Makalah Protozoa 3.docx

  • Uploaded by: raudhatul fitri
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Protozoa 3.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,857
  • Pages: 8
`

Hari/Tanggal : Kamis, 14 Februari 2019 Waktu : 7.30 – 9.10 WIB Dosen :

MAKALAH Apicomplexa Darah ( Plasmodium pada Unggas )

Kelompok 6 Anggota : Wahyuni Lalu Faris Naufal Hikmah Nuradilah Natasya C Tambunan Raudhatul Fitri Ervi Juliani

(B04160108) (B04160109) (B04160110) (B04160111) (B04160113) (B04160114)

Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor 2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana yang membahas mengenai Apicomplexa Darah (Unggas) . Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan senantiasa memberkati segala usaha kita. Amin.

Bogor, 13 Februari 2019

Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................................................................................ iii BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................................................1 1.1

Latar belakang ..............................................................................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah ........................................................................................................................................1

1.3

Tujuan ..........................................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ...............................................................................................................................................2 2.1

Prevalensi .....................................................................................................................................................2

2.2

Transmisi dan Vector ...................................................................................................................................2

2.3

Pathogenesis .................................................................................................................................................3

2.4

Diagnose , Pengendalian , dan Pencegahan .................................................................................................3

BAB III PENUTUP .......................................................................................................................................................4 3.1

Simpulan ......................................................................................................................................................4

3.2

Saran ............................................................................................................................................................4

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................................5

BAB I PENDAHULUAN 1.1

Latar belakang Malaria Avian disebabkan oleh lebih dari 50 spesies Plasmodium (Plasmodiidae, Haemosporida), yang terdistribusi global. Keragaman parasit ini paling banyak terdapat di daerah tropis, tetapi beberapa spesies Plasmodium ditransmisikan secara aktif di daerah beriklim sedang dan baru-baru ini dilaporkan bahkan pada ketinggian tundra Arktik. Burung menderita malaria tersebar di seluruh dunia, tetapi penyakit ini tidak ada di Antartika, kemungkinan besar karena tidak adanya vektor yang sesuai dan suhu udara yang tidak memadai untuk menyelesaikan perkembangan sporogonik (Valkiunas et al 2017). Pada burung, spesies Plasmodium dan terkait parasit haemosporidian menyebabkan tidak hanya patologi darah karena parasitemia tinggi, yang merupakan alasan utama patologi selama malaria pada mamalia, tetapi juga karena kerusakan berbagai organ oleh meronts exoerythrocytic, yang berkembang di reticular-endotel sel-sel dan dapat hadir di seluruh tubuh dalam host unggas yang rentan. Pengembangan exoerythrocytic tetap kurang diselidiki dalam mayoritas spesies haemosporidian burung karena kesulitan untuk mengakses dan mengidentifikasi parasit dilaporkan pada organ, khususnya pada hewan liar (Valkiunas et al 2017).

1.2

Rumusan Masalah 1) 2) 3) 4) 5)

1.3

Bagaimana kejadian atau prevalensi kejadian akibat malaria pada unggas? Vector apa saja yang berperan dalam penyakit ini ? Bagaimana transmisi dari penyakit tersebut ? Bagaimana patogenesisnya ? Bagaimana cara mendiagnosa dan pengendalian, pencegahan terhadap kejadian giardiosis? Tujuan

    

Untuk mengetahui kejadian atau prevalensi kejadian akibat malaria pada unggas? Untuk mengetahui Vector apa saja yang berperan dalam penyakit ini ? Untuk mengetahui transmisi dari penyakit tersebut ? Untuk mengetahui patogenesisnya ? Untuk mengetahui cara mendiagnosa dan pengendalian, pencegahan terhadap kejadian giardiosis?

