Makalah Penilaian Status Gizi Klinis.docx

  • Uploaded by: Uyun Pharicha
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Penilaian Status Gizi Klinis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,500
  • Pages: 23
MAKALAH ILMU GIZI

PENILAIAN STATUS GIZI

DISUSUN OLEH KELOMPOK III :  FITRI HANDAYANI NPM : 2018030008  NURNANINGSIH. K NPM : 2018030021

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN STIKES YAHYA BIMA 2018

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang di konsumsi secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak di gunakan lagi. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, di bedakan antara gizi kurang, baik, dan lebih berkaitan juga dengan keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut atau keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh. Dalam penilaian status gizi terbagi menjadi dua bagian yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Dalam penilaian status gizi salah satunya yaitu dengan metode pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Penilaian status gizi perlu dipertimbangkan dalam memilih metode penilaian status gizi yang meliputi tujuan, unit sampel yang diukur, jenis informasi yang dibutuhkan, tingkat reliabilitas, dan akurasi yang dibutuhkan. Dalam penentuan status gizi secara klinis terdapat pembagian pemeriksaan yaitu riwayat medis dan juga pemeriksaan fisik.

1.2 Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4.

Apa yang dimaksud dengan penilaian status gizi secara klinis? Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi? Bagaimana tanda dan gejala akibat kekurangan gizi? Apa saja kelemahan dan kelebihan dalam penilaian gizi klinis?

1.3 Tujuan Penulisan 1. 2. 3. 4.

Mengetahui pengertian penilaian status gizi secara klinis. Mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi Menjelaskan tanda dan gejala beberapa gangguan akibat kekurangan gizi. Mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan dalam penilaian gizi klinis.

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Penilaian Status Gizi Secara Klinis Penilaian status gizi secara klinis merupakan metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan metode ini umumnya digunakan untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. Salah satu metode penilaian status gizi secara langsung, secara umum terdiri dari dua bagian yaitu : 1) Riwayat Medis (Medical History) Merupakan catatan mengenai perkembangan penyakit, dalam riwayat medis kita mencatat semua kejadian yang berhubungan dengan gejala yang timbul pada penderita beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Catatan tersebut haruslah meliputi: Identitas penderita: umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, suku, dan sebagainya Lingkungan fisik dan sosial budaya yang berkaitan dengan timbulnya penyakit tersebut (malnutrisi), antara lain lingkungan fisik (keadaan kesuburan tanah dan kandungan mineral tanah), lingkungan sosial & budaya (adat – istiadat, kepercayaan, kebiasaan – kebiasaan, serta pola kehidupan masyarakat sekitarnya). Sejarah timbulnya gejala penyakit. Beberapa hal yang perlu diketahui adalah: kapan berat badan mulai turun, kapan ada gejala anoreksia atau nafsu makan menurun, kapan ada gejala muntah, apakah ada mencret atau tidak, kalau ada kapan mulai terjadi. Data – data tambahan yang diperlukan, misalnya:

Apakah penderita juga menderita anemia Apakah penderita juga pernah operasi usus Apakah penderita pernah menderita penyakit infeksi Apakah penderita pernah menderita penyakit kronis, seperti: o Luka pada lambung (Ulcus Gaster) o Luka pada duodenum Apakah ada kelainan bawaan (genetik) Apakah ada alergi makanan Apakah macam diet dan obat – obatan yang sebelumnya dipakai Data-data tersebut dapat dikumpulkan melalui wawancara dengan penderita dan keluarganya, atau dengan observasi langsung pada rumah dan lingkungan penderita. Semua informasi tersebut perlu dikumpulkan untuk mengetahui lebih lanjut apakah gizi kurang disebabkan oleh penyebab primer, yaitu konsumsi makanan atau sebab lain seperti: penyakit menahun, obat – obatan yang lama, keturunan (dalam hal ini mungkin disebabkan

tidak

terbentuknya

enzim

pencernaan)

