Peristiwa Rengasdengklok Kamar peristirahatan Bung Karno di rumah Djiaw Kie Siong.
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa penculikan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda antara lain Soekarni, Wikana, Aidit dan Chaerul Saleh dari perkumpulan "Menteng 31" terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah Jepang mengalami kekalahan dalam Perang Pasifik. Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut. Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 di lapangan IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di Rengasdengklok, di rumah seorang Tionghoa, Djiaw Kie Siong. Bendera Merah Putih sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Kamis tanggal 16 Agustus, sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia. Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta. Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[1]
Latar belakang Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI, sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang. Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu perundingan di salah satu lembaga bakteriologi di Pegangsaan Timur Jakarta, pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan agar pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji
kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan disampaikan kepada Ir. Soekarno pada malam harinya tetapi ditolak oleh Soekarno karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI.
HARI INI DALAM SEJARAH: SOEKARNO DAN HATTA DIBAWA KE RENGASDENGKLOK ASWAB NANDA PRATAMA Kompas.com - 16/08/2018, 14:35 WIB Bung Hatta (berdiri) ketika menjelaskan lagi pendapatnya tentang saat-saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan di rumah bekas penculiknya, Singgih (baju batik hitam) Jumat siang kemarin. Tampak dari kiri kekanan: GPH Djatikusumo, D. Matullesy SH, Singgih, Mayjen (Purn) Sungkono, Bung Hatta, dan bekas tamtama PETA Hamdhani, yang membantu Singgih dalam penculikan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok. (Kompas/JB Suratno) KOMPAS.com - Pengeboman Kota Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat membuat posisi Jepang terpojok. Pada 14 Agustus 1945, Jepang mengirimkan surat ke kedutaannya di Swiss dan Swedia menyatakan menyerah pada Sekutu. Kekalahan Jepang dari Sekutu ini membuat golongan muda Indonesia mendorong Soekarno dan Hatta untuk mempersiapkan kemerdekaan RI. Upaya itu dilakukan dengan menculik kedua tokoh itu dan membawanya ke Rengasdengklok, Kawarang. Tujuannya, mendesak agar segera memproklamasikan kemerdekaan. "Penculikan" Soekarno-Hatta Pada 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir mendengar berita kekalahan Jepang dari sekutu dari pemberitaan sebuah radio luar negeri. Saat itu, Syahrir membangun jaringan gerakan bawah tanah yang tak mau bekerja sama dengan Jepang. Yang terlibat dalam gerakan ini adalah kader-kader PNI baru yang tetap meneruskan pergerakan serta kader muda yaitu mahasiswa. Setelah mendengar berita tersebut, Syahrir menghubungi rekan seperjuangannya untuk meneruskan berita tersebut kepada golongan pemuda yang pro terhadap kemerdekaan untuk segera bertindak. Pada 15 agustus 1945, golongan muda melakukan rapat di Ruang Laboratorium Mikrologi di Pegangsaan Timur membicarakan pelaksanaan proklamasi tanpa menunggu pihak Jepang. Para pemuda ini beranggapan, Jepang hanya menjaga situasi dan kondisi Indonesia karena mereka telah menyerah kepada Sekutu. Keputusan dari pertemuan di Pegangsaan yaitu mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan paling lambat 16 Agustus 1945. Setelah selesai bermusyawarah, golongan muda yang diwakili oleh Darwis dan Wikana menghadap Soekarno dan Hatta dan menyampaikan isi keputusan tersebut. Namun, keduanya menolak desakan itu. Soekarno dan Hatta mengatakan, memproklamirkan kemerdekaan tak bisa dilakukan secara gegabah. Harus menunggu Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI) yang telah terbentuk. Mengingat tak ada titik temu, golongan pemuda mengadakan rapat lanjutan pada hari itu juga di Asrama Baperpi (Kebun Binatang Cikini). Hasilnya, golongan pemuda sepakat untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta agar tak mendapat pengaruh Jepang. Pada 16 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, golongan muda yang terdiri dari Soekarni, Wikana, Aidit, Chaerul Saleh, dan lainnya melakukan misinya untuk membawa Soekarno-Hatta ke luar kota agar tak mendapat pengaruh Jepang. Sudanco Singgih terpilih menjadi pimpinan penculikan tersebut. Akhirnya, Rengasdengklok, Karawang menjadi tujuan utama golongan muda bersama Soekarno-Hatta. Akhirnya Soekarno dan Hatta singgah di sebuah rumah milik Djiauw Kie Siong, seorang petani keturunan Tionghoa. Dipilihnya rumah Djiaw karena tertutup rimbunan pohon dan tak mencolok. Rumah millik Djiauw Kee Siong di Kampung Bojong, Rengasdengklok-Jawa Barat, menjadi tempat bersejarah karena sempat menampung Bung Karno
dan Bung Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945, setelah kedua pimpinan negara itu diculik beberapa pemuda pejuang.(Kompas/IMAN NUR ROSYADI) Selama sehari penuh Soekarno-Hatta berada di Rengasdengklok. Golongan muda kembali menyampaikan desakan yang sama, proklamasi kemerdekaan Indonesia. Setelah yakin desakan itu dipenuhi, Achmad Soebardjo kemudian menjemput Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok dan memberikan jaminan proklamasi akan dilakukan selambat-lambatnya pada 17 Agustus 1945. Dengan adanya jaminan itu, Soekarno-Hatta kembali ke kota Jakarta. Setelah kembali ke Jakarta, mereka melakukan perumusan teks proklamasi kemerdekaan di rumah Laksamana Maeda. Awalnya, proklamasi kemerdekaan akan dibacakan Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 di Lapangan IKADA (kini lapangan Monas) atau di rumah Soekarno di Jl Pegangsaan Timur 56. Akhirnya, proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di rumah Soekarno, karena Lapangan Ikada masih diduduki tentara Jepang. Teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dibacakan Soekarno diketik oleh Sayuti Melik. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hari Ini dalam Sejarah: Soekarno dan Hatta Dibawa ke Rengasdengklok", https://nasional.kompas.com/read/2018/08/16/14354581/hari-inidalam-sejarah-soekarno-dan-hatta-dibawa-ke-rengasdengklok. Penulis : Aswab Nanda Pratama Editor : Inggried Dwi Wedhaswary
Sejarah Perumusan Teks Proklamasi Indonesia Perumusan teks Proklamasi menjadi awal bangsa Indonesia memasuki pintu kemerdekaan. Teks Proklamasi tersebut dirumuskan oleh para tokoh bangsa dengan satu tujuan, yaitu untuk mempercepat kemerdekaan Indonesia. Apa yang sering kita baca setiap 17 Agustus merupakan hasil rumusan Proklamasi di masa itu. Rumusan yang hanya terdiri beberapa baris itu menjadi pertanda bahwa bangsa Indonesia telah merdeka. Pada kesempatan kali ini, kami akan menceritakan kembali seputar sejarah permusan teks proklamasi Indonesia. Kronologis, proses, dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam perumusan teks Proklamasi tersebut akan kami ceritakan di sini secara lengkap, selamat membaca.
