Laporan_pendahuluan_asma.docx

  • Uploaded by: TyoPratama
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan_pendahuluan_asma.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,785
  • Pages: 33
LAPORAN PENDAHULUAN PENYAKIT ASMA

Disusun Oleh ; Lidia Ihda Ghafiro NIS : 1081/436.076

PRAKTEK KERJA INDUSTRI (PRAKERIN) SMK NEGERI 4 BONDOWOSO 2018/2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah kepada saya untuk dapat menyusun materi tentang Laporan Pendahuluan ”Asma” Laporan Pendahuluan ini disusun berdasarkan hasil data-data dari media elektronik berupa Internet dan media cetak. Penyusun berharap materi ini dapat bermanfaat untuk kita semua dalam menambah pengetahuan atau wawasan mengenai Tyhpoid. Penyusun sadar materi ini belumlah sempurna maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini menjadi sempurna.

Bondowoso, 17 Maret 2019

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Angka kejadian penyakit alergi akhir-akhir ini meningkat sejalan

dengan perubahan pola hidup masyarakat modern, polusi baik lingkungan maupun zat-zat yang ada di dalam makanan. Salah satu penyakit alergi yang banyak terjadi di masyarakat adalah penyakit asma. Asma adalah satu diantara beberapa penyakit yang tidak bisa disembuhkan secara total. Kesembuhan dari satu serangan asma tidak menjamin dalam waktu dekat akan terbebas dari ancaman serangan berikutnya. Apalagi bila karena pekerjaan dan lingkungannya serta faktor ekonomi, penderita harus selalu berhadapan dengan faktor alergen yang menjadi penyebab serangan. Biaya pengobatan simptomatik pada waktu serangan mungkin bisa diatasi oleh penderita atau keluarganya, tetapi pengobatan profilaksis yang memerlukan waktu lebih lama, sering menjadi problem tersendiri. Peran dokter dalam mengatasi penyakit asma sangatlah penting. Dokter sebagai pintu pertama yang akan diketuk oleh penderita dalam menolong penderita asma, harus selalu meningkatkan pelayanan, salah satunya yang sering diabaikan adalah memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan kepada penderita dan keluarganya akan sangat berarti bagi penderita, terutama bagaimana sikap dan tindakan yang bisa dikerjakan pada waktu menghadapi serangan, dan bagaimana caranya mencegah terjadinya serangan asma. Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin meningkat. Dampak buruk

asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. (Muchid dkk,2007) Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal ini tergambar dari data studi survei kesehatan rumah tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke- 4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik.

B.

Tujuan (1)

Tujuan umum

Tujuan dari laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini untuk mengetahui masalah kebutuhan dasar manusia khususnya masalah kebutuhan Gangguan pola nafas tidak efektif ‘’Asma’’

(2)

Tujuan khusus (1)

Mampu melakukan pengkajian Gangguan pola nafas tidak efektif “Asma”

(2).

Mampu merumuskan diagnosa keperawatan Gangguan pola nafas tidak efektif “Asma”

(3).

Mampu menyusun rencana asuhan keperawatan Gangguan pola nafas tidak efektif “Asma”

(4).

Mampu melakukan implementasi keperawatan Gangguan pola nafas tidak efektif “Asma” sesuai dengan intervensi yang telah disusun sebelumnya.

(5)

Mampu melakukan evaluasi hasil tindakan keperawatan Gangguan pola nafas tidak efektif “Asma”

C.

Manfaat

1)

Bagi Profesi perawat

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat yang ada di rumah sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan medical bedah khususnya dengan kasus Asma. 2)

Klien

Memberikan pengetahuan serta masukan kepada klien tentang cara menangani, merawat, dan mencegah kasus Asma.

3)

Keluarga

Memberikan pengetahuan serta masukan kepada kelurga tentang cara menangani, merawat, mencegah kekambuhan dan berkomunikasi kepada

anggota

keluarga

yang mengalami

kasus Asma. 4)

Penulis

Untuk menambah referensi dan kemampuan mengaplikasikan asuhan keperawatan medika bedah khususnya pada klien dengan kasus Asma.

BAB II PEMBAHASAN

A. TINJAUAN PUSTAKA 1. PENGERTIAN Asma sendiri berasal dari kata asthma. Kata ini berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti sulit bernafas. Penyakit asma dikenal karena adanya gejala sesak nafas, batuk, dan mengi yang disebabkan oleh penyempitan saluran nafas. Atau dengan kata lain asma merupakan peradangan atau pembengkakan saluran nafas yang reversibel sehingga menyebabkan diproduksinya cairan kental yang berlebih (Prasetyo, 2010) Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils,

dan

T-lymphocytes

terhadap

stimuli

tertentu

dan

menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).

