Lusmini Larasati

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lusmini Larasati as PDF for free.

More details

  • Words: 458
  • Pages: 2
BADIKLAT DEPHAN RI PUSDIKLAT TEKFUNGHAN

FENOMENA PERGESERAN NILAI-NILAI KEBANGSAAN PADA MASYARAKAT INDONESIA : FAKTA DAN HARAPAN Oleh : Dra. Lusmini Larasati Siswa Diklatpim Tk. III Dephan Angkatan VI TA. 2008

Gencarnya era globalisasi dan keterbukaan telah mengacaukan wawasan kebangsaan dan eksistensi bangsa maupun keutuhan NKRI. Demokrasi Indonesia pun telah memasuki era reformasi. Reformasi yang cenderung “kebablasan” yang lebih cenderung dapat dikatakan “democrazy”. Penetrasi nilai- nilai baru melalui berbagai ragam piranti modern sebagai akibat proses global yang acap kali bertentangan dengan nilai yang sudah terinternalisasi dan diyakini. Kecenderungan materialistis dan hedonisme yang mengemuka di tengah masyarakat yang makin konsumtif. Sederet panjang fenomena lainnya merupakan contoh keniscayaan yang terbentang di hadapan kita, termasuk nilai-nilai kebangsaan kita yang terasa makin pudar, bahkan boleh dikatakan dalam proses “mulai dilupakan”. Derasnya arus global, bersamaan dengan membanjirnya informasi, teknologi yang semakin canggih, menyebabkan komunikasi masyarakat berubah dengan cepat. Pergeseran terus menerus mengakibatkan pecah dan bercabangnya pandangan dunia dan dislokasi, semua bisa diperhitungkan sebagai tantangan sekaligus ancaman bagi nilai-nilai ke-indonesia-an sebagai identitas bangsa. Proses persemukaan, persinggungan dan “menyatunya” budaya yang tengah dan akan terus terjadi benar-benar akan menjadi sesuatu yang membahayakan apabila kita tidak memberikan peluang atau kemungkinan perubahan di dalam sistem dan mekanisme kebudayaan dalam konteks kebangsaan. Oleh karena hal tersebut, yang penting bagi kita adalah berpikir dan bertindak strategis, bagaimana merancang dan melaksanakan berbagai upaya yang muara akhirnya terletak pada terciptanya 1

kelenturan identitas bangsa dalam menghadapi dan memasuki proses tersebut, sehingga yang kini pudar dapat kiranya bersinar kembali. Sistem dan mekanisme budaya lokal serta translokal harus tetap dikembangkan bersama. Dalam konteks butir-butir di atas, pendidikan dapat diposisikan secara strategis, yakni pendidikan sebagai proses pembudayaan bukannya “pembuayaan”. Pendekatan multikultural yang menghindarkan sifat satu arah, kognitif dan eksklusif juga menghindarkan superioritas, primordialisme dan eksklusivisme nilai tertentu, merupakan salah satu jalan yang bisa ditempuh. Pemahaman nilai-nilai bersama dan upaya kolaboratif mengatasi masalah bersama, potensi nilai yang bersifat transformatif. Harapannya, konflik etnis, separatism dan disintegrasi bangsa dapat dicegah. Setelah hampir 79 tahun usia kebangsaan Indonesia dan 62 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, berbagai proses yang berlangsung selama ini tidak sejalan dengan upaya pengokohan kebangsaan kita, malah sebaliknya. Perilaku pejabat yang berpesta pora, KKN merajalela, kerusakan hutan dan lingkungan yang semakin menjadi, kemiskinan yang bertambah, antrian pengangguran pendidikan yang carut marut, adalah merupakan sebagian persoalan konkrit kebangsaan Indonesia. Kita mengalami krisis kebangsaan dan penanggung jawab utama atas krisis tersebut adalah elit politik, baik pada tataran birokrasi kekuasaan di semua tingkatan, pengusaha, termasuk elit kampus. Dalam kondisi krisis kebangsaan yang semakin akut ini, pilihan kita cukup terbatas. Bagi penguasa, jalankan roda kehidupan kebangsaan sesuai dengan konstitusi dan hentikan semua tindakan diskriminatif. Bagi elit, berilah keteladanan kepada rakyat. Dalam konteks pendidikan, kembalikan roh lembaga pendidikan sebagai medium pencerdasan bangsa, bukan sebagai tempat mencari keuntungan.

[email protected]

Jakarta, 15 Juli 2008

2

Related Documents