Kronologis Perumusan Teks Proklamasi Setelah peristiwa Rengasdengklok, rombongan Ir. Soekarno segera kembali ke Jakarta sekitar pukul 23.00 WIB pada 16 Agustus 1945. Semula tempat yang dituju adalah Hotel des Indes (Duta Indonesia). Namun, tidak jadi karena pihak hotel tidak mengizinkan kegiatan apa pun selepas pukul 22.30 WIB. Di hotel yang terletak di Jalan Gajah Mada ini, pada pagi sebelumnya juga telah direncanakan pertemuan anggota PPKI, tetapi pihak Jepang melarangnya. Dalam keadaan demikian, Achmad Soebardjo membawa rombongan menuju rumah Laksamana Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1. Setelah tiba di Jl. Imam Bonjol No. 1, Soekarno dan Moh. Hatta lalu diantarkan Laksamana Maeda menemui Gunseikan (Kepala Pemerintahan Militer Jepang) Mayor Jenderal Hoichi Yamamoto. Akan tetapi, Gunseikan menolak menerima Soekarno - Hatta pada tengah malam. Dengan ditemani oleh Maeda, Shigetada Nishijima, Tomegoro Yoshizumi, dan Miyoshi sebagai penterjemah, mereka pergi menemui Somubuco (Direktur/ Kepala Departemen Umum Pemerintah Militer Jepang) Mayor Jenderal Otoshi Nishimura. Tujuannya untuk menjajaki sikapnya terhadap pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Pada pertemuan tersebut tidak dicapai kata sepakat antara Soekarno - Hatta di satu pihak dengan Nishimura di lain pihak. Soekarno - Hatta bertekad untuk melangsungkan rapat PPKI pada pagi hari tanggal 16 Agustus 1945 Rapat PPKI itu tidak jadi diadakan karena mereka dibawa ke Rengasdengklok. Mereka menekankan kepada Nishimura bahwa Jenderal Besar Terauchi telah menyerahkan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia kepada PPKI. Di lain pihak, Nishimura menegaskan garis kebijaksanaan Panglima Tentara ke-XVI di Jawa, bahwa dengan menyerahnya Jepang kepada Sekutu berlaku ketentuan bahwa tentara Jepang tidak diperbolehkan lagi mengubah status quo.
Berdasarkan garis kebijaksanaan itu, Nishimura melarang Soekarno - Hatta untuk mengadakan rapat PPKI dalam rangkan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan. Sampailah
Soekarno - Hatta pada kesimpulan bahwa tidak ada gunanya lagi membicarakan soal kemerdekaan Indonesia dengan pihak Jepang. Mereka hanya berharap pihak Jepang supaya tidak menghalanghalangi pelaksanaan Proklamasi oleh rakyat Indonesia sendiri.
Proses Perumusan Teks Proklamasi Setelah pertemuan itu, Soekarno dan Hatta kembali ke rumah Maeda. Di rumah Maeda telah hadir, para anggota PPKI, para pemimpin pemuda, para pemimpin pergerakan dan beberapa anggota Chuo Sangi In yang ada di Jakarta. Setelah berbicara sebentar dengan Soekarno, Moh. Hatta, dan Achmad Soebardjo, maka kemudian Laksamana Maeda minta diri untuk beristirahat dan mempersilahkan para pemimpin Indonesia berunding di rumahnya. Para tokoh nasionalis berkumpul di rumah Maeda untuk merumuskan teks proklamasi. Kemudian di ruang makan Maeda dirumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ketika peristiwa bersejarah itu berlangsung Maeda tidak hadir, tetapi Miyoshi sebagai orang kepercayaan Nishimura bersama Sukarni, Sudiro, dan B. M. Diah menyaksikan Soekarno, Hatta, dan Achmad Soebardjo membahas perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Soekarno pertama kali menuliskan kata pernyataan Proklamasi sebagai judul pada pukul 03.00 WIB. Achmad Soebardjo menyampaikan kalimat “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”. Moh. Hatta menambahkan kalimat: “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempoh yang sesingkatsingkatnya”. Soekarno menuliskan: Jakarta, 17 – 8 – 05 Wakil-wakil bangsa Indonesia sebagai penutup.
Perumus Teks Proklamasi; Soekarno, Hatta, Achmad Soebardjo Pada pukul 04.00 WIB dini hari Soekarno meminta persetujuan dan tanda tangan kepada semua yang hadir sebagai wakil-wakil bangsa Indonesia. Para pemuda menolak dengan alasan sebagian yang hadir banyak yang menjadi kolaborator Jepang. Sukarno mengusulkan agar teks proklamasi cukup ditandatangani dua orang tokoh, yakni Soekarno dan Moh. Hatta, atas nama bangsa Indonesia. Usul Sukarni diterima. Dengan beberapa perubahan yang telah disetujui, maka konsep itu kemudian diserahkan kepada Sayuti Melik untuk diketik. Perubahan dalam naskah Proklamasi terdiri dari:
Kata tempoh diubah mendai tempo Kata-kata "wakil-wakil bangsa Indonesia" pada bagian akhir naskah diubah menjadi "atas nama bangsa Indonesia". Perubahan penulisan tanggal, yaitu "Djakarta, 17-8-05" menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05. Tahun 05 merupakan singkatan dari tahun Jepang (Sumera), yakni tahun 2605 yang bertepatan dengan tahun 1945 Masehi.
Pertemuan dini hari itu menghasilkan naskah Proklamasi. Agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya, naskah itu harus disebarluaskan. Timbullah persoalan tentang cara penyebaran naskah tersebut ke seluruh Indonesia. Sukarni mengusulkan agar naskah tersebut dibacakan di Lapangan Ikada, yang telah dipersiapkan bagi berkumpulnya masyarakat Jakarta untuk mendengar pembacaan naskah Proklamasi.
Namun, Soekarno tidak setuju karena lapangan Ikada merupakan tempat umum yang dapat memancing bentrokan antara rakyat dengan militer Jepang. Ia sendiri mengusulkan agar Proklamasi dilakukan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Usul tersebut disetujui dan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakannya bersama Hatta di tempat itu pada hari Jumat tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB. Sekian uraian tentang Sejarah Perumusan Teks Proklamasi Indonesia, semoga bermanfaat.
ISI PEMBACAAN TEKS PROKLAMASI OLEH IR. SOEKARNO YANG ASLI Maulana Yusuf July 9, 2018 sejarah No Comments Teks Proklamasi atau Teks naskah Proklamasi Klad ialah asl tulisan dari tangan Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan ialah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Walaupun sudah ada yang merumuskan proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia terdiri dari Tomogero Yoshizumi, Tadashi Maeda, Achmad Soebarjo, S Nishijimi, S. Miyoshi, Muhammad Hata dan Soekarno. Kemudian para pemuda yang berada di luar meminta pembacaan proklamasi agar dibacakan dengan keras, akan tetapi Jepang tidak mengizinkan, beberapa kata yang dituntut ialah “penyerahan”, “dikasihkan”, diserahkan”, atau “merebut”, Akhirnya yang dipilih ialah “pemindahan kekuasaan”, setelah dirumuskan dan dibacakan di rumah orang Jepang. DAFTAR ISI Pembacaan Teks Proklamasi Pelaksanaan Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Makna Teks Proklamasi Teks Proklamasi Otentik Teks Proklamasi Diketik Oleh Makna Teks Proklasmasi Dari Aspek Hukum Related posts:
PEMBACAAN TEKS PROKLAMASI Pembacaan teks proklamasi kemerdekaan dilaksanakan tepat nya pada tanggal 17 Agustus 1945 (hari Jum’at) di jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta (yang sekarang menjadi jalan Proklamasi), pembacaan teks proklamasi dilakukan oleh Ir. Soekarno, berikut Teks pidato proklamasi kemerdekaan yang dibacakan oleh Ir. Soekarno: Saudara-saudara sekalian! Saya telah meminta Anda untuk hadir di sini untuk menyaksikan peristiwa dalam sejarah kami yang paling penting. Selama beberapa dekade kita, Rakyat Indonesia, telah berjuang untuk kebebasan negara kitabahkan selama ratusan tahun!
