LAPORAN PENDAHULUAN TETANUS A. Pengertian Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular jungtion) dan saraf autonom. (Smarmo 2002) Penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksisimal dan diikuti oleh kekakuan otot seluruh badan, khususnya otot-otot massester dan otot rangka. Klasifikasi tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu: (Sudoyo Aru, 2009) 1. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang. 2. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus umum. 3. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk, nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia. Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode relaksasi. 4. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.
Klasifikasi beratnya tetanus oleh albert (Sudoyo Aru, 2009): 1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang, spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia 2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR ≥ 30x/ menit, disfagia ringan. 3. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan apnea, disfagia berat, takikardia ≥ 120. 4. Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan sistem kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi perselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.
B.
Penyebab Spora bacterium clostridium tetani (C. Tetani). Kuman ini mengeluarkan toxin yang bersifat neurotoksik (tetanospasmin) yang menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Termasuk bakteri gram positif. Bentuk: batang. Terdapat: di tanah, kotoran manusia dan binatang (khususnya kuda) sebagai spora, debu, instrument lain. Spora bersifat dorman dapat bertahan bertahun-tahun (> 40 tahun)
C. Tanda dan gejala Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 710 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas, spasme otot. Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai 1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan waktu 4 minggu. (Sudoyo, Aru 2009)
Pemeriksaan fisis (Sumarmo, 2002)
1. Trismus adalah kekakuan otot mengunyah sehingga sukar membuka mulut. 2. Risus sardonicus, terjadi sebagai kekakuan otot mimic, sehingga tampak dahi mengkerut, mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar kebawah. 3. Opistotonus adalah kekakuan otot yang menunjang tubuh seperti: otot punggung, otot leher, otot badan, dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat dapat menyebabkan tubuh melengkung seperti busur. 4. Otot dinding perut kaku sehingga dinding perut seperti papan 5. Bila kekakuan semakin berat, akan timbul kejang umum yang awalnya hanya terjadi setelah dirangsang misalnya dicubit, digerakkan secara kasar, atau terkena sinar yang kuat. 6. Pada tetanus yang berat akan terjadi gangguan pernapasan akibat kejang yang terus-menerus atau oleh kekakuan otot laring yang dapat menimbulkan anoksia dan kematian. Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul: 1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut (trismus) 2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot: a. Otot leher b. Otot dada c. Merambat ke otot perut d. Otot lengan dan paha e. Otot punggung, seringnya epistotonus 3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat) 4. Iritabilitas 5. Demam
Gejala penyerta lainnya: 1. Keringat berlebihan 2. Sakit menelan 3. Spasme tangan dan kaki 4. Produksi air liur 5. BAB dan BAK tidak terkontrol 6. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang G. Patofisiologi Patofisiologi tetanus dimulai dengan masuknya spora bakteri Clostridium tetani melalui luka sebagai port d’entree. Luka tusuk, jaringan nekrotik dan luka yang terinfeksi merupakan luka yang lebih berisiko menimbulkan tetanus. Pada luka-luka tersebut tercipta kondisi anaerob yang kemudian menjadi lingkungan optimal bagi proses germinasi
(spora
berubah
menjadi
bentuk
vegetatif)
dan
multiplikasi
bakteri Clostridium tetani. Pada proses tersebut bakteri Clostridium tetani akan memproduksi 2 jenis toksin, yakni tetanospasmin dan tetanolisin. H. Penatalaksanaan 1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT) a. hiperimun globulin (paling baik) Dosis: 3.000-6.000 unit IM Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier darah-otak b. Pemberian ATS (anti tetanus) ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium: luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak, luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan lukaluka tusuk atau gigitan yang dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS ini tidak berfungsi membunuh
kuman tetanus tetapi untuk menetralisir eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani disekitar luka yang kemudian menyebar melalui sirkulasi menuju otak. Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu: -
Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
-
IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
-
IM di region gluteal 10.000 IU
2. Perawatan luka a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang biak) b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari c. Alternatif Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial. Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut. 3. Berantas kejang a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang b. Preparat anti kejang c. Barbiturat dan Phenotiazim -
Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang
-
Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
-
Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu
4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang b. Perawatan umum, oksigen c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna. e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
I.
