Lembaga Keuangan Islam Lingkup

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lembaga Keuangan Islam Lingkup as PDF for free.

More details

  • Words: 3,102
  • Pages: 20
Lembaga Keuangan Islam Lingkup, Peluang, Tantangan Dan Prospek Ditulis oleh H. SYAMSUL FALAH, MEc. Monday, 16 March 2009 I. Pendahuluan Hukum Islam pada dasarnya merupakan konsep yang baku, namun pada perjalanannya tidak menutup kemungkinan dilakukan ijtihad-ijtihad didalam bidang yang dibolehkan selama tidak keluar dari bingkai Syari`ah Islamiyah. Sehingga Islam memang betul-betul mampu menjawab perkembangan zaman. Demikian juga halnya sistem ekonomi Islam yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem Islam, tidak luput dari aktivitas ijtihad. Dengan demikian sistem ekonomi Islam akan mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan ekonomi yang dihadapi oleh ummat manusia, tanpa sedikitpun melanggar ketentuan hukum Allah SWT. Sistem ini memiliki pengawasan yang melekat pada diri setiap individu pelaku ekonomi yang berakar pada keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sistem ini pula menyelaraskan antara kemashlahatan individu dengan kemashlahatan orang banyak.

Konsep keadilan Islam dalam ekonomi (khususnya dalam distribusi pendapatan) menghendaki setiap faktor produksi mendapatkan imbalan sesuai dengan kontribusinya masing-masing. Faktor modal, tenaga kerja, material asset, dan entrepreneurship, harus dihargai secara adil. Dalam pandangan Islam modal (uang) dengan sendirinya tidak memiliki banyak makna, modal baru bermakna jika ada faktor lain semisal tenaga kerja. Uang dengan sendirinya tidak akan menghasilkan sesuatu, tetapi jika ingin menghasilkan maka uang harus diinvestasikan pada sektor riil.

Islam sebagai sebuah ad-diin (agama) adalah sistem yang memberikan tuntunan bagi ummat manusia untuk menjalankan kehidupan ini dengan baik dan benar. Baik yang berkaitan dengan hal-hal yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya (ibadah), maupun hal hal yang mengatur hubungan manusia dengan manusia yang lainnya (mu'amalah). Ibadah diperlukan dengan tujuan untuk menjaga ketaataan dan keharmonisan hubungan antara makhluq dan Khaliq, serta untuk mengingatkan secara kontinyu tugas manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi ini. Ketentuan-ketentuan muamalah diturunkan untuk menjadi rules of game dalam keberadaan manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai seorang muslim kita diperintahkan untuk berhusnuzhan terhadap sistem Islam. Kita harus yakin bahwa Islam (termasuk sistem ekonominya) akan mampu menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh manusia. Keyakinan ini harus terus dipupuk dan disuburkan khususnya dalam diri ummat Islam. Dengan cara membuka dan menampilkan tatanan teoretis dan tatanan praktis. Jika riba dengan segala modusnya diharamkan, tentunya harus ada jalan keluar yang dapat menggantikan posisinya. Jika lembaga keuangan yang ada masih menjalankan praktek riba, tentunya harus disediakan satu lembaga keuangan yang jauh dari riba. Ketika Allah mengharamkan sesuatu, sesungguhnya Allah menghalalkan yang lain yang jumlahnya jauh lebih banyak. II. Lembaga Keuangan Islam Lembaga Keuangan Islam atau yang lebih popular disebut Lembaga Keuangan Syari'ah adalah sebuah lembaga keuangan yang prinsip operasinya berdasarkan pada prinsip-prinsip syari'ah Islamiah. Dalam operasionalnya lembaga keuangan Islam harus

