PENGUJIAN ROTOR DAN STATOR GENERATOR SINKRON 50 MW DI PLTU UNIT 1 PT INDONESIA POWER UBP SEMARANG LAPORAN KERJA PRAKTEK DI PT. INDONESIA POWER UBP SEMARANG
Disusun Oleh : EKO PARJONO L2F 004 473
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menerangkan bahwa laporan kerja praktek yang dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2007 sampai dengan 31 Desember 2007 dengan judul : “PENGUJIAN ROTOR DAN STATOR GENERATOR SINKRON 50 MW DI PLTU UNIT 1 PT INDONESIA POWER UBP SEMARANG” yang disusun oleh :
Nama
: EKO PARJONO
NIM
: L2F 004 473
Telah disetujui dan disahkan pada :
Hari
:
Tanggal
:
Tempat
: SEMARANG
Mengesahkan,
General Manager
Pembimbing Lapangan
Ir. Zaenal Mustofa
Sudjatmo
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menerangkan bahwa laporan kerja praktek yang dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2007 sampai dengan 31 Desember 2007 dengan judul : “PENGUJIAN ROTOR DAN STATOR GENERATOR SINKRON 50 MW DI PLTU UNIT 1 PT INDONESIA POWER UBP SEMARANG” yang disusun oleh :
Nama
: EKO PARJONO
NIM
: L2F 004 473
Telah disetujui dan disahkan pada :
Hari
:
Tanggal
:
Tempat
: SEMARANG
Mengesahkan,
Ketua Jurusan Teknik Elektro
Dosen Pembimbing
Universitas Diponegoro
Ir. Sudjadi, MT. NIP. 131 558 567
Abdul Syakur, ST, MT NIP. 132 231 132
Abstrak
Generator Sinkron memegang peranan yang sangat penting dalam produksi energi listrik di PT Indonesia Power Tambak Lorok Semarang. Generator ini digunakan untuk mengkonversi energi mekanik putaran dari turbin menjadi energi listrik. Kebanyakan tipe generator sinkron yang digunakan di PT Indonesia Power adalah generator sinkron dengan pendingin hidrogen, karena dengan pendingin hidrogen akan didapatkan kelembaban yang kecil / kering didalam generator. Untuk menjaga kehandalan sistem diperlukan perawatan dan pengujian secara berkala dengan tidak mengesampingkan system proteksinya. Generator sinkron dengan kapasitas besar membutuhkan perawatan ataupun pengujian untuk menjaga agar tetap dapat beroperasi secara normal dan terhindar dari bermacam - macam gangguan misalnya adalah vibrasi pada rotor, hubung singkat pada lilitan stator maupun rotor, dsb. Beberapa langkah dilakukan untuk meminimalisasi gangguan tersebut. Salah satunya adalah dengan pengujian rotor dan stator yang terdiri dari banyak pengujian diantaranya adalah High Potensial Test, Megger, dan Balancing Voltage Rotor Test. Dalam kerja praktek ini, penulis ingin belajar tentang pengujian pada rotor dan stator generator sinkron 50 MW dengan pendingin hidrogen. Dengan laporan ini, para mahasiswa dapat belajar jenis- jenis pengujian pada generator sinkron dengan kapasitas daya besar dan mengetahui bagaimana cara melakukan pengujian pada rotor dan stator generator. Kata kunci: Generator Sinkron, Proof Test, Analytical Test, Pengujian rotor dan stator.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Hanya berkat rahmat dan karunia-Nya semata penulis akhirnya dapat menyelesaikan kerja praktek di PT. Indonesia Power UBP Semarang, tepatnya di PLTU Unit 1 Tambak Lorok Semarang. Laporan Kerja Praktek ini disusun sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk dapat segera menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegaro. Tujuan Kerja Praktek ini adalah untuk mengembangkan disiplin ilmu yang diperoleh di bangku kuliah melalui penerapannya di dunia kerja. Selama kurang lebih satu bulan melaksanakan kerja praktek di PT. Indonesia Power Tambak Lorok Semarang tepatnya di PLTU Unit 1 dan 2 ini penulis berkesempatan mengangkat topik mengenai “Pengujian Rotor dan Stator Generator Sinkron 50 MW di PLTU Unit 1 PT. Indonesia Power UBP Semarang”. Keberhasilan penulis dalam melaksanakan kerja praktek ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari pihak-pihak yang terkait, untuk itu perkenankanlah penulis untuk berterima kasih kepada: 1. Bapak Ir. Sudjadi, MT selaku Ketua jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro Semarang. 