Ada gelombang dalam tindakan kita untuk memenangkan kemerdekaan yang naik, dan ada yang jatuh, namun semangat kami masih ditetapkan dalam arah cita-cita kami. Juga selama zaman Jepang usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak pernah berhenti. Pada zaman Jepang itu hanya muncul bahwa kita membungkuk pada mereka. Tetapi pada dasarnya, kita masih terus membangun kekuatan kita sendiri, kita masih percaya pada kekuatan kita sendiri. Kini telah hadir saat ketika benar-benar kita mengambil nasib tindakan kita dan nasib negara kita ke tangan kita sendiri. Hanya suatu bangsa cukup berani untuk mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri akan dapat berdiri dalam kekuatan. Oleh karena semalam kami telah musyawarah dengan tokoh-tokoh Indonesia dari seluruh Indonesia. Bahwa pengumpulan deliberatif dengan suara bulat berpendapat bahwa sekarang telah datang waktu untuk mendeklarasikan kemerdekaan. Saudara-saudara: Bersama ini kami menyatakan solidaritas penentuan itu. Dengarkan Proklamasi kami : PROKLAMASI KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA. HAL-HAL YANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN DISELENGGARAKAN DENGAN CARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO YANG SESINGKAT-SINGKATNYA. DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945 ATAS NAMA BANGSA INDONESIA. SOEKARNO-HATTA.
PELAKSANAAN PEMBACAAN TEKS PROKLAMASI KEMERDEKAAN nasional.tempo.co Pelaksanaan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1945 (hari Jum’at) di jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta (yang sekarang menjadi jalan Proklamasi) dari pagi telah dilakukan persiapan di tempat tersebut (rumah Ir. Soekarno), untuk menyambut Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam pelaksanaan pembacaan teks proklamasi kemerdekaan banyak tokoh dan rakyat yang hadir untuk menyaksikan pembacan teks tersebut berkumpul di termpat itu, sesuai kesepakatan yang diambil di rumah Laksamana Maeda, para tokoh Indonesia menjelang pukul 10.30 waktu Jawa (zaman Jepang) atau 10.00 WIB telah hadir di rumah Ir. Soekarno. Mereka hadir untuk menjadi saksi pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Acara yang disusun dalam upacara di kediaman 1r. Soekarno (jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta) tersebut, antara lain ialah sebagai berikut: Pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Pengibaran bendera Merah Putih. Sambutan Walikota Jakarta Suwiryo dan dr. Muwardi.
Upacara proklamasi kemerdekaan berlangsung tanpa protokol. Latief Hendraningrat memberi aba-aba siap memimta kepada barisan pemuda agar berdiri tegak dengan sikap sempurna. Ketika Bung Karno dan bung hatta bersiap untuk membacakan teks proklamasi suasana pun seketika menjadi haning, mendengarkan suara Bung Karno yang begitu haru, Bung Karno didampingi Bung Hatta membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia setelah sebelumnya mengucapkan pidato singkat. Setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan selesai, kemudian dilanjutkan dengan upacara pengibaran bendera Merah Putih, Bendera Sang Saka Merah Putih itu dijahit oleh Ibu Fatmawati Soekarno. saat itu Suhud bertugas mengambil bendera dari atas baki (nampan) yang telah disediakan dan mengibarkannya dengan bantuan Latief Hendraningrat. Kemudian Sang Merah Putih mulai dinaikkan dan hadirin yang datang bersama-sama menyanyikan lagu Indonesia Raya. Bendera dinaikkan perlahan-lahan menyesuaikan syair lagu Indonesia Raya. Setelah selesai pengibaran bendera Merah Putih kemudian dilanjutkan sambutan dari Walikota Jakarta Suwiryo dan dr. Muwardi. Pelaksanaan upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dihadiri oleh tokoh-tokoh Indonesia lainnya, seperti Mr. Latuharhary, Dr, Samsi, Ibu Fatmawati, Mr. A.G. Pringgodigdo, Mr Sujono, Ny. SK. trimurti dan Sukarni.
MAKNA TEKS PROKLAMASI Makna teks proklamasi, perlu anda diketahui bahwa teks proklamasi disusun dalam keadaan genting dan mendesak, tetapi bukan berarti teks proklamasi tidak mempunyai legalitas dan kedalaman makna, teks proklamasi disusun secara singkat dan hanya terdiri dari 2 alinea. makna mendalam yang termuat dalam teks proklamasi menunjukkan kelebihan dan ketajaman pemikiran para pembuat naskah proklamasi di kala itu. Dalam alinea pertama yang berbunyi, “Kami bangsa Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan Indonesia”, makna dari ini yang artinya adalah bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia telah dinyatakan dan diumumkan kepada dunia. Sedangkan alinea kedua yang berbunyi, “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya” yang bermaksud supaya pemindahan kekuasaan pemerintahan harus dilaksanakan secara hati-hati dan penuh perhitungan supaya tidak terjadi pertumpahan darah secara besar-besaran. Makna proklamasi kemerdekaan Indonesia bila ditelaah adalah: 1. Proklamasi kemerdekaan merupakan akhir penjajahan kaum kolonialis untuk bangsa Indonesia. 2. Proklamasi kemerdekaan memberikan kesempatan kepada seluruh rakyat untuk menjadi masyarakat mandiri dan cerdas yang mempunyai nilai-nilai budaya yang tinggi. 3. Memberikan arah dan kewenangan untuk bangsa Indonesia agar menjadi masyarakat yang sejahtera dengan kekuasaan serta menguasai dan mengelola sumber-sumber daya ekonomi secara mandiri. 4. Merupakan pernyataan kemerdekaan dan bebas dari belenggu penjajahan serta sekaligus membangun kehidupan baru menuju masyarakat Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur; 5. Proklamasi kemerdekaan merupakan sumber tertib hukum nasional yang mengandung makna berakhirnya hukum kolonial dan digantikan dengan tata hukum nasional;
6. Proklamasi memberikan kewenangan kepada seluruh bangsa Indonesia untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara dari segala macam rongrongan; 7. Proklamasi merupakan alat hukum internasional untuk bangsa Indonesia dalam melakukan hubungan dan kerja sama internasional. Di atas adalah sejumlah makna proklamasi kemerdekaan Indonesia, pengorbanan para pejuang kemerdekaan tentu patut mendapat penghargaan, Tugas generasi selanjutnya yang tidak bisa dipandang remeh yaitu harus berusaha untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan itu dengan karya positif.
