan hidupnya. Sedangkan yang betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul 9.00-10.00) sampai petang hari (16.00-17.00).

Aedes aegypti

mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau diluar runlah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya ditempat yang agak gelap dan lembab. Disini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya

nyamuk

betina

akan

meletakkan

telurnya

didinding

tempat

perkembangbiakan, sedikit diatas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah terendam air. Jentik kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar, 2004).

Penyakit Demam Berdarah Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit Demam Berdarah Dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Siregar, 2004).

E. MANIFESTASI KLINIS DEMAM BERDARAH DENGUE Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium (WHO, 2011). Manifestasi klinis : 1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari. 2. Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena. 3. Pembesaran hati 4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20 mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah. 5. Trombositopenia (≤100.000/mikroliter) 6. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai dasar/ menurut standar umur dan jenis kelamin 7. Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/ peningkatan hematokrit ≥20%. 8. Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma

9. Dijumpai tanda perembesan plasma a. Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi) b. Hipoalbuminemia 10. Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas, mendukung diagnosis DSS. 11. Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.

F. KLASIFIKASI DERAJAT PENYAKIT INFEKSI VIRUS DENGUE (WHO, 1997) DD/ DBD

Derajat

DD

Gejala

Laboratorium

Demam disertai 2 atau lebih Leucopenia, trombositopenia, tanda; sakit kepala, nyeri retro tidak orbital, mialgia, artalgia

ditemukan

bukti

kebocoran plasma, serologi dengue positif

DBD

I

Gejala diatas ditambah uji Trombositopenia bendung (uji Troniquet) positif

(<100.000/mikroliter),

bukti

kebocoran plasma DBD

II

Gejala

diatas

ditambah Trombositopenia

perdarahan spontan

(<100.000/mikroliter),

bukti

kebocoran plasma DBD

III

Gejala

diatas

kegagalan dingin

dan

ditambah Trombositopenia

sirkulasi lembab

(kulit (<100.000/mikroliter),

bukti

serta kebocoran plasma

gelisah) DBD

IV

Syok berat disertai dengan Trombositopenia tekanan darah dan nadi tidak (<100.000/mikroliter), terukur

DBD derajat III dan IV disebut sindrom syok dengue (SSD)

kebocoran plasma

bukti

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DEMAM BERDARAH DENGUE 1. Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam. 2. Pemeriksaan Homeostatis. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). 3. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. 4. Pemeriksaan RT-PCR . Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2. 5. ELISA. Salah satu metode pemeriksaan terbaru yang sedang berkembang adalah pemeriksaan antigen spesifik virus Dengue, yaitu antigen nonstructural protein 1 (NS1). Antigen NS1 diekspresikan di permukaan sel yang terinfeksi virus Dengue. Masih terdapat perbedaan dalam berbagai literatur mengenai berapa lama antigen NS1 dapat terdeteksi dalam darah. Sebuah kepustakaan mencatat dengan metode ELISA, antigen NS1 dapat terdeteksi dalam kadar tinggi sejak hari pertama sampai hari ke 12 demam pada infeksi primer Dengue atau sampai hari ke 5 pada infeksi

sekunder Dengue. Pemeriksaan antigen NS1 dengan metode ELISA juga dikatakan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi (88,7% dan 100%). Oleh karena berbagai keunggulan tersebut, WHO menyebutkan pemeriksaan deteksi antigen NS1 sebagai uji dini terbaik untuk pelayanan primer. 6. Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.

H. PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE Penatalaksanaan menurut Mulya (2011) yaitu : 1. Fase Demam Pada fase demam, dapat diberikan antipiretik + cairan rumatan / atau cairan oral apabila anak masih mau minum, pemantauan dilakukan setiap 12-24 jam a. Medikamentosa  Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin.  Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid, anti emetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.  Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati

apabila terdapat

perdarahan saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.  Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati. b. Supportif  Cairan: cairan pe oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit  Diberikan untuk 48 jam atau lebih  Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit 2. Fase Kritis Pada fase kritis pemberian cairan sangat diperlukan yaitu kebutuhan rumatan + deficit, disertai monitor keadaan klinis dan laboratorium setiap 4-6 jam. DBD dengan syok berkepanjangan (DBD derajat IV) a. Cairan: 20 ml/kg cairan bolus dalam 10-15 menit, bila tekanan darah sudah didapat cairan selanjutnya sesuai algoritma pada derajat III