2. Bapak Abdul Syakur, ST, MT selaku Dosen Pembimbing Kerja Praktek dari Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro. 3. Bapak Sudjatmo selaku Pembimbing Lapangan di PT. Indonesia Power UBP Semarang. 4. Bapak Boediono Diro, Bapak Bambang, Bapak Solikin, Bapak Subagyo, Bapak Saulan, Bapak Erwin dan semua Teknisi yang ada "Bengkel Listrik", selaku asisten pembimbing lapangan, yang telah menemani dan membimbing penulis di lapangan. 5. Bapak Ikhsan Mudzakir, Bapak Bambang SDM, dan semua karyawan PT. Indonesia Power UBP Semarang yang telah banyak membantu kami serta memberi masukan bagi kemajuan kami.
6. Mas Heri dan Edi Purwanto UBH tarima kasih atas waktu, penjelasan dan bantuannya. 7. Bapak dan Ibu penulis, atas segala pengorbanan yang tak terkira jasanya yang telah memberikan dukungan, semangat, dan do’a yang tulus ikhlas. Semoga penulis dapat mencapai cita – cita dan menjadi kebanggaan serta membahagiakan Bapak dan Ibu. Juga tak lupa kepada kedua adikku semoga dapat menjadi orang yang sukses, maaf aku jarang pulang. 8. Teman-teman seperjuangan di “Bengkel Listrik” : Rohmat Nugroho (T. Elekro’04 UNDIP), Lukman and friends (T. Elekro’04 UNY), serta temen – temen KP dari BLKI dan UNNES. 9. Temen-temen Konsentrasi
Power Community 2004
: Achmad "Asraff",
Arie "Lombok”, Cahyo (Makasih bantuannya yok!) , Syaiful, Erline, Fuad "Bolly", Alberth "Zakar_ia", Pandu "Kuru", Heru “Embong”, Fajar, Wildan “Komting”, Iskandar, Habib, Rifai, Kaka ”Ontime" dan Hendra. 10. Temen - temen angkatan 2004 Teknik Elektro Universitas Diponegoro. 11. Temen KKN Desa Colo (Coloniensist) : Ikhsan S, Nervalusiana, Rista D.A, Intan L, Handoyo [Doyok], Haryo Baskoro [Ryo] dan temen - temen Kecamatan Dawe : Fany, Desi, Kartini dll, yang telah memberiku semangat. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah membantu memberikan perhatian, dan do’a, serta bimbingan serta pengarahan hingga Laporan Kerja Praktek ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan Kerja Praktek ini, sehingga kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan. Akhirnya penulis hanya berharap semoga penulisan Kerja Praktek ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri serta kalangan civitas akademika lainnya.
Semarang,
April 2008
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................
ii
ABSTRAK ...........................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR.........................................................................................
v
DAFTAR ISI........................................................................................................ vii DAFTAR GAMBAR...........................................................................................
x
DAFTAR TABEL................................................................................................ xii BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang........................................................................................
1
1.2. Waktu dan Lokasi Kerja Praktek............................................................
3
1.3. Tujuan Kerja Praktek..............................................................................
3
1.4. Pembatasan Masalah...............................................................................
3
1.5. Metode Penulisan Laporan.....................................................................
3
1.6. Sistematika Penyusunan..........................................................................
4
BAB II PROFIL DAN SEJARAH PT. INDONESIA POWER 2.1. Sejarah PT. Indonesia Power..................................................................