sehingga

menyebabkan

terganggunya proses pencernaan makanan. 2) Pemeriksaan Fisik Melakukan pengamatan terhadap perubahan fisik, yaitu semua perubahan yang ada kaitannya dengan kekurangan gizi. Perubahan – perubahan tersebut dapat dilihat pada kulit atau jaringan epitel, yaitu jaringan yang membungkus permukaan tubuh, seperti: rambut, mata, wajah, mulut, lidah, gigi, dan lain – lain serta kelenjar tiroid. Pemeriksaan fisik dapat dilakukan melalui teknik : Inspeksi atau periksa pandang, Inspeksi adalah proses pengamatan dengan menggunakan mata (periksa pandang) inspeksi dilakukan untuk mendeteksi tanda – tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik. Inspeksi dilakukan secara terperinci dan terfokus pada ukuran, bentuk, posisi, kelainan anatomis organ, warna, tekstur, penampilan, pergerakan dan kesimetrisan. Mulailah melakukan inspeksi saat bertemu dengan klien, amati dari hal – hal umum kemudian ke hal – hal khusus. Palpasi atau periksa raba,

Perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk, konsistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan / organ tubuh.Merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat. Perkusi atau periksa ketuk Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan tujuan menghasilkan suara. Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Auskultasi atau pemeriksaan menggunakan stateskop Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus. Komisi

ahli

WHO

yang

dikutip

oleh

Jelliffe

(1966)

dan

Jelliffe

(1989),

mengelompokkan tanda – tanda klinis menjadi tiga kelompok besar, yaitu: Kelompok 1 : Tanda – tanda (sign) yang memang benar berhubungan dengan kurang gizi bisa karena kekurangan salah satu zat gizi atau lebih yang dibutuhkan tubuh. Kelompok 2 : Tanda – tanda (sign) yang membutuhkan investigasi (penyelidikan) lebih lanjut. Tanda – tanda ini mungkin karena gizi salah atau mungkin oleh faktor lain, seperti: kehidupan dibawah standar (miskin), buta huruf. Kelompok 3 : Tanda – tanda (sign) yang tidak berkaitan dengan gizi salah walaupun Hampir mirip. Tanda – tanda ini dalam diagnosis untuk membedakannya memerlukan keahlian khusus. Daftar Gambaran & Pengelompokkan Tanda Klinis 1. Rambut Kelompok 1. Berhubungan dengan kekurangan gizi

o Kurang bercahaya (lack of clustee): rambut kusam dan kering o Rambut tipis dan jarang (thinness and aparseness) o Rambut kurang kuat/mudah putus (straightness) o Tanda bendera (flag sign) dikarakteristikkan dengan pita selang – seling dari terang/gelapnya warna sepanjang rambut dan mencerminkan epidose selang – seling dari KEP serta pengobatan yang telah diberikan. o Mudah rontok (easy pluckability): dengan kekuatan sedang dan tidak sakit bila dicabut dan selalu diiringi oleh perubahan rambut lainnya. 2. Wajah Kelompok 1. Berhubungan dengan kekurangan gizi o Penurunan pigmentasi (defuse depigmentation) yang tersebar secara berlebih apabila disertai anemia o Pengeringan selaput mata (conjunctival xerosis) o Bintik bitot (bitot’s spot) o Pengeringan kornea (cornea xerosis) Kelompok 2. Kemungkinan berhubungan dengan kekurangan gizi o Perinasal veins: suatu keadaan yang mungkin disebabkan konsumsi alkohol berlebihan 3. Mata Kelompok 1. Berhubungan dengan kekurangan gizi o Selaput mata pucat (pale conjunctiva). Tanda- tandanya: muka pucat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan perbandingan warna. o Keratomalasia. Keadaan permukaan halus/lembut dari keseluruhan bagian tebal atau keseluruhan kornea, terutama kebocoran (perforation) dan prolapse selaput iris (selaput pelangi), yang biasanya mempengaruhi kedua mata. Jika kondisinya buruk, kornea berwarna putih buram (sommer 1982) o Angular palpebritis. Tanda – tandanya: celahan/rekahan di sebelah luas/sisi mata dan kadang – kadang sangat erat kaitannya dengan angular stomatitis. Kelompok 2. Kemungkinan berhubungan dengan kekurangan gizi

