LAPORAN SEMINAR HUKUM NASIONAL “MENGGAIRAHKAN PROFESI HUKUM SEBAGAI PROFESI YANG BERMARTABAT” KEWARGANEGARAAN MU 115 E
Disusun Oleh : Astika Adzansari S.
232015275
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya,saya dapat menyelesaikan laporan seminar hukum nasional dengan tema “Menggairahkan Profesi Hukum sebagai Profesi yang Bermartabat”. Penulis berharap dengan adanya laporan ini dapat memberikan gambaran dan motivasi kepada para pembaca mengenai bagaimana profesi hukum dapat menjadi profesi yang bermartabat. Selain itu, laporan ini juga untuk memenuhi tugas akhir kewarganegaraan yang diampu oleh Bapak Romamti Ezer Simri Fobia. Laporan ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan sehingga diperlukan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar laporan ini menjadi lebih baik dan lengkap.
Salatiga, 11 April 2017
Penulis
PEMBAHASAN Seminar hukum nasional yang bertemakan “Menggairahkan Profesi Hukum sebagai Profesi yang Bermartabat” berlangsung pada Selasa,11 April 2017 di Balairung Utama UKSW dari Pukul 09.00 sampai Pukul 13.00 . Seminar ini dipimpin oleh seorang moderator yaitu Bapak Romamti Ezer Simri Fobia yang merupakan Dosen Fakultas Hukum UKSW. Seminar ini juga mendatangkan 3 pembicara yaitu Bapak Dr. Yudi Kristiana S.H.M.H , Bapak Amin Ismanto S.H . M.H dan Bapak Marihot J. Hutajulu. 1. Amin Ismanto S.H.M.H Bapak Amin Ismanto yang berprofesi saat ini sebagai Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1A Padang ini lahir di Semarang, 14 November 1959. Dalam seminar hukum nasional kali ini Bapak Amin mengambil topik “Peran Hakim dalam Sistem Peradilan di Indonesia”. Beliau menyorot sejauh mana peran hakim dalam konteks peradilan di Indonesia dan juga bagaimana profesi hakim itu bermartabat atau tidak. Sistem Peradilan di Indonesia merupakan suatu susunan yang teratur dan saling terhubung yang terkait dengan kegiatan pemeriksaan dan pemutusan perkara yang diputuskan oleh Pengadilan. Dalam sistem peradilan di Indonesia, Mahkamah Agung merupakan lembaga tertinggi yang memegang kekuasaan kehakiman Di Indonesia. Sesuai Undang-Undang Dasar 1945 dikatakan bahwa kekuasaan kehakiman tertinggi di Indonesia dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung sendiri membawahi banyak badan peradilan dalam lingkungan Pengadilan Tinggi, Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, dan lainlain. Dalam semua jenis Pengadilan selalu terdapat tokoh yang memerankan peran penting yaitu Hakim. Hakim sebagai pemegang peran penting dalam proses peradilan senantiasa dituntut untuk selalu mengasah kepekaan nurani, memelihara integritas moral dna meningkatkan profesionalisme dalam menegakkan hukum dan keadilan bagi banyak orang. Oleh karenanya semua tugas dan wewenang hakim harus dilaksanakan untuk penegakkan hukum, kebenaran dan keadilan tanpa pandang bulu dengan tidak membeda-bedakan orang karena semua orang memiliki kedudukan yang sama didepan hukum. Dengan tegaknya hukum dan keadilan serta penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya martabat dan integritas negara. Untuk mewujudkannya, Mahkamah Agung bekerja sama dengan Komisi
Yudisial telah mengeluarkan Surat Keputusan yang berisikan kode etik dan pedoman perilaku hakim Indonesia. Apabila hakim-hakim di Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya selalu menaati aturan yang ada maka secara otomatis sistem yang telah ada akan terjaga. Bapak Amin juga memberikan saran yaitu untuk merasa bangga apabila kita baik hakim ataupun masyarakat biasa untuk menaati segala peraturan yang ada maka akan tercipta lingkungan yang adil dan tertib hukum. Bapak Amin juga menuturkan sesuai dengan salah satu bait lagu Indonesia Raya yaitu “Bangunlah Jiwanya Bangunlah Raganya”, mari kita membangun jiwa yang bermartabat pada apapun bidang profesi yang kita geluti. 