6
2.2. Paradigma, Visi, Misi, Motto, Tujuan dan Nilai PT. Indonesia Power..
7
2.2.1. Paradigma...................................................................................
7
2.2.2. Visi.............................................................................................
8
2.2.3. Misi.............................................................................................
8
2.2.4. Motto..........................................................................................
8
2.2.5. Tujuan.........................................................................................
8
2.2.6. Tujuh Nilai Perusahaan : IP-HaPPPI..........................................
9
2.3. Makna Bentuk dan Warna Logo.............................................................
9
2.4. Bisnis Utama PT. Indonesia Power........................................................ 10 2.5. PT. Indonesia Power UBP Semarang..................................................... 12 2.5.1. Sejarah PT. Indonesia Power UBP Semarang............................ 12 2.5.2. Lokasi.......................................................................................... 14 2.5.3. Fasilitas yang Terdapat pada Kompleks Pembangkit................. 14 2.5.4. Struktur Organisasi dan Personalia.............................................. 16 2.6. Lingkungan PT Indonesia Power UBP Semarang.................................. 20
BAB III PROSES PRODUKSI TENAGA LISTRIK PADA PLTU PT. INDONESIA POWER UBP SEMARANG 3.1. Pendahuluan............................................................................................. 21 3.2. Kemampuan Unit .................................................................................... 21 3.3. Proses PLTU........................................................................................... 22 3.3.1. Siklus Rankine............................................................................. 22 3.3.2. Produksi Listrik PLTU.............................................................. 24 3.3.2.1 Siklus Air dan Uap......................................................... 26 3.3.2.2 Siklus Udara dan Gas Pembakaran................................ 27 3.3.2.3 Siklus Bahan Bakar........................................................ 27 3.3.2.4 Siklus Air Pendingin...................................................... 27 3.3.2.5 Siklus Minyak Pelumas................................................. 28 3.3.2.6 Siklus Penyaluran Tenaga Listrik.................................. 28 3.3.2.7 Alat – alat bantu pembangkitan PLTU.......................... 29 3.4. Pemeliharaan Unit................................................................................... 36
BAB IV TINJAUAN UMUM GENERATOR SINKRON 4.1
Dasar Teori.............................................................................................. 37
4.2
Konstruksi Generator Sinkron................................................................ 38
4.3
Eksitasi Generator Sinkron...................................................................... 41
4.4
Eksitasi Tegangan................................................................................... 41
4.5
Pengaturan Generator Sinkron................................................................ 42
4.6
Pengaturan Tegangan Generator ............................................................ 45
4.7
Memparalelkan Generator/Sinkronisasi Generator................................. 46
4.8
Kerja Paralel............................................................................................ 49
4.9
Ayunan (Swing)...................................................................................... 49
4.10 Nilai......................................................................................................... 51
BAB V PENGUJIAN ROTOR DAN STATOR GENERATOR SINKRON 50 MW I PLTU UNIT 1 PT INDONESIA POWER UBP SEMARANG 5.1
Sistem Isolasi Lilitan Rotor dan Stator................................................... 52
5.2
Pengujian Rotor dan Stator....................... ............................................. 53 5.2.1 Proof Test..................................................................................... 53
5.2.2 Analytical test............................................................................... 54 5.3
