Larangan Pegawai

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Larangan Pegawai as PDF for free.

More details

  • Words: 3,571
  • Pages: 24
Panduan Pelaksanaan Kode Etik PEGAWAI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

PANDUAN PELAKSANAAN KODE ETIK PEGAWAI Panduan Larangan Pegawai

PANDUAN PELAKSANAAN KODE ETIK PEGAWAI 1 Bersikap diskriminatif dalam melaksanakan tugas. Setiap Pegawai dilarang berlaku diskriminatif kepada WP, sesama pegawai ataupun pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas. Tidak berlaku diskriminatif berarti tidak memihak atau tidak membedakan seseorang berdasarkan hubungan kekerabatan, suku, agama, golongan, jabatan, jender, status ekonomi, atau kriteria lainnya. 2 Menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik. a. Pegawai mempunyai hak untuk memilih dan menggunakan hak pilihnya dalam Pemilihan Umum (Pemilu) dan atau Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dalam rangka menjaga independensi dan netralitas Pegawai, khususnya dalam pelaksanaan tugas pada saat melayani WP, sesama Pegawai, maupun pihak lain, Pegawai DJP tidak diperkenankan untuk menjadi anggota dan atau simpatisan aktif partai politik. b. Dengan tidak menjadi anggota atau simpatisan aktif partai politik, Pegawai diharapkan dapat bersikap netral dan objektif dalam membuat keputusan dalam pelaksanaan tugas. c. Pegawai tidak diperkenankan membawa, menggunakan dan menyebarluaskan atribut-atribut partai politik di lingkungan kantor. Contoh: A adalah pegawai pada KPP XYZ. Pada saat masa Pemilu berlangsung, A secara aktif ikut serta dalam kampanye salah satu partai politik serta menyebarluaskan atribut partai politik di lingkungan kantor. Perbuatan A tersebut telah melanggar Kode Etik. 19

3 Menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung. Setiap Pegawai pada hakikatnya memiliki jabatan dan atau kewenangan tertentu. Pegawai harus menjaga perilakunya dengan tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan baik langsung maupun tidak langsung untuk kepentingan pribadi, WP, sesama Pegawai atau pihak lainnya. Penyalahgunaan kewenangan dapat terjadi dengan cara antara lain: a. mempergunakan jabatan untuk memaksakan suatu keputusan secara sepihak yang menguntungkan pribadi, misalnya melakukan intervensi proses pemeriksaan atau keberatan, sehingga keputusan yang dihasilkan menjadi tidak objektif; Contoh: A adalah Kepala Bidang pada Kanwil XYZ. Sehubungan dengan pemeriksaan WP MN yang dilakukan oleh B, seorang Fungsional Pemeriksa Pajak pada KPP STU, A memaksa B untuk memperkecil nilai ketetapan pajak hasil pemeriksaan disebabkan WP MN merupakan kerabat A. Tindakan yang dilakukan A merupakan intervensi terhadap proses pemeriksaan. Disisi lain, tindakan B yang memperkecil nilai ketetapan pajak merupakan tindakan yang tidak objektif sehingga merugikan keuangan negara. b. mempergunakan jabatan untuk kepentingan pribadi, misalnya dengan meminta diskon yang melebihi batas kewajaran kepada WP; 20

Contoh: C adalah Kepala Subbagian Rumah Tangga Kanwil MNO. Sehubungan dengan tugas yang diembannya, C sering berhubungan dengan EF seorang rekanan penyedia alat tulis kantor (ATK). C berencana untuk membuka toko peralatan kantor. Untuk keperluan tersebut, C meminta EF untuk menjadi pemasok (supplier) tokonya dan meminta diskon yang melebihi kewajaran dengan alasan sebagai Kepala Subbagian Rumah Tangga, C telah banyak memberikan keuntungan kepada EF melalui pengadaan ATK. c. memberdayakan bawahan untuk melakukan urusan yang menguntungkan pribadi atasan. Contoh: C adalah seorang Kepala Seksi Ekstensifikasi pada KPP JKL yang sedang melanjutkan kuliah. Dengan alasan banyaknya pekerjaan, C memerintahkan D, pelaksana pada Seksi Ekstensifikasi, untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah C. 4 Menyalahgunakan fasilitas kantor. Pegawai dilarang menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi, pegawai lain atau pihak lainnya, antara lain: a. menggunakan telepon dan sambungan internet kantor untuk kepentingan pribadi; Contoh: A adalah Kepala Seksi Penagihan pada KPP DEF yang 21

