Lecture 13. Allergic Diseases In Dermatology.docx

  • Uploaded by: Kristian Dwi Cahya
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lecture 13. Allergic Diseases In Dermatology.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,766
  • Pages: 17
MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa) LECTURE 13. ALLERGIC DISEASES IN DERMATOLOGY A. INTRODUCTION -

Eczema adalah istilah umum, sering digunakan secara bergantian dengan dermatitis, maknanya sama

-

Hasil dari peradangan pada dermis superfisial dan spongiosis epidermal yang menyebabkan krusta, oozing dan kadang retak (fisura)

-

Tahap akut: muncul sebagai plak edema merah yang mungkin cukup besar, kecil dan sekelompok vesikel

-

Tahap subakut: muncul sebagai plak eritematosa dengan skala atau pengerasan kulit.

-

Tahap kronis: lesi dapat ditutupi oleh skala pengering atau menjadi lichenified.

-

Pruritus parah adalah gejala yang menonjol.

** -

Dermatitis/eczema merupakan istilah yang sama, yang menjelaskan suatu penyakit akibat adanya peradangan pada epidermis dan dermis yang ditandai dengan adanya pola reaksi spongiosis yang kadang ada crusta atau fisura (kulitnya menjadi pecah)

-

Berdasarkan stadiumnya ada stadium akut, sub akut dan kronis. Yang membedakan adalah gejala klinisnya

-

Kalo stadium akut ditandai oleh adanya eksudatif, jadi bisa ada plak atau vesikel

-

Subakut : mulai adanya pengeringan

-

Pada stadium kronis mulai penebalan

-

Gejala utama pada dermatitis adalah gatal

ATOPIC DERMATITIS A. INTRODUCTION -

Dermatitis atopik (AD) adalah penyakit kulit kronis yang kambuh yang paling sering terjadi pada bayi dan pada masa kanak-kanak.

-

Sering dikaitkan dengan keluarga atau riwayat pribadi dari kondisi 'alergi' lainnya (misalnya asma atau rhinitis alergi)

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa) - Hal ini sering dikaitkan dengan kelainan fungsi barrier kulit dan sensitisasi alergen -

Diagnosis ditegakkan berdasarkan konstelasi (?) temuan klinis yang dijelaskan oleh Hanifin dan Rajka

** -

AD adalah suatu penyakit yang sifatnya kronis, kambuh, kambuhan bisa terjadi pada bayi, anak-anak maupun dewasa

-

Sering dihubungkan dengan riwayat alergi seperti asma, rinitis alergi. Jadi pada orang-orang yang memiliki alergi dermatitis ditandai dengan adanya abnormalitas pada barrier kulit sehingga memudahkan terjadinya sensitisasi dari alergen

-

Untuk mendiagnosis AD dan bisa membedakan dengan dermatitis yang lain, maka ada kriteria diagnosis yang dibuat oleh Hanifin dan rajka

B. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

-

AD adalah hasil dari interaksi kompleks antara gen kerentanan genetik yang merupakan hasil dari barrier kulit yang cacat, cacat pada sistem kekebalan bawaan, dan peningkatan respons imunologis terhadap alergen dan antigen mikroba.

-

AD itu tidak berdiri sendiri, dia merupakan interaksi dengan faktor genetik, dari riwayat keturunan yang ada alergi, ada gangguan pada barrier kulit, ada defect pada sistem imun dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Jadi kalo dermatitis aja tanpa interaksi dengan yang diatas mungkin tidak terjadi manifestasi klinis dari yang namanya AD

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)

-

Faktor pemicu 1. Mencuci tangan yang berlebihan 2. Paparan lingkungan yang ekstrem (suhu terlalu panas atau suhu terlalu dingin) 3. Pake pakaian terlalu ketat (saka sama koming awas) 4. Kontak dengan bahan kimia misalnya kosmetik 5. Alergi pada makanan 6. Emosional stress 7. Infeksi

Fase akut : -

Masuknya alergen melalui barrier kulit yang tidak utuh  akan diterima oleh APC  kemudian dipresentasikan  mengakibatkan perubahan akibat aktivasi Th2 dengan sitokin-sitokinnya  kemudian terjadi degranulasi dari sel mast

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa) Pada fase kronis -

Tidak melibatkan Th2, tapi melibatkan Th1  menyebabkan pengeluaran mediator-mediator seperti interferon gamma

C. PATHOPHYSIOLOGY – IMMUNOPATHOGENESIS -

Pada awal perkembangan lesi atopik termasuk aktivasi respons imun Th2, dengan sintesis sitokin IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13.

