Lp Ckd.docx

  • Uploaded by: ValentinaIndahFitriani
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Ckd.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,541
  • Pages: 18
LAPORAN PENDAHULUAN (LP) CKD (Chronic Kidney Disease) (SUMRATIH – 1035181023)

A. Pengertian Chronic kidney disease atau penyakit ginjal kronik di definisikan sebagai kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan Glomerulus Filtration Rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). Sedangkan menurut Terry & Aurora, 2013 CKD merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel. Pada gagal ginja kronik, ginjal tidak mampu mempertahankan keseimbangan cairan sisa metabolisme sehingga menyebabkan penyakit gagal ginjal stadium akhir.

Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi 2 kategori, yaitu akut dan kronik. CKD atau gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung bertahun-tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau minggu (Price & Wilson, 2006).

CKD atau gagal ginjal kronik didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dansamar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).

Penyakit ginjal kronis awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun dapat berjalan progresif menjadi gagal ginjal. Penyakit ginjal dapat dicegah dan ditanggulangi, kemungkinan untuk mendapatkan terapi yang efektif lebih besar jika diketahui lebih awal.

B. Etiologi Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih yang berulang (Wilson, 2005).

C. Klasifikasi Stadium Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan untuk memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan peningkatan kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen CKD (National Kidney Foundation, 2002). Berikut adalah klasifikasi stadium CKD:

Tabel: Stadium CKD

Sumber: (The Renal Association, 2013) Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh dokter. Semakin parah CKD yang dialami, maka nilai GFRnya akan semakin kecil (National Kidney Foundation, 2010). Chronic Kidney Diseasestadium 5 disebut dengan gagal ginjal. Perjalanan klinisnya dapat ditinjau dengan melihat hubungan antara bersihan kreatinin dengan GFR sebagai presentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar blood urea nitrogen (BUN) (Wilson, 2005). Kadar BUN dapat diukur dengan rumus berikut (Hosten, 1990):

BUN = Urea Darah X 28 60

Perjalanan klinis gagal ginjal dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama merupakan

stadium

penurunan

cadangan

ginjal

dimana

pasien

tidak

menunjukkan gejala dan kreatinin serum serta kadar BUN normal. Gangguan pada fungsi ginjal baru dapat terdeteksi dengan pemberian beban kerja yang berat seperti tes pemekatan urin yang lama atau melakukan tes GFR yang teliti (Wilson, 2005). Stadium kedua disebut dengan insufisiensi ginjal. Pada stadium ini, ginjal sudah mengalami kehilangan fungsinya sebesar 75%. Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat melebihi nilai normal, namun masih ringan. Pasien dengan insufisiensi ginjal ini menunjukkan beberapa gejala seperti nokturia dan poliuria akibat gangguan kemampuan pemekatan.

Tetapi biasanya pasien tidak menyadari dan memperhatikan gejala ini, sehingga diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti (Wilson, 2005). Stadium akhir dari gagal ginjal disebut juga dengan end-stage renal disease (ESRD). Stadium ini terjadi apabila sekitar 90% masa nefron telah hancur, atau hanya tinggal 200.000 nefron yang masih utuh. Peningkatan kadar BUN dan kreatinin serum sangat mencolok. Bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 mL per menit atau bahkan kurang. Pasien merasakan gejala yang cukup berat dikarenakan ginjal yang sudah tidak dapat lagi bekerja mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit. Pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010, urin menjadi isoosmotis dengan plasma. Pasien biasanya mengalami oligouria (pengeluran urin < 500mL/hari). Sindrom uremik yang terjadi akan mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian bila tidak dilakukan RRT (Wilson, 2005).