2. Dr. Yudi Kristiana S.H.M.H Bapak Yudi Kristiana merupakan salah satu pembicara dalam seminar hukum nasional yang bertemakan “Menggairahkan Profesi Hukum sebagai Profesi yang Bermartabat”. Beliau lahir di Karanganyar, 15 Oktober 1971. Saat ini Bapak Yudi Kristiana bekerja di Kejaksaan Agung. Bapak Yudi mengambil topik “Membangun Integritas dalam Berhukum” untuk mendukung tema seminar ini. Beliau menjelaskan bagaimana profesi hukum itu bisa menggairahkan atau tidak, Bapak Yudi melihat integritas dari para aparat hukum sebagai faktornya. Inti permasalahan yang sesungguhnya terjadi saat ini adalah adanya public distrust yaitu adanya ketidakpercayaan publik terhadap hukum baik dari profesi hukum. Banyak faktor yang menimbulkan ketidakpercayaan publik, diantaranya bukan karena rendahnya kualitas penegakan hukum tapi ketidak-mampuan penegak hukum untuk menjaga moralitas publik melalui instrumen hukum. Bapak Yudi memberikan contoh seperti kasus Nenek Minah yang dihukum karena mencuri 3 buah kakao yang menimbulkan banyak pertanyaan dari publik seperti apakah keadilan publik sudah terpresentasikan mulai dari proses penyidikan, penuntutan hingga ke persidangan. Hal-hal tersebut berkontribusi terhadap munculnya ketidakpercayaan publik dan berkurangnya apresiasi publik terhadap hukum dan aparat penegak hukum. Faktor-faktor tadi mencapai puncaknya ketika mulai timbulnya gejala judicial corruption didalam praktek penegakan hukum hampir di semua lini pemegang profesi hukum. Seperti kasus proyek Hambalang yang menarik banyak tokoh yang terlibat korupsi, kasus Hambalang sendiri disebut sebagai monumen korupsi.
Infrastruktur yang dibangun di Indonesia sendiri dapat dikatakan mudah sekali rusak dikarenakan orang-orang yang bertanggungjawab justru mengkorupsi anggaran yang digunakan sehingga menyebabkan umur ekonomis dari sebuah bangunan menjadi turun. Seharusnya sebagai aparat penegak hukum yang merupakan penjaga moralitas publik, mereka haruslah memiliki sifat yang baik, bersih, bebas dari persoalan hukum terutama perilaku korupsi . Walaupun
sudah
diciptakannya
aturan
perundang-undangan
yang
baik
untuk
memberantas korupsi, itupun masih tidak cukup. Karena peraturan yang baik tidak serta merta menjadikan penegakan hukum menjadi baik. Sejarah sudah dengan tegas mencatat bahwa gontagantinya peraturan tidak menunjukkan bahwa peraturan tersebut makin baik melainkan yang menjadikan hukum itu baik atau tidak dilihat dari orang yang menggerakkan hukum tersebut. Kalau ingin membenahi diri, melepaskan diri dari korupsi seharusnya para pemegang kekuasaan harus berani mengangkat orang-orang baik, dengan sendirinya akan tercipta integritas yang builtin. Bapak Yudi memberikan contoh ketika ada seleksi penyidik di KPK, beliau mengatakan bahwa dalam proses seleksi akan dilakukan assessment untuk mengetahui hard competency maupun soft competency. Salah satu parameter soft competency yang harus dimiliki ialah masalah integritas. Integritas tidak hanya dilihat dari hasil tes tapi juga dari penelusuran rekam jejak mulai dari latar belakang keluarga. Bapak Yudi mengatakan bahwa pembangunan integritas built-in dapat di bangun mulai dari dunia kampus. Membangun integritas yang built-in merupakan kunci untuk menghidupkan gairah profesi hukum. Indonesia membutuhkan keberanian, orang yang baik, jujur dan cerdas untuk membuat trobosan hukum. 3. Marihot J. Hutajulu Bapak Marihot J. Hutajulu merupakan salah satu Dosen Hukum di UKSW yang menjadi pembicara di seminar hukum nasional yang bertemakan “Menggairahkan Profesi Hukum sebagai Profesi yang Bermartabat”. Bapak Marihot menyampaikan materi dengan topik “Peran Profesi Hukum dalam Memperbaiki Sistem Peradilan di Indonesia”. Bapak Marihot kemudian memfokuskan pada 2 permasalahan yaitu yang pertama apa yang menyebabkan profesi hukum menjadi tidak professional dalam menjalankan tugasnya dan yang kedua faktor penentu peran profesi hukum dalam memperbaiki sistem peradilan di Indonesia.