mempunyai usaha sampingan sebagai pemasok alat kesehatan. Untuk kelancaran usaha sampingan tersebut, A menggunakan telepon kantor untuk melakukan promosi dan atau menghubungi pelanggan. A juga memanfaatkan sambungan internet kantor untuk melakukan promosi atas produk yang dijualnya. b. menggunakan mesin fotokopi untuk kepentingan pribadi. Contoh: B adalah pelaksana pada KPDJP yang sedang melanjutkan kuliah Strata 1. Untuk menghemat pengeluaran pribadi, B menggandakan materi atau buku referensi kuliah dengan menggunakan mesin fotokopi kantor. 5 Menerima segala pemberian dalam bentuk apapun, baik langsung maupun tidak langsung, dari wajib pajak, sesama pegawai, atau pihak lain, yang menyebabkan pegawai yang menerima, patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya. 22

Pada prinsipnya, setiap pekerjaan yang dilakukan oleh Pegawai merupakan tanggung jawab Pegawai yang bersangkutan yang atas pelaksanaannya telah diberikan imbalan oleh negara. Dalam berinteraksi dengan WP, sesama Pegawai, maupun pihak lain, Pegawai tidak diperbolehkan mengambil manfaat untuk kepentingan pribadi maupun kantor dengan nama dan dalam bentuk apapun, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan pegawai tersebut patut diduga memiliki kewajiban yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaannya. Dugaan mengenai timbulnya kewajiban pegawai terhadap pihak-pihak yang telah memberikan imbalan tersebut, diukur berdasarkan persepsi antara lain rekan sekerja, atasan, bawahan, pemberi imbalan serta masyarakat. Pemberian kepada Pegawai dimungkinkan terjadi dalam interaksi sebagai berikut: a. Interaksi Pegawai dengan WP � Pengertian WP tidak hanya terbatas pada WP yang menjadi kewenangan dari masing-masing unit kerja, melainkan seluruh WP yang diadministrasikan oleh DJP. Termasuk di dalam pengertian interaksi dengan WP adalah interaksi dengan Penanggung Pajak, konsultan pajak, pegawai WP, serta pihakpihak lain yang menurut ketentuan dapat menjadi wakil atau kuasa WP. � Pegawai dilarang meminta atau memberi isyarat 23

yang mengesankan bahwa yang bersangkutan meminta atau mengharapkan sesuatu dari WP. Contoh: 1) A adalah Fungsional Pemeriksa Pajak pada KPP PQR yang telah menyelesaikan proses restitusi PPN WP JK. Pada saat mengembalikan dokumen WP, A dilarang meminta atau memberikan isyarat yang mengesankan A meminta sejumlah imbalan tertentu kepada WP. 2) B adalah AR pada KPP XYZ. Atas permohonan WP CD yang menjadi tanggung jawabnya, B ditugaskan untuk memberikan penyuluhan kepada pegawai WP CD di salah satu cabang di luar kota. Atas kegiatan tersebut, WP CD merasa puas dengan pelayanan B dan memberikan ucapan terima kasih berupa imbalan dan kepadanya diberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21. Dalam kasus ini, B tidak diperkenankan untuk menerima imbalan dari WP tersebut. Adapun biaya perjalanan maupun fasilitas lainnya juga tidak boleh diterima dari WP karena B telah mendapatkan SPPD sehubungan dengan penugasan sosialisasi tersebut. � Pada prinsipnya Pegawai dilarang menggunakan fasilitas yang dimiliki WP. Namun demikian dalam kondisi tertentu misalnya kunjungan ke lokasi WP, Pegawai dimungkinkan untuk menggunakan fasilitas milik WP antara lain berupa sarana transportasi dan atau akomodasi, apabila hal tersebut merupakan satu-satunya fasilitas yang 24

