Makalah Uu Hak Cipta.docx

  • Uploaded by: vhalentsia rintjap
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Uu Hak Cipta.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,803
  • Pages: 10
Makalah Hak Cipta Hukum Hak Kekayaan Intelektual Valentsia Rintjap 17071101132

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah hak cipta di Indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru, sebab hal ini sudah ada sejak awal abad ke 20 atau pada saat Indonesia masih di bawah kolonialisme Belanda. Sebelum negara kita memerdekakan diri dari Indonesia, kita menggunakan ketentuan hak cipta yang diatur dalam Auteurswet Staatsblad No. 600 Tahun 1912. Sesudah merdeka, Indonesia membuat undang-undangnya sendiri mengenai hak cipta karena Auteurswet dianggap sudah tidak bisa mengikuti perkembangan yang ada atau biasa disebut ‘ketinggalan zaman’. Oleh karena itu, Pemerintah bersama dengan DPR merumuskan UU No. 6 Tahun 1982. Lagi-lagi undang-undang ini tidak membuat para pelaku tindak kejahatan dalam hak cipta menjadi semakin takut, melainkan semakin banyak kasus-kasus pelanggaran yang mencuat di publik. Keadaan yang demikian tentunya membuat kerugian bagi banyak pihak. Untuk menyelamatkan negara dari keadaan seperti ini dan “menyelamatkan wajah negara kita di dalam pergaulan internasional, UU No. 6 Tahun 1982 kemudian diubah dengan UU No. 7 Tahun 1987 yang secara singkat disebut dengan UUHC”(Supramono, 1989:6). Perubahan yang mencolok dari UU No. 6 Tahun 1982 menjadi UU No. 7 Tahun 1987 adalah hukuman yang bisa dijatuhkan kepada para pelaku pembajakan. Hukum pidana penjara dan pidana denda bisa dijatuhkan secara bersamaan sesuai dengan UUHC. Kemudian dilakukan lagi perubahan dan tambahan pengaturan hak cipta yang dituangkan dalam UU No. 12 Tahun 1997 seiring dengan keikutsertaan Indonesia dalam WTO inklusif Persetujuan TRIPs. Karena semakin banyaknya karya seni dan budaya yang berkembang di Indonesia, maka diperlukanlah penggantian UU No. 12 Tahun 1997 dengan UUHC yang baru. UU No. 19 Tahun 2002 menggantikan UUHC sebelumnya karena dianggap perlu dan juga untuk mendukung iklim persaingan yang sehat dalam dunia karya cipta Indonesia serta berfungsi untuk melaksanakan pembangunan Indonesia. Namun bagaimana penerapan UUHC tersebut di masa kini perlu ada kajian khusus.

1.2 Tujuan Penulisan -

Untuk mengetahui konstruksi dari Undang Undang Hak Cipta Untuk mengetahui penerapan UUHC di Indonesia Untuk mengetahui usaha substansi di Indonesia terhadap pelanggaran hakcipta

1

BAB II PERMASALAHAN

2.1 Bagaimana konstruksi dari Undang Undang Hak Cipta tersebut? 2.2 Bagaimana penerapan UUHC No. 19 tahun 2002 di Indonesia? 2.3 Apa saja usaha substansi Undang Undang Hak Cipta atas pelanggaran?