TEKS PROKLAMASI OTENTIK Teks proklamasi otentik atau naskah proklamasi yang dibacakan Soekarno saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 bukanlah teks naskah versi klad di atas. terjadi beberapa perubahan kecil pada naskah klad yang kemudian disebut sebagai teks proklamasi otentik atau asli. Teks proklamasi otentik adalah hasil perubahan naskah proklamasi klad yang kemudian diketik oleh Sayuti Melik, Sayuti Malik ikut mencatumkan namanya dalam sejarah indonesia karena sangat berjasa sekali dalam bangsa ini. Beberapa perubahan antara teks proklamasi otentik dan versi klad antara lain ialah : Kata ‘Proklamasi’ dibubah menjadi ‘PROKLAMASI’ dengan huruf kapital semua Kata ‘tempoh’ diubah menjadi ‘tempo’ Kata ‘hal2’ diubah menjadi ‘hal-hal’ Kata ‘wakil-wakil bangsa Indonesia’ diubah ‘atas nama bangsa Indonesia’ Kata ’17-8-05′ menjadi ‘hari 17 boelan 8 tahoen ‘05’ Di bagian bawah ditambahkan tandatangan Soekarno dan Hatta. Dari hasil naskah proklamasi otentik dapat mengalami sejumlah perubahan dan diketik oleh Sayuti Melik inilah yang dibacakan Ir. Soekarno saat proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
TEKS PROKLAMASI DIKETIK OLEH Teks proklamasi 17 Agustus 1945 asli yang ditulis Presiden Sukarno kemudian dibuang pengetik naskah tersebut yaitu, Sayuti Melik, tetapi dalam pembuanganya itu tidak berhasil, karena teks tersebut dapat diselamatkan oleh wartawan senior yang bernama, Buhanuddin Mohammad Diah atau BM Diah. Dalam pembuangan teks proklamasi tersebut ke tempat sampah dari tulisan Bung Karno, karena yang dipakai memproklamirkan kemerdekaan ialah naskah hasil ketikan,” kata penulis buku ‘Butir-butir Padi B.M Diah, Tokoh Sejarah yang Menghayati Zaman’, Dasman Djamaluddin, saat diwawancara Tempo pada Rabu, 16 Agustus 2017. Menurut Dasman, BM Diah kemudian mengambil teks Proklamasi tersebut, setelah itu, BM Diah memasukkan teks tersebut ke saku celananya, BM Diah adalah salah satu tokoh bagian dari kemerdekaan bangsa ini, Diah waktu itu masuk Angkatan 45 dan pada malam 16 Agusutus 1945 beliau hadir dalam perumusan naskah Proklamasi, waktu itu ada 6 orang di dalam ruangan dengan Bung Karno,” imbuh Dasman. Diah menceritakan kepada Dasman, bahwa ia dekat dengan Sukarno. Perkenalan itu dimulai saat ia menikah dengan Herawati Diah, yang kelak menjadi istrinya. Pria kelahiran Banda Aceh
lulusan jurnalistik dan sosiologi asal Amerika Serikat itu kenal Herawati melalui Ahmad Subarjo, tokoh kemerdekaan. Kemudian mereka menikah dan dihadiri Soekarno dan wakilnya Mohammad Hatta. Sejak saat itu juga, Diah ikut terlibat dalam berbagai kegiatan perumusan kemerdekaan, termasuk saat Sayuti Melik mengetik teks Proklamasi untuk segera dibacakan di hari pertama kalinya Indonesia memproklamirkan kemerdekaan.
MAKNA TEKS PROKLASMASI DARI ASPEK HUKUM Menurut kalimat-kalimat yang terdapat di dalamnya Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 berisi suatu pernyataan kemerdekaan yang memberi tahu kepada bangsa Indonesia sendiri dan kepada dunia luar, bahwa saat itu bangsa Indonesia telah merdeka, tidak dijajah lagi. Dengan ini dapat membagikan bahwa bangsa indonesia telah merdeka dan tidak boleh di ganggu atau dijajah lagi, tidak dihalang-halangi. Bangsa Indonesia benar-benar telah siap untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikannya itu, demikian juga siap untuk mempertahankan negara yang baru didirikan tersebut. Tapi tugas itu semua hendaknya dilakukan secepatnya sebelum tentara Sekutu mendarat di Indonesia, makna dari Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 juga dapat dipandang dari berbagai segi, maka proklamasi kemerdekaan itu mengandung beberapa aspek antara lain yaitu : 1. Dari sudut Ilmu hukum, maka proklamasi atau pernyataan yang berisikan keputusan bangsa Indonesia telah menghapus tata hukum kolonial untuk pada saat itu juga digantikan dengan tata hukum nasional (Indonesia). 2. Dari sudut politik-ideologis, maka proklamasi atau pernyataan yang berisikan keputusan bangsa Indonesia telah berhasil melepaskan diri dari segala belenggu penjajahan dan sekaligus membangun perumahan baru, yaitu perumahan Negara Proklamasi Republik Indonesia yang bebas, merdeka dan berdaulat penuh.
Rapat Raksasa Lapangan Ikada Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian Presiden Sukarno berbicara di Rapat Raksasa Lapangan Ikada
Rapat Raksasa Lapangan Ikada terjadi pada 19 September 1945, saat Soekarno memberikan pidato singkat di hadapan ribuan rakyat di Lapangan Ikada dalam rangka memperingati 1 bulan proklamasi kemerdekaan. Di berbagai tempat, masyarakat dengan dipelopori para pemuda menyelenggarakan rapat dan demonstrasi untuk membulatkan tekad menyambut kemerdekaan. Di Lapangan Ikada (Ikatan Atletik Djakarta) Jakarta pada tanggal 19 September 1945 dilaksanakan rapat umum yang dipelopori Komite Van Aksi. Lapangan Ikada sekarang ini terletak di sebelah selatan Lapangan Monas.
Makna[sunting | sunting sumber] Makna rapat raksasa di Lapangan Ikada antara lain sebagai berikut:
Rapat tersebut berhasil mempertemukan pemerintah Republik Indonesia dengan rakyatnya.
Rapat tersebut merupakan perwujudan kewibawaan pemerintah Republik Indonesia terhadap rakyat. Menanamkan kepercayaan diri bahwa rakyat Indonesia mampu mengubah nasib dengan kekuatan sendiri. Rakyat mendukung pemerintah yang baru terbentuk. Buktinya, setiap instruksi pimpinan mereka laksanakan.
Tindakan Heroik Diberbagai Daerah Pasca Proklamasi Kemerdekaan Setelah penyebaran berita proklamasi kemerdekaan sampai dan terdengar diberbagai daerah di Indonesia, berbagai tanggapan dan reaksi dari seluruh lapisan masyarakat pun bermunculan. Tapi kebanyakan merasa terpicu adrenalinnya, terbakar semangatnya sehingga memunculkan berbagai tindakan heroik merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Berikut tindakan heroik diberbagai daerah pasca penyebaran berita proklamasikemerdekaan Indonesia.