o Corneal arcus. Ini ditunjukkan dengan lingkaran berwarna terang mengelilingi sisi sebelah luar kedua selaput iris dan biasanya terjadi pada usia remaja dan pada pengidap kolesterol darah yang tinggi o Xanthomata. Ditandai dengan warna putih kekuningan sering membentuk plak pada kulit yang kebanyakan terdapat dibawah mata (bagian bilateral). Kelompok 3. Tidak berhubungan dengan kekurangan gizi o Pterygium: Luka ini disebabkan oleh sesuatu berbentuk sayap yang dihasilkan oleh lipatan – lipatan ganda yang berdaging dari konjungtiva, tumbuh cepat dan biasanya menyerang kornea bagian lateral. Kemungkinan penyebabnya adalah iritasi yang berlangsung lama, terutama karena sinar matahari dan angin. 4. Bibir Kelompok 1. Berhubungan dengan kekurangan gizi o Angular stomatitis. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan celahan pada sudut – sudut mulut. Celahan ini bisa dangkal atau dalam, membentuk daerah kecil pada sudut mulut atau menyebar beberapa millimeter pada kulit di luarnya. Sedikit luka terlihat lebih mudah dengan mulut setengah terbuka. Tanda ini harus dilihat positif jika terjadi pada kedua sudut mulut. o Jaringan parut angular. Angular stomatitis yang telah sembuh mungkin mengakibatkan bekas luka menjadi merah muda atau memutih pada sudut – sudut mulut, tergantung pada interval akutnya. Kelompok 2. Kemungkinan berhubungan dengan kekurangan gizi o Depigmentasi kronis pada bibir bawah

5. Lidah Kelompok 1. Berhubungan dengan kekurangan gizi o Edema dari lidah. Ini dapat dideteksi dengan cara menekan gigi sepanjang tepi lidah o Lidah mentah atau scarlet. Lidah berwarna merah cerah, biasanya berukuran normal atau perlahan – lahan mengalami atrofi, denudasi/pengulitan, dan sangat nyeri o Lidah magenta. Lidah berwarna merah keunguan; mungkin bisa diikuti dengan perubahan morfologi.

o Atrofi papilla (papilla atrophic). Papilla filiform yang telah hilang membuat lidah tampak halus. Penyebarannya bisa di tengah atau di tepi. Kelompok 2. Kemungkinan berhubungan dengan kekurangan gizi o Papilla hiperamic dan hipertrophic. Papilla ini hypertrophic dan berwarna merah atau merah muda, dan menyebabkan lidah bergranula (seperti stroberi merah). o Fissures. Keadaan pecah – pecah pada permukaan lidah tanpa papilla pada pinggirnya atau permukaan bawahnya. Kelompok 3. Tidak berhubungan dengan kekurangan gizi o Geographic tongue. Keadaan lidah dengan daerah bintik yang terdistribusi tidak teratur dari denudasi dan atrophy epitelium. Ini tidak terasa sakit dan nyeri. Penyebabnya tidak jelas dan tidak ada perawatan yang kelihatan efektif. o Pigmented tongue. Adanya daerah berbintik dengan pigmentasi berlendir biru - hitam, kadang - kadang disertai dengan bintik yang sama pada gusi; ini mirip dengan area biru – hitam dari pigmentasi meningkat yang terlihat pada orang – orang yang berkulit gelap, biasanya kulit punggung bawah dan terutama terlihat pada anak baru lahir sebelum pigmentasi dewasa penuh terjadi. 6. Gigi Kelompok 1. Berhubungan dengan kekurangan gizi o Mottled enamel. Pada gigi terdapat bintik putih dan kecoklatan, dengan atau tanpa erosi pada enamel, biasanya paling baik terlihat pada gigi seri atas. Cirri ini adalah karakteristik dari fluorosis o Pengikisan (attrition). Pengikisan terjadi pada tepi gigi seri dan taring. Kelihatannya ini berhubungan dengan kekerasan makanan yang membutuhkan pengunyahan relatif lama. Ini lebih umum pada masyarakat pedesaan yang mengkonsumsi makanan tradisional. o Erosi email (enamel erosion). Istilah ini menggambarkan area sangat terbatas, biasanya disekitar tepi gusi, tempat email gigi telah tererosi 7. Gusi Kelompok 1. Berhubungan dengan kekurangan gizi