2

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Konstruksi umum Undang Undang Hak Cipta no 19 tahun 2002 Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keanekaragaman seni dan budaya yang sangat kaya. Hal itu sejalan dengan keanekaragaman etnik, suku bangsa, dan agama yang secara keseluruhan merupakan potensi nasional yang perlu dilindungi. Kekayaan seni dan budaya itu merupakan salah satu sumber dari karya intelektual yang dapat dan perlu dilindungi oleh undang-undang. Kekayaan itu tidak semata-mata untuk seni dan budaya itu sendiri, tetapi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemampuan di bidang perdagangan dan industri yang melibatkan para Penciptanya. Dengan demikian, kekayaan seni dan budaya yang dilindungi itu dapat meningkatkan kesejahteraan tidak hanya bagi para Penciptanya saja, tetapi juga bagi bangsa dan negara. Indonesia telah ikut serta dalam pergaulan masyarakat dunia dengan menjadi anggota dalam Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang mencakup pula Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual), selanjutnya disebut TRIPs, melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994. Selain itu, Indonesia juga meratifikasi Berne Convention for the Protection of Artistic and Literary Works (Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra) melalui Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 1997 dan World Intellectual Property Organization Copyrights Treaty (Perjanjian Hak Cipta WIPO), selanjutnya disebut WCT, melalui Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1997. Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 yang selanjutnya disebut Undang-undang Hak Cipta. Walaupun perubahan itu telah memuat beberapa penyesuaian pasal yang sesuai dengan TRIPs, namun masih terdapat beberapa hal yang perlu disempurnakan untuk memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang Hak Cipta, termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tersebut di atas. Dari beberapa konvensi di bidang Hak Kekayaan Intelektual yang disebut di atas, masih terdapat beberapa ketentuan yang sudah sepatutnya dimanfaatkan. Selain itu, kita perlu menegaskan dan memilah kedudukan Hak Cipta di satu pihak dan Hak Terkait di lain pihak dalam rangka memberikan perlindungan bagi karya intelektual yang bersangkutan secara lebih jelas. Dengan memperhatikan hal-hal di atas dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Hak Cipta dengan yang baru. Hal itu disadari karena kekayaan seni dan budaya, serta pengembangan kemampuan intelektual masyarakat Indonesia memerlukan perlindungan hukum yang memadai agar terdapat iklim persaingan usaha yang sehat yang diperlukan dalam melaksanakan pembangunan nasional. 3

Hak Cipta terdiri atas hak ekonomi (economic rights) dan hak moral (moral rights). Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan serta produk Hak Terkait. Hak moral adalah hak yang melekat pada diri Pencipta atau Pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apa pun, walaupun Hak Cipta atau Hak Terkait telah dialihkan. Perlindungan Hak Cipta tidak diberikan kepada ide atau gagasan karena karya cipta harus memiliki bentuk yang khas, bersifat pribadi dan menunjukkan keaslian sebagai Ciptaan yang lahir berdasarkan kemampuan, kreativitas, atau keahlian sehingga Ciptaan itu dapat dilihat, dibaca, atau didengar. Undang-undang ini memuat beberapa ketentuan baru, antara lain, mengenai: 1. database merupakan salah satu Ciptaan yang dilindungi; 2. penggunaan alat apa pun baik melalui kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk pemutaran produk-produk cakram optik (optical disc) melalui media audio, media audiovisual dan/atau sarana telekomunikasi; 3. penyelesaian sengketa oleh Pengadilan Niaga, arbitrase, atau alternatif pe nyelesaian sengketa; 4. penetapan sementara pengadilan untuk mencegah kerugian lebih besar bagi pemegang hak; 5. batas waktu proses perkara perdata di bidang Hak Cipta dan Hak Terkait, baik di Pengadilan Niaga maupun di Mahkamah Agung; 6. pencantuman hak informasi manajemen elektronik dan sarana kontrol teknologi; 7. pencantuman mekanisme pengawasan dan perlindungan terhadap produk-produk yang menggunakan sarana produksi berteknologi tinggi; 8. ancaman pidana atas pelanggaran Hak Terkait; 9. ancaman pidana dan denda minimal; 10. ancaman pidana terhadap perbanyakan penggunaan Program Komputer untuk kepentingan komersial secara tidak sah dan melawan hukum. PENJELASAN TENTANG PASAL BAB I BAB II bagian pertama BAB II bagian kedua BAB II bagian ketiga BAB II bagian keempat BAB II bagian kelima BAB II bagian keenam BAB II bagian ketuju BAB II bagian kedelapan BAB III BAB IV BAB V BAB VI

Pasal 1 : Ketentuan Umum dalam Undang Undang Hak Cipta Pasal 2- 4: Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 5-9 tentang Pencipta Pasal 10-11 tentang Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak Diketahui Pasal 12- 13 tentang ciptaan yang dilindungi Pasal 14-18 tentang pembatasan hak cipta. Pasal 19-23 tentang hak cipta atas potret Pasal 24-26 menjelaskan tentang Hak Moral Pasal 27-28 tentang sarana control teknologi Pasal 29-34 tentang masa berlaku hak cipta Pasal 35-44 tentang pendaftaran ciptaan Pasal 45-47 tentang lisensi Pasal 48 tentang dewan hak cipta 4