tersedia. Untuk keperluan tersebut Pegawai harus melapor kepada kepala kantor untuk memperoleh ijin secara tertulis. Contoh: Tim Pemeriksa Pajak pada KPP GHI ditugaskan untuk melakukan pemeriksaan di lokasi pertambangan milik WP yang berada di daerah terpencil. Untuk menuju ke lokasi, tidak tersedia sarana transportasi umum, atau tersedia namun membutuhkan biaya yang sangat besar, dan tidak tercukupi dengan uang SPPD. Disamping itu juga tidak tersedia penginapan yang dapat disewa. Dalam kasus demikian, Tim Pemeriksa Pajak diperbolehkan menggunakan fasilitas transportasi dan akomodasi (penginapan dan makanan) yang disediakan oleh WP. � Pegawai dilarang menerima jamuan dari WP yang sifatnya berlebihan. Sebagai bentuk sopan santun dalam suatu kunjungan, jamuan berupa minuman atau makanan yang disediakan di tempat WP yang diyakini tidak akan menimbulkan konflik kepentingan, boleh diterima. Contoh: D adalah Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) pada KPP XYZ. Bersama dengan E seorang AR, D melakukan kunjungan (advisory visit) ke tempat usaha WP. WP menyediakan air minum dan makanan ringan sebagai bentuk penghormatan kepada tamu. Jamuan seperti ini diperbolehkan diterima oleh Pegawai tersebut. Namun demikian apabila WP mengajak untuk makan siang di sebuah hotel atau restoran, maka Pegawai tidak diperkenankan untuk 25

menerima tawaran tersebut. � Pegawai diperbolehkan menerima pemberian berupa cindera mata dari WP yang secara lazim akan diberikan WP secara cuma-cuma kepada pihak manapun sebagai barang promosi, seperti agenda dan kalender. � Dalam situasi tertentu, WP menyerahkan sesuatu kepada Pegawai selain yang diperbolehkan tersebut di atas. Dalam hal demikian pemberian tersebut wajib diberitahukan kepada atasan untuk selanjutnya dikembalikan kepada WP secara kedinasan. Contoh: G adalah Kepala Seksi Pemeriksaan pada KPP KLM. Menjelang Hari Raya Idul Fitri, G menerima voucher belanja yang dimasukkan dalam kartu lebaran dari WP yang dikirimkan melalui jasa kurir. Dalam kondisi seperti ini, G harus melaporkan pemberian voucher tersebut kepada kepala kantor dan mengembalikannya secara kedinasan kepada WP. � Imbalan dari WP karena keahlian perpajakan yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja seperti menjadi konsultan pajak tidak diperbolehkan untuk diterima. Karena sesuai ketentuan, Pegawai dilarang menjadi konsultan pajak. Contoh: 1) D adalah AR pada KPP DEF yang karena keahliannya melakukan kegiatan tax review, tax planning, dan sekaligus mengisi SPT Tahunan PPh Badan terhadap WP yang terdaftar pada 26

KPP GHI dengan menerima imbalan. Dalam kasus ini D telah melanggar Kode Etik, baik karena kegiatan yang dilakukannya maupun karena menerima imbalan dari WP. 2) E adalah Pegawai Tugas Belajar. Selama masa pendidikan, E memanfaatkan waktu luangnya untuk bekerja sebagai �konsultan pajak� dan menerima imbalan dari WP atas kegiatannya tersebut. Dalam kasus ini E telah melanggar Kode Etik, baik karena kegiatan yang dilakukannya maupun karena menerima imbalan dari WP. b. Interaksi dengan sesama Pegawai � Pegawai diperbolehkan menerima pemberian berupa imbalan atau honorarium dari DJP sehubungan dengan penugasan yang diberikan oleh DJP, misalnya honorarium pengajar diklat, uang transport advisory visit dalam kota (SIK), atau honor rapat tertentu. � Pegawai dilarang meminta atau memberi isyarat yang mengesankan bahwa yang bersangkutan meminta atau mengharapkan sesuatu dari sesama Pegawai yang patut diduga menyebabkan Pegawai tersebut mempunyai kewajiban terkait dengan pelaksanaan tugas terhadap Pegawai yang memberi sesuatu. Disisi lain Pegawai juga dilarang untuk memberikan sesuatu kepada sesama Pegawai yang patut diduga menyebabkan Pegawai yang menerima sesuatu mempunyai kewajiban terkait dengan pelaksanaan tugas terhadap Pegawai yang 27