D. INSIDEN Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah suatu gangguan pada ginjal ditandai dengan abnormalitas struktur ataupun fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. PGK ditandai dengan satu atau lebih tanda kerusakan ginjal yaitu albuminuria, abnormalitas sedimen urin, elektrolit, histologi, struktur ginjal, ataupun adanya riwayat transplantasi ginjal, juga disertai penurunan laju filtrasi glomerulus.1 Saat ini banyak studi menunjukkan bahwa prevalensi PGK meningkat di berbagai wilayah di seluruh dunia. Prevalensi PGK derajat II sampai V terus meningkat sejak tahun 1988 sejalan dengan peningkatan prevalensi penyakit diabetes dan hipertensi yang juga merupakan penyebab PGK. 2 Prevalensi gagal ginjal kronik (sekarang disebut PGK) di Indonesia pada pasien usia lima belas tahun keatas di Indonesia yang didata berdasarkan jumlah kasus yang didiagnosis dokter adalah sebesar 0,2%. Prevalensi gagal ginjal kronik meningkat seiring bertambahnya usia, didapatkan meningkat tajam pada kelompok umur 25-44 tahun (0,3%), diikuti umur 45-54 tahun (0,4%), umur 5574 tahun (0,5%), dan tertinggi pada kelompok umur ≥ 75 tahun (0,6%). Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%).3 Prevalensi PGK di Sumatera Barat sebesar 0,2%. Prevalensi PGK tertinggi sebanyak 0,4% yaitu di Kabupaten Tanah Datar dan Kota Solok. Di Kota Padang didapatkan prevalensi PGK sebesar 0,3%. Kejadian tertinggi PGK di Sumatera Barat adalah pada kelompok umur 45-54 tahun sebanyak 0,6%. Perbandingan PGK berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita adalah tiga berbanding dua.4 Penyebab kerusakan ginjal pada PGK adalah multifaktorial dan kerusakannya bersifat ireversibel.5 Penyebab PGK pada pasien hemodialisis baru di Indonesia adalah glomerulopati primer 14%, nefropati diabetika 27%, nefropati lupus/SLE 1%, penyakit ginjal hipertensi 34%, ginjal polikistik 1%, nefropati asam urat 2%, nefropati obstruksi 8%, pielonefritis kronik/PNC 6%, lain-lain 6%, dan tidak

diketahui sebesar 1%. Penyebab terbanyak adalah penyakit ginjal hipertensi dengan persentase 34 %.6 Mekanisme dasar terjadinya PGK adalah adanya cedera jaringan. Cedera sebagian jaringan ginjal tersebut menyebabkan pengurangan massa ginjal, yang kemudian mengakibatkan terjadinya proses adaptasi berupa hipertrofi pada jaringan ginjal normal yang masih tersisa dan hiperfiltrasi. Namun proses adaptasi tersebut hanya berlangsung sementara, kemudian akan berubah menjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Pada stadium dini PGK, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal laju filtrasi glomerulus (LFG) masih normal atau malah meningkat. Secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif.7 Pada sepertiga penderita PGK mengeluhkan gejala berupa kekurangan energi (76%), pruritus (74%), mengantuk (65%), dyspnea (61%), edema (58%), nyeri (53%), mulut kering (50%), kram otot (50%), kurang nafsu makan (47%), konsentrasi yang buruk (44%), kulit kering (42%), gangguan tidur (41%), dan sembelit (35%).8 Pasien PGK dengan ureum darah kurang dari 150 mg/dl, biasanya tanpa keluhan maupun gejala. Gambaran klinis akan terlihat nyata bila ureum darah lebih dari 200 mg/dl karena konsentrasi ureum darah merupakan indikator adanya retensi sisa-sisa metabolisme protein di dalam tubuh.9 Uremia menyebabkan gangguan fungsi hampir semua sistem organ, seperti gangguan cairan dan elektrolit, metabolikendokrin, neuromuskular, kardiovaskular dan paru, kulit, gastrointestinal, hematologi serta imunologi. Modifikasi faktor resiko PGK dilakukan pada hipertensi, obesitas morbid, sindroma metabolik, hiperkolesterolemia, anemia, dan rokok.2 Menurut KDIGO, PGK dengan tanda-tanda kegagalan ginjal (serositis, gangguan keseimbangan asam-basa atau elektrolit, pruritus), kegagalan pengontrolan volume dan tekanan darah, gangguan status gizi yang refrakter, dan gangguan kognitif membutuhkan

terapi hemodialisis. Pada penderita yang sudah mencapai PGK derajat IV (eGFR <30mL/menit/1,73m2 ) juga harus dimulai terapi hemodialisis