o Spongy, bleeding gums. Bunga karang keunguan atau merah yang membengkak pada papilla gigi bagian dalam atau tepi gusi, yang biasanya mudah berdarah pada tekanan kecil. Tanda ini dapat terjadi dengan penggunaan obat – obat tertentu yang relatif lama, termasuk hydantoinates yang digunakan dalam pemeliharaan anak – anak pengidap epilepsy. Kelompok 2. Kemungkinan berhubungan dengan kekurangan gizi o Recession of gums. Kerusakan dan atrofi gusi yang menampakkan akar – akar gigi. Ini biasanya menjadi keadaan sekunder pada pyorrhoea Kelompok 3. Tidak berhubungan dengan kekurangan gizi o Pyorrhea (infeksi periodontal). Infeksi tepi gusi, yang menyebabkan merah dan gusi mudah berdarah tanpa hypertrophy. 8. Kelenjar Kelompok 1. Berhubungan dengan kekurangan gizi o Pembesaran tiroid. Kelenjar ini terlihat dan teraba membesar. Pembesaran bisa difus atau nodular. Inspeksi dan palpasi saat subjek menelan mungkin membantu dalam diagnosa. o Pembesaran parotid. Gejala ini positif jika terjadi pembekakan kronis, terlihat pada kedua parotid. Kelenjar ini keras, tidak lunak, dan tidak nyeri. Kulit diatasnya tidak berubah. Pembengkakan nampak pada belahan telinga tersembunyi saat subjek diamati dari depan. Paling mudah diamati biasanya pada anak sekolah dan orang dewasa. Kelompok 2. Kemungkinan berhubungan dengan kekurangan gizi o Gynaecomastia. Pembesaran bilateral, terlihat, dan teraba pada putting dan jaringan dada glandular subaerolar pada laki – laki. 9. Kulit Kelompok 1. Berhubungan dengan kekurangan gizi o

Xerosis. Keadaan kulit yang mengalami kekeringan tanpa mengandung air. Faktor – faktor yang perlu dipertimbangkan saat memperkirakan ini dan tanda – tanda kulit yang lain berhubungan dengan lingkungan, seperti kondisi kotor, kurangnya pencucian, iklim

kering, panas, berangin, dan kebiasaan penggunaan minyak pada tubuh, dan jarang terjadi karena genetik. o

Petechiae. Bintik haemorrhagic kecil pada kulit atau membran berlendir yang sulit dilihat pada orang kulit gelap. Kelompok 2. Kemungkinan berhubungan dengan kekurangan gizi

o

Mosaic dermatosis; plaque mosaic lebar tipis, sering terdapat di tengah, tapi cenderung mengelupas pada sekelilingnya.

o

Thickening & pigmentation of pressure point; penebalan difus, dengan pigmentasi pada titik penekan, seperti lutut, siku, dan depan belakang mata kaki. Ruas – ruas jari bisa juga terjadi. Area yang terpengaruh bisa berkerut dengan atau tanpa celahan.

10. Kuku Kelompok 1. Berhubungan dengan kekurangan gizi o Koilonychia. Keadaan kuku bagian bilateral cacat berbentuk sendok pada kuku orang dewasa atau karena sugestive anemia (kurang zat besi). Kuku yang sedikit berbentuk sendok dapat ditemukan secara umum hanya pada kuku jempol, dan pada masyarakat yang sering berkaki telanjang. Kelompok 2. Kemungkinan berhubungan dengan kekurangan gizi o Transverse ridging of grooving of nails. Keadaan kuku yang memiliki lebih daripada suatu keadaan yang ekstrem. 2.2 Faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi a.

Faktor langsung

1. Konsumsi Pangan Penilaiann konsumsi pangan rumah tangga atau secara perorangan merupakan cara pengamatan langsung yang dapat menggambarkan pola konsumsi penduduk menurut daerah, golongan social ekonomi dan social budaya. Konsumsi pangan lebih sering digunakan sebagai salah satu teknik untuk memajukan tingkat keadaan gizi . 2. Infeksi

Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan 2 hal yang saling mempengaruhi. Dengan adanya infeksi, nafsu makan anak mulai menurun dan mengurangi konsumsi makanannya, sehingga berakibat berkurangnya zat gizi ke dalam tubuh anak. b. Faktor tidak langsung 1. Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan sangat menentukan bahan makanan yang akan dibeli, pendapatan merupakan factor yang penting untuk menentukan kualitas dan kuantitas makanan, maka erat hubungannya dengan gizi 2. Pengetahuan Gizi Pengetahuan tentang gizi adalah kepandaian memilih makanan yang merupakan sumber zat-zat gizi dan kepandaian dalam mengolah bahan makanan. Status gizi memegang peranan yang sangat penting dalam penggunaan dan pemilihan bahan makanan dengan baik sehingga dapat mencapai keadaan gizi yang seimbang. 3. Besar Keluarga Besar Keluarga atau banyaknya anggota keluarga berhubungan erat dengan distribusi dalam jumlah ragam pangan yang dikonsumsi anggota keluarga. Besarnya keluarga akan menentukan besar jumlah makanan yang dikonsumsi untuk tiap anggota keluarga. Semakin besar jumlah anggota keluarga maka semakin sedikit jumlah asupan zat gizi atau makanan yang didapatkan oleh masing-masing anggota keluarga dalam jumlah penyediaan makanan yang sama. 2.3 Tanda dan gejala akibat kekurangan gizi Tanda dan gejala beberapa gangguan akibat kekurangan gizi: 1. Kekurangan Energi Protein (KEP) Kekurangan Energi Protein (KEP) adalah keadaan kekurangan gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari – hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi. Orang yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: marasmus, kwashiorkor, atau marasmus – kwashiorkor. (Departemen Kesehatan RI, 1999).

1) Tanda – tanda klinis Marasmus Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit Wajah seperti orang tua Cengeng, rewel Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air, serta penyakit kronik Tekanan darah, detak jantung, dan pernafasan berkurang. Kwashiorkor Oedem umumnya diseluruh tubuh dan terutama pada kaki (dorsun pedis) Wajah membulat dan sembab Otot – otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk, anak berbaring terus – menerus Perubahan status mental: cengeng, rewel, kadang apatis Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia) Pembesaran hati Sering disertai infeksi, anemia, dan diare/mencret Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis) Pandangan mata anak nampak sayu Marasmus – kwashiorkor Tanda – tanda marasmus – kwashiorkor adalah gabungan dari tanda – tanda yang ada pada marasmus dan kwashiorkor (Depkes RI, 1999) 2) Metode penentuan Untuk mendeteksi Kurang Energi Protein (KEP), maka perlu dilakukan pemeriksaan (inspeksi) terhadap target organ yang meliputi: Kulit seluruh tubuh terutama tangan, wajah, dan kaki Otot – otot Rambut

Mata Hati Wajah Gerakan motorik 3) Interpretasi Apabila dalam pemeriksaan fisik pada anak target organ banyak mengalami perubahan sesuai dengan tanda – tanda kllinis yang Kurang Energi Protein (KEP), maka ada petunjuk bahwa anak tersebut kemungkinan besar menderita KEP. Meskipun demikian perlu dicermati bahwa penilaian KEP masih memerlukan pengamatan lebih lanjut apakah termasuk marasmus, kwashiorkor, atau kwashiorkor marasmus sesuai dengan tanda – tanda yang lebih spesifik. 2. Kekurangan vitamin A (KVA) Penyakit mata yang diakibatkan kekurangan vitamin A disebut xerophtalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang paling sering terjadi pada anak - anak di Indonesia umumnya terjadi pada usia 2 – 3 tahun. Hal ini karena anak tidak diberi makanan yang memenuhi syarat gizi, sementara anak itu belum bisa mengambil makanan sendiri. Gejala xerophtalmia terbagi 2, yaitu: a. Keadaan yang reversibel yaitu yang dapat sembuh Buta senja (hemerolopia) Xerosis conjunctiva Xerosis kornea Bercak bitot b. Keadaan yang ireversibel, yaitu keadaan yang agak sulit sembuh Ulserasi kornea Keratomalasia 3. Anemia gizi zat besi Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah kurang daripada harga normal.