Insiden Bendera di Hotel Yamato dan Pertempuran Surabaya Insiden bendera ini terjadi pada tanggal 22 September 1945. Penyebabnya pasukan Sekutu membantun tentara Belanda bekas tawanan Jepang menguasai Hotel Yamato. Di sana orang-orang Belanda tersebut kemudian mengibarkan bendera Belanda di puncak hotel, sebagai bentuk penghinaan bagi bangsa Indonesia yang baru memproklamirkan kemerdekaannya. Kontan saja ini kemudian menimbulkan amarah terutama dari kalangan pemuda. Beberapa pemuda dengan dimotori oleh Bung Tomo dan Dr. Mustopo, kemudian menyerbu dan menurukan bendera Belanda tersebut dan merobek bagian birunya, sehingga yang tinggal hanya merah putih saja. Bendera merah putih ini kemudian dinaikkan dan dikibarkan.
Keadaan semakin memanas dan memuncak setelah terbunuhnya Jenderal A.W.S. Mallaby, pasukan Sekutu mengeluarkan ultimatum yang memerintahkan kaum pejuang menyerah. Hal ini tidak diindahkan oleh para pejuang, sehingga meletuslah pertempuran yang sengit antara pasukan Sekutu melawan pasukan pejuang (pemuda), perang ini kemudian terkenal dengan Perang 10 November. Perang ini menyebabkan gugurnya banyak pejuang Indonesia. Untuk mengenang peristiwa tersebut, maka setiap tanggal 10 November, diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Di Yogyakarta Perebutan kekuasaan dilakukan serentak pada tanggal 6 Oktober 1945. Terjadi pemogokan besar-besaran yang dilakukan oleh para pegawai instansi-instansi dan perusahaan milik Jepang sejak pagi. Mereka menuntut agar pemerintah Jepang menyerahkan semua kantor yang dikuasai mereka kepada pemerintah RI. Massa bergerak ke Kotabaru dan bergabung dengan pemuda pejuang. Serangan ke Kotabaru ini mengakibatkan 21 orang gugur dari Indonesia dan 9 orang tewas dari Jepang. Tapi kemudian markas Kotabaru ini berhasil diduduki, dan Yogyakarta berada di bawah kekuasaan Republik Indonesia. Baca juga Dukungan Kesultanan Yogyakarta Untuk Indonesia Merdeka.
Medan Area Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal T.E.D. Kelly tiba di Sumatera Utara pada tanggal 9 Oktober 1945. Kedatangan Sekutu ini bersama NICA. Kecongkakan Pasukan NICA (Belanda) di atas takaran ini memicu kemarahan Pemuda Medan, sehingga mulai muncullah bentrokan. Bentrokan pertama pada tanggal 13 Oktober 1945 di sebutah hotel di jalan Bali dipicu oleh tindakan seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak lencana merah putih yang dipakai oleh seorang Indonesia. Bentrokan ini menelan korban luka sebanyak 96 orang, yang sebagian besarnya NICA. Permusuhan antara Sekutu yang diboncengi NICA semakin meluas, mereka memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Baundaries Medan Area di berbagai sudut kota. Tulisan-tulisan inilah yang kemudian memunculkan istilah yang terkenal dengan Medan Area.
Pertempuran Lima Hari di Semarang Pertempuran ini terjadi pada tanggal 15 - 20 Oktober 1945. Pertempuran ini diawali dari peristiwa kaburnya para tawanan bekas tentara Jepang sejumlah 400 orang dalam perjalanannya menuju penjara Bulu. Para tawanan ini ditahan oleh para pemuda pada tanggal 14 Oktober, sehari sebelum terjadi pertempuran. Tentara Jepang yang melarikan diri ini kemudian meminta bantuan kepada Batalion Kido. Tindakan ini direspon oleh para pemuda dengan merebut serta menduduki kantor pemerintahan Jepang. Pasukan Jepang pun ditangkap dan ditawan. Namun keesokan harinya yaitu tanggal 15 Oktober pasukan Jepang melakukan serbuan ke Semarang. Maka terjadilah pertempuran antara pemuda dengan pasukan Jepang yang berlangsung selama lima hari. Menurut beberapa sumber kurang lebih sebanyak 2.000 orang Indonesia menjadi korban, dan sebanyak 100 orang Jepang tewas. Perang lima hari di semarang ini juga disulut oleh kemarahan rakyat atas penembakan sewenang-wenang terntara Jepang terhadap dr. Karyadi salah seorang dokter yang akan memeriksa sumber air minum warga Semarang yang diracun oleh Jepang. Pertempuran lima hari ini baru berhenti setelah pimpinan TKR berunding dengan pasukan Jepang. Usaha perdamaian antara dua kubu ini semakin cepat setelah pasukan Sekutu tiba di Indonesia pada tanggal 20 Oktober 1945. Selanjutnya, Sekutu menawan dan melucuti senjata tentara Jepang.
Di Sulawesi Selatan Di Sulawesi Selatan, Raja Bone (Arumpone) La Mappanjuki, yang masih tetap ingat akan pertempuran-pertempuran melawan Belanda pada awal abad XX menyatakan dukungannya terhadap negara kesatuan dan pemerintahan Republik Indonesia. Mayoritas raja-raja suku Makasar dan Bugis mengikuti jejak Raja Bone mengakui kekuasaan Dr. Sam Ratulangie yang ditunjuk pemerintah sebagai gubernur republik Indonesia di Sulawesi Pada tanggal 28 Oktober 1945 para pemuda yang tergabung dalam Barisan Berani Mati bergerak untuk melakukan pendudukan gedung yang dianggap penting seperti radio, tangsi militer, dan pos polisi. Gerakan ini bertujuan untuk menegakkan dan membela proklamasi kemerdekaan Indonesia. Gerakan ini terus menjalar ke daerah Gorontalo dan Minahasa.
Bandung Lautan Api Peristiwa Bandung Lautan Api mungkin pertempuran yang paling banyak ditahu oleh seluruh rakyat Indonesia, tentu saja di samping pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Adapun penyebab pertempuran ini bermula dari ultimatum yang dikeluarkan Sekutu pada tanggal 23 Maret 1946 terhadap TRI (Tentara Republik Indonesia) di Bandung. Ultimatun tersebut berupa perintah bagi TRI supaya segera mengosongkan Kota Bandung dan mundur sejauh 11 km. Tentu saja ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh TRI sehingga berakibat pada terjadinya pertempuran. Setelah TRI merasa terdesak, Panglima Divisi III TRI memerintahkan untuk mengosongkan Kota Bandung, tetapi sebelumnya harus membakar semua fasilitas penting, termasuk rumah warga dan tentara sendiri. Semua gedung dan rumah pun kemudian dibakar oleh TRI dan rakyat. Peristiwa ini kemudian terkenal dengan Bandung Lautan Api. Demikianlah berbagai tindakan heroik diberbagai daerah setelah proklamasi kemerdekaan RI dikumandagkan oleh dua bapak bangsa kita Sukarno dan Hatta. Sebenarnya peristiwa heroik tersebut tidak hanya terjadi pada daerah-daerah yang kita sebutkan di atas, tetapi juga terjadi pada semua daerah yang ada di Indonesia. Semoga bermanfaat!