2. ETIOLOGI Menurut Smeltzer and Bare (2002) faktor pencetus dan rangsangan yang dapat menimblkan Asma adalah : 1. Faktor Ekstrinsik (Alergik) Reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen yang dikenal seperti bubuk, debu debu, dan bulu bulu binatang. 2. Faktor Instrinsik (Non-Alergik) Tidak berhubungan dengan Alergen seperti, Common Cold, Infeksi Traktus Respiratorius, latihan, emosi dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.

3. Asma Gabungan Bentuk Asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik

3. KLASIFIKASI 1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi : A)

Asma bronkhiale Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan

B) Status asmatikus Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007). Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored

(perpanjangan

ekshalasi),

pembesaran

vena

leher,

hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001). C)

Asthmatic Emergency Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

4. TANDA DAN GEJALA Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada. Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi:

1.

Asma tingkat I Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di laboratorium.

2.

Asma tingkat II Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.

3.

Asma tingkat III Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.

4.

Asma tingkat IV Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejalagejala yang makin banyak antara lain : A)

Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus

B)

Sianosis

5.

C)

Silent Chest

D)

Gangguan kesadaran

E)

Tampak lelah

F)

Hiperinflasi thoraks dan takhikardi

Asma tingkat V Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan asma yang

berat bersifat refrakter

sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal

5. PATHWAY

6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.

Pemeriksaan sputum Pada pemeriksaan sputum ditemukan : Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.

Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus Terdapatnya neutrofil eosinofil

2.

Pemeriksaan darah Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma Gas analisa darah Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.

7. PENATALAKSANAAN Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik. 1.

Penobatan non farmakologik a.

Penyuluhan Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien

tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari

faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan. b.

Menghindari faktor pencetus Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma

yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien. c.

Fisioterapi Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran

mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada. 2.

Pengobatan farmakologik a)

Agonis beta Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot

dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ). b)

Metil Xantin Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini

diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari. c)

Kortikosteroid Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang

baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat. d)

Kromolin Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-

anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.

e)

Ketotifen Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg

perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral. f)

Iprutropioum bromide (Atroven) Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk

aerosol dan bersifat bronkodilator. 3.

Pengobatan selama serangan status asthmatikus a.

Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam

b.

Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c.

Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.

d.

Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

e.

Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f.

Antibiotik spektrum luas.

8. KOMPLIKASI 1.

Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas

2.

Chronic persisten bronhitis

3.

Bronchitis

4.

Pneumonia

5.

Emphysema

6.

Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

B. ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a.

Airway Peningkatan sekresi pernafasan Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing

b.

Breathing Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi. Menggunakan otot aksesoris pernafasan Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis

c.

Circulation Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi Sakit kepala Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah Papiledema

d.

Dissability Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.

2. PEMERIKSAAN FISIK Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan : 1)

Status kesehatan umum Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat klien.

2)

Integumen Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut, kelembaban dan kusam.

3)

Thorak a)

Inspeksi Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.

b)

Palpasi. Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan

taktil fremitus. c)

Perkusi Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.

d)

Auskultasi. Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.

e) Sistem pernafasan 1)

Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.

2)

Frekuensi pernapasan meningkat

3)

Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.

4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi kering dan wheezing. 5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin lebih. 6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan: Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor. Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan

otot-otot

sternokleidomastoideus),

bantu

napas

sehingga

(antar

tampak

iga,

retraksi

suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung. 7)

Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.

F)

Sistem kardiovaskuler 1)

Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat

2)

Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan: takhikardi makin hebat disertai dehidrasi. Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.

3)

Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar 3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus.. 4. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit. 5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi. 6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan 7.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.

8.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh

9.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

10. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .

4. RENCANA KEPERAWATAN ASMA

RENCANA KEPERAWATAN NO 1

DIAGNOSA KEPERAWATAN Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Aspiration Control, Dengan kriteria hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips) Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal) Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat

INTERVENSI (NIC) NIC : Airway Management Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Lakukan suction pada mayo Berikan bronkodilator bila perlu Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2

jalan nafas 2

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler – alveolar

Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC : selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Respiratory Status : Gas exchange Respiratory Status : ventilation Vital Sign Status Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw Dengan kriteria hasil : Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan nafas buatan Pasang mayo bila perlu Mendemonstrasikan batuk efektif dan Lakukan fisioterapi dada jika perlu suara nafas yang bersih, tidak ada Keluarkan sekret dengan batuk atau suction sianosis dan dyspneu (mampu Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan mengeluarkan sputum, mampu bernafas Lakukan suction pada mayo dengan mudah, tidak ada pursed lips) Berika bronkodilator bial perlu Tanda tanda vital dalam rentang normal Barikan pelembab udara Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2

Airway Management

Respiratory Monitoring Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha respirasi Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal Monitor suara nafas, seperti dengkur Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot Catat lokasi trakea Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan paradoksis) Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan Tentukan kebutuhan suction dengan mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan napas utama Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk mengetahui hasilnya 3

Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC : berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :

penyempitan bronkus

Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Vital sign Status Dengan Kriteria Hasil : Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada thrust bila perlu Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi sianosis dan dyspneu (mampu Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan mengeluarkan sputum, mampu bernafas nafas buatan dengan mudah, tidak ada pursed lips) Pasang mayo bila perlu Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien Lakukan fisioterapi dada jika perlu tidak merasa tercekik, irama nafas, Keluarkan sekret dengan batuk atau suction frekuensi pernafasan dalam rentang Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan normal, tidak ada suara nafas abnormal) Lakukan suction pada mayo Tanda Tanda vital dalam rentang normal Berikan bronkodilator bila perlu (tekanan darah, nadi, pernafasan) Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan. Monitor respirasi dan status O2

Airway Management

Terapi Oksigen Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea Pertahankan jalan nafas yang paten Atur peralatan oksigenasi

Monitor aliran oksigen Pertahankan posisi pasien Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi Vital sign Monitoring Monitor TD, nadi, suhu, dan RR Catat adanya fluktuasi tekanan darah Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas Monitor kualitas dari nadi Monitor frekuensi dan irama pernapasan Monitor suara paru Monitor pola pernapasan abnormal Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit Monitor sianosis perifer Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik) Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 4

Nyeri

akut;

ulu

hati Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :

berhubungan proses penyakit.

dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Pain Level, Pain control, Comfort level Dengan Kriteria Hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Tanda vital dalam rentang normal

Pain Management Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan Kurangi faktor presipitasi nyeri Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi Ajarkan tentang teknik non farmakologi Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

Evaluasi keefektifan kontrol nyeri Tingkatkan istirahat Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri Analgesic Administration Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi Cek riwayat alergi Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping) 5

Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan kesulitan bernafas selama 3 x 24 jam, pasien mampu : dan rasa takut sufokasi. Anxiety control Coping Impulse control Dengan Kriteria Hasil : Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas Vital sign dalam batas normal Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan

NIC : Anxiety Reduction (penurunan kecemasan) Gunakan pendekatan yang menenangkan Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis Dorong keluarga untuk menemani anak Lakukan back / neck rub Dengarkan dengan penuh perhatian Identifikasi tingkat kecemasan Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi Barikan obat untuk mengurangi kecemasan 6

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutritional Status : nutrient Intake Weight control Dengan Kriteria Hasil : Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi Tidk ada tanda tanda malnutrisi Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

NIC : Nutrition Management Kaji adanya alergi makanan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C Berikan substansi gula Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi) Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring BB pasien dalam batas normal Monitor adanya penurunan berat badan Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan Monitor lingkungan selama makan Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi Monitor turgor kulit Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah Monitor mual dan muntah Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht Monitor makanan kesukaan Monitor pertumbuhan dan perkembangan Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva Monitor kalori dan intake nuntrisi Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet 7

Kurang

pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :

berhubungan faktor-faktor asma.

dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : pencetus Kowlwdge : disease process Kowledge : health Behavior Dengan Kriteria Hasil : Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya

Teaching : disease Process Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat Hindari harapan yang kosong Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit Diskusikan pilihan terapi atau penanganan Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan

Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat 8

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Energy conservation Activity tolerance Self Care : ADLs Dengan Kriteria Hasil : Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri

NIC : Activity Therapy Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran terapi yang tepat. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan social Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang

Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual 9

Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : kelemahan fisik Self care : Activity of Daily Living (ADLs) Dengan Kriteria Hasil : Klien terbebas dari bau badan Menyatakan kenyamanan terhadap kemampuan untuk melakukan ADLs Dapat melakukan ADLS dengan bantuan

NIC : Self Care assistane : ADLs Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan. Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-care. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki. Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya. Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya.

10

Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari. Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC : faktor resiko prosedur selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Infection Control (Kontrol infeksi) invasif Immune Status Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain Risk control Pertahankan teknik isolasi Dengan Kriteria Hasil : Batasi pengunjung bila perlu Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan Menunjukkan kemampuan untuk saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan mencegah timbulnya infeksi pasien Jumlah leukosit dalam batas normal Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan Menunjukkan perilaku hidup sehat Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing Tingkatkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal Monitor hitung granulosit, WBC Monitor kerentanan terhadap infeksi Batasi pengunjung Saring pengunjung terhadap penyakit menular Partahankan teknik aseptic pada pasien yang beresiko Pertahankan teknik isolasi k/p Berikan perawatan kulit pada area epidema Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase Inspeksi kondisi luka / insisi bedah Dorong masukkan nutrisi yang cukup Dorong masukan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi Ajarkan cara menghindari infeksi Laporkan kecurigaan infeksi Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA    

         

Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat. Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta: EGC Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC. GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI/RSCM Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto

More Documents from "TyoPratama"