-

IL-4 dan IL-5 mengakibatkan peningkatan kadar IgE dan eosinofilia pada jaringan dan darah tepi.

-

IL-10 menghambat hipersensitivitas tipe delayed

-

IL-4 menurunkan produksi interferon (IFN) -γ.

-

Lesi awal AD sering bersifat urtikaria, manifestasi hiperaktifitas Th2.

-

Pada fase kronis, peradangan kulit ditandai dengan sitokin Th1.

-

Ini menjelaskan mengapa AD kronis secara histologis menyerupai dermatosis kronis lainnya.

** -

Pada fase awal lesi atopi terjadi aktivasi dari sistem imun yang melibatkan Th2  menghasilkan mediatro inflamasi IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13.

-

Kemudian ditandai dengan adanya peningkatan IgE dan terjadinya eusinofilia

-

Kalo pada fase kronis yang berperan Th1

D. DIAGNOSIS : HANAFIN RAJKA A) GEJALA MAYOR (Pada gejala mayor minimal kita temukan 3) 1. Pruritus/gatal 2. Ruam pada wajah dan / atau ekstensor pada bayi dan anak kecil 3. Likenifikasi pada daerah flexural pada anak yang lebih tua umurnya 4. Kecenderungan terhadap dermatitis kronis atau relapsing dermatitis kronis 5. Riwayat penyakit keluarga, pribadi dari penyakit atopik seperti asma, rhinitis alergi, dermatitis atopi B) GEJALA MINOR (Ditambah lebih dari 3 kriteria minor)

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa) 1. Kekeringan pada kulit 2. Dennie-Morgan fold (adanya lipatan kelopak mata bagian bawah) 3. Alergic shiner(gelap di bawah mata) 4. Wajah pucat 5. Pityriasis alba 6. Keratosis pilaris 7. Ichthyosis vulgaris 8. Hiperlinearitas telapak tangan dan telapak kaki 9. Dermatografi putih (garis putih yang muncul di kulit dalam waktu 1 menit ketika ditekan dengan instrumen tumpul) 10. Konjungtivitis 11. Keratoconus 12. Katarak subkapsular anterior 13. Peningkatan serum imunoglobulin E 14. Skin test reaktivitas tipe cepat

E. GEJALA KLINIS

-

Perkembangan dari AD a) Pada bayi : umumnya predileksi pada wajah b) Pada anak-anak : masih ada pada wajah dan daerah flexural c) Kalo dewasa pada daerah flexural dengan klinis yang kronis

1. Bayi AD (2 mo - 2 y.o)

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)  tersebar terutama pada pipi, wajah, permukaan ekstensor lengan dan kaki (ekstremitas) ; cenderung menyebar di daerah yang sering pake popok 2. Masa Anak AD (> 2 y.o-10 y.o)  cenderung terjadi pada daerah flexural (foseli antekubital, fossae poplitea, tangan dan kaki) 3. Masa remaja dan dewasa  terjadi pada daerah flexural, tangan dan wajah, terutama kelopak mata. Face has typical central pallor, dengan klinis yang kronis yaitu udah ada penebalan

-

Gatal pada bayi dengan dermatitis atopik. Predileksi pada daerah wajah, umunya anak merasa gatal

-

Pronounced weeping dan pengerasan Lesi eczematous pada dermatitis atopi masa kanak-kanak. Udah ada bekas garukan, ekskoriasi udah ada crusta

-

Dermatitis Atopik Anak dengan lichenifikasi fossa antecubital dan adanya plak eczematous secara general disertai pruritus parah

-

Eczema atopik yang menyerang fosa poplitea

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1. PEMERIKSAAN DARAH  Cek darah lengkap - dapat melihat peningkatan jumlah eosinofil (eosinofilia)  Penentuan IgE spesifik alergen (mungkin sedikit atau nyata meningkat)  untuk mengetahui penyebab alergi  Uji radioallergosorbent (RAST) dapat membantu menentukan beberapa alergi 2. SKIN TEST a) Skin Prick Test (SPT)