1) Tanda – tanda klinis Lelah, lesu, lemah, letih, lunglai (5L) Bibir tampak pucat Nafas pendek Lidah licin Denyut jantung meningkat Susah buang air besar Nafsu makan berkurang Kadang – kadang pusing Mudah mengantuk 2) Metode penentuan Untuk mendeteksi Anemia Gizi Zat Besi (AGB) maka perlu dilakukan pemeriksaan (inspeksi) terhadap target organ yang meliputi: Mata Kuku Bibir Lidah 3) Interpretasi Apabila dalam pemeriksaan fisik pada anak target organ banyak mengalami perubahan sesuai dengan tanda – tanda klinis anemia gizi besi, maka ada petunjuk bahwa kemungkinan besar anak tersebut menderita Anemia Gizi Besi. 4. Gangguan akibat kurang yodium (GAKY) Gangguan akibat kurang yodium tidak hanya menyebabkan pembesaran kelenjar gondok tetapi juga berbagai macam gangguan lain. Kekurangan yodium pada ibu yang sedang hamil dapat berakibat abortus, lahir mati, kelainan bawaan pada bayi, meningkatnya angka kematian pranatal, melahirkan bayi kretin. Kekurangan yodium yang diderita anak – anak menyebabkan pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan perkembangan fisik. Pada orang dewasa berakibat pada pembesaran kelenjar gondok, hipotiroid, dan gangguan mental (pudjiadi, 1997).

Kekurangan yodium pada tingkat berat dapat mengakibatkan cacat fisik dan mental, seperti: tuli, bisu tuli, pertumbuhan badan terganggu, badan lemah, kecerdasan dan perkembangan mental terganggu. Akibat yang sangat merugikan adalah lahirnya anak kretin. Kretin adalah keadaan seseorang yang lahir di daerah endemik dan memiliki dua atau lebih kelainan - kelainan berikut: a. Satu perkembangan mental terhambat b. Pendengaran terganggu dan dapat menjadi tuli c. Perkembangan saraf penggerak terhambat, bila berjalan langkahnya khas, mata juling, gangguan bicara sampai bisu dan refleks fisiologi yang meninggi (Depkes RI, 1986). Istilah gondok endemik digunakan jika di suatu daerah ditemukan banyak penduduk yang mengalami pembesaran kelenjar gondok. Kriteria daerah endemik menurut Departemen Kesehatan adalah sebagai berikut: Kretin endemik terdapat di daerah gondok endemik. Kelainan kretin terjadi pada waktu bayi dalam usia kandungan atau tidak lama setelah diantarkan dan terdiri atas kerusakan pada saraf pusat dan hipotiroidisme. Kerusakan saraf pusat bermanifestasi dengan: a. Retardasi mental b. Gangguan pendengaran sampai bisu tuli c. Gangguan neuromotor, seperti gangguan bicara, cara jalan, dan lain – lain d. Hipotiroidi dengan gejala: Mixedoma pada hipotiroidisme berat Tinggi badan yang kurang, cebol (stunted growth) dan osifikasi terlambat Pada pemeriksaan darah ditemukan kadar hormon tiroid rendah

2.4 Kelemahan dan kelebihan penilaian klinis

Kelebihan dalam penilaian status gizi secara klinis yaitu: 1. Pemeriksaan klinis relatif murah tidak memerlukan biaya terlalu besar.