E. Pemeriksaan Penunjang Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain: a. Hematologi (Hemoglobin, Hematokrit, Eritrosit, Leukosit, Trombosit) b. RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin) c. LFT (Liver Fungsi Test) d. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium) e. Koagulasi studi PTT, PTTK f. BGA BUN/ Kreatinin: meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi kadar kreatinin 10mg/dl diduga tahap akhir (rendahnya yaitu 5). Hitung darah lengkap : hematokrit menurun, HB kurang dari 7-8 g/dl. SDM: waktu hidup menurun pada defisiensi erritripoetin seperti azotemia. AGD: penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7:2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein bikarbonat menurun PC02 menurun.

Kalium: peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis SDM pada tahap akhir perubahan EKG tidak terjadi kalium 6,5 atau lebih besar. g. urine rutin h. urin khusus: benda keton, analisa kristal batu volume: kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria warna: secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel, koloid dan fosfat. Sedimen: kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin. Berat jenis: kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan kerusakan ginjal berat. i. ECG j. ECO EKG: mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit dan asam basa. Endoskopi ginjal: dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan pelvis ginjal, pengangkatan tumor selektif. k. USG abdominal l. CT scan abdominal m. BNO/IVP, FPA n. Renogram o. RPG (Retio Pielografi) Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.

F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan stadium penyakit pasien tersebut (National Kidney Foundation, 2010). Perencanaan tatalaksana pasien CKD dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel: Rencana Tatalaksana CKD sesuai Stadium

Sumber: (Suwitra, 2009; The Renal Assosiation, 2013)

Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya paling tepat diberikan sebelum terjadinya penurunan GFR sehingga tidak terjadi perburukan fungsi ginjal. Selain itu, perlu juga dilakukan pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid dengan mengikuti dan mencatat penurunan GFR yang terjadi. Perburukan fungsi ginjal dapat dicegah dengan mengurangi hiperfiltrasi glomerulus, yaitu melalui pembatasan asupan protein dan terapi farmakologis guna mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal yang penting mengingat 40-45 % kematian pada CKD disebabkan oleh penyakit kardiovaskular ini. Pencegahan dan terapi penyakit kardiovasikular dapat dilakukan dengan pengendalian diabetes, pengendalian

hipertensi, pengendalian dislipidemia dan sebagainya. Selain itu, perlu dilakukan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi yang mungkin muncul seperti anemia dan osteodistrofi renal (Suwitra, 2009).

5. PATHWAY

ASUHAN KEPERAWATAN Teori Keperawatan CKD 1. Sistem Pernafasan (B1) Gejala : nafas pendek Tanda : Takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, kusmaul, nafas amonia, batukproduktif dengan sputum kental merah muda( edema paru ).

2. Sistem Kardiovaskuler (B2) Tanda

:hipotensi/hipertensi

(termasuk

hipertensi maligna,eklampsia,

hipertensiakibat kehamilan), disritmia jantung, nadi lemah/halus, hipotensiortost atik (hipovalemia), DVI, nadi kuat, hipervolemia, edema jaringan umum (termasuk area periorbital mata kaki sakrum), pucat, kecenderungan perdarahan.

3. Sistem Persyarafan (B3) Gejala : Sakit kepala penglihatan kabur. Kram otot/kejang, sindrom “kaki Gelisah”. Tanda : Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,

ketidak

mampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidak seimbangan elektrolit/ asama basa, kejang, faskikulasi otot, aktifitas kejang.

4. Sistem Perkemihan (B4) Gejala

:

Perubahan

pola

berkemih,

peningkatan

frekuensi,

poliuria

(kegagalandini), atau penurunan frekuensi/oliguria (fase akhir), disuria, raguragu, dorongan,dan retensi (inflamasi/obstruksi, infeksi), abdomen kembung diare atau konstipasi, riwayat HPB, batu/kalkuli Tanda : Perubahan warna urine contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan.Oliguri (biasanya 12-21 hari) poliuri (2-6 liter/hari)

5. Sistem Pencernaan (B5) Gejala : Peningkatan berat badan (edema), penurunan berat badan (dehidrasi), mual, muntah, anoreksia, nyeri uluhati. Tanda : Perubahan turgor kulit/kelembaban, edema (umum, bagian bawah).