memberikan sesuatu. Namun demikian kode etik hanya mengatur mengenai pemberian kepada sesama pegawai yang terkait dengan pekerjaan atau jabatan. Sedangkan hal-hal yang bersifat sosial, dan tidak terkait dengan pelaksanaan pekerjaan atau tugas, tidak melanggar Kode Etik. Contoh: 1) A adalah pelaksana Bagian Kepegawaian KPDJP yang menangani masalah mutasi. Sehubungan dengan akan dilakukannya mutasi pegawai, A menghubungi B yang bertugas di KPP XYZ dan menawarkan bantuan agar B dapat dimutasikan ke tempat yang diinginkannya dengan meminta sejumlah imbalan. B menyanggupi permintaan A. Dalam hal ini, baik A maupun B melanggar kode etik. 2) C adalah pegawai KPDJP yang ditugaskan untuk melakukan kunjungan ke KPP DEF. Dalam hal ini, baik atas permintaannya maupun atas penawaran dari pegawai di KPP DEF, C tidak diperkenankan menerima pemberian yang menyebabkan C patut diduga mempunyai kewajiban dalam pelaksanaan tugasnya, baik sebelum, pada saat ataupun setelah kunjungan dilakukan. 3) D adalah pegawai KPDJP yang menikahkan anaknya dan mengundang E yang merupakan Pegawai pada Kanwil JKL. Atas pemberian kado pernikahan oleh E yang patut diduga tidak terkait dengan pelaksanaan tugas D, maka D 28

boleh menerimanya. 4) F adalah pegawai KPDJP yang akan melakukan kunjungan tugas ke KPP GHI yang berlokasi di luar kota, dimana salah seorang temannya, G adalah pegawai pada Seksi Pelayanan KPP GHI tersebut. Atas dasar pertemanan, G memberikan oleh-oleh kepada F setelah tugas diselesaikan. Atas pemberian oleh-oleh yang patut diduga tidak terkait dengan pelaksanaan tugas F, maka F boleh menerimanya. c. Interaksi Pegawai dengan Pihak Lain Yang dimaksud dengan pihak lain adalah pihak-pihak di luar WP dan sesama Pegawai, yang dapat berinteraksi dengan Pegawai dalam melaksanakan tugasnya, misalnya: rekanan, peserta tender atau lelang, PNS di luar DJP, dan instansi atau badan-badan pemerintahan lainnya. Ketentuan mengenai hal-hal yang diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan untuk diterima dalam interaksi antara Pegawai dengan WP, sebagaimana diatur pada angka 5 huruf a, juga berlaku dalam interaksi antara Pegawai dengan pihak lain. Namun demikian, perlu diatur hal-hal tertentu sebagai berikut: � imbalan dari pihak lain karena keahlian Pegawai diluar bidang perpajakan seperti menjadi presenter, penyanyi, pemain bola, atau pengajar, diperbolehkan untuk diterima; � imbalan dari pihak lain karena keahlian perpajakan yang dilakukan diluar jam kerja seperti menjadi pengajar brevet, pembicara dalam seminar, penulis 29

buku perpajakan, atau penulis artikel di media massa, diperbolehkan untuk diterima; � imbalan dari pihak lain seperti mengikuti rapat di instansi lain sesuai penugasan, diperbolehkan untuk diterima; � imbalan resmi yang berasal dari bagi hasil PEMDA (penerimaan PPh Pasal 21, PPh Orang Pribadi, dan PBB), diperbolehkan untuk diterima, sepanjang kegiatan yang dibiayai dari pos tersebut nyata-nyata dilaksanakan dan dapat dipertanggungjawabkan. 6 Menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan. Pada dasarnya data dan atau informasi perpajakan mencakup dua hal, yaitu: a. data dan atau informasi yang terbuka bagi publik seperti aturan atau perundang-undangan perpajakan yang berlaku, dan b. data dan atau informasi yang bersifat internal DJP. Data dan atau informasi yang terbuka bagi publik dapat disampaikan atau disebarluaskan kepada masyarakat. Sedangkan data dan atau informasi yang bersifat internal DJP, apabila akan disampaikan kepada pihak lain harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. � Pegawai dilarang memberikan atau meminjamkan atau memberitahukan data milik DJP seperti informasi perpajakan WP, data kepegawaian, atau data penerimaan yang belum dipublikasikan secara resmi, kepada pihak lain yang tidak berhak, karena dapat disalahgunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau 30