Kedatangan Tentara Sekutu di Indonesia Awal kedatangan Sekutu ditandai dengan dibomnya dua kota di Jepang yaitu kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945, membuat Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Sebagai pihak yang kalah perang, maka Jepang harus menarik semua pasukan di wilayah kekuasaannya di Asia, termasuk Indonesia dan diatur oleh SEAC (South East Asia Command). SEAC dipimpin oleh Lord Mountbatten (Amerika) yang berkedudukan di Singapura. Sedang untuk pelucutan senjata tentara Jepang di Indonesia dilakukan oleh AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies). Ada pun tugas AFNEI adalah: 1. Membebaskan tawanan perang Sekutu yang ditahan Jepang. 2. Menerima penyerahan kekuasaan dari Jepang. 3. Melucuti dan memulangkan tentara Jepang. 4. Mencari dan menuntut penjahat perang. Pasukan AFNEI yang akan menlucuti senjata tentara Jepang di Indonesia dibagi menjadi 2, dimana pendatarannya diatur oleh Lord Mountbatten di Singapura yaitu: 1. Pasukan AFNEI Inggris yang dipimpin oleh Sir Philip Christisson. Pasukan ini bertugas melucuti senjata tentara Jepang yang ada di Sumatra dan Jawa.
2. Pasukan AFNEI Australia yang dipimpin oleh Albert Thomas Blarney. Pasukan ini bertugas melucuti senjata tentara Jepang yang ada di Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku. Ternyata pasukan AFNEI Inggris yang akan melucuti senjata Jepang di Indonesia di boncengi NICA (Belanda). Maksud NICA membonceng Sekutu tidak lain adalah ingin kembali menguasai wilayah Indonesia. Pada tanggal 15 September 1945, pasukan Sekutu yang diboncengi NICA mendarat di pelabuhan Tanjung Priok dengan menggunakan Kapal Chamberlain yang dipimpin oleh W.R Petterson dan disertai oleh dua tokoh NICA, yaitu Van Der Plass dan Van Mook. Inggris bersedia membawa NICA ke Indonesia karena terikat perjanjian rahasia dalam Civil Affairs Agreement di Chequers, London pada tanggal 24 Agustus 1945. Dimana isi perjanjian tersebut yaitu Inggris bertindak atas nama Belanda dan pelaksanaannya diatur oleh NICA yang bertanggung jawab kepada Sekutu. Setelah mengetahui bahwa pasukan AFNEI Inggris diboncengi NICA dan ingin kembali merebut wilayah Indonesia, maka muncullah perlawanan rakyat diberbagai daerah di Indonesia. Rakyat ingin mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Berbeda dengan pasukan AFNEI Australia, yang dapat melaksanakan tugas melucuti tentara Jepang dengan lancar tanpa adanya perlawanan dari rakyat Indonesia. Dibawah ini berbagai perlawanan rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, diataranya
1. Pertempuran di Surabaya (10 November 1945) Pada tangggal 25 Oktober 1945, pasukan Inggris di bawah pimpinan Brigjen AWS. Mallaby tiba di Surabaya. Saat itu juga, pasukan Inggris menyerbu dan menduduki gedung-gedung pemerintah. Selain itu, pasukan Inggris juga menyebar selebaran yang memerintahkan kepada semua orang Indonesia untuk menyerahkan senjata. Bila tidak mengindahkan himbauan itu akan diancam hukuman mati.
Rakyat pun menolak himbauan Sekutu dan melakukan perlawnan. Pada tanggal 31 Oktober 1945. Terjadi baku tembak yang mengakibatkan Brigjen Mallaby tewas di Bank Internio (Jembatan Merah). Dan penggantinya Mayjen Mansergh, mengeluarkan ultimatum: Bahwa siapa yang membunuh Mallaby harus menyerahkan diri selambat-lambatnya tanggal 10 November 1945 pukul 06.00 pagi. Jika tidak menyerahkan diri, maka pasukan Sekutu akan menyerang Kota Surabaya.
Karena ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh rakyat Surabaya, maka pasuka Sekutu Kota Surabaya. Dibawah pimpinan Bung Tomo, Sungkono dan Gubernur Suryo, rakyat melakukan perlawanan. Ribuan rakyat meninggal dalam pertempuran itu. Oleh karena itu, tiap tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
2. Pertempuran Medan Area (10 Desember 1945) Pertempuran ini terjadi karena Sekutu di bawah pimpinan Brigjen. TED Kelly dan pimpinan NICA yaitu Raymond Westerling melakukan berbagai tindakan yang membuat marah rakyat, diantaranya: 1. Membebaskan tawanan Belanda dan mempersenjatai KNIL (10 Oktober 1945) 2. Melarang rakyat membawa senjata (18 Oktober 1945) 3. Menduduki tempat penting dan menyerang Medan (10 Desember 1945) Karena tindakan tersebut maka rakyat Medan berusaha merebut kembali wilayah-wilayah yang telah dikuasai oleh Sekutu, hal ini yang menyebabkan terjadinya peristiwa Medan Area.
3. Pertempuran Ambarawa (15 Desember 1945) Pertempuran Ambarawa terjadi karena Sekutu yang dipimpin Brigjen Bethel yang diboncengi NICA dengan sepihak membebaskan tawanan Sekutu yang ada di Magelang dan Ambarawa. Tindakan Sekutu ini dianggap telah melanggar kedaulatan RI. Setelah TKR mengadakan konsolidasi, Divisi V Kolonel Sudirman memperkuat wilayah Ambarawa dengan taktik Supit Urang yaitu dengan menyerang dari berbagai arah. Terjadilah pertempuran yang dahsyat pada tanggal 15 Desember 1945. Dalam pertempuran ini, TKR dibantu kesatuan-kesatuan dari daerah lain, yaitu dari Surakarta dan Salatiga. Pertempuran Ambarawa dimenangkan pihak TKR. Namun dalam tertempuran tersebut, Kolonel Isdiman gugur dan diperingati sebagai Hari Infanteri.
4. Pertempuran di Manado (Peristiwa Bendera) Untuk menyambut kemerdekaan, rakyat Manado segera mengambil alih kekuasaan dari pihak Jepang dan mengibarkan Sang Merah Putih. Kebahagiaan rakyat Minahasa dikejutkan dengan kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA (Netherland Indische Civil Administration) yang melarang rakyat mengibarkan bendera Merah Putih. Mereka memaksa rakyat mengibarkan bendera merah putih biru (bendera Belanda). Pada tanggal 14 Februari 1946 pukul 01.00, sejumlah
tentara KNIL (Komenlijk Netherland Indische Large) yang setia kepada RI menyerang Belanda dan Sekutu, serta berhasil melucuti senjata dan menyobek warna biru sehingga tinggal merah putih. Saat itu pemimpin TKR adalah Ch. Taulu, Wuisan, dan J. Kaseger.
5. Peristiwa Bandung Lautan Api Sejak bulan Oktober 1945, pasukan AFNEI memasuki Kota Bandung. Ketika itu TKR bersama rakyat sedang berjuang merebut senjata dari tangan Jepang. AFNEI menuntut kepada pasukan Indonesia untuk menyerahkan senjata dan disusul ultimatum yang memerintahkan TKR menginggalkan Kota Bandung Utara paling lambat tanggal 29 Oktober 1945. Namun, ultimatum tersebut tidak dipedulikan oleh TKR dan rakyat Bandung.