Diagnosa Keperawatan Menurut Doenges (2008) dan Lynda Juall (2006), diagnosa keperawatan yang munculpada pasien CKD adalah: 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium 2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasandiet dan perubahan membran mukosa mulut 3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis 4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.

Asuhan Keperawatan 1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urin, diet berlebihan dan retensi cairan dan natrium Tujuan : Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan Kriteria Hasil : dalam waktu 3x24 jam pasien akan: a. Menunjukkan perubahan berat badan b. Mempertahankan pembatasan diet dan cairan c. Menunjukkan turgor kulit normal tanpa edema Intervensi :

1. Batasi masukan cairan 2. Identifikasi sumber potensial cairan : a. Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral, intravena b. makanan 3. Monitor status cairan a. Timbang berat badan harian b. Keseimbangan masukan dan haluaran c. Turgor kulit dan adanya edema d. Distensi vena leher e. Tekanan darah, denyut dan irama nadi. 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan Rasional : 1. Mempertahankan pembatasan diet dan cairan 2. Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi 3. Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi 4. Pemahaman

meningkatkan

kerjasama

pasien

dan

keluarga

dalampembatasan cairan

2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat Kriteria Hasil : a. Pasien melaporkan peningkatan nafsu makan b. Pasien menunjukkan turgor kulit yang normal Intervensi :

1. Monitor status nutrisi 2. Tambahkan diet TKTP 3. Tingkatkan masukan protein 4. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan Rasional : 1. Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi 2. Pola diet dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu 3. Protein diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan 4. Meminimalkan faktor tidak menyenangkan dan menimbulkan anoreksia

3. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis Tujuan : Pasien berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi Kriteria Hasil : a. Melaporkan peningkatan rasa sejahtera b. Berpartisipasi dalam meningkatkan tingkat aktivitas dan latihan c. Melakukan istirahat dan aktivitas secara bergantian d. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih Intervensi : 1. Cegah faktor yang menimbulkan keletihan 2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi 3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat 4. Anjurkan untuk istirahat setelah melakukan dialisis Rasional :

1. Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan 2. Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri 3. Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat 4. Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis yang bagi banyak pasien sangat melelahkan

4. Penurunan curah jantung b.d beban jantung yang meningkat Tujuan : Penurunan curah jantung tidak terjad Kriteria hasil : Mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler. Intervensi: 1. Auskultasi bunyi jantung dan paru 2. Kaji adanya hipertensi 3. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 010) 4. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas Rasional : 1. Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur. 2. Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem aldosteron-reninangiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal) 3. HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri 4. Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J., 2006, Rencana asuhan dan pendokumentasian keperawatan (Edisi 2), Alih Bahasa Monica Ester, Jakarta: EGC.

Doengoes, M., 2008, Rencana asuhan keperawatan: pedoman umum perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta: EGC

Hosten, A.O., 1990. BUN and Creatinine. In: Walker, H.K., Hall, W.D., Hurst, J.W., 3rd eds. Clinical Methods: The History, Physical, and Laboratory Examinations. Boston: Butterworths. p. 874–8.

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to Understanding and Management. USA: Oxford University Press. 2010

National Kidney Foundation, 2002. Clinical Practice Guidelines ForChronic Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. In New York: National Kidney Foundation, Inc., p. 4.

______________________, 2010. About Chronic Kidney Disease: A Guide for Patients and Their Families. In New York: National Kidney Foundation, Inc., p.8.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., 3 rded. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing 2009:1035-1040

Terry, C. L., & Aurora, W. (2013). Keperawatan Kritis. Yogyakarta: Rapha Publishing

The Renal Association. 2013. CKD Stages.

Wilson, L.M. 2005. Gagal Ginjal Kronik. Dalam: Wilson, L.M., Price, S.A., penyunting. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke6. Jakarta:ECG. hlm. 912–47.

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"

Lp Ckd.docx
December 2019 2