Ulasan Pengujian.................................................................................... 55 5.3.1 High Potensial Test...................................................................... 55 5.3.1.1 AC High Potensial Test.................................................. 55 5.3.1.2 Very-Low-Frequency Test Voltage................................. 56 5.3.1.3 DC High Potensial Test.................................................. 56 5.3.2 Insulation Resistance Test /Megger Test...................................... 57 5.3.2.1 Megger stator.................................................................. 59 5.3.2.2 Megger rotor.................................................................. 65 5.3.3 DC Leakage................................................................................. 68 5.3.4 Dissipation Factor....................................................................... 69 5.3.5 Balancing Voltage Rotor Test...................................................... 71 5.3.5.1 Pengukuran Impedansi Karakteristik Rotor sebelum pemasangan Retaining Ring.......................................... 72 5.3.5.2 Pengukuran Impedansi Karakteristik Rotor setelah pemasangan Retaining Ring.......................................... 73 5.3.5.3 Balancing voltage rotor test........................................... 75 5.3.6 Tahanan Dalam (Rd) Rotor.......................................................... 76 5.3.7 Partial Discharge Test................................................................ 79
BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan............................................................................................. 80 6.2. Saran....................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 82 LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Lokasi PT Indonesia Power UBP SEmarang ...................................... 14
Gambar 2.2
Tata letak fasilitas PT. Indonesia Power ............................................. 15
Gambar 2.3
Struktur Organisasi PT. Indonesia Power UBP Semarang .................. 16
Gambar 3.1
Siklus Rankine Ideal (a) Diagram temperatur dengan entropy (T-s) .................................... 22 (b) Diagram antara entalpy dengan entropy........................................ 23
Gambar 3.2 Diagram aliran siklus rankine ............................................................ 23 Gambar 3.3
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ............................................ 25
Gambar 3.4
Nameplate generator Unit 1 PT. Indonesia Power Tambak Lorok Semarang ........................................................................................... 36
Gambar 4.1
Instalasi generator 50 MW yang digerakkan dengan turbin ............... 37
Gambar 4.2
Stator generator sinkron ..................................................................... 39
Gambar 4.3
(a) Tampak yang dibentangkan dari lilitan stator tiga fase sederhana hubungan Y.............................................................. ..................... 39 (b) Cara menghubungkan terminal untuk hubungan delta. ................. 39
Gambar 4.4 Rotor kutub sepatu / salient pole untuk generator sinkron kepesatan rendah ................................................................................................ 40 Gambar 4.5
Rotor tipe silinder untuk generator sinkron 3000 rpm......................... 40
Gambar 4.6
Kurva pengaturan generator sinkron pada faktor berbeda ................... 43
Gambar 4.7 Diagram fasor yang disederhanakan dari generator sinkron yang bekerja pada (a) faktor daya satu ........................................................................... 44 (b) faktor daya 0,8 tertinggal ............................................................. 44 (c) faktor daya 0,8 mendahuluiKecepatan sinkronisasi dengan 2 pasang kutub ............................................................................... 44 Gambar 4.8 Diagram pengaturan tegangan statik yang disederhanakan ................. 46 Gambar 4.9
Hubungan penyinkronan generator..................................................... 47
Gambar 4.10 Skala Sinkroskop ............................................................................... 49 Gambar 5.1
Sistem isolasi pada lilitan stator generator .......................................... 52
Gambar 5.2
Sistem isolasi pada lilitan rotor generator ........................................... 52
Gambar 5.3
Tahap permulaan dua gangguan internal generator ............................. 54
Gambar 5.4
Perubahan secara tipikal dalam 1 menit dan 10 menit resistansi isolasi selama proses pengeringan ...................................................... 58
Gambar 5.5
Rangkaian megger stator fasa – ground .............................................. 59
Gambar 5.6
Rangkaian megger stator fasa – fasa................................................... 59
Gambar 5.7
Rangkaian Megger rotor .................................................................... 65
Gambar 5.8
Rangkaian dielektrik dasar. ................................................................ 69