menghindar dari riba, gharar dan maisir. Tujuan utama mendirikan lembaga keuangan Islam adalah untuk menunaikan perintah Allah dalam bidang ekonomi dan muamalat serta membebaskan masyarakat Islam dari kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh agama Islam. Untuk melaksanakan tugas ini serta menyelesaikan masalah yang memerangkap umat Islam hari ini , bukanlah hanya menjadi tugas seseorang atau sebuah lembaga, tetapi merupakan tugas dan kewajiban setiap muslim. Menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam berekonomi dan bermasyarakat sangat diperlukan untuk mengobati penyakit ekonomi dan sosial yang dihadapi oleh masyarakat. The Mit Ghamr Bank Mesir merupakan lembaga keuangan Islam modern pertama yang didirikan pada tahun 1963. Perkembangan dan kemajuan Mit Ghamr menyadarkan para ekonom dan ilmuan muslim, ternyata sistem Islam dapat membawa kemajuan. Tetapi dalam waktu yang bersamaan keberhasilan itu mengundang kecemburuan dan kedengkian orang-orang yang tidak suka dengan sistem Islam, sehingga akhirnya Mit Ghamr ditutup. Kelahiran Mit Ghamr kemudian diikuti oleh pendirian bank-bank Islam di berbagai negara, baik di negara Islam (mayoritas Islam) termasuk Indonesia maupun negara nonmuslim. Dasar pemikiran dikembangkannya lembaga keuangan Islam di Indonesia adalah untuk memberikan pelayanan kepada sebagian masyarakat Indonesia yang tidak dapat dilayani oleh lembaga keuangan yang sudah ada di Indonesia, karena bank-bank tersebut menjalankan sistem bunga. Sebagian masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim,

meyakini bahwa aktivitas lembaga keuangan yang menjalankan praktek bunga tidak sesuai dengan prinsip Syari'ah Islamiyah, sehingga keikutsertaan mereka dalam sektor keuangan tidak optimal. Dengan dikembangkannya lembaga keuangan yang dijalankan dengan prinsip-prinsip Syari'ah diharapkan seluruh potensi ekonomi masyarakat Indonesia yang belum dioptimalkan dapat dioptimalkan. Dikeluarkannya Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang Perbankan, membuka peluang dibukanya lembaga keuangan yang dioperasikan berdasarkan pada prinsip-prinsip Syari'ah. Bermodalkan peluang yang diberikan undang-undang tersebut, telah berdiri lembaga-lembaga keuangan Syari'ah, yaitu sebuah bank umum (Bank Muamalat Indonesia), 52 Bank Perkreditan Rakyat (BPRS), 1300 Baitul Maal Wattamwil (BMT), sebuah Reksadana Syari`ah (PT. Danareksa) dan sebuah Multifinance (BNI-Faisal Islamic Finance). Meskipun secara kuantitatif volume usaha lembaga-lembaga ini masih sangat kecil dibandingkan dengan total volume usaha lembaga keuangan secara nasional, namun gaungnya telah terdengar hampir merata dikalangan ummat Islam di Indonesia ini. Kemudian pemerintah menyempurnakan UU No.7/1992 dengan mengeluarkan UU No. 10 tahun 1998. UU No.10 ini memberikan peluang yang seluas-luasnya bagi berdirinya lembaga keuangan Islam. Bahkan dalam UU ini Lembaga Keuangan Islam menempati posisi dan kedudukan yang sejajar dengan mitranya yang telah terlebih dulu ada. III. Bentuk Lembaga Keuangan Islam di Indonesia 1. Bank Islam

Perbankan seperti yang dikatakan oleh Alvin Toffler dalam bukunya "Third Wave" adalah institusi yang terpenting dalam sistem keuangan modern. Oleh karena itu dapat juga dikatakan memasukkan riba dalam sistem perbankan berarti menerima riba dalam sistem keuangan dan teori-teori yang mencakup dalam bidang itu. Perbankan juga memiliki posisi yang sangat strategis didalam mendorong kegiatan usaha dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu pemerintah harus terus berusaha untuk mengoptimalkan potensi ekonomi masyarakat khususnya ummat Islam melalui perbankan Islam. Melihat potensi yang sangat besar dari masyarakat Indonesia dan masih mendambakan perbankan tanpa bunga, maka pemerintah/ Bank Indonesia terus mendorong perkembangan bank Syari'ah baik melalui penyempurnaan ketentuan perbankan maupun upaya-upaya memasyarakatkan Sistem Perbankan Syari'ah.

Untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga, Islam memperkenalkan prinsip mu'amalah Islam sebagai sebuah alternatif perbankan dengan kegiatan usaha seperti berikut : A. Kegiatan Penghimpunan Dana  Giro (Wadi'ah)

 Tabungan (Mudharabah)

 Tabungan Berjangka (Mudharabah)

B. Penyaluran Dana  Jual Beli ( Al-Buyu') * Murabahah * Salam * Istishna' * Ijarah Muntahiyyah Bittamlik  Kerjasama (Bagi Hasil) * Musyarakah * Mudharabah * Mudharabah Muqayyadah  Jasa (Ujrah) - Fee Based * Qardh * Rahn * Hawalah * Wakalah

* Kafalah 2. Asuransi Islam Pada dasarnya konsep asuransi dapat diterima dalam Islam selama tidak melanggar prinsip dan aturan yang dilarang oleh Syari'ah. Dan ulama berpendapat bahwa asuransi yang dijalankan sekarang ini mengandung cara-cara yang tidak sesuai dengan Syari'ah. Oleh karena itu perlu dibuatkan alternatifnya. Fiqh Academy - Organization of Islamic Countries dalam pertemuannya di Jeddah pada tanggal 22-28 Desember 1985 menyimpulkan tentang asuransi : The commercial insurance contract, with a fixed periodical premium, which is commonly used by commercial insurance companies is a contract which contains major element of risks, which voids the contract and therefore is prohibited (haram) according to the Shari'ah. The alternatives contract which conforms to the principles of Islamic dealings is the contract of cooperative insurance, which is founded on the basis of charity and cooperation, similarly in the case of reinsurance based on the principles of cooperative insurance. Komite Fatwa Nasional Malaysia dalam fatwanya tanggal 15 Juni 1972 mengatakan : Asuransi jiwa yang ditawarkan oleh perusahaan asuransi sekarang ini adalah transaksi bisnis yang tidak halal, karena bertentangan dengan prinsip-prinsip bisnis Islami.

Perjanjiannya masih mengandung gharar (uncertainty), maisir (gambling) dan Riba (interest). Berarti asuransi Islam adalah asuransi yang dijalankan berdasarkan prinsip takaful, yaitu suatu skema kerjasama yang dilandasi oleh nilai-nilai ukhuwah, solidaritas, saling membantu

untuk

memberikan

bantuan

finansial

kepada

peserta

takaful

jika

membutuhkannya dan mereka sepakat untuk memberikan konstribusi untuk tercapainya tujuan tersebut. Oleh karena itu dapatlah disimpulkan konsep dasar takaful adalah : saling bertanggung jawab, saling bekerjasama dan membantu, dan saling melindungi.

Mekanisme pengelolaan dana takaful :  Setiap peserta wajib membayar premi secara teratur kepada pengelola (perusahaan asuransi)  Peserta dapat membayar premi setiap bulan, kwartal, semester, atau tahun sesuai yang disepakati.



Besar premi tergantung pada kemampuan peserta, tetapi pengelola (perusahaan asuransi) dapat menentukan jumlah minimal.