pihak lain yang bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance. Contoh: 1) A adalah Penata Usaha Administrasi Berkas dan Konfirmasi pada Seksi Pelayanan KPP IJK. Salah satu WP terdaftar pada KPP IJK yakni WP BC, bermaksud untuk menyusun laporan keuangan fiktif dan meminta bantuan A untuk meminjamkan SPT milik WP EF yang sejenis dengan WP BC. SPT milik WP EF tersebut akan digunakan untuk menentukan besarnya peredaran usaha dan marjin laba dari WP BC. Perbuatan A yang meminjamkan data SPT WP EF kepada WP BC tersebut melanggar Kode Etik. 2) B adalah pelaksana Subbagian Umum pada KPP KLM. B memberikan data pegawai KPP KLM kepada PQ seorang agen asuransi jiwa yang merupakan teman SMP-nya. Perbuatan B yang memberitahukan identitas pegawai kepada agen asuransi telah melanggar Kode Etik. � Pegawai dilarang memberikan atau meminjamkan atau menginformasikan konsep peraturan, penegasan, dan atau jawaban surat pertanyaan yang belum disetujui, kepada pihak lain yang tidak berhak. Contoh: A adalah pelaksana pada Direktorat ABC KPDJP yang ditugaskan untuk menyusun konsep jawaban atas pertanyaan WP PQ. Atas desakan WP PQ, A memberitahukan konsep jawaban atas pertanyaan WP PQ yang belum mendapat persetujuan. Atas kasus tersebut, A telah melanggar Kode Etik. 31

� Pegawai dilarang memberitahukan kebijakan internal DJP yang menurut ketentuan yang berlaku atau pertimbangan atasan yang berwenang hanya dapat diketahui oleh pihak-pihak tertentu misalnya rencana mutasi pegawai, pemeriksaan, penyidikan, atau penagihan aktif. Contoh: 1) A adalah pelaksana Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak (P4) pada Kanwil STU. A memperoleh data daftar WP yang akan dilakukan pemeriksaan kriteria seleksi dari KPDJP. A memberitahukan kepada WP TU, yang merupakan saudaranya, bahwa WP TU termasuk dalam daftar WP yang akan diperiksa. Tindakan yang dilakukan A melanggar Kode Etik. 2) B adalah pelaksana Bagian Kepegawaian KPDJP yang ditugaskan menyusun rencana mutasi AR untuk mengisi formasi KPP modern. B memberitahukan daftar pegawai yang akan dimutasikan kepada D pegawai di KPP ABC. Tindakan yang dilakukan B melanggar Kode Etik. 7 Melakukan perbuatan yang patut diduga dapat mengakibatkan gangguan, kerusakan dan atau perubahan data pada sistem informasi milik Direktorat Jenderal Pajak. Sistem informasi milik DJP terdiri dari sumber daya informasi yang berupa seluruh informasi, aplikasi, dan infrastruktur. a. Gangguan sistem informasi adalah suatu kondisi dimana sumber daya informasi tidak dapat tersedia sebagaimana 32

mestinya. b. Kerusakan sistem informasi adalah suatu kondisi dimana sumber daya informasi tidak dapat digunakan seperti sedia kala. c. Perubahan data meliputi penambahan, penggantian atau penghilangan data tanpa otorisasi. Perubahan data tanpa otorisasi, baik manual maupun elektronik, dapat mengakibatkan berkas data atau basis data tidak lagi mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Contoh-contoh perbuatan yang dapat mengakibatkan gangguan pada sistem informasi milik DJP adalah: 1) Beberapa Pegawai pada KPP XYZ meng-install aplikasi permainan (game) dengan menggunakan Local Area Network (LAN) milik kantor yang mengakibatkan berkurangnya �bandwith� jaringan. Hal tersebut berakibat pada terganggunya lalu lintas informasi pada jaringan internal kantor. Kondisi ini dapat mengakibatkan antara lain pelayanan penerimaan SPT secara elektronik di Tempat Pelayanan Terpadu terganggu. 2) Beberapa Pegawai pada Kanwil ABC meng-install aplikasi untuk melakukan file sharing. Apabila file yang di-share memiliki kapasitas yang besar (gambar, lagu-lagu, atau film), maka aktivitas tersebut akan mengganggu kualitas jaringan. Kondisi ini dapat mengakibatkan lambatnya proses transfer data. 3) A adalah pegawai pada KPP DEF. A menggunakan aplikasi malware (malicious software/software perusak) dengan sengaja yang dapat membahayakan sistem informasi, misalnya untuk penggunaan hacking, cracking, spyware, key logger, trojan dan lain-lain. Penggunaan 33