Gambar 5.9
Arus pengisian total ........................................................................... 70
Gambar 5.10 Kumparan dengan sedikit rongga/ kehampaan pada isolasinya mempunyai PF 2 % pada tegangan kerja. Sedangakan dengan banyak kehampaan mempunyai PF 5%-10% yang diukur pada tegangan kerja.................................................................................... 70 Gambar 5.11 Rangkaian pengukuran impedansi karakteristik.................................. 71 Gambar 5.12 Grafik impedansi karakteristik tegangan naik sebelum pemasangan Retaining Ring...................................................................................... 72 Gambar 5.13 Grafik impedansi karakteristik tegangan turun sebelum pemasangan Retaining Ring ................................................................................... 73 Gambar 5.14 Grafik impedansi karakteristik tegangan naik setelah pemasangan Retaining Ring ................................................................................... 74 Gambar 5.15 Grafik impedansi karakteristik tegangan turun setelah pemasangan Retaining Ring ................................................................................... 74 Gambar 5.16 Rangkaian pengujian balancing tegangan rotor .................................. 75 Gambar 5.17 Pelepasan Retaining Ring (R-R) ........................................................ 77 Gambar 5.18 Rangkaian pengawatan pengukuran hambatan dalam (Rd) dengan menggunakan Winding Resistance Meter.......................................... 78
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Kapasitas Terpasang per-Unit Bisnis Pembangkitan.............................. 11
Tabel 2.2
Produksi listrik pada unit- unit pembangkit ........................................... 11
Tabel 2.3
Daya terpasang (MW) sistem Jawa – Bali ............................................. 12
Tabel 2.4
Daya yang dihasilkan PT Indonesia Power didasarkan pada jenis pembangkit .......................................................................... 12
Tabel 2.5
Kapasitas terpasang PT Indonesia Power UBP Semarang ..................... 14
Tabel 3.1
Perbandingan PLTU dan PLTG ............................................................ 23
Tabel 5.1
Tegangan yang digunakan pada Hi-Pot Test ......................................... 64
Tabel 5.2
Megger awal stator fasa – ground ......................................................... 64
Tabel 5.3
Megger awal stator fasa – fasa. ............................................................. 64
Tabel 5.4
Megger fasa – ground stator sebelum penambahan resin ....................... 64
Tabel 5.5
Megger fasa – fasa stator sebelum penambahan resin ............................ 64
Tabel 5.6
Megger fasa – ground stator setelah penambahan resin ......................... 64
Tabel 5.7
Megger fasa – fasa stator setelah penambahan resin ............................. 64
Tabel 5.8
Megger fasa – ground stator sebelum divarnis....................................... 64
Tabel 5.9
Megger fasa – fasa stator sebelum divarnis .......................................... 64
Tabel 5.10 Megger fasa – ground stator setelah rotor dimasukkan .......................... 64 Tabel 5.11 Megger fasa – fasa stator setelah rotor dimasukkan .............................. 64 Tabel 5.12 Megger fasa – ground stator sebelum busbar di connect ........................ 64 Tabel 5.13 Megger fasa – fasa stator sebelum busbar di connect............................ 64 Tabel 5.14 Megger awal rotor (sebelum heating dan cleaning) ............................... 64 Tabel 5.15 Megger rotor sebelum Retaining Ring di lepas ...................................... 64 Tabel 5.16 Megger rotor sebelum injeksi DC (Retaining Ring dilepas)................... 64 Tabel 5.17 Megger rotor setelah Retaining Ring masuk.......................................... 64 Tabel 5.18 Cek megger rotor setelah Retaining Ring masuk ................................... 64 Tabel 5.19 Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan naik sebelum pemasangan Retaining Ring................................................................. 64 Tabel 5.20 Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan turun sebelum pemasangan Retaining Ring................................................................. 64 Tabel 5.21 Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan naik setelah pemasangan Retaining Ring. ................................................................ 64
Tabel 5.22 Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan turun setelah pemasangan Retaining Ring. ................................................................ 64
BAB I PENDAHULUAN