J.
Komplikasi 1.
Hipertensi
2.
Kelelahan
3.
Asfiksia
4.
Aspirasi pneumonia
5.
Fraktur dan robekan otot
Pencegahan 1. Imunisasi tetanus Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntukan a. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa. Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5 tahun 2. Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil apapun. 3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya
K. Pengkajian Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut. (Santosa. NI, 1989, 154) Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi kebutuhan fisik,
psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan surat kabar). Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi : a. Data subyektif 1. Biodata/Identitas
Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
2. Keluhan utama kejang 3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan : Apakah disertai demam ? Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam.. Lama serangan : Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan. Pola serangan : Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ? Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti epilepsi mioklonik ? Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan kesadaran seperti epilepsi akinetik ? Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ? Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum. Frekuensi serangan : Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun. Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada umur muda dan bangkitan kejang sering timbul. Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan : Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang perlu ditanyakan
apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali ? Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang aseptik.
6. Riwayat sosial
Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya
7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ? Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan tindakan medis ? Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama. Pola nutrisi : Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ? Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi : BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing, BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ? Pola aktivitas dan latihan Pola tidur/istirahat : Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
b. Data Obyektif 1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36) Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi. 2. Pemeriksaan Fisik
Kepala Rambut : Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien. Muka/ Wajah : Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ? Mata : Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ? Telinga : Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran. Hidung : Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ? Mulut : Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ? Tenggorokan : Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat ? Leher : Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena jugulans ? Thorax : Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi? Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung : Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ? Abdomen : Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar Kulit : Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ? Ekstremitas : Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana suhunya pada daerah akral ? Genetalia : Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?
c. Pemeriksaan Penunjang Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi : 1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl) BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat. Elektrolit : K, Na Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl ) Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi 3. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal. d. Analisa dan Sintesa Data Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar, menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa keperawatan.
L.
Diagnosa keperawatan Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan tetanus antara lain: 1. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan proses penyakit
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas 3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi) 4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan reflek menelan, intake kurang 6. Defisit perawatan diri, makan, toileting, berpakaian berhubungan dengan kelemahan umum 7. Defisit pengetahuan (tentang penyakit, penyebab) berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. 8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum
L. INTERVENSI KEPERAWATAN NO. 1.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan (NOC)
Intervensi (NIC)
Ketidak efektifan
Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama NIC: Temperature regulation
termoregulasi
proses keperawatan diharapkan status termoregulasi Intervensi:
berhubungan dengan
efektif
-
Monitor S, N, RR, TD
proses penyakit
NOC: Immune status
-
Monitor suhu tiap 2 jam
Kriteria hasil
-
Monitor tanda-tanda hipotermia dan
-
Keseimbsngan antara produksi panas, panas
hipertermia
yang diterima dan kehilangan panas
-
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
-
Temperature stabil
-
Selimuti pasien untuk mencegah
-
Tidak ada kejang
-
Tidak ada perubhan warna kulit
Keterangan Skala : 1 : Tidak pernah menunjukkan. 2 : Jarang menunjukkan 3 : Kadang menunjukkan 4 : Sering menunjukkan 5 : Selalu menunjukkan
hilangnya kehangatan tubuh -
Berikan antipiuretik jika perlu
2.
Bersihan jalan nafas
Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama NIC: Airways management
tidak efektif
proses diharapkan bersihan jalan nafas efektif
Intervensi:
berhubungan dengan
NOC: Respiratori status: Airways patency
-
obstruksi jalan napas
Kriteria Hasil :
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
-
Suara napas bersih
-
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
-
Tidak ada sianosis
-
Keluarkan sekret dengan batuk efektif atau
-
Tidak ada sputum
-
Tidak ada dyspneu
-
Menunjukan jalan nafas yang paten.
suction -
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Keterangan Skala :
-
Berikan bronkodilator bila perlu
1 : Tidak pernah menunjukkan.