BAB II PEMBAHASAN 2.1

Prevalensi Indonesia merupakan negara terbanyak dengan penderita malaria setelah India di Asia bagian Selatan (WHO 2012), yang dapat menurunkan status kesehatan, produktivitas penduduk sehingga menjadi hambatan penting untuk pembangunan sosial dan ekonomi. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995, diperkirakan 15 juta penduduk terkena malaria, dan terjadi kematian pada dua persen dari total penderita malaria. Kasus malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk di Indonesia (Kemenkes RI 2011). Prevalensi malaria di Indonesia bagian timur lebih tinggi daripada di bagian barat, dan umumnya malaria disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan P. vivax (Elyazar et. al. 2011). Vektor malaria di setiap daerah berbeda-beda dan bersifat lokal spesifik (Depkes RI 2007). Insiden Malaria pada penduduk Indonesia tahun 2013 adalah 1,9% menurun dibanding tahun 2007 (2,9%) sedangkan prevalensi malaria tahun 2013 adalah 6,0%. Lima provinsi dengan insiden dan prevalensi penyakit malaria tertinggi adalah Papua (9,8% dan 28,6%), Nusa Tenggara Timur (6,8% dan 23,3%), Papua Barat (6,7% dan 19,4%), Sulawesi Tengah (5,1% dan 12,5%), dan Maluku (3,8% dan 10,7%). Dari 33 provinsi di Indonesia, 15 provinsi mempunyai prevalensi malaria diatas angka nasional, sebagian besar berada di Indonesia Timur (Kemenkes RI 2013).

2.2

Transmisi dan Vector Avian Malaria merupakan suatu penyakit asal protozoa yang bersifat akut yang menyerang eritrosit berbagai jenis unggas. Penyakit ini menimbulkan anemia berat, kelemahan, dan dapat berakhir dengan kematian. Avian Malaria ditularkan oleh nyamuk yang ditandai dengan adanya parasit di dalam sitoplasma eritrosit. Skizogoni terjadi di dalam darah dan gametosit dapat ditemukan di dalam eritrosit dewasa (Tabbu, 2006). Avian Malaria disebabkan oleh protozoa yang tergolong genus Plasmodium, famili Plasmodidae. Plasmodium sp., menginfeksi eritrosit berbagai jenis unggas dan erat hubungannya dengan genus Haemoproteus dan Leucocytozoon. Replikasi Plasmodium sp., berlangsung di dalam eritrosit yang bersirkulasi, sedangkan Haemoproteus di dalam sel endotel dan Leucocytozoon di dalam leukosit. Avian Malaria sering ditemukan pada burung atau unggas liar, namun pada unggas peliharaan tidak menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan. Letupan penyakit Avian Malaria telah dilaporkan pada unggas dan burung (Atkinson et al., 2008). Avian Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk, yaitu Culex sp., Aedes sp., dan Anopheles sp., yang terinfeksi oleh Plasmodium sp., Perkembangan Plasmodium sp., terbagi dua yaitu perkembangan seksual dan aseksual. Perkembangan aseksual terjadi di dalam eritrosit unggas, sedangkan fertilisasi dan perkembangan bentuk seksual dewasa terjadi di dalam tubuh nyamuk Malaria menular melalui gigitan nyamuk Anopheles sp., dalam siklus hidupnya. Plasmodium sp., berproduksi secara seksual (sporogoni) dan aseksual (skizogoni) di dalam inang yang berbeda. Reproduksi seksual terjadi dalam tubuh Vektor, sedangkan reproduksi aseksual

terjadi dalam tubuh ayam. Reproduksi seksual hasilnya disebut sporozoit sedangkan hasil reproduksi aseksual disebut merozoit (Choidini, 2001). 2.3

Pathogenesis Patologi yang terjadi pada ungas yang terinfeksi dapat berupa glomerulonephritis, nephritis, pembengkakan hati dan limpa, dan perubaha warna hati dan limpa menjadi berwarna hitam atau coklat kehitaman. Kebengkakan limpa diikuti dengan penurunan konsistensi menjadi lunak. Pada pemeriksaan histipatolagi merazoit dapat dilakukan ditemukan pada sel-sel darah, dan berbagai organ tubuh seperti otak, paru, limpa. Sel-sel endotel hati mengalami pembengkakan dan terdapat infiltrasi sel-sel debris dan pigmen malaria. Sel-sel hati mengalami degenerasi sel lemak dan terjadi vakuolisasi tahap akhir infeksi ( Atkinson et.al 2000).