Menurut Sumaryono, 1995:68 mengatakan bahwa profesi hukum adalah profesi yang eksistensinya sangat berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Bapak Marihot mengatakan bahwa antara sistem peradilan dan profesi hukum bagaikan koin yang satu sama lain sisinya saling membutuhkan, dimana kedua unsur tersebut bertujuan untuk mencari keadilan. Opini dari masyarakat yang mengatakan bahwa sistem peradilan di Indonesia masih diwarnai adanya praktik-praktik dari kalangan profesi hukum yang tidak professional. Hal tersebut mucul dikarenakan adanya persepsi bahwa peradilan di Indonesia belum bebas dari “mafia peradilan”. Praktik-praktik dari para “mafia peradilan” tersebut berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat kepada aparat penegak hukum apabila terus dibiarkan. Mafia peradilan adalah oknum hukum yang menyimpang dari aturan hukum yang berlaku untuk memenangkan kepentingannya melalui penyalahgunaan wewenang. Profesi hukum dapat disebut sebagai profesi yang luhur apabila terpenuhinya 2 unsur diantaranya mendahulukan kepentingan orang yang dibantu dan mengabdi pada tuntutan profesi. Terdapat berbagai faktor internal dan eksternal yang melatarbelakangi tidak profesionalnya para pelaku profesi hukum dalam menjalankan tugasnya sehingga akan merendahkan keluhuran profesi hukum itu sendiri. Penyebab yang bersifat eksternal dari tidak profesionalya para penyandang profesi hukum biasananya dikarenakan faktor kompetisi dan masuknya kepentingan bisnis atau kecenderungan komersialisasi praktik hukum (Soemaryono, 1995:73-75). Faktorfaktor eksternal tersebut dapat mendorong para profesi hukum tidak lagi menjadikan statusnya untuk melayani tujuan hukum untuk melindungi setiap orang. Sedangkan untuk penyebab internal out sangat terkait dengan latar belakang pendidikan dan proses pendidikan yang dijalani oleh si profesi hukum tersebut. Untuk memasuki dunia profesi hukum sebagai profesi yang luhur, pembentukan karakter dan etika profesi yang kuat sangat diperlukan agar para pelaku profesi hukum memiliki moralitas yang tinggi dalam menjalankan tugasnya. Untuk membangun sistem peradilan yang lebih baik, peran profesi hukum tidak lain titentukan oleh kualitas hasil pekerjaannya tetapi juga ditentukan oleh pilihan moral apa yang menjadi dasar dalam menjalankan profesi tersebut. Semakin tinggi nilai moral yang diambil oleh profesi hukum tersebut akan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perbaikan sistem peradilan di Indonesia.
KESIMPULAN Dari pembahasan seminar yang telah dipaparkan oleh para pembicara mengenai bagaimana menggairahkan profesi hukum sebagai profesi yang bermartabat, saya mengambil kesimpulan yaitu, untuk menggairahkan profesi hukum itu sendiri untuk menjadi profesi yang bermartabat itu bermula dari diri pribadi seseorang. Seseorang tersebut haruslah memiliki sikap yang baik, bersih, bebas dari persoalan hukum terutama perilaku korupsi dengan kata lain individu tersebut haruslah memiliki integritas built-in, jiwa yang bermartabat dan moral yang baik agar individu tersebut dapat membuat perubahan bagi dunia hukum di Indonesia. Menurut saya tidak bagi dunia profesi hukum saja, tapi di semua bidang profesi baik ekonomi, kesehatan dan lain-lain memang dituntut dan perlu untuk memiliki sikap integritas yang tinggi, jiwa yang bermartabat dan moral yang baik agar negara Indonesia milik kita ini dapat berubah menuju Indonesia yang lebih baik lagi. Tentunya diperlukan usaha yang keras dan kerja sama dari semua pihak agar terwujud Indonesia yang makmur, adil dan jaya.