-
Monitor respirasi dan status O2
2 : Jarang menunjukkan
-
Ajarkan batuk efektif
3 : Kadang menunjukkan
-
Anjurkan untuk minum air putih hangat
4 : Sering menunjukkan
-
Anjurkan untuk menghindari makanan
5 : Selalu menunjukkan
yang merangsang batuk -
Anjurkan untuk menghindari makanan merangsang pembentukkan dahak
-
Kolaborasi
dokter
dengan
pemberian
nebulizer -
Bantu dan ajarkan kepada pasien dalam menggunakan teknik napas dalam
3.
Nyeri akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC: Pain management
berhubungan dengan
proses keperawatan diharapkan nyeri berkurang
Intervensi:
agen injuri (biologi)
NOC: Control nyeri, pain level, comfort pain
Q, R, S, T)
Kriteria Hasil: -
-
Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan -
berkurang. -
-
-
-
Klien dapat mendeskripsikan
Identifikasi nyeri yang dirasakan klien (P,
bagaimana
Pantau tanda-tanda vital. Berikan tindakan kenyamanan. Ajarkan
teknik
non
farmakologik
(relaksasi, fantasi, dll) untuk menurunkan
mengontrol nyeri
nyeri.
Klien mengatakan kebutuhan istirahat dapat -
Kaji pengalaman klien masa lalu dalam
terpenuhi
mengatasi nyeri.
Klien
dapat
menerapkan
metode
farmakologik untuk mengontrol nyeri
non -
Berikan analgetik sesuai indikasi
Keterangan skala: 1.Kuat 2.Berat 3.Sedang 4.Ringan 5.Tidak ada 4.
Resiko infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC: Infection control
berhubungan dengan
proses keperawatan diharapkan resiko invfeksi tidak Intervensi
prosedur invasif
muncul.
-
Observasi&melaporkan
tanda&gejala
NOC: Control resiko
infeksi,
hangat,
Kriteria Hasil:
peningkatan suhu badan
kemerahan,
dan
-
Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
-
Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi
laporkan jika temperature lebih dari 38° C
-
mendemonstrasikan perilaku seperti cuci tangan, -
Menggunakan
oral care dan perineal care. Keterangan skala: 1 : Tidak pernah menunjukkan.
-
spt
Kaji suhu klien, netropeni setiap 4 jam,
mengkaji suhu
thermometer
untuk
2 : Jarang menunjukkan
-
kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur
3 : Kadang menunjukkan
dan turgor lakukan dokumentasi yang tepat
4 : Sering menunjukkan
pada setiap perubahan
5 : Selalu menunjukkan
-
Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan
pada
protein
untuk
pembentukan system imun 5.
Ketidakseimbangan nutrisi
berhubungan penurunan
kurang
NIC : Nutrition Management
dari proses keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi Intervensi : - Kaji adanya alergi makanan terpenuhi. - Anjurkan pasien untuk meningkat intake Fe dengan NOC : Nutritional Status - Anjurkan pasien untuk meningkatkan reflek Kriteria Hasil : intake protein intake Adanya peningkatan berat badan sesuai - Monitor jumlah nutrisi dan kandungan dengan tujuan kalori
kurang
kebutuhan
menelan,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
-
Berikan
-
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
-
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Kolaborasi
-
informasi
tentang
kebutuhan
nutrisi dengan
ahli
gizi
untuk
Keterangan Skala :
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
1 : Tidak pernah menunjukkan.
dibutuhkan pasien.
2 : Jarang menunjukkan 3 : Kadang menunjukkan 4 : Sering menunjukkan 5 : Selalu menunjukkan 6.
Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama NIC : Self care assistance berhubungan
dengan proses keperawatan diharapkan personal hygiene Intervensi :
kelemahan umum.
pasien dapat terpenuhi.
-
Monitor kebutuhan pasien untuk personal
NOC : Self care ; activity of daily living
hygiene
Kriteria Hasil :
berpakaian, toileting.
-
Makan secara mandiri
-
Berpakaian terpenuhi
-
Mandi terpenuhi
-
Kebersihan terjaga
Keterangan Skala : 1 : Ketergantungan 2 : Membutuhkan bantuan orang lain dan alat 3 : Membutuhkan bantuan orang lain 4 : Mandiri dengan bantuan alat. 5 : Mandiri sepenuhnya
-
termasuk
Mandirikan
makan.
aktivitas
rutin
Mandi,
untuk
perawatan diri. -
Bantu pasien sampai pasien mampu berdiri.
-
Ajarkan kepada anggota keluarga untuk peningkatan kemandirian
7.
Defisit
pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
(tentang
NIC: Teaching : disease Process
penyakit, proses keperawatan diharapkan tingkat pengetahuan Intervensi:
penyebab)
meningkat
-
Berikan
penilaian
berhubungan dengan NOC: Kowlwdge : disease process
pengetahuan
tidak
penyakit yang spesifik
mengenal Kriteria hasil:
sumber informasi.
-
-
tingkat
tentang
proses
Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman -
Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
bagaimana hal ini berhubungan dengan
pengobatan
anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
Pasien dan keluarga mampu melaksanakan
tepat.
prosedur yang dijelaskan secara benar -
pasien
tentang
Pasien kembali
dan
keluarga
apa
yang
-
mampu
menjelaskan
muncul pada penyakit, dengan cara yang
dijelaskan
perawat/tim
tepat
kesehatan lainnya
-
Keterangan Skala : 1 : Tidak pernah menunjukkan.
4 : Sering menunjukkan
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
-
2 : Jarang menunjukkan 3 : Kadang menunjukkan
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
dengna cara yang tepat -
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
5 : Selalu menunjukkan
-
Hindari harapan yang kosong
-
Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
-
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
diperlukan
untuk
mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit -
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
-
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
-
Eksplorasi
kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat -
Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yg tepat
-
Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pd pemberi perawatan kesehatan, dngan cara yg tepat.
8.
Intoleransi berhubungan
aktifitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama NIC : Activity therapy dengan proses keperawatan intoleransi aktifitas tidak Intervensi:
kelemahan umum
muncul.
-
NOC: Activity tolarence Kriteria hasil:
Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energi.
-
Ajarkan tentang pengaturan aktifitas dan
-
Menyadari keterbatasan energi
tehnik manajemen waktu untuk mencegah
-
Menyeimbangkan aktifitas dan istirahat
kelelahan.
-
Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktifitas
Keterangan Skala :
-
Bantu dengan aktifitas fisik teratur
-
Rencanakan aktifitas pada periode pasien
1 : Tidak pernah menunjukkan. 2 : Jarang menunjukkan 3 : Kadang menunjukkan 4 : Sering menunjukkan 5 : Selalu menunjukkan
mempunyai energi paling banyak -
Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
1. Komite medik RSUP Dr. Sardjito, 2000. Standar Pelayanan Medis, Edisi 2, Cetakan I, Medika FK UGM, Yogyakarta 2. Mc Closkey, Joanne C and Bulechek, Gloria M, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Second edition, Mosby Year Book Inc, St. Louis 3. Nurarif, A.H., & Kusuma.(2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA (NIC-NOC). Edisi Revisi Jilid 1. Yogyakarta: MediaAction Publishing. 4. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (2016). Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan pengurus Pusat PPNI. 5. Arif, Hardi. 2013.Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis& nanda nic noc jilid 1. Media Action publishing. Yogyakarta 6. Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 1, 2, 3, edisi keempat. Internal Publising. Jakarta 7. Sumarmo, herry. 2002. Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi kedua.IDAI. Jakarta