 Untuk makanan dan alergen inhalan  Ada bahan alergi makanan (terigu, ayam, udang) kita teteskan dengan menggunakan jarum kecil  kemudian kita liat ada reaksi urtika. Kalo terjadi reaksi seperti gambar (kanan) berarti positif b) Atopy Patch Test

 Secara aeroallergens diterapkan dan diinterpretasikan seperti pada uji tempel rutin.  Namanya tes tempel atopi, umumnya untuk alergen yang aeroalergen  Teknik nya sama dengan tes tempel yang lainnya, yaitu dilakukan penempelan bahan di daerah punggung  kemudian pas bangun pagi harinya lagi 2 harinya (gak mandi dong hm) akan muncul lesi dermatitis

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)

G. TREATMENT 1. Hilangkan faktor pemicu 2. Emolien diperlukan untuk mengurangi kekeringan (yang dapat menyebabkan rasa gatal) 3. Kortikosteroid sistemik (short courses for acute, untuk eksaserbasi parah), kapan diberikan? Pada kasus akut dan eksaserbasi yang berat kita kasi kortikosteroid. Kalo gak fasenya itu kita bisa berikan topikal corticosteroid 4. Agen imunosupresif lainnya 5. Antipruritik: Antihistamin (kalo gatal) 6. Antibiotik: obat antistaphylococcal 7. Antibiotik oral: tersebar luas, terinfeksi, eksema yang mengembang. Antibiotik kapan topikal kapan sistemik tergantung dari luasnya infeksi 8. Yang paling penting kita ketahui apa penyebab atau pemicunya, kalo perlu kita bisa lakukan tes alergi 9. Karena terjadi kerusakan pada berrier kulit maka kita harus berikan pelembab  untuk mencegah kekeringan atau gatal ** 10. Antibiotik topikal: eczema terinfeksi pada trunk dan ekstremitas 11. Kortikosteroid topikal mengurangi pruritus dan pembengkakan 12. Hidrokortison 1% atau 2,5% (kelas 6-7 steroid) dua kali sehari untuk peradangan ringan 13. Untuk eczema berat: jangka pendek (tidak lebih dari 2 minggu) kortikosteroid topikal high-potency topikal (kelas III- V) 14. Imunomodulator topikal: tacrolimus 0,03% (anak-anak berusia 2-15 tahun), atau 0,1% (anak-anak berusia> 15 tahun) atau pimekrolimus 1% (anak-anak berusia> 2 tahun)  adalah imunomudolator yang digunakan pada fase maintenance 15. Kalo lesi akibat infeksi sekunder dikit kita bisa berikan topikal AB tapi kalo luas bisa kita berikan topikal corticosteroid

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa) 16. Yang paling penting untuk memilih kortikosteroid topikal golongan berapaa, nanti di blok skin. Topikal cortico itu ada yang dari mild-severe yang dibagi menjadi 7 golongan

CONTACT DERMATITIS A. INTRODUCTION -

Dermatitis kontak mengacu pada dermatitis yang disebabkan oleh kontak kulit dengan agen lingkungan.

-

Dermatitis kontak (CD) adalah keadaan reaktivitas kulit yang berubah akibat paparan agen eksternal.

-

Menurut mekanisme elisitasi, jenis reaksi kontak berikut dapat dibedakan: 1. Kontak Iritan Dermatitis (ICD)  ini semua orang bisa mengalami, misalnya nyuci kena detergen  bisa terjadi eczema

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa) 2. Kontak Alergi Dermatitis (ACD)  melibatkan sistem imun -

CD syaratnya harus ada kontak, klinis dermatitis yang kemudian disertai dengan adanya faktor kontak dengan bahan eksogen kita udah bisa curiga kalo itu kontak dermatitis

1. IRRITANT CONTACT DERMATITIS (ICD)  Bahan kimia atau agen fisik (iritasi primer) merusak permukaan kulit lebih cepat daripada kulit yang mampu memperbaiki kerusakan.  Well demarcated with a glazed surface but there may be redness, itching, swelling, blistering and scaling of the damaged area  Reaksi kulit tergantung pada: a) Jumlah dan kekuatan iritan b) Panjang dan frekuensi pemaparan (mis., Paparan singkat atau paparan rendah berulang / lama) c) Kepekaan kulit (misalnya kulit tebal, tipis, berminyak, kering, very fail, previously damage atau kecenderungan atopik yang sudah ada sebelumnya) d) Faktor lingkungan (misalnya suhu tinggi atau rendah atau kelembaban)  Dipicu oleh bahan kimia, yang memicu kerusakan lapisan kulit  Kalo dermatitis kontak alergi tidak terpengaruh oleh jumlah bahan, kalo dia udah dikenali sebagai alergen kemudian terapapr lagi maka akan menimbulkan suatu reaksi

