Tujuan Tidak Menghalalkan Sembarang Cara Sdyney.Kota metropolitan yang meriah-ruah ,salah satu dari sekian kota besar yang menonjolkan pusat kebudayaan dunia modern yang berserakan di seluruh muka bumi.Sore ini tampaknya seolah sedang mrunduk dalam tekanan iklim kelabu musim rontok Demikianlah Rivai merasakannya,seolah memantulkan keadaan jiwanya sendiri pada sore itu. Dia turun dari bis kota,lalu terbungkuk-bungkuk karena angin keras mengayunkan langkahnya kehotelnya. Angin kencang menampar-nampar mukanya.Dingin mengiris.Dan,angin tak peduli,mendesing terus pada kawat-kawat listrik dan telepon,menggugurkan terus daun-daun kering dari pepohonan pinggir jalan-jalan di wilayah Bondi.Pantainya yang terkenal itu akhir-akhir ini sudah mulai sepi dari bi-kini-bikini yang di musim panas beribu-ribu bergelimpang,memanaskan paha dan dada di atas pasir putih. Sambil menanggalkan mantelnya , dia memasuki ruangan tamu hotel .’’Good day , Mr.Bull,’’ katanya ,mengangkat tangan kanannya sedikit ke atas . Kolonel pensiunan itu sedang mematut-matut teropongnya,mengarahkan fokusnya dari belakang diding kaca kearah pantai.Dia menoleh sebentar ,mengangguk kecil ,melemparkan senyum ramah,lalu asyik kembali mematut –matut teropong militernya.Di musim panas alat pendekat jarak itu seharian suntuk sibuk terus turun –naik dari pangkuan kemata ,dari mata ke pangkuan .melompt – lompat fokusnya dari bikini dari bikini yang satu ke bikini yang lain ,nyermpet –nyerempet lewat bikin yang gendut perutnya ,hinggap dipinggang yang langsing dan segar-kekar bentuk buah dadanya. Rupanya colonel pensiunan yang berkumis putih –melintang baplang itu kesepian dan keisengan ,piker Rivai selewatan sambil melompat-lompat kecil di atas tangga di tingkat empat.