BAB VII BAB VIII BAB IX BAB X BAB XI BAB XII BAB XIII BAB XIV BAB XI

Pasal 49-51 tentang hak izin dan melarang. Pasal 52-53 tentang pengelolahan hak cipta Pasal 54 tentang biaya terkait hak cipta Pasal 55-66 tentang penyelesaian sengketa ahli waris,gantirugi dll Pasal 67-70 tentang PENETAPAN SEMENTARA PENGADILAN atas pihak yang dirugikan Pasal 71 tentang penyidikan dari pelanggaran Pasal 72-73 tentang ketentuan pidana atas pihak yang melanggar Pasal 74-75 tentang berlakunya Undang Undnag Hak Cipta Pasal 76-78 tentang berlakunya Undang Undang ini ke setiap orang

3.2 Penerapan Undang Undang Hak Cipta no. 19 tahun 2002 Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat besar di dunia. Jumlah penduduk yang sangat besar tentu saja tidak bisa dilepaskan dengan hasil kebudayaan yang ikut tumbuh dengan banyak penduduk. Hasil kebudayaan itu bisa berupa musik, seni kriya, seni sastra, dan lain-lain.Selain itu, “karya cipta tidak lagi sekedar lahir karena semata-semata hasrat, perasaan, naluri, dan untuk kepuasan batin penciptanya sendiri tetapi dilahirkan karena keinginan untuk mengabdikan kepada suatu nilai atau sesuatu yang dipujanya kepada lingkungan maupun kepada manusia di sekelilingnya” (Simatupang, 2003:68). Hal-hal semacam ini tentunya patut mendapatkan perlindungan dari pemerintah agar tidak ditiru oleh orang lain. Pada masa sekarang, masih banyak orang yang belum memahami makna tentang Hak Cipta. Disebutkan dalam UU No 19 Th. 2002 pasal 1 Tentang Hak Cipta bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Masih banyak ditemui kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan baik oleh individu maupun oleh kelompok tertentu terhadap karya seseorang. Banyak penyebab yang menjadikan pembajakan semacam ini bisa menyebar luas di Indonesia, terutama di bidang teknologi. Penyebab-penyebab itu antara lain; 1. kurangnya kesadaran akan pentinganya hak cipta di kalangan masyarakat Indonesia 2. motif ekonomi yang memaksa masyarakat untuk melakukan pelanggaran hak cipta 3. aksesibilitas yang lebih mudah Dengan keuntungan yang demikian besar dan modal kecil yang dibutuhkan untuk menjual produk bajakan ke para pelanggan, menjadikan kasus-kasus semacam ini menjadi tumbuh subur di kalangan masyarakat. Meskipun undang-undang telah dibuat, sepertinya hal itu tidak membuat jera para pelaku pembajakan. 5

Di dalam UU No. 19 Tahun 2002 pasal 66 bahkan disebutkan bahwa hak untuk mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 65 tidak mengurangi hak Negara untuk melakukan tuntutan pidana terhadap pelanggaran Hak Cipta. Hal ini berarti “pelaku pelanggaran hak cipta, selain dapat dituntut secara perdata, juga dapat dituntut secara pidana” (Rachmadi, 2003:159). Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan di dalam bidang ilmu pengetahuan, seni serta sastra seperti yang tertuang di dalam UU No. 19 Tahun 2002 Pasal 11 Tentang Hak Cipta. Dalam UUHC 2002 juga ditegaskan bahwa Hak Cipta tidak berarti mutlak. Maksudnya, hakhak kepentingan umum juga diperhatikan selain hak individualitas. Terutama dalam hal ini adalah ciptaan yang dianggap bisa mengganggu dan mencelakakan orang banyak. Hal ini juga dipertegas lagi dalam sistem demokrasi kita yang “memberi gambaran tentang adanya tujuan yang ingin dicapai oleh negara melalui hak-hak individual sesuai dengan asasinya dalam koridor manajemen nasional” (Sumarsono, dkk, 2002:33) Dari paparan di atas, bisa diketahui bahwa hukum di Indonesia sudah jelas dalam mengatur Hak Cipta. Hal ini lebih baik daripada beberapa puluh tahun yang lalu. Meskipun begitu tingkat pembajakan di Indonesia tetap saja tinggi. Di Indonesia banyak ditemui kasus-kasus pelanggaran hak cipta yang dilakukan baik di bidang musik, teknologi, dan lain-lain. Bahkan di salah satu media surat kabar online menyatakan bahwa “Indonesia menempatiperingkat ke-11 denganjumlahperedaran software bajakansebesar 86 persen, dengan nilai kerugian 1,46 miliardolar AS atauRp 12,8 triliun” (Kompas, 11 Juli 2012). Hal ini sungguh memprihatinkan mengingat Indonesia sudah memiliki undang-undang yang harusnya bisa mengurangi tingkat pembajakan di segala bidang. Banyaknya amandemen yang dilakukan oleh pemerintah demi mempertegas kedudukan Hak Cipta dari masa ke masa tidak juga menyurutkan aksi-aksi tercela ini. Kasus pembajakan paling banyak menimpa di dunia musik dan teknologi atau peranti lunak. Tindakan tersebut memberikan kerugian yang cukup besar bagi para penciptanya karena buah pemikirannya harus dirampas oleh orang lain tanpa seizinnya. Salah satu contoh kasus yang tidak bisa dikesampingkan adalah kasus yang menimpa novelis ternama Indonesia, Dewi ‘Dee’ Lestari. Dee yang terkenal dengan novel ‘Perahu Kertas’ mengatakan bahwa novel ‘Perahu Kertas’ miliknya dibajak oleh orang lain tanpa sepengetahuan dirinya. Hal ini tentu saja menimbulkan kekecewaan di diri Dee. Pada saat itu Dee merilis novelnya dalam dua versi, yakni konvensional dan digital. Dari penjualan secara digital ternyata aksi pembajakan itu mulai dilakukan dengan cara mengubah format digitalnya ke dalam bentuk pdf (Tribunnews.com, 20 November 2012). Kekecewaan ternyata tidak hanya menimpa Dewi Lestari. Pada bulan Mei tahun 2012, banyak musisi yang mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas pengunduhan musik