TKR yang dipimpin Arudji Kartawinata melakukan serangan terhadap kedudukan AFNEI. Keadaan itu berlanjut sampai memasuki tahun 1946. Untuk kedua kalinya pada taggal 23 Maret 1945, AFNEI mengeluarkan ultimatum agar TRI meninggalkan Kota Bandung. Bersamaan dengan itu sehari sebelumnya, pemerintah RI dari Jakarta mengeluarkan perintah yang sama. Akhirnya TRI Bandung patuh terhadap pemerintah meskipun dengan berat hati. Sambil mengundurkan diri, TRI membumihanguskan Kota Bandung bagian selatan. Dalam pertempuran di Bandung, M. Thoha gugur.
6. Puputan Margarana Latar belakang pertempuran ini adalah akibat dari ketidakpuasan akan hasil Perjanjian Linggarjati. Perlawanan rakyat Bali ini dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai. Pada tanggal 18 November 1946 tentara Ngurah Rai atau pasukan Ciung Wanara menyerang Tabanan. Belanda membalas serangan tersebut dengan menyerang Bali dan Lombok. Kekuatan yang tidak seimbang menyebabkan I Gusti Ngurah Rai melaksanakan perang puputan atau perang sampai mati. Perang besar-besaran ini terjadi di Margarana. Dan pada tanggal 29 November 1946 I Gusti Ngurah Rai gugur.
Perjuangan Indonesia
Diplomasi
Kemerdekaan
Diplomasi artinya perundingan/perjanjian yang dibuat untuk disepakati. Nah, diplomasi ini merupakan salah satu bentuk perjuangan meraih kemerdekaan Indonesia. Para pejuang diplomasi Indonesia berunding dengan Belanda untuk membuat perjanjian yang akan dilaksanakan. Berikut adalah berbagai perjuangan diplomasi kemerdekaan Indonesia: A.Perjanjian Linggrajati Perjanjian Linggrajati berlangsung di Linggrajati,Cirebon pada 10 November 1946. Dalam perundingan, Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir dan Belanda diwakili Van Mook. Isi perjanjian Linggrajati adalah: 1.Belanda hanya mengakui kekuasaan RI atas Jawa,Madura, dan Sumatera. 2.RI dan Belanda bersama-sama membentuk Negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Indonesia merupakan salah satu negara bagiannya. 3.Negara Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang diketuai oleh ratu Belanda. Hasil perundingan ini disebut sebagai Perjanjian Linggrajati yang ditandatangani di Istana Rijswijk (merdeka) pada tanggal 25 Maret 1947. Sebenarnya, hasil perundingan ini merugikan Indonesia. Bagaimana tidak,wilayah Indonesia semakin dipersempit dan Belanda pun tidak menjalankan dengan baik perjanjian ini. Karena Belanda selalu melakukan penyerangan besar-besaran ke wilayah Indonesia yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda I B.Perjanjian Renville Perjanjian Renville berlangsung di kapal angkatan laut Amerika Serikat USS Renville. Untuk mengawasi pelaksanaan gencatan senjata dan sengketa Indonesia dengan Belanda. PBB (perserikatan bangsa-bangsa) membentuk Komite Tiga Negara (KTN) yang anggotanya dipilih Indonesia dan Belanda. Anggota KTN adalah Australia yang dipilih Indonesia, Belgia yang dipilih Belanda dan Amerika Serikat yang dipilih Australia dan Belgia sebagai penengah. Dalam perjanjian ini Indonesia diwakili Amir Syarifuddin dan Belanda diwakili R.Abdulkadir Wijoyoatmojo dan sepertinya si R.Abdul Kadir M. ini orang Indonesia yang memihak Belanda kawan. Isi perjanjian Renville adalah: 1.Belanda hanya mengakui Wilayah RI atas Jateng,Jogjakarta, Jatim, sebagian kecil Jabar dan Sumatera. 2.Tentara Republik Indonesia (TRI) ditarik mundur dari daerah kedudukan Belanda. Akibat dari perjanjian Renville sebenarnya semakin merugikan Indonesia karena wilahnya semakin sempit. Setelah perjanjian ini tejadi peristiwa penting antara lain pemberontakan PKI di Madiun dan pemindahan ibukota RI ke Jogjakarta karena Jakarta diduduki Belanda.
Bahkan pada tanggal 18 Desember 1948 Belanda mengumumkan bahwa tidak terikat lagi dengan perjanjian Renville lalu melakukan serangan besar-besaran ke wilayah RI yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda II C.Perundingan Roem-Royen Hebatnya perjuangan rakyat dan tekanan Internasional memaksa Belanda menerima perintah PBB agar menghentikan agresinya dan kembali ke meja perundingan. Untuk mengawasi jalannya perundingan, PBB membentuk UNCI (United Nations Comission for Indonesia) Perundingan ini berjalan berlarut-larut hingga akhirnya ditandatangani pada 7 Mei 1949. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Moh. Roem dan Belanda dipimpin dr. Van Royen sebagai penengah adalah UNCI. Isi perjanjian Roem-Royen adalah: 1.Pemerintahan RI dikembalikan ke Yogyakarta, penghentian perang dan pembebasan tahanan politik. 2.Indonesia dan Belanda bekerja sama mengembalikan perdamaian. 3.Belanda menyetujui RI sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat. 4.Akan diselenggarakan KMB setelah pemerintahan RI kembali ke Jogjakarta. D.Konferensi Meja Bundar (KMB) KMB merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-Royen . KMB bertempat di Deen Hag,Belanda pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949. Delegasi Indonesia dipimpin Moh.Hatta, delegasi BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg) atau Badan Musyawarah negara-negara Federal dipimpin Sultan Hamid II, delegasi Belanda dipimpin Mr. Van Maarseveen,sedangkan UNCI dipimpin oleh Chritchley. Hasil dari KMB adalah: 1.Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda menyerahkan kedaulatan pada RIS pada akhir Desember 1949. 2.RIS dan Belanda akan tergabung dalam Uni Indonesia-Belanda. 3.Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan kedaulatan. D.Tokoh Pejuang Diplomasi Indonesia. Berikut ini adalah beberapa pejuang diplomasi Indonesia: 1.Bung Karno Bung Karno merupakan pejuang diplomasi sekaligus presiden Indonesia pertama. Ia lahir di Surabaya pada tanggal 6 Juni 1901. ditangkap,dipenjara, dan diasingkan merupakan hal biasa baginya. Bung
Karno merupakan ahli diplomasi.Menurutnya,diplomasi adalah cara terbaik melawan musuhnya. Misalnya, pada waktu berdiplomasi dengan Letjen Christison. Hasilnya,sekutu menyatakan kedatangannya tidak akan melebur kemerdekaan RI pada tanggal 1 Oktober 1945. Bung Karno wafat tanggal 21 Juni 1970 dan dimakamkan di Blitar, Jatim. 2.Drs. Moh.Hatta Lahir 12 Agustus 1902 di Bukit Tinggi,Sumatera Barat. Bersama Bung Karno ia dan diasingkan. Keberhasilan Bung Hatta dalam diplomasi antara lain:
ditangkap,dipenjara,
a.Pemimpin Delegasi Indonesia di KMB, Den Haag Belanda. b.penggerak ekonomi dengan membuat koperasi (Sebagai Bapak Koperasi Indonesia) c.Penggerak pelajar mahasiswa di Belanda. d.Anggota perundingan di Kaliurang,yang dilakukan oleh KTN. Beliau wafat pada tanggal 14 Maret 1980 dan dimakamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir Jakarta. 3.Sri Sultan Hamuwengkubono IX Lahir 13 April 1912 di Jogjakarta. Ia menyatakan Daerah Jogjakarta bersifat kerajaan sebagai bagian NKRI dan Daerah Istimewa. Keberhasilannya dalam diplomasi antara lain: a.Bersama Letkol Suharto mengatur dan menyiapkan serangan umum 1 Maret 1949 dan berhasil menguasai kembali Jogjakarta. b.Pada tanggal 27 Desember 1949 menandatangani naskah pengakuan kedaulatan Indonesia dan Belanda di Jakarta. Nah kawan,sekian posting saya, semoga bermanfaat dan salam sejahtera buatmu. Jika ada pertanyaan,kritikan, dll. Silahkan berkomentar.