 Cara pembayaran dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Setiap premi yang dibayar oleh peserta dipisah dalam dua rekening : 1. Rekening Tabungan. Tabungan ini dalam bentuk tabungan mudharabah, peserta sebagai shahibul maal dan pengelola sebagai mudharib. Tabungan dan bagi hasilnya akan dikembalikan kepada peserta jika perjanjian berakhir, peserta mengundurkan diri atau peserta meninggal dunia. 2. Rekening Tabarru, yaitu kumpulan dana yang diniatkan oleh setiap peserta sebagai iuran kebajikan untuk keperluan tolong-menolong dan saling membantu jika salah seorang peserta mengalami musibah. Jika perjanjian berakhir dan ternyata masih terdapat surplus dana dapat dibagikan kepada peserta. Takaful juga dapat dijalankan yang preminya seluruhnya adalah tabarru (tidak ada unsur tabungan), tetapi dalam menjalankan jenis ini harus dijalankan dengan sangat terbuka dan dengan pemahaman yang baik. Peserta dan pengelola harus memiliki komitmen yang tinggi. Dalam prakteknya jangan sampai terjadi maisir dan prilaku curang lainnya.

3. Reksa Dana Syari'ah Menurut pengertian hukum di Indonesia reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Penyerahan dana yang dilakukan oleh investor memerlukan jaminan bahwa

pengelola dana tidak melakukan tindakan tidak terpuji. Oleh karena itu diperlukan suatu lembaga yang menjadi penjaga harta yang berbentuk efek. Lembaga itu disebut custodian yang merupakan sebuah bank, karenanya disebut bank custodian. Semua investasi yang dilakukan oleh Reksadana Syari'ah harus mengikuti batasan-batasan Syar'i secara ketat. Reksadana Syari'ah tidak akan melakukan investasi kedalam perusahaan-perusahaan yang bisnis utamanya memproduksi, menjual, mendistribusikan dan bertransaksi dalam :  Makanan dan minuman haram

 Perjudian dan permainan dengan perjudian

 Lembaga keuangan ribawi

 Pornografi

 Dan aktivitas terlarang lainnya.

4. Dana Pensiun Lembaga Keuangan Untuk memperoleh uang pensiun setelah purna tugas merupakan harapan yang ideal bagi setiap pekerja. Apalagi setelah sekian tahun mencurahkan tenaga, waktu dan pikirannya bagi perkembangan dan kemajuan perusahaan tempatnya bekerja, dan wajar kiranya saat usianya sudah lanjut dan tidak produktif lagi perusahaannya masih mengingat

jasanya dalam bentuk pemberian pensiun. Namun tidak semua perusahaan menyediakan pensiun dan hanya sedikit sekali perusahaan memberikannya. Di Indonesia jumlah perusahaan yang membentuk dana pensiun masih sedikit sekali. Dari sekitar 47.000 perusahaan yang memiliki lebih dari 25 pekerja dan mengeluarkan gaji 1 juta perbulan, hanya 700 perusahaan saja yang membentuk dana pensiun. Padahal pemerintah sudah menentukan dua model dana pensiun untuk mendorong perusahaan untuk membentuk program pensiun. Yaitu Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPKK) Keunggulan dana yang dikelola oleh DPLK dibandingkan dengan tabungan yang disimpan di bank adalah : 1. Penghematan pajak atas iuran peserta. Iuran peserta sampai jumlah tertentu dapat dibebankan sebagai biaya yang akan mengurangi besarnya penghasilan kena pajak. (Pasal 6 ayat (1) huruf c UU No.10 tahun 1994 tentang pajak penghasilan, dan Pasal 4 ayat (3) huruf g, UU NO.10 tahun 1994 ) 2. Prinsip penghematan pajak atas hasil investasi. Hasil investasi dana pensiun dalam bidang penanaman modal tertentu memperoleh fasilitas penundaan pajak penghasilan. (SK Menteri Keuangan No.651/KMK.04/1994, yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari pasal 4 ayat (3) huruf g, UU NO.10 tahun 1994) 3. Prinsip keamanan dana dari segala macam sitaan (creditor proof).