1.7.Latar Belakang Pada milenium ke 3, Indonesia sebagai negara berkembang mulai bergerak menuju ke arah negara industri. Pembangunan industri - industri tersebut guna meningkatkan taraf hidup masyarakat dan mengurangi pengangguran yang melanda Indonesia pasca krisis moneter tahun 1998. Hal ini ditambah dengan banyaknya proyek – proyek pemukiman/perumahan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia terutama di Pulau Jawa dan juga luasnya wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Industri dan proyek perumahan diatas, menimbulkan peningkatan permintaan kebutuhan listrik. Industri memerlukan listrik guna menjalankan motor – motor listrik guna kegiatan/ proses produksi seperti pabrik semen, pabrik garmen, pabrik bahan kimia dll yang tentunya daya yang digunakan sangat besar. Sedangkan, pemukiman/ rumah tangga membutuhkan listrik guna menyuplai peralatan elektronik misalnya: lampu, pendingin ruangan (AC ), magic jar, komputer, mesin cuci, pompa air, televisi, radio dan sebagainya. Uraian diatas hanya memberikan gambaran bahwa energi listrik memegang peranan strategis dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada khususnya dan manusia pada umumnya. Arti strategis adalah manusia tidak dapat hidup tanpa listrik karena dibutuhkan dalam kehidupan yang serba elektronis di zaman modern ini. Buktinya saat adanya pemadaman bergilir masyarakat merasa terganggu dan resah dengan kurangnya pasokan listrik dan kerugian yang sangat besar bagi industri yang diakibatkan oleh hal tersebut. Kecenderungan peningkatan kebutuhan energi listrik harus segera diantisipasi oleh pemerintah (BUMN dalam hal ini PLN) yang memonopoli produksi energi listrik Tanah Air. Gejala ini harus diantisipasi oleh penyedia jasa energi listrik yaitu PLN (Perusahaan Listrik Negara) dengan pembangunan pembangkit listrik baru berbahan bakar non-fosil (tidak terbaharui). Oleh karena itu, pemerintah berusaha menyosialisasikan bio-fuel dan batu bara yang dianggap sebagai solusi seiring dengan menipisnya bahan bakar minyak. Batubara sebagai alternatif baru karena diperkirakan melimpah ruah di Indonesia terutama di Pulau Kalimantan dan dapat digunakan ratusan tahun. Contoh pembangkit baru yang dibangun dengan bahan bakar batu bara Pembangkit Tanjung Jati B di Jepara.
Energi listrik merupakan energi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dan industri. Untuk pemenuhan kebutuhan ini, maka dibangunlah banyak pembangkit listrik di Indonesia. Berdasarkan jenis energi yang dikonversikan menjadi tenaga listrik, maka pembangkit energi listrik dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain yaitu : PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), PLTU (Pembagkit Listrik Tenaga Uap), PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel), PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas), PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi). Selain itu, ada juga gabungan dari dua jenis pembangkit PLTG dan PLTU yang biasa dikenal dengan nama PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap). Proses Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) terdapat peralatan yang menunjang proses produksi energi listrik. Secara umum proses dalam PLTU berdasarkan siklus Renkine (Renkine Cycle). Peralatan- peralatan utama siklus renkine adalah pompa, boiler (pemanas), turbin, generator, dan kondensor. Proses sederhana produksi listrik tenaga uap adalah dengan memanaskan air dengan menggunakan bahan bakar minyak residu/ MFO (pada boiler) sampai menghasilkan uap kering. Setelah itu, uap kering bertekanan dan bertemperatur tinggi tersebut digunakan untuk menggerakkan sudu - sudu turbin uap (sebagai penggerak mula generator) yang dikopel dengan rotor generator. Pada generator terjadi proses konversi energi dari energi mekanik menjadi energi listrik. Listrik tersebut kemudian di naikkan tegangannya menggunakan trafo step up, dan kemudian di transmisikan melalui switch yard. Salah satu peralatan yang penting dalam penyediaan listrik ke konsumen adalah generator sinkron. Sedangkan, pada saat peralatan listrik tersebut mengalami gangguan misalnya hubung singkat pada lilitannya dan sebagainya, maka diambil suatu tindakan preventif untuk mengatasi gangguan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, mutlak diperlukan suatu pemeliharaan. Salah satu pemeliharaan tersebut adalah dengan pengujian pada rotor maupun stator generator sinkron. Pada laporan ini, penulis hanya membahas pengujian rotor dan stator pada generator sinkron tiga fasa 50 MW di PLTU Unit 1 PT Indonesia Power UBP Semarang. Generator sinkron ini digunakan sebagai alat pengkonversi energi dari energi mekanik putar dari turbin ke energi listrik.