2. ALLERGIC CONTACT DERMATITIS (ACD)  Allergic contact dermatitisis (ACD) adalah reaksi inflamasi imunologis kulit akibat kontak dengan alergen.  ACD adalah reaksi hipersensitifitas yang dimediasi oleh sel (tipe delayed) terhadap bahan kimia lingkungan atau "sensitiser".  2 fase berbeda karena reaksi hipersensitivitas tipe IV adalah fase sensitisasi dan fase elisitasi  Zat yang berbeda memiliki potensi sensitisasi yang berbeda, dan ada kerentanan individu terhadap sensitisasi oleh alergen.

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa) **  Melibatkan sistem imun  Tipe lambat (artinya meliputi 2 fase , yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi)

Fase sensitisasi -

Mulai masuknya alergen  ditangkap oleh APC  dibawa ke limfe node  kemudian terjadi pengaktivan dari sel limfosit  kemudian terjadi pengaktivan sel T memori

Fase elisitasi -

Akibat paparan yang berulang maka akan merangsang tubuh mengeluarkan sitokin hingga terjadi reaksi imunologis

B. DIAGNOSIS

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)

-

Dermatitis kontak disebabkan oleh alergi terhadap nikel pada jean stud

-

Dermatologi Klinis ed, 2003

-

Dermatitis akibat sepatu - distribusi tipikal pada kaki dorsal

-

Manual Ilustrasi Dermatologi Pediatrik, 2005

-

Kalo tanda klinisnya ada ruam dengan polimorfik, pasti kita tanya apa yang dipake sebelumya, di gambar kiri (bahan logammmmm) kalo di kanan (sepatu karet, bisa dari bahan kulit) jadi harus pinter anamnesis

C. LABORATORY TEST 1. SKIN TEST : SKIN PATCH TEST

-

Bermanfaat untuk kasus yang sulit

-

Patch diterapkan pada kulit normal non hairy skin (lengan belakang atau atas) selama 48 jam; baca di 72 h dan 5 hari

-

Reaksi positif palsu sering terlihat pada pasien atopik

** -

Dilakukan tes alergi saat kondisi pasien baik tidak dalam mengkonsumsi obat

-

Dilakukan untuk kasus yang sulit ditegakkan diagnosisnya

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa) - Ada bahn patch test, ada chamber2 nya yang udah isi bahan-bahan alergennya  masing2 satu chamber diisi jenis alergen berbeda  tempel selama 48 jam  habistu liat reaksi eczema, kalo positif alergi maka akan muncul reaksi eczema

D. TREATMENT -

Menghindari contactant

-

Oral antipruritics: anti histamin

-

Kortikosteroid sistemik (prednison oral 0,5-2 mg / kg per hari tappered over 10-21 hari untuk keterlibatan luas atau parah)

-

Dermatitis akut dengan oozing dan weeping, vesikel atau bullae: kompres dengan larutan Burrow atau 0,9% NaCl solutio selama 15 menit.

-

Kortikosteroid topikal: Steroid medium sampai ultra ampuh (kelas 1-4) selama sekitar 5-7 hari digunakan dua kali sehari kemudian tapper sampai kekuatan terendah untuk menjaga eritema dan gatal-gatal di bawah kontrol.