Pasal 20

UU No.11/1992 ayat 1-2 yakni :  Hak terhadap setiap manfaat pensiun yang dapat dibayarkan oleh Dana Pensiun tidak dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman dan tidak dapat dialihkan maupun disita;



Semua transaksi yang mengakibatkan penyerahan, pembebanan, pengikatan, pembayaran manfaat pensiun sebelum jatuh tempo atau menjaminkan manfaat pensiun yang diperoleh dari Dana Pensiun dinyatakan batal berdasarkan undang-undang ini.

Dana Pensiun Lembaga Keuangan Syari'ah selain memiliki tiga keunggulan diatas tentunya memiliki keunggulan lainnya yaitu dana dikelola dengan konsep Syari'ah dan peserta dapat mengatur sendiri tujuan investasi iurannya. Sampai sejauh ini baru ada satu DPLK Syari'ah yaitu Dana Pensiun Lembaga Keuangan Bank Muamalat atau DPLK Muamalat.

5. BMT - Koperasi Syari'ah Di Indonesia lembaga keuangan Baitut Tamwil atau Baitu Maal wat Tamwil (BMT) mulai dikenal sejak tahun 1980-an, yaitu dengan berdirinya Baitut Tamwil Teknosa di Bandung dan BT Ridho Gusti di Jakarta. Sayangnya kedua lembaga ini tidak dapat bertahan lama.

BMT yang berkembang sekarang ini adalah BMT yang berkedudukan seperti koperasi yang secara legal operasinya seperti bank (BS atau BPRS) dan dalam bentuk Kelompok Simpan Pinjam (KSP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Melalui peran PINBUK mulai tahun 1995 pertumbuhan BMT mencapai hasil yang cukup memuaskan, yang tersebar hampir seluruh pelosok tanah air yang jumlahnya belasan ribu BMT. Disamping lembaga-lembaga keuangan tersebut diatas tentunya masih ada lagi lembaga keuangan yang perlu dikembangkan sehingga perannya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Lembaga-lembaga keuangan yang mungkin untuk dikembangkan adalah Lembaga Amil Zakat Profesional, Ijarah (Leasing secara Islam), Pegadaian Islam, dan lain-lainnya.

IV. Kendala Pengambangan LKI Dalam paper ini secara singkat akan dikemukakan beberapa kendala yang dihadapi perbankan Syari'ah di Indonesia sehingga perbankan Syari'ah belum dapat berperan secara optimal bagi dunia keuangan dan masyarakat. Kendala-kendala itu ada yang sifatnya eksternal maupun yang internal. Kendala-kendala eksternal dan internal tersebut diantaranya adalah : 1. Hukum

Sebelum tahun 1998 perbankan syari'ah berjalan tanpa adanya sandaran hukum yang kokoh dan peraturan operasional perbankan yang sesuai dengan Syari'ah serta perangkat lainnya. Keadaan ini menyebabkan Perbankan Syari'ah berusaha menyesuaikan produkproduknya dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Akibatnya ciri khusus produk Islami belum bisa ditampilkan. Akibat yang lainnya adalah produk-produk itu belum sepenuhnya dapat diterima masyarakat.

2. Likuiditas Bank Indonesia belum menyediakan fasilitas likuiditas tanpa bunga bagi perbankan Syari'ah, hal ini karena BI menjalankan UU Bank Sentral No.13/1968 yang menyatakan bahwa pendapatan Bank Indonesia adalah bunga.

3. Earning Assets Standard yang digunakan BI untuk mengukur kolektibilitas antara perbankan Syari'ah dan konvensional adalah sama, padahal dalam perbankan Syari'ah dimungkinkan untuk memperoleh pendapatan nol. Contohnya jika usaha yang dibiayai bank syari'ah secara mudharabah pengembaliannya nol, dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan. Bagi perbankan Syari'ah fenomena ini sesuatu yang normal sebagai "nature of business cycle" yang mengakibatkan penurunan pendapatan, sementara bank sentral akan mengukurnya dengan ukuran pembiayaan pada bank konvensional, dan memasukkannya kedalam

kolektibilitas.