1.8.Waktu dan Lokasi Kerja Praktek Waktu dan tempat pelaksanaan kerja praktek adalah sebagai berikut : Tempat
: Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( PLTU ) Unit 1 dan 2 di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Semarang, Jalan Ronggowarsito, Komplek Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, Jawa Tengah.
Waktu
: 3 Desember 2007 sampai dengan 31 Desember 2007.
1.9.Tujuan Kerja Praktek Tujuan dari kegiatan kerja praktek ini adalah : 1. Mengetahui proses pembangkitan energi listrik di PT. Indonesia Power UBP Semarang tepatnya di PLTU Tambak Lorok. 2. Mempraktekkan apa yang telah dipelajari dibangku kuliah. 3. Belajar untuk terlibat langsung dalam dunia kerja yang sesungguhnya. 4. Mempelajari pengujian yang dilakukan pada rotor dan stator generator sinkron berkapasitas besar.
1.10.
Pembatasan Masalah Dalam penyusunan laporan kerja praktek ini, pembahasan hanya dibatasi
pada penjelasan proses PLTU, dan pengujian yang dilakukan pada rotor dan stator generator sinkron di PLTU Unit 1 PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Semarang.
1.11.
Metode Penulisan Laporan Dalam penyusunan laporan kerja praktek ini, metode yang digunakan untuk
mengumpulkan data adalah sebagai berikut : 1. Metode Interview Yaitu penyusun melakukan tanya jawab secara langsung mengenai suatu masalah yang dihadapi kepada pembimbing di lapangan. 2. Metode Observasi Yaitu terjun langsung untuk mengamati dan mencatat apa saja yang dianggap penting guna melengkapi data – data.
3. Metode Studi Literatur Data dikumpulkan dari buku pustaka yang berada di perpustakaan PT. Indonesia Power Semarang
1.12.
Sistematika Penyusunan Laporan kerja praktek ini dibagi menjadi enam bab yang saling berhubungan
satu sama lain. Adapun sistematika penulisan laporan kerja praktek ini adalah sebagai berikut: 1. BAB I PENDAHULUAN Pembahasan mengenai latar belakang dan permasalahan, waktu dan lokasi kerja pratek, tujuan kerja praktek, batasan masalah, metodologi penyusunan laporan dan sistematika laporan. 2. BAB II PROFIL DAN SEJARAH PT. INDONESIA POWER Penjelasan mengenai profil PT. Indonesia Power secara umum; mulai dari sejarah, paradigma, visi-misi, motto, tujuan dan nilai, makna bentuk dan warna logo, bisnis utama, dan PT. Indonesia Power UBP Semarang secara khusus; sejarah, fasilitas, dan struktur organisasi. 3. BAB III PROSES PRODUKSI TENAGA LISTRIK PADA
PLTU PT.
INDONESIA POWER UBP. SEMARANG Berisi tentang
proses produksi listrik
pada Pembangkit Listrik
Tenaga Gas Uap (PLTU) di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Semarang yang secara garis besar meliputi proses Renkine. 4. BAB IV TINJAUAN UMUM GENERATOR SINKRON Berisi tentang dasar teori, kontruksi, eksitasi, pengaturan tegangan, memparalelkan generator/sinkronisasi generator, kerja paralel, ayunan (swing), nilai, dan rugi-rugi dan efisiensi generator sinkron. 5. BAB V PENGUJIAN ROTOR DAN STATOR GENERATOR SINKRON 50 MW DI PLTU UNIT 1 PT INDONESIA POWER UBP SEMARANG Pembahasan mengenai sistem isolasi lilitan rotor dan stator, pengujian rotor dan stator, ulasan mengenai pengujian yang meliputi : High Potensial Test, Insulation Resistance Test, DC Leakage, Dissipation Factor, Balancing Voltage Rotor Test, Tahanan Dalam (Rd) rotor, Partial Discharge Test.