2. Dalam pelaksanaannya, pemeriksaan tidak memerlukan tenaga khusus tetapi, tenaga paramedis bisa dilatih 3. Sederhana, cepat, dan mudah diinterpretasikan 4. Tidak memerlukan peralatan yang rumit Kelemahan dari penilaian status gizi secara klinis yaitu: 1. Beberapa gejala klinis tidak mudah dideteksi, sehingga perlu orang-orang yang ahli dalam menentukan gejela klinik tersebut. Namun demikian, para tenaga medis dapat dilatih untuk melakukan pemeriksaan klinis 2. Gejala klinis tidak bersifat spesifik, terutama pada penderita KEP ringan dan sedang. Hal ini dikarenakan ada gejala klinik penyakit yang disebabkan oleh kekurangan gizi lebih dari satu zat gizi. Gejala klinis yang sama adakalanya disebabkan bukan hanya disebabkan oleh suatu macam zat gizi saja, contoh: Glossitis (luka pada lidah) bisa disebabkan oleh karena kekurangan riboflavin, niasin, asam folat, atau karena kekurangan vitamin B12 Nasolabial seboroik dapat disebabkan karena defisiensi Vitamin B6, B2 atau niasin. Beberapa gejala klinis adakalanya disebabkan bukan karena faktor gizi, seperti bercak bitot yang dapat pula di sebabkan karena udara, atau heriditer 3. Adanya gejala klinis yang bersifat multipel. Penyakit kulit akibat defisiensi satu macam vitamin biasanya tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian defisiensi vitamin dan mineral serta zat gizi lainnya . 4. Gejala klinis dapat terjadi pada waktu permulaan kekurangan zat gizi dan dapat juga terjadi pada saat akan sembuh. Hepatomegali (pembesaran hati), sebagai contoh dapat terjadi pada keadaan malnutrisi awal dan terjadi juga pada masa penyembuhannya 5. Adanya variasi dalam gejala klinis yang timbul. Hal ni karena satu gejala klinis bisa dipengaruhi beberapa faktor seperti genetik, lingkungan, kebiasaan, dan lain – lain.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Penilaian status gizi secara klinis merupakan metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat dan digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit. Riwayat medis dan pengujian fisik merupakan metode klinis yang digunakan untuk mendeteksi tanda-tanda (pengamatan yang dibuat oleh dokter) dan gejala-gejala (manifestasi yang dilaporkan oleh pasien) yang berhubungan dengan malnutrisi 3.2 Saran Kita perlu mengetahui dan mengembangkan pengetahuan mengenai gizi dan juga cara penilaian status gizi tersebut, berbagai cara dalam menilai status gizi salah satunya yaitu metode pemeriksaan klinis yang merupakan metode penting dalam menilai status gizi yang dapat mengukur derajat kecukupan gizi suatu negara.

Kecukupan Gizi adalah banyaknya zat-zat minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi yang adekuat. Kecukupan Gizi yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan untuk masingmasing kelompok umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, kondisi khusus (hamil dan menyusui) dan aktivitas fisik (Almatsier, 2002). Apakah yang dimaksud Kecukupan Gizi (Nutrient Adequacy) secara lebih terperinci ? Manusia memerlukan zat gizi untuk kelangsungan hidupnya, yang dapat diperoleh dari makanan atau minuman. Zat gizi yang diperoleh dari makanan digunakan untuk tumbuh, bereproduksi, dan memelihara kesehatan yang baik. Secara definisi zat gizi merupakan substansi pangan yang memberikan energi; diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan dan/atau pemeliharaan kesehatan; atau bila kekurangan atau kelebihan dapat menyebabkan perubahan karakteristik biokimia dan fisiologis tubuh. Kalau dulu zat gizi tersebut terbatas pada karbohidrat, protein, lemak,

vitamin-vitamin dan mineral, namun sekarang air ditetapkan termasuk sebagai salah satu zat gizi. Konsumsi pangan sangat mempengaruhi status gizi seseorang, dimana status gizi baik apabila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara optimal. Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seperti jumlah dan kualitas pangan serta faktor gangguan dalam sistem pencernaan yang diakibatkan oleh kelainan dan penyakit. Status gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang cukup lama. Kekurangan atau kelebihan dalam waktu tersebut akan berdampak tehadap kesehatan. Kekurangan salah satu zat gizi dapat menimbulkan dampak berupa penyakit defisiensi. Asupan yang berlebihan dari salah satu zat gizi juga menimbulkan gangguan kesehatan mulai dari gangguan yang ringan misalnya gangguan fungsi yang menurun bahkan sampai gangguan yang sangat berat atau sifatnya fatal. Oleh karena itu untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal, diperlukan asupan zat gizi yang harus didapatkan dari pangan dalam jumlah yang sesuai dengan yang dianjurkan setiap harinya. Disinilah diperlukan suatu standar yang digunakan sebagai acuan tentang kebutuhan gizi seseorang. Pada dasarnya kebutuhan zat gizi setiap individu berbeda tergantung pada jenis kelamin, umur, aktivitas, kondisi kesehatan/ penyakit. Laki-laki dan perempuan mempunyai kebutuhan gizi yang berbeda, demikian pula bayi, anak-anak, orang dewasa juga mempunyai kebutuhan yang berbeda pula.Orang dengan aktivitas yang banyak akan mempunyai kebutuhan gizi yang lebih besar dibandingkan dengan yang beraktivitas sedikit. Wanita hamil, orang dengan penyakit tertentu pun akan mempunyai kebutuhan gizi yang khusus untuk mempertahankan kesehatannya. Penentuan kebutuhan gizi berbeda antar zat gizi. Meskipun demikian berangkat dari prinsip yang sama, yaitu penentuan angka atau nilai asupan gizi untuk mempertahankan orang sehat tetap sehat sesuai kelompok umur atau tahap petumbuhan dan perkembangan, jenis kelamin, kegiatan dan kondisi fisiologisnya.