4. Akuntansi Sistem akutansi perbankan di Indonesia mengacu kepada Standard dan Ketentuan Akuntansi Perbankan Indonesia (SKAPI) tanpa ada ketentuan khusus tentang perbankan Syari'ah didalamnya. Ini akan membuat penilaian terhadap pembukuan dalam perbankan Syari'ah tidak matching, karena asumsi yang digunakan dalam SKAPI adalah perbankan konvensional.

5. Perpajakan Perbankan Syari'ah memiliki produk bai' (jual beli), dalam hal ini Perbankan Syari'ah mengalami kendala perpajakan. Produk bai' seharusnya diperlakukan sebagai jual beli riil, bukan pembiayaan, sehingga akan terjadi pajak ganda (double taxation), yaitu pajak jual beli ketika transaksi dan pajak pendapatan pada akhir tahun.

6. Standard Fatwa Belum adanya keseragaman fatwa tentang beberapa produk perbankan Syari'ah, walaupun sudah ada Dewan Syari'ah Nasional, tetapi setiap Dewan Pengawas Syari'ah di setiap

institusi dapat mengeluarkan fatwanya sendiri yang memiliki kemungkinan berbeda dengan yang lain. Hal semacam ini akan membingungkan ummat dan menyulitkan pelaksana di lapangan. 7. Jaringan Bank Syari'ah Jaringan Bank Syari'ah masih sangat terbatas, keterbatasan jaringan ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan pelayanan bank Syari'ah terhadap masyarakat yang mendambakan produk-produk bank Syari'ah.

8. Sumber Daya Insani Masih sangat terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan prinsip maupun keterampilan teknis, sehingga akan berpengaruh pada kualitas pelayanan.

9. Persepsi masyarakat Secara umum masyarakat memiliki pemahaman yang terbatas mengenai kegiatan operasional perbankan Syari'ah ; keterbatasan ini menyebabkan sebagian masyarakat memiliki persepsi yang tidak tepat mengenai operasional perbankan Syari'ah.

V. Strategi Pengambangan LKI

Demi untuk meningkatkan kompetensi dan daya saing lembaga-lembaga keuangan Islam dengan lembaga keuangan lain perlu dirumuskan dan diambil langkah-langkah strategis bagi pengembangan lembaga keuangan Islam. Strategi yang akan dijalankan harus secara komprehensif dengan menganalisa kendala-kendala yang dihadapi, maupun kelebihan-kelebihan yang dimilikinya.

Langkah-langkah konkrit untuk pengembangan lembaga keuangan telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yang dipelopori oleh Bank Indonesia. Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang Perbankan telah disyahkan dan dalam UU ini telah dinyatakan dengan tegas adanya peluang yang lebih luas bagi pengembangan perbankan Syari'ah. Pasal-pasal dalam UU ini kemudian diikuti dengan Peraturan Bank Indonesia yang mengatur seluruh kegiatan operasional bank Syari'ah. Peraturan-peraturan BI yang telah dikeluarkan adalah SK BI tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syari'ah, SK ini dimaksudkan untuk mendorong perluasan jaringan bank Syari'ah. SK BI tentang Giro Wajib Minimum, SK BI tentang Pasar Uang Antarbank Syari'ah, SK BI tentang Sertifikat Wadi'ah Bank Indonesia, SK-SK ini dimaksudkan untuk mengatasi masalah likuiditas dan instrumen moneter yang sesuai dengan prinsip Syari'ah. Peraturan yang lainnya adalah peraturan yang berkaitan dengan tugas bank sentral, ketentuan standar akuntansi dan audit, arbitrase mu'amalah, standarisasi fatwa dan lain-lain. UU No.10, juga telah melahirkan bank Syari'ah-bank Syari'ah baru maupun