6

mereka secara ilegal di Internet. Pihak label menyebut angka kerugianlebih dari Rp 1 triliun dari praktek ini per bulan (Liputan6.com, 15 Mei 2012). Di Situbondo juga terjadi penangkapan oleh polisi terhadap dua pelaku penjual VCD dan DVD bajakan pada 10 November 2011. Dari tangankeduatersangka, disitabarangbuktiratusankeping VCD dan DVD (Liputan6.com, 11 November 2011). Dunia teknologi juga tidak luput dari aksi pembajakan.MenurutPresiden Microsoft Indonesia, “produk Microsoft menguasai sekitar 97 persen pasar perangkat lunak di Indonesia. Sayangnya, sekitar 86 persen pengguna menggunakan perangkat lunak atau software bajakan atau tanpa lisensi” (Sidomi.com, 8 November 2012). Dengan meningkatnya kasus pembajakan software di Indonesia pada akhirnya tidak hanya menimbulkan kerugian terhadap perusahaan, tapi juga kerugian pada negara. “Karena pembajakan membuat hilangnya pajak bagi negara akibat pengguna software bajakan tidak membaya rpajak” (Jawa Pos National Network, 8 November 2012) Dari semua kasus yang mencuat di publik, ternyata masih banyak kasus yang tidak diberitakan ke masyarakat karena banyaknya kasus-kasus pelanggaran hak cipta di tanah air. Hal ini membuktikan bahwa penegakan hukum bukan hanya tindakan yang dibutuhkan untuk menanggulangi kasus semacam ini, tapi juga diperlukan rasa kesadaran masyarakat, agar bersama-sama dengan aparat penegak hukum bisa memberantas tindakan kejahatan tersebut. Dalam UU no. 19 Tahun 2002 pasal 72 ayat 1 Tentang Hak Cipta bahkan disebutkan. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Dengan demikian, segala bentuk pelanggaran Hak Cipta, khususnya di bidang musik, sinematografi, dan program komputer akan ditindak tegas dengan diberlakukannya pasal ini. 3.3 Usaha substansi Undang Undang Hak Cipta atas pelanggaran Undang Undang hak cipta diawasi oleh sarana pemerintahaan. Namun, saran pemerintahaan tidak lah cukup untuk meminimalkan adanya pembajakan atau pelanggaran lain yang terkait dengan Undang Undang Hak Cipta. Masyarakat sendiri adalah salah satu dari substansi yang menimilkan adanya pelanggaran Hak Cipta selain aparat hukum ataupun pemerintah. Dengan diadakannya perubahan dari masa ke masa mengenai UUHC membuktikan bahwa pemerintah sudah tegas dalam menegakkan keadilan di bidang hak cipta. Namun, hal ini tidak dibarengi dengan upaya yang sangat tegas dari para aparatur negara. 7