b. Bila syok belum teratasi: setelah 10ml/kg pertama diulang 10 ml/kg, dapat diberikan bersama koloid 10-30ml/kgBB secepatnya dalam 1 jam dan koreksi hasil laboratorium yang tidak normal c. Transfusi darah segera dipertimbangkan sebagai langkah selanjutnya (setelah review hematokrit sebelum resusitasi) d. Monitor ketat (pemasangan katerisasi urin, katerisasi pembuluh darah vena pusat / jalur arteri) Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah Apabila jalur intravena tidak didapatkan segera, coba cairan elektrolit per oral bila pasien sadar atau jalur intraoseus. Jalur intraoseus dilakukan dalam keadaan darurat atau setelah dua kali kegagalan mendapatkan jalur vena perifer atau setelah gagal pemberian cairan melalui oral. Cairan intraosesus harus dikerjakan secara cepat dalam 2-5 menit 3. Perdarahan hebat a. Apabila sumber perdarahan dapat diidentifikasi, segera hentikan. Transfusi darah segera adalah darurat tidak dapat ditunda sampai hematokrit turun terlalu rendah. Bila darah yang hilang dapat dihitung, harus diganti. Apabila tidak dapat diukur, 10 ml/kg darah segar atau 5 ml/kg PRC harus diberikan dan dievaluasi. b. Pada perdarahan saluran cerna, H2 antagonis dan penghambat pompa proton dapat digunakan. c. Tidak ada bukti yang mendukung penggunaan komponen darah seperti suspense trombosit, plasma darah segar/cryoprecipitate. Penggunaan larutan tersebut ini dapat menyebabkan kelebihan cairan. 4. DBD ensefalopati DBD ensefalopati dapat terjadi bersamaan dengan syok atau tidak. a. Ensefalopati yang terjadi bersamaan dengan syok hipovolemik, maka penilaian ensefalopati harus diulang setelah syok teratasi. 

Apabila kesadaran membaik setelah syok teratasi, maka kesadaran menurun atau kejang disebabkan karena hipoksia yang terjadi pada syok



Pertahankan oksigenasi jalan napas yg adekuat dengan terapi oksigen.

b. Jika ensefalopati terjadi pada DBD tanpa syok dan masa krisis sudah dilewati maka, 

Cegah / turunkan peningkatan tekanan intrakranial dengan, 1) Memberikan cairan intravena minimal untuk mempertahankan volume intravaskular, total cairan intravena tidak boleh >80% cairan rumatan 2) Ganti ke cairan kristaloid dengan koloid segera apabila hematokrit terus meningkat dan volume cairan intravena dibutuhkan pada kasus dengan perembesan plasma yang hebat. 3) Diuretik diberikan apabila ada indikasi tanda dan gejala kelebihan cairan 4) Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30 derajat. 5) Intubasi segera untuk mencegah hiperkarbia dan melindungi jalan napas. 6) Dipertimbangkan steroid untuk menurunkan tekanan intrakranial, dengan pemberian deksametasone 0,15mg/kg berat badan/dosis intravena setiap 6-8 jam.



Menurunkan produksi amonia 1) Berikan laktulosa 5-10 ml setiap 6 jam untuk menginduksi diare osmotik. 2) Antibiotik lokal akan mengganggu flora usus maka tidak diperlukan pemberian



Pertahankan gula darah 80-100 mg/dl, kecepatan infus glukosa yang dianjurkan 4-6 mg/kg/jam.



Perbaiki asam basa dan ketidakseimbangan elektrolit



Vitamin K1 IV dengan dosis:umur < 1tahun: 3mg, <5 tahun: 5mg, >5 tahun:10mg.



Anti kejang phenobarbital, dilantin, atau diazepam IV sesuai indikasi.



Transfusi darah, lebih baik PRC segar sesuai indikasi. Komponen darah lain seperti suspense trombosit dan plasma segar beku tidak diberikan karena kelebihan cairan dapat meningkatkan tekanan intrakranial.



Terapi antibiotik empirik apabila disertai infeksi bakterial.



Pemberian H2 antagonis dan penghambat pompa proton untuk mencegah perdarahan saluran cerna.



Hindari obat yang tidak diperlukan karena sebagai besar obat dimetabolisme di hati.

c. Hemodialisis pada kasus perburukan klinis dapat dipertimbangkan. 5. Fase Recovery Pada fase penyembuhan diperlukan cairan rumatan atau cairan oral, serta monitor tiap 12-24 jam. Indikasi untuk pulang. Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut. 

Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik



Nafsu makan telah kembali



Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distres pernafasan, dan nadi teratur



Diuresis baik



Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok



Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites



Trombosit >50.000 /mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.