Daftar Suku Daerah di 34 Provinsi Indonesia Bagi yang belum tahu, berikut ini ada daftar suku daerah alias suku bangsa di 34 provinsi di Indonesia. Simak daftar suku daerah di 34 provinsi di Indonesia ini ya. Jika ada referensi tambahan, bisa ditambahkan. 1. Suku Daerah di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam : Suku Aceh, Tamiang, Singkil, Gayo, Alas, Kluet, Anak Jame, Simeleuw, dan Pulau 2. Suku Daerah di Provinsi Sumatera Utara : Suku Batak Simalungun, Batak Mandailing, Batak Fakfak, Batak Karo, Batak Angkola, Batak Toba, Melayu, Nias, dan Maya-maya 3. Suku Daerah di Provinsi Sumatera Barat : Suku Minangkabau, Melayu, Mentawai, Tanjung Kato, Panyali, Caniago, Sikumbang, dan Gusci 4. Suku Daerah di Provinsi Riau : Suku Melayu, Akit, Talang Mamak, Orang utan Bonai, Sakai, dan Laut, dan Bunoi 5. Suku Daerah di Provinsi Riau Kepulauan : Suku Melayu, Siak, dan Sakai 6. Suku Daerah di Provinsi Jambi : Suku Melayu, Jambi, Batin, Kerinci, Penghulu, Pedah, Kubu, dan Bajau 7. Suku Daerah di Provinsi Bengkulu : Suku Muko-muko, Pekal, Enggano, Kaur, Serawai, Pasemah, Rejang, dan Lembak 8. Suku Daerah di Provinsi Sumatera Selatan : Suku Melayu, Kikim, Pasemah, Lintang, Pegagah, Panukal, Bilida, Musi, Rawas, Sekak Rambang, Lembak, Kubu, Ogan, Semenda, Komering, Penesek Gumay, Rejang, dan Ranau 9. Suku Daerah di Provinsi Lampung : Suku Pesisir, Pubian, Tulang Bawang, Krui Abung, Sungkai, Semenda, Seputih, dan Pasemah 10. Suku Daerah di Provinsi Bangka Belitung : Suku Bangka, Melayu, dan Tionghoa 11. Suku Daerah di Provinsi Banten : Suku Baduy, Sunda, dan Banten 12. Suku Daerah di Provinsi DKI Jakarta : Suku Betawi 13. Suku Daerah di Provinsi Jawa Barat : Suku Sunda 14. Suku Daerah di Provinsi Jawa Tengah : Suku Jawa, Karimun, dan Samin 15. Suku Daerah di Provinsi D.I. Yogyakarta : Suku Jawa 16. Suku Daerah di Provinsi Jawa Timur : Suku Jawa, Madura, Tengger, dan Osing 17. Suku Daerah di Provinsi Bali : Suku Bali Aga dan Bali Majapahit
18. Suku Daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat : Suku Bali, Sasak, Kore, Mbojo, Samawa, Mata, Dongo, Dompu, Tarlawi, dan Sumba 19. Suku Daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur : Suku Sabu, Sumba, Rote, Kedang, Melus, Bima, Helong, Dawan, Tatum, Alor, Lie, Kemak, Lamaholot, Krowe, Ende, Sikka, Manggarai, Bajawa, Nage, Riung, dan Flores 20. Suku Daerah di Provinsi Kalimantan Barat : Suku Kayau, Ulu Aer, Skadau, Melayu-Pontianak, Mbaluh, Manyuke, Punau, Ngaju, dan Mbaluh 21. Suku Daerah di Provinsi Kalimantan Tengah : Suku Kapuas, Ot Danum, Ngaju, Lawangan, Dusun, Maanyan, dan Katingan 22. Suku Daerah di Provinsi Kalimantan Selatan : Suku Ngaju, Laut, Maamyan, Bukit, Dusun, Deyah, Balangan, Aba, Melayu, Banjar, dan Dayak 23. Suku Daerah di Provinsi Kalimantan Utara : Suku Dayak, Banjar, Tidung, Bulungan, Suluk, Lun Bawang / Lun Dayeh 24. Suku Daerah di Provinsi Kalimantan Timur : Suku Ngaju, Dayak, Kutai, Kayan, Otdanum, Apokayan,Punan, Murut, Punan, dan Bugis 25. Suku Daerah di Provinsi Sulawesi Selatan : Suku Mandar, Bugis, Toraja, Sa’dan, Bugis, dan Makassar 26. Suku Daerah di Provinsi Sulawesi Tenggara : Suku Mapute, Mekongga, Butung, Muna, Landawe, Tolaiwiw, Tolaki, Kabaina, Bungku, Buton, Muna, Wolio, dan Bugis 27. Suku Daerah di Provinsi Sulawesi Barat : Suku Mandar, Mamuju, Bugis, dan Mamasa 28. Suku Daerah di Provinsi Sulawesi Tengah : Suku Buol, Toli-toli, Tomini, Pamona, Suluan, Dompelas, Kaili, Kulawi, Lore, Mori, Bungku, Balantak, Banggai, dan Balatar 29. Suku Daerah di Provinsi Gorontalo : Suku Gorontalo 30. Suku Daerah di Provinsi Sulawesi Utara : Suku Minahasa, Sangiher Talaud, Gorontalo, Sangir, Bolaang Mangondow, Ternate, Togite, Morotai, Loda, Halmahera, Tidore, dan Obi 31. Suku Daerah di Provinsi Maluku: Suku Buru, Banda, Seram, Kei, dan Ambon 32. Suku Daerah di Provinsi Maluku Utara : Suku Halmahera, Obi, Morotai, Ternate, dan Bacan 33. Suku Daerah di Provinsi Papua Barat : Suku Mey Brat, Arfak, Asmat, Dani, dan Sentani 34. Suku Daerah di Provinsi Papua : Suku Sentani, Dani, Amungme, Nimboran, Jagai, Asmat, dan Tobati