aplikasi tersebut dapat menyebabkan komputer di kantor terganggu. 4) G adalah pegawai pada Kanwil MNO. G mengakses situs (website) untuk mengunduh (download) file dengan menggunakan komputer yang terhubung dengan jaringan kantor. File yang diunduh merupakan malware berupa worm yaitu software perusak yang mampu menyebar secara otomatis. Hal tersebut dapat mengakibatkan kerusakan pada file lain baik yang ada dalam komputer tersebut maupun komputer lain dalam jaringan internal. Selain itu worm juga dapat mengganggu kualitas jaringan internal. 5) F adalah pegawai pada KPDJP. F memanfaatkan jaringan komputer kantor untuk menjalankan aplikasi chatting misalnya miRC, Yahoo Messenger!, skype, dan sejenisnya. Penggunaan aplikasi tersebut dapat menyebabkan terganggunya kualitas .....................lalu lintas jaringan. 6) Pegawai C pada KPP XYZ mendaftarkan dirinya dan atau pegawai lain pada suatu mailing list (milis) dengan menggunakan e-mail address kantor (pajak.go.id). Hal tersebut dapat menjadi target spam karena mail spam merupakan surat sampah yang akan mengurangi kapasitas mail server yang sekaligus dapat menyebarkan virus ke mail server pajak.go.id. Akses ke milis atau email address pribadi dengan menggunakan jaringan internet kantor juga dapat menjadi target spam yang akan mengurangi kapasitas mail server yang sekaligus dapat menyebarkan virus ke mail server pajak.go.id. Contoh-contoh perbuatan yang dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem informasi milik DJP adalah: 34

1) A adalah pegawai pada KPP GHI. Dengan pengetahuan teknologi informasi yang terbatas, A mencoba teknik untuk �menyerang� server DJP. Hal ini dapat menyebabkan server DJP mengalami gangguan atau bahkan mengakibatkan crash (rusak). 2) B adalah pegawai pada KPP KLM. Atas permintaan pihak lain yang tidak berhak, B mengubah tabel dari salah satu basis data pada server DJP tanpa otorisasi. Karena basis data yang diubah berhubungan dengan struktur data secara keseluruhan, maka perbuatan tersebut dapat mengakibatkan inkonsistensi struktur basis data DJP. Contoh-contoh perbuatan yang dapat mengakibatkan perubahan data (penambahan, penggantian atau penghilangan data) tanpa otorisasi baik manual maupun elektronik pada sistem informasi DJP adalah: 1) C adalah pelaksana Seksi Penagihan pada KPP XYZ. Atas permintaan WP, C telah menghilangkan lembar fisik surat ketetapan pajak (kohir). Perbuatan C tersebut mengakibatkan terganggunya proses penagihan terhadap WP terkait. 2) D adalah pelaksana Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) pada KPP DEF. Dengan kemauan sendiri, D mengubah data elektronik dalam basis data aplikasi milik DJP tanpa adanya otorisasi dan atau tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hal ini dapat mempengaruhi integritas basis data milik DJP. 35

8 Melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan dan dapat merusak citra serta martabat Direktorat Jenderal Pajak. a. Pegawai dilarang mengkonsumsi, mengedarkan dan atau memproduksi minuman beralkohol yang dapat merusak citra dan martabat DJP. Contoh: A adalah pelaksana pada KPP ABC. Pada suatu saat, A diketahui mengkonsumsi minuman beralkohol sampai mabuk dan menimbulkan keonaran di lingkungan tempat tinggalnya. Hal tersebut dapat merusak citra dan martabat DJP. Namun demikian, apabila konsumsi minuman beralkohol tersebut misalnya dilakukan dalam rangka upacara keagamaan serta menghormati adat istiadat dan budaya tertentu, maka hal tersebut dapat ditoleransi sepanjang tidak mengakibatkan rusaknya citra dan martabat DJP. b. Pegawai dilarang mengkonsumsi, mengedarkan dan atau memproduksi obat-obatan terlarang (narkoba). c. Pegawai dilarang menyimpan, menyebarkan, membaca tulisan, menonton gambar atau film yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi di lingkungan kantor. d. Pegawai dilarang berjudi. e. Pegawai dilarang melakukan perselingkuhan, perzinahan atau hal-hal lain yang merusak citra dan martabat DJP. 36