I. KOMPLIKASI Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut : 1. Perdarahan

Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) <100.000 /mm³ dan koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit. Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena. 2. Efusi pleura

Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila terjadi efusi pleura akan terjadi dispnea, sesak napas. 3. Hepatomegali

Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis karena perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang

tampak sel netrofil dan limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus antibody. 4. Gagal sirkulasi

DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 – 7, disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan. J. ETIKA KEPERAWATAN Macam-macam Prinsip etika keperawatan. Prinsip-prinsip etika keperawatan terdiri dari: 1. Autonomy (Otonomi ) Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional.Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. 2.

Beneficience (Berbuat Baik) Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik. Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.

3.

Justice (Keadilan) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan . Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan .

4.

Non Maleficience (tidak merugiakan) Prinsip ini berarti segala tindakan yang dilakukan pada klien tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik dan psikologik.

5.

Veracity (kejujuran) Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran.

6.

Fidelity (loyalty/ketaatan) Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan adalah kewajiban seseorang untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya. Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

7.

Confidentiality (kerahasiaan) Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah.

8.

Akuntabilitas (accountability) Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar pasti yang mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1.

Identitas pasien Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

2.

Keluhan utama Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan pasien lemah.

3.

Riwayat penyakit sekarang Didapatkan adanya keluhan panas mendadak dengan disertai menggigil dan saat demam kesadaran kompos mentis. Panas turun terjadi antara hari ke-3 dan ke-7, dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (grade III, IV), melena atau hematemasis.

4.

Riwayat penyakit yang pernah diderita Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak biasanya mengalami serangan ulangan DHF dengan type virus yang lain.

5.

Riwayat imunisasi Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemumgkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.

6.

Riwayat gizi Status gizi anak yang menderita DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat berisiko, apabila ada faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah,dan nafsu akan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.

7.

Kondisi lingkungan Sering terjadi pada daerah yang padat penduduknya dan lingkumgan yang kurang bersih (seperti yang mengenang dan gantungan baju yang di kamar).

8.

Pola kebiasaan Nutrisi dan metabolisme : Frekuensi, jenis, pantangan, nafsu makan berkurang, dan nafsu makan menurun. Eliminasi BAB: kadang-kadang anak mengalami diare atau konstipasi. Sementara DHF grade III-IV bisa terjadi melena. Eliminasi BAK : perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit atau banyak, sakit atau tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria. Tidur dan istirahat : anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami sakit atau nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahatnya kurang. Kebersihan : upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung kurang terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upa untuk menjaga kesehatan.

9. Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Berdasarkan tingkatan grade DHF, keadaan fisik anak adalah : a.

Kesadaran : Apatis

b.

Vital sign : TD : 110/70 mmHg00

c.

Kepala : Bentuk mesochepal

d.

Mata : simetris, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, mata anemis

e.

Telinga : simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran

f.

Hidung : ada perdarahan hidung / epsitaksis

g.

Mulut : mukosa mulut kering, bibir kering, dehidrasi, ada perdarahan pada rongga mulut, terjadi perdarahan gusi.

h.

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kekakuan leher tidak ada, nyeri telan

i.

Dada Inspeksi : simetris, ada penggunaan otot bantu pernafasan Auskultasi : tidak ada bunyi tambahan Perkusi : Sonor Palpasi : taktil fremitus normal

j.

Abdomen : Inspeksi : bentuk cembung, pembesaran hati (hepatomegali) Auskultasi : bising usus 8x/menit Perkusi : tympani Palpasi : turgor kulit elastis, nyeri tekan bagian atas

k.

Ekstrimitas : sianosis, ptekie, echimosis, akral dingin, nyeri otot, sendi tulang

l.

Genetalia : bersih tidak ada kelainan di buktikan tidak terpasang kateter

10. Sistem integumen Adanya peteki pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat dingin dan lembab. Kuku sianosis atau tidak. a.

Kepala dan leher Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis) pada grade II,III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara tenggorokan mengalami hyperemia pharing dan terjadi perdarahan telingga (grade II, III, IV).

b.

Dada Bentuk simetris dan kadang-kadang sesak. Pada fhoto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan, (efusi pleura), rales, ronchi, yang biasanya terdapat pada grade III dan IV.

c.

Abdomen Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) dan asites. Ekstremitas : akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

11. Pemeriksaan Penunjang a.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menentukan adanya infeksi dengue adalah : Uji rumple leed / tourniquet positif

b.

Darah, akan ditemukan adanya trombositopenia, hemokonsentrasi, masa perdarahan memanjang, hiponatremia, hipoproteinemia.

c.

Air seni, mungkin ditemukan albuminuria ringan

d.

Serologi, dikenal beberapa jenis serologi yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue antara lain : uji IgG Elisa dan uji IgM Elisa

e.