Salah satu tindakan yang telah dilakukan langsung oleh Presiden dalam menangani kasus semacam ini adalah membentuk Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, merupakan hal positif dalam menaungi industry musik (Tribunnews.com, 24 November 2012). Namun, di sisi lain Pemerintah Indonesia tidak melakukan tindakan lain yang sangat signifikan dalam mengurangi pembajakan, terutama di bidang musik, yaitu menutup situssitus unduhan ilegal.Masih banyak ditemui situs-situs yang menyediakan konten ilegal tanpa sepengetahuan dari pihak musisi ataupun label yang menaunginya. Tindakan terbaru yang sangat menggebrak adalah ketika Majelis Ulama Indonesia bekerjasama dengan Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM dan organisasi Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan mengeluarkan fatwa haram terhadap pembajakan hak cipta di tanah air. Sementara itu, MIAP bekerjasama dengan Direktorat Jenderal HKI Kementerian Hukum& HAM dan Mabes Polri beserta pengelola mal di sejumlah kota besar menggelarsosialisasi program Mal IT Bersih (detikSurabaya, 6 November 2012). Tindakan ini diharapkan bisa menggugah kesadaran penjual dan konsumen untuk mengutamakan pentingnya menggunakan barang asli. Masyarakat sebagai konsumen tentu saja merupakan faktor terbesar untuk memberantas pembajakan. Apabila konsumen sadar akan dampak menggunakan barang bajakan yang tersedia secara luas di pasaran, maka bisa dipastikan jumlah penjual bajakan akan menurun mengingat tidak ada orang satupun yang mau membeli barang bajakan mereka. Di sini lebih ditekankan kepada kesadaran pada diri masyarakat untuk tidak mengedarkan atau membeli suatu produk secara ilegal. Selain itu, masyarakat hendaknya melapor kepada aparatur negara apabila menemukan kioskios yang baik tersembunyi ataupun terang-terangan terbukti menjual barang bajakan atau tidak sesuai dengan hak izin. Kerjasama antar masyarakat dan pemerintah dalam memberantas hal-hal yang berkenaan dengan pelanggaran hak cipta akan bisa terwujud apabila dalam tindakan tersebut tidak melibatkan apapun atau ‘bersih’ dari segalanya.

8

BAB IV PENUTUPAN A. KESIMPULAN Makalah ini bisa diambil kesimpulan bahwa praktek Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia masih menunjukkan keprihatinan terhadap karya-karya anak bangsa. Meskipun telah banyak dilakukan amandemen terhadap UUHC, dari Auteurswet hingga UUHC 2002 tetapi masih sedikit orang yang paham akanisi UU tersebut. Pemerintah Indonesia harus lebih mempertegas tindak lanjut terhadap kasus-kasus yang baik bermunculan di media massa elektronik maupun cetak dan yang tidak terungkap di keduanya mengenai pembajakan. Pembajakan yang dilakukan oleh individu ataupun suatu kelompok tertentu pada dasarnya sama-sama memberikan kerugian yang besar terhadap negara. Selain dari Pemerintah Indonesia, peran aktif warga negara dalam memberantas kasus pelanggaran Hak Cipta juga patut dipertimbangkan, sebab masyarakatlah yang menjadi ‘sasaran utama’ atas barang-barang bajakan. B. SARAN Dari banyak kasus pembajakan atau pelanggaran Hak Cipta, hendaknya Pemerintah berupaya menindak tegas terhadap siapapun yang melakukannya. Pemerintah Indonesia juga harus lebih banyak mensosialisasikan mengenai Hak Intelektual sehingga masyarakat akan menjadi sadar akan pentingnya Hak Cipta. Setiap aksi pemberantasan pembajakan atas suatu karya hendaknya tidak ikut terintimidasi oleh pihak manapun. Segala usaha harus dilakukan dengan bersih tanpa ikut campur oleh ‘uang’. Apabila ini diterapkan, kemungkinan pemberantasan pelanggaran Hak Cipta bisa dilakukan dengan baik dan cepat. Pemerintah Indonesia juga harus membuat denda yang lebih besar kepada tiap aksi kejahatan Hak Cipta, sehingga diharapkan bisa memberi efek jera kepada pelakunya.Masyarakat hendaknya menjadi warga negara yang responsif terhadap segala sesuatu yang berbau ‘palsu’. Masyarakat juga harus sadar bahwa membeli barang bajakan adalah tindakan yang merugikan pencipta karya itu dan juga negara.

9

Related Documents

Uu Hak Cipta
May 2020 16
Makalah Hak Etika Kep.docx
October 2019 31
Makalah Uu Kesehatan.docx
December 2019 18
Makalah Uu Bhp
July 2020 16

More Documents from "Ludia Ruu"