PANDUAN PELAKSANAAN KODE ETIK PEGAWAI Panduan Pelaksanaan Kode Etik Pegawai DJP ini disusun sebagai penjabaran atau penjelasan dari butir-butir kewajiban dan larangan yang tercantum dalam Kode Etik. Dengan demikian diharapkan Pegawai dapat memahami makna yang terkandung dalam butirbutir Kode Etik secara lebih baik. Selain menggunakan Panduan Pelaksanaan Kode Etik ini, perilaku etik yang dipilih oleh Pegawai seharusnya merupakan hasil pertimbangan yang matang dan proses berpikir logis dalam menentukan sikap yang layak dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun demikian, apabila masih terdapat permasalahan yang tidak dapat diselesaikan hanya dengan berpedoman pada Panduan Pelaksanaan Kode Etik ini, maka Pegawai dapat menggunakan �uji etika� sebagaimana dikenalkan oleh Stan Shrosbree (TAMF Lead Advisor to DGT: 2005) untuk menentukan sikap yang layak untuk diambil dan dapat dipertanggungjawabkan, melalui pertanyaanpertanyaan sebagai berikut: | Uji Etika | 37

PANDUAN PELAKSANAAN KODE ETIK PEGAWAI 1. Apakah sikap yang akan kita ambil bertentangan dengan hukum dan aturan yang berlaku? � Apabila sikap atau tindakan yang kita ambil bertentangan dengan hukum dan aturan yang berlaku, maka sikap atau tindakan tersebut bukanlah perilaku etis. � Apabila sikap atau tindakan yang kita ambil tidak bertentangan dengan hukum dan aturan yang berlaku, maka sikap atau tindakan tersebut harus diuji lagi dengan pertanyaan kedua. 2. Apakah kita percaya diri apabila sikap yang akan kita ambil diteliti dengan cermat oleh pihak lain? � Apabila kita tidak percaya diri, maka sikap atau tindakan tersebut bukanlah perilaku etis. � Apabila kita percaya diri, maka sikap atau tindakan tersebut harus diuji lagi dengan pertanyaan ketiga. 3. Apakah sikap yang akan kita ambil ketika menghadapi situasi tertentu juga akan dilakukan oleh pihak lain apabila pihak lain tersebut menghadapi situasi yang sama? � Apabila pihak lain tidak akan mengambil keputusan yang sama dengan keputusan yang kita ambil, maka sikap atau tindakan tersebut bukanlah perilaku etis. � Apabila pihak lain juga mengambil keputusan yang sama dengan keputusan yang kita ambil, maka sikap atau tindakan tersebut harus diuji lagi dengan pertanyaan keempat. 4. Apakah kita bersikap tidak memihak dalam mengambil suatu keputusan? 38

� Apabila kita mengambil keputusan tanpa pertimbangan yang logis dan hanya didasarkan pada perasaan keberpihakan semata, maka sikap atau tindakan tersebut bukanlah perilaku etis. � Apabila kita bersikap tidak memihak, maka sikap atau tindakan tersebut harus diuji lagi dengan pertanyaan kelima. 5. Apakah sikap yang akan kita ambil dapat diterima dengan baik sesuai persepsi masyarakat pada umumnya? � Apabila sikap yang kita ambil tidak dapat diterima oleh masyarakat, maka sikap atau tindakan tersebut bukanlah perilaku etis. � Apabila sikap kita dapat diterima oleh masyarakat, maka sikap atau tindakan tersebut termasuk dalam perilaku etis. 39

Related Documents

Larangan Pegawai
May 2020 11
Bunga Larangan
November 2019 33
Data Pegawai
December 2019 27
Pegawai Josrac
May 2020 12
Balada Pegawai
November 2019 25