CUTANEOUS LUPUS ERYTHEMATOSUS (CLE) A. INTRODUCTION -

Gangguan inflamasi pada jaringan ikat

-

Beberapa organ: sistemik lupus erythematosus (SLE)

-

Kulit (cutaneous lupus eritematosus / CLE)

-

Kulit dan organ sistemik

-

Patogenesis: imunitas yang dimediasi sel

-

Manifestasi Kutaneous LE:

1. LE spesifik penyakit kulit atau CLE  Kutaneous LE akut (ACLE)  LE bersama kulit subakut (SCLE)  LE Kutaneous kronis (CCLE) 2. LE-non spesifik penyakit kulit

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)

-

Mekanisme :

-

Interaksi genetik, lingkungan dan hormon

-

Lebih sering pada perempuan karena akibat hormonal dan akibat paparan sinar matahari dari sinar UV nya

-

Eritema wajah, sering disebut sebagai "ruam kupu-kupu”  mirip AD, dermatitis kontak

-

Generalized ACLE

-

Paparan sinar matahari menghasilkan nonpruritik, scaling eruption. Pasien CLE umunya fotosensitive

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa)

-

Mirip jamur atau psoriasis

-

Mirip dermatitis kronis, khasnya ada atropi pada kulitnya

B. DIAGNOSIS -

Menyingkirkan aktivitas underlying disease pada SLE

-

Semua pasien dengan CLE harus menerima instruksi tentang:  perlindungan dari sinar matahari  hindari penggunaan fotosensitisasi obat  Penggunaan kortikosteroid topikal.

** -

Kalo kita nanti ketemu CLE singkirkan ada gak ke sistemik, karena dia bisa awalnya muncul di kulit tapi habistu mengalami progresivitas ke sistemik

-

Kalo pasien dengan fotosensitive, hindari paparan sinar matahari dengan sunblock, hindari pemakaian obat fotosensitiv

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa) - Kalo dia fasenya masih ada inflamasi merah bisa berikan topical cortico

HENOCH SCHONLEIN PURPURA (HSP) A. INTRODUCTION -

vaskulitis leukositoklastik akut

-

anak-anak berusia antara 2 dan 10, dan dewasa

-

deposisi vaskular kompleks imun dominan IgA, dan secara istimewa melibatkan venula, kapiler, dan arteriol

-

Infeksi virus atau faringitis streptokokus adalah kejadian pemicu yang biasa terjadi.

-

Adanya klinis purpura = perdarahan bawah kulit

** -

Kita menemukan penyakit yang manifestasi klinisnya kita temukan purpura atau perdaraha bawah kulit

-

Dari pemeriksaan histopatologi yang khas keliatan adalah vasculitis

-

Terjadi pada anak-anak umur 2-10 tahun, bisa juga pada dewasa tapi lebih dikit

-

Pemicunya paling sering infeksi  yang memicu terjadinya reaksi sistem imun

-

Akan terjadi deposit IgA imun komplek pada pembuluh darah  sehingga klinisnya purpura utamanya di daerah ekstremitas

B. GEJALA -

Purpura teraba di atas kaki dan bokong

-

Sakit perut (63%) cholic abdomen

-

Pendarahan GI (33%)

-

Arthralgia (82%)

-

Nefritis (40%), dan hematuria

-

Secara histologis: vaskulitis leukositoklastik

-

Ini adalah penyakit yang terbatas sendiri, namun sepertiga pasien akan memiliki satu atau lebih gejala rekuren.

-

Pengobatannya konservatif, menggunakan obat anti radang nonsteroid (NSAID)  kalo nyeri banget bisa kita kasi NSAID

MANTAN SGD KUA 3 (PSPD’16 SERRAQUINON) (Widya, Saka, Andika, Achmad, Putri, Koming, Cahya, Sinta, Pande, Raka, Alit, Florensa) - Steroid digunakan bila ada komplikasi. ** -

Ciri khas purpura dapat diraba

-

Lebih banyak keluhan sistemik

-

Kalo kita biopsi kita temukan bukti adanya peradangan pada pembuluh darah dengan ditemukan infiltrat leukosit

-

Kadang bisa sembuh sendiri (suruh aja pasiennya istirahat, suruh pasieinnya tidur), kadang bisa juga kambuh

-

Kalo kita liat dia kondisi nya memberat dan klinisnya tidak berkurang  ada perdarahan ada nefritis  bisa kita berikan steroid sistemik

-

Gimana tau perdarahan bawah kulit? Dengan melakukan tes diascopi, jadi dengan menggunakan objek glass, kita tekan pada daerah terjadi purpura. Kalo dia hilang dengan penekanan artinya dia hanya pelebaran pembuluh darah. Kalo dia menetap dengan penetapan itu artinya purpura

Related Documents

Lecture: Infectious Diseases
November 2019 18
Lecture 13
December 2019 29
Lecture 13
November 2019 11
Lecture 13
November 2019 10

More Documents from ""