2.4

Diagnose , Pengendalian , dan Pencegahan Diagnose Plasmodiosis dapat didiagnosa dengan melihat gejala klinis yang muncul, pemeriksaan ulas darah atau pemeriksaan serologis ELISA dan pemeriksaan molekuler PCR. Diagnosa banding brdasarkan gejala klinis umum anemia sehingga terdapat beberapa jenis penyakit yang dapat menjadi diagnosa bandingnya seperti defisiensi Fe, egg drop syndrome (EDS), infeksi akibat parasite darah yang lain (leucocytozoonosis dan Haemoproteus) chiken anemia virus, coccidiosis dan infestasi eksternal penghisap darah seperti caplak (DITJENNAK 2014). Pengendalian Avian malaria adalah penyaki yang disebabkan oleh Plasmodium gallinaceum dan merupakan mosquito-borne disease. Avian malaria pernah menjadi momok usaha konservasi unggas-unggas endemik di Hawai, namun dengan beberapa upaya konrol, avian malaria dapat dikendalikan. Model pengendalian yang diteliti oleh Wei et al. (2017) adalah pengendalian lingkungan, konrol biologis vektor dan pengembangan nyamuk jantan steril. Pengendalian lingkunga meliputi mengkontrol habiat larva nyamuk dengan cara mengeliminasi tempat-tempat potensial larva berbiak seperti genangan air, sampah botol, dan sebagainya. Kemudian pengembangan predator alami vektor seperti katak, Gambusia sp., Toxorhynchites sp., copepod dan damselflly. Pengembangan metode kontrol vektor dengan predator alami dapat menurunkan prevalensi avian malaria pada musim hujan 5-12% (Wei et al. 2017). Kemudian penggunaan SMT atau sterile male technique. SMT telah lama dikembangkan untuk mengkontrol vektor penyebar penyakit. SMT akan melepaskan jantan steril dalam jumlah banyak yang dihasilkan dengan cara radiasi, tritmen kimia, atau modifikasi genetis. Pejantan steril akan berkompetisi dengan pejantan fertil liar. Penggunaan dominant lethal gene, seperti oxitec, juga sering digunakan. Gen ini akan terekpresi pada zigot sehingga zigot akan mati sebelum dapat berkembang menjadi nyamuk dewasa. Penggunaan teknik ini dapat menybabkan mortality rate telur hingga 95%. Pencegahan

Tidak ada obat antimalaria yang tersedia secara komersial atau disetujui untuk mengobati unggas. Namun, campuran trimethoprim dan sulfaquinoxaline dalam pakan selama 5 hari telah terbukti manjur terhadap malaria P gallinaceum yang diinduksi secara eksperimental pada ayam. Sebuah studi eksperimental pada patogenisitas dan kemoterapi P. durae menyarankan bahwa kombinasi sulfamonomethoxine dan sulfachloropyrazine bisa menjadi terapi yang efektif; halofuginone disarankan untuk kemoprofilaksis di daerah endemis. Chloroquine yang diberikan gavage 50 mg / kg pada ayam Leghorn yang secara eksperimental terinfeksi P juxtanucleare mungkin telah mengurangi parasitemia. Terapi pada unggas konservasi dapat dilakukan dengan pemberian klorokuin (10 mg / kg) dan primaquine (0,3–1 mg / kg) diberikan secara oral dan diikuti dengan pemberian klorokuin (5 mg / kg) 6, 24, dan 48 jam kemudian. Klorokuin dalam air minum (250 mg / 120 mL) juga telah digunakan pada burung penyanyi. Anggur atau jus jeruk dapat menyamarkan kepahitan chloroquine. Perawatan termasuk primaquine dan chloroquine direkomendasikan daripada chloroquine saja, karena hanya primaquine yang aktif melawan jaringan schizonts. Chloroquine memiliki aktivitas melawan skizon dan gametosit eritrositik. Primaquine juga memiliki aktivitas melawan gametosit erythrocytic. Ketika membuat aliquot obat, perhatikan bahwa tablet kloroquine 500 mg mengandung 300 mg basa aktif, dan tablet primaquine 26 mg mengandung 15 mg basa aktif. Pada raptor, kontrol penyakit ini telah dicapai dengan pemberian mefloquine (30 mg / kg) oral yang diulang 12, 24, dan 48 jam setelah dosis awal. Atau, kombinasi chloroquine (25 mg / kg) dan primaquine (1,3 mg / kg) dapat diberikan secara oral dan diikuti dengan pemberian chloroquine (15 mg / kg) 12, 24, dan 48 jam kemudian. Di daerah endemik, mefloquine seminggu sekali (30 mg / kg) telah berhasil digunakan untuk kemoprofilaksis pada elang besar (LaPointe et al. 2012).