Untuk mengetahui kebutuhan gizi seseorang, maka sesuai dengan amanat Undang-undang Kesehatan (UU36/2009) bahwa Menteri Kesehatan perlu menetapkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) bagi Bangsa Indonesia. AKG merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktifitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. AKG bila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari akan memenuhi kebutuhan sekitar 97-98% populasi sehat. Menteri Kesehatan telah menetapkan AKG bagi Bangsa Indonesia yang terbaru melalui Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 tahun 2013. Peraturan ini mencakup : berat dan tinggi badan, kelompok umur, energi dan zat Gizi : protein, lemak, karbohidrat, serat, air, vitamin dan mineral. Pada Tabel berikut diuraikan Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, Serat dan Air yang dianjurkan untuk orang Indonesia (perorang perhari) :

Selengkapnya AKG untuk vitamin (14 vitamin) dan mineral (13 mineral) yang dianjurkan untuk orang Indonesia dapat dilihat dalam Permenkes nomor No. 75/2013 tentang Angka Kecukupan Gizi bagi Bangsa Indonesia. Pada implementasinya, AKG digunakan sebagai acuan untuk: 

menilai kecukupan gizi;



menyusun makanan sehari-hari termasuk perencanaan makanan di institusi;



perhitungan dalam perencanaan penyediaan pangan tingkat regionalmaupunnasional;



pendidikan gizi; dan



label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi. Dalam praktek di masyarakat penerapan AKG memerlukan ukuran porsi pangan untuk menilai maupun merancang konsumsi pangan. Beberapa contoh perkiraan jumlah energi (kkal) pada porsi bahan makanan dalam ukuran rumah tangga (URT) antara lain 1 porsi nasi (3/4 gelas = 100 g) memberikan kalori 175 kalori yang juga setara dengan yang diberikan oleh 1 porsi kentang (2 buah), singkong (1 potong), roti (3 iris). URT atau ukuran porsi dapat diperoleh dari berbagai sumber resmi. Pemenuhan kebutuhan zat gizi dalam sehari dapat dilakukan dengan mengonsumsi 3 (tiga) kali makan besar (nasi,lauk hewani, lauk nabati, buah dan sayur) dan 2 (dua) kali makanan selingan (camilan).,atau dikenal juga dengan gizi seimbang. Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh yaitu jenis kelamin, umur dan status kesehatan. Secara umum menu makanan yang seimbang dengan komposisi energi dari karbohidrat 50% - 65%, protein 10% - 20%, dan lemak 20% - 30%. Kebutuhan zat gizi tersebut divisualisasikan dalam bentuk piramida makanan.

Peningkatan kesadaran masyarakat akan manfaat kesehatan zat gizi serta keunikan manfaat masing-masing zat gizi, telah memicu dunia industri menghasilkan dan memasarkan aneka produk pangan yang diperkaya zat gizi atau produk suplemen makanan. Untuk itu masyarakat perlu mencermati kandungannya agar tidak terjadi konsumsi zat gizi terutama vitamin dan mineral secara berlebihan. Kandungan gizi produk pangan dapat diketahui dengan membaca informasi nilai gizi yang tertera pada label. Di lain pihak, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan yang diiringi dengan kemajuan yang pesat dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi, telah menggiring masyarakat untuk mengonsumsi berbagai makanan siap saji yang berlebihan dan akan berpengaruh negatif terhadap kesehatan. Konsumsi makanan dengan pola gizi seimbang harus memperhatikan empat prinsip dasar, yaitu keanekaragaman pangan, aktivitas fisik yang teratur dan terukur, kebersihan diri dan lingkungan yang terjaga, serta pantau atau pertahankan berat badan ideal.

Related Documents


More Documents from "Dhita Anggrainy"