cabang Syariah. Keberadaan bank-bank baru ini memiliki sumbangan yang positif terhadap perkembangan Perbankan Syari'ah. Bank-bank ini diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Sosialisasi perbankan Syari'ah juga akan semakin gencar dan meluas. Sebelumnya tugas ini hanya dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia sebagai single player, kini dilakukan juga oleh rekan - rekannya yang lain. Dengan bertumbuhnya bank Syari'ah dimungkinkan untuk terjalinnya kerjasama antarbank Syari'ah. Kerjasama ini diperlukan antara lain dalam hal penempatan dana antar bank yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas. Pertumbuhan ini juga memiliki arti penting untuk meningkatkan persaingan, sehingga masing-masing akan berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan mendorong variasi produk dan jasa perbankan Syari'ah. Yang pada gilirannya dapat memberikan sumbangan bagi peningkatan efisiensi bagi pengoperasian perbankan Syari'ah. Permasalahan kekurangan SDI dalam perbankan Syari'ah dalam berbagai tingkatan disebabkan masih sangat terbatas lembaga pendidikan dan pelatihan perbankan Syari'ah, baik di dalam maupun di luar negri. Kebutuhan mendesak jangka pendek mungkin dapat dilakukan dengan cara melatih SDI perbankan dalam pelatihan operasional perbankan Syari'ah, workshop, seminar dan lain-lain. Pengembangan SDI perbankan Syari'ah dalam jangka panjang bukan hanya pada aktifitas pelatihan atau training yang bersifat teknis dan memenuhi kebutuhan jangka pendek, tetapi juga diarahkan kepada kegiatan penelitian dan pendidikan jangka panjang. Dengan berdirinya bank Syari'ah bank Syari'ah baru, berarti permintaan terhadap lulusan yang memiliki latar belakang ini akan banyak, dan permintaan terhadap pendidikan formal dalam bidang ekonomi Islam

akan banyak. Pengelola lembaga pendidikan juga dituntut agar dapat merespons kebutuhan ini. VI. KETAHANAN BANK SYARIAH Dalam sistem moneter konvensional tidak terjadi keterkaitan antara sektor moneter dan sektor riil. Sektor moneter telah berkembang sedemikian rupa cepatnya melanglangbuana menyeberangi samudera, sedangkan sektor riil tertinggal jauh dibelakang. Uang tidak lagi hanya menjadi sekedar sebagai alat tukar, melainkan telah menjadi barang komoditi, akibat adanya motif spekulasi dari orang-orang kaya. Berdasarkan laporan yang ditulis oleh Maurice Allais- peraih Nobel tahun 1988 dalam bidang ekonomi, dari sebanyak US$ 420M uang beredar didunia per hari, hanya sebesar US$12.4M saja yang digunakan untuk keperluan transaksi dan sisanya adalah untuk keperluan spekulasi dan judi. Dalam perbankan Syari'ah harus terjadi keseimbangan antara sektor moneter dan sektor riil. Sektor moneter tidak boleh berjalan sendiri meninggalkan sektor riil. Keterikatan pada akad-akad Syari'ah bersifat mutlak, maka pada sisi asset tidak akan terjadi perubahan pada marjin (walaupun bunga berubah) karena harga telah disepakati di awal. Sementara pada akad pembiayaan seperti mudharabah, pendapatan (bagi hasil) bank akan sangat dipengaruhi oleh keadaan sektor riil, bukan sektor moneter.

Basis pendapatan bank Syari'ah bukan bunga, oleh karena itu perbankan Syari'ah tidak mengalami negative spread seperti yang dialami oleh bank-bank konvensional. Krisis moneter yang baru kita alami dapat dijadikan bukti bahwa bank Syari'ah (BMI) dengan segala kekurangannya masih dapat bertahan.

< Sebelumnya http://ekisonline.com/index.php?option=com_content&task=view&id=212&Itemid=27

Related Documents