Isolasi virus Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body technique test secara langsung / tidak langsung menggunakan conjugate (pengaturan atau penggabungan)

f.

Identifikasi virus Identifikasi virus dengan melakukan fluorescence anti body tehnique test secara langsung atau tidak langsung dengan menggunakan conjugate

g.

Radiologi Pada foto thorax selalu didapatkan efusi pleura terutama disebelah hemi thorax kanan.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.

Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan kebocoran plasma

2.

Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi virus dengue

3.

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan merembesnya cairan dari intravaskular ke ekstravaskular

4.

Ketidakefektifan pola nafas berhubungan jalan nafas terganggu akibat spasme otot pernafasan

5.

Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan berlebihan

6.

Resiko perdarahan berhubungan dengan penurunan faktor-faktor pembekuan darah

7.

Defisit pengetahuan berhubungan dengan ketidaktahuan dengan proses penyakit

C. INTERVENSI KEPERAWATAN No.

Diagnosa

Tujuan dan Kriteria

Dx

Keperawatan

Hasil

1

Ketidakefektifan perfusi berhubungan

Tujuan :

1. Monitor

jaringan Setelah dengan tindakan

kebocoran plasma

Intervensi Keperawatan

dilakukan keperawatan

adanya

daerah

tertentu yang hanya peka terhadap

selama ... jam, perfusi

panas/dingin/tajam/tumpul

jaringan klien kembali

2. Instruksikan keluarga untuk

efektif

mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi

Kriteria Hasil :

3. Gunakan

 Tekanan systole dan diastole dalam rentang yang diharapkan  Tidak ada ortostatik  Tidak ada tanda-tanda tekanan

tangan

untuk proteksi 4. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung 5. Monitor trombopeblitis

hipertensi

peningkatan

sarung

adanya

intrakranial 2

Hipertermia berhubungan

Tujuan :

1. Monitor

dengan Setelah

dilakukan

proses infeksi virus tindakan dengue

keperawatan

selama

...

jam,

tubuh

klien

suhu

kembali

dalam rentang normal

suhu

sesering

mungkin 2. Monitor warna dan suhu kulit 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran

Kriteria Hasil :  Suhu

5. Monitor WBC, Hb dan Hct

tubuh

dalam

6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

rentang normal  Nadi dan RR dalam

7. Selimuti pasien 8. Kompres pasien pada lipat

rentang normal  Tidak ada perubahan

paha dan aksila

warna kulit dan tidak

9. Tingkatkan sirkulasi udara

ada pusing

10. Kolaborasi pemberian cairan intravena 11. Kolaborasi pemberian obat anti piretik

3

Kekurangan cairan

volume Tujuan :

1. Pertahankan catatan intake

berhubungan Setelah

dengan merembesnya tindakan cairan intravaskular ekstravaskular

dilakukan keperawatan

dari selama ... jam, status ke hidrasi

klien

dalam

rentang normal

dan output yang akurat 2. Monitor

status

(kelembaban

hidrasi membran

mukosa, nadi adekuat) jika diperlukan 3. Monitor vital sign

Kriteria Hasil :

4. Monitor

 Mempertahankan urine

masukan

makanan/cairan dan hitung

outpus sesuai dengan

intake kalori harian

usia dan BB, BJ urine

5. Monitor status nutrisi

normal

6. Dorong masukan oral

 Tanda-tanda

vital

dalam batas normal

7. Dorong

keluarga

untuk

membantu pasien makan

 Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor

elastisitas kulit

baik,

8. Kolaborasi pemberian cairan intravena 9. Kolaborasi

dengan

dokter

mukosa

kemungkinan untuk transfusi

lembab, tidak ada rasa

dan persiapan untuk transfusi

membran

haus yang berlebihan 4

Ketidakefektifan pola Tujuan : nafas

1. Posisikan

berhubungan Setelah

dilakukan

jalan nafas terganggu tindakan akibat

spasme

pernafasan

keperawatan

otot selama ... jam, pola nafas klien menjadi efektif

klien

untuk

memaksimalkan ventilasi 2. Identifikasi

klien

apakah

perlu pemasangan alat jalan nafas buatan 3. Berikan peralatan oksigenasi

Kriteria Hasil :