BAB III PENUTUP 3.1

Simpulan Penyakit malaria pada unggas rentan terjadi di indonesia dengan vector nyamuk yang tumbuh pesat di negara berkembang. Namun, kasus malaria ini bisa dikendalikan dengan melakukan sanitasi lingkungan agar lebih bersih, mengontrol biologis vector dengan mengembangkan nyamuk jantan steril.

3.2

Saran Setelah mengetahui informasi tersebut diharapkan kita lebih menjaga kebersihan lingkungan, lebih tanggap bila terjadi kasus tersebut dengan ciri – ciri yang di paparkan , dan dapat ditemukan solusi baru untuk menurunkan tingkat terjadinya kasus malaria.

DAFTAR PUSTAKA Atkinson CT, Dusek RJ, Woods KL, Iko WM. 2000. Patoghenicity of Avian Malaria in Experimentally-infected Hawaii Amakihi. Hawai (USA): USGS Biological Resources Division. Atkinson CT, NJ Thomas, DB Hunter. 2009. Parasitic Disease of Wild Bird. 1st edition. State Avenue ( US): Wiley-Blackwell., Choidini PI., AH Moody, DW Manser. 2001. Atlas of Medical Parasitology and Protozologi. 4th edition. Phidelphia (US): Churcill Livingstone. [DITJENNAK] Direktorat Jendral peternakan dan Kesehatan Hewan. 2014. Manual Penyakit Unggas. Cetakan kedua. [diunduh 2019 februari 11] : http://www.ditjennak.pertanian.go.id. Elyazar IR,Gething PW,Patil AP,Rogayah H,Sariwati E, Palupi NW, Tarmizi SN, Kusriastuti R, Baird JK, Hay SI. 2011. Plasmodium falciparum malaria endemicity in Indonesia in 2010. PLoS One. 6:e21315. Kemenkes RI. 2011. Pedoman Penggunaan Kelambu Berinsektisida Menuju Eliminasi Malaria. Kemenkes RI. Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas 2013). Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan RI. LaPointe DA, Atkinson CT, Samuel MD. 2012. Ecology and conservation biology of avian malaria. Annals of The New York Academy of Sciences. 1249(1): 211-226. Liao W, Atkinson CT, LaPointe DA, Samuel MD. 2017. Mitigating future avian malaria threats to Hawaiian forest birds from climate change. PLOS ONE. 12(1): e0168880. Tabbu CR. 2006. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Volume 2. Yogyakarta (ID): Penerbit Kaninus. WHO 2012. World malaria report. Fact Sheet. Available at: http://www.who.int/malaria/ publications/world_malaria_report_2012/ wmr2012_factsheet.pdf. [accessed 11 Februari 2019].

Related Documents

Makalah Protozoa 3.docx
December 2019 5
Protozoa
May 2020 13
Protozoa
November 2019 25
Protozoa
May 2020 23
Protozoa
May 2020 23
Blood Protozoa
April 2020 11

More Documents from "bpt2"

Makalah Protozoa 3.docx
December 2019 5
Cover.docx
April 2020 13
Doc4.docx
May 2020 6
Makalah.docx
May 2020 5
Bab Ii.docx
June 2020 6