4. Monitor aliran oksigen

 Mendemonstrasikan

5. Lakukan fisioterapi dada jika

batuk efektif dan suara

perlu

bersih,

6. Auskultasi suara nafas, catat

tidak ada sianosis dan

apabila terdapat adanya suara

dispneu

tambahan

nafas

yang

(mampu

mengeluarkan sputum, mampu

bernafas

dengan mudah, tidak

perlu 8. Monitor respirasi dan status O2

ada pursed lips)  Menunjukkan

7. Berikan bronkodilator bila

jalan

nafas yang paten (klien

9. Monitor

tanda-tanda

vital

klien

tidak merasa tercekik, 10. Monitor frekuensi dan irama irama nafas, frekuensi, pernafasan

pernafasan

dalam 11. Monitor sianosis perifer

rentang normal, tidak ada

suara

nafas

abnormal)  Tanda-tanda

vital

dalam rentan normal 5

Resiko

syok Tujuan:

1. Monitor status sirkulasi BP,

hipovolemik

b.d Setelah

perdarahan

tindakan

berlebihan.

selama

dilakukan

warna

kulit,

suhu

kulit,

keperawatan

denyut jantung, HR, dan

jam,

ritme,

...

tidak

terjadi syok hipovolemik pada klien

nadi

perifer,

dan

kapiler refill. 2. Monitor

tanda

inadekuat

oksigenasi jaringan. Kriteria hasil:  Nadi

3. Monitor

dalam

batas

 Irama jantung dalam yang

pernapasan.

5. Lihat dan pelihara kepatenan jalan napas. 6. Monitor input dan output.

diharapkan.  Irama

dan

4. Monitor tanda awal syok.

yang diharapkan.

batas

suhu

pernapasan

dalam

batas

yang

diharapkan. 6

Resiko perdarahan b.d Tujuan: penurunan faktor darah.

1. Monitor

faktor- Setelah

dilakukan

pembekuan tindakan selama

keperawatan ...

jam,

tidak

terjadi perdarahan pada klien

2. Catat

sebelum

Hb

dan

dan

HT

sesudah

terjadinya perdarahan.

meliputi

PT,

PTT,

trombosit.

 Tidak ada hematuria

4. Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif.

dan hematemesis. darah

5. Lindungi pasien dari trauma yang

yang terlihat.  Tekanan darah dalam sistol

dapat

menyebabkan

perdarahan. 6. Observasi

adanya

darah

dalam sekresi cairan tubuh:

dan diastol.  Tidak ada perdarahan

emesis, feses, urine, residu lambung, dan drainase luka.

pervagina  Hemoglobin

nilai

3. Monitor nilai lab (koagulasi)

Kriteria hasil:

batas normal

tanda-tanda

perdarahan.

yang

 Kehilangan

ketat

dan

hematrokrit

dalam

batas normal. 7

Defisit pengethuan b.d Tujuan: proses penyakit.

1. Berikan

Setelah

penilaian

tentang

dilakukan

tingkat pengetahuan pasien

tindakan

keperawatan

tentang proses penyakit yang

selama

...

jam,

spesifik.

pengetahuan klien dan

2. Jelaskan

keluarga

meningkat

tentang penyakit

yang

diderita

patofisiologi

dan

penyakit dan bagaimana hal ini

berhubungan

dengan

anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

Kriteria hasil:

3. Gambarkan tanda dan gejala

 Pasien dan keluarga

pemahaman

tentang

penyakit,

kondisi,

prognosis,

dan

program pengobatan.  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur

yang

dijelaskan

secara

benar.  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan apa

yang

dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnnya.

biasa

muncul

pada

penyakit dengan cara yang

menyatakan

kembali

yang

tepat. 4. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat. 5. Sediakan pasien

informasi tentang

pada kondisi

dengan cara yang tepat.

BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak- anak dengan ciri- ciri demam tinggi mendadak dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock

dan

kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan mungkin juga Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Masa inkubasi penyakit ini diperkirakan lebih kurang 7 hari. Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua golongan umur.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2005). Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana pelayanan kesehatan. p.19-34 Nainggolan L. (2008). Reagen pan-E dengue early capture ELISA (PanBio) dan platelia dengue NS1 Ag test (BioRad) untuk deteksi dini infeksi dengue. Hadinegoro SRH, et al. (2004). Tata laksana demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan. NANDA NIC NOC., 2013., Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnosa media., Media Action., Yogyakarta Karyanti, Mulya Rahma., 2011., Diagnosis dan Tata Laksana Terkini Dengue Umar Fahmi Achmadi, et al., 2010., Buletin Jendela Epidemiologi., Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Siregar, Faziah A. 2004. Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-fazidah3.pdf Wiradharma, Danny., 1999., Diagnosis Cepat Demam Berdarah Dengue., Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti Sutaryo. Perkembangan patogenesis demam berdarah dengue. Dalam: Hadinegoro SRH, Satari HI, editor. Demam Berdarah Dengue: Naskah Lengkap. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1999.p.32-43

More Documents from "Mohammad Muflihuddin Paputungan"