6. BAB VI PENUTUP Berisi kesimpulan mengenai pokok-pokok penting yang diperoleh selama pelaksanaan kerja praktek di PLTU Tambak Lorok PT. Indonesia Power UBP Semarang serta sumbangan saran-saran.
BAB II PROFIL DAN SEJARAH PT. INDONESIA POWER
2.7. Sejarah PT. Indonesia Power Pada awal tahun 1990-an, pemerintah Indonesia mempertimbangkan perlunya deregulasi pada sektor ketenagalistrikan. Langkah ke arah deregulasi tersebut diawali dengan berdirinya Paiton Swasta I, yang dipertegas dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 37 Tahun 1992 tentang pemanfaatan sumber dana swasta melalui pembangkit-pembangkit listrik swasta. Kemudian pada akhir tahun 1993, Menteri Pertambangan dan Energi (Mentamben) menerbitkan kerangka dasar kebijakan (Sasaran & Kebijakan Pengembang Sub Sektor Ketenagalistrikan) yang merupakan pedoman jangka panjang restrukturisasi sektor ketenagalistrikan. Sebagai penerapan tahap awal, pada tahun 1994 PLN diubah statusnya dari Perum menjadi Persero. Setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 3 Oktober 1995, PT. PLN (Persero) membentuk dua anak perusahaan yang tujuannya untuk memisahkan misi sosial dan komersial yang diemban oleh Badan Usaha Milik Negara tersebut. Salah satu dari anak perusahaan tersebut adalah PT. Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa Bali I, atau yang lebih dikenal dengan nama PLN PJB I. Anak perusahaan ini ditujukan untuk menjalankan usaha komersial pada bidang pembangkitan tenaga listrik dan usaha-usaha lain yang terkait. Pada tanggal 3 Oktober 2000, bertepatan dengan ulang tahunnya yang kelima, Manajemen Perusahaan secara resmi mengumumkan perubahan nama PLN PJB I menjadi PT. Indonesia Power. Perubahan nama ini merupakan upaya untuk menyikapi persaingan yang semakin ketat dalam bisnis ketenagalistrikan dan sebagai persiapan untuk privatisasi perusahaan yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Walaupun sebagai perusahaan komersial di bidang pembangkitan yang baru didirikan pada pertengahan 1990-an, PT. Indonesia Power mewarisi sejumlah aset berupa pembangkit dan fasilitas-fasilitas pendukungnya. Pembangkit-pembangkit tersebut memanfaatkan teknologi modern berbasis komputer dengan menggunakan beragam energi primer seperti air, batubara, panas bumi dan sebagainya. Namun demikian, dari pembangkit-pembangkit tersebut, ada pula pembangkit paling tua Indonesia seperti PLTA Plengan, PLTA Ubrug, PLTA Ketenger dan sejumlah PLTA lainnya yang dibangun pada 1920-an dan sampai sekarang masih beroperasi. Dari
uraian diatas, dapat dipandang bahwa secara kesejarahan pada dasarnya usia PT. Indonesia Power sama dengan keberadaan listrik di Indonesia. PT. Indonesia Power merupakan perusahaan pembangkit tenaga listrik terbesar di Indonesia (9.040 MW) dengan 8 Unit Bisnis Pembangkitan Utama di beberapa lokasi strategis di Pulau Jawa dan Bali. Unit-unit Bisnis Pembangkitan tersebut adalah: Priok, Suralaya, Saguling, Kamojang, Mrica, Semarang, Perak & Grati, dan Bali. UBP Semarang memiliki tiga jenis pembangkit yaitu PLTGU (Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap), PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas ), dan PLTU (Pembangkit Listrik
Uap). Dengan kapasitas terpasang 1496 MW, Unit Bisnis
Pembangkitan Semarang memegang peranan penting dalam menjaga keandalan mutu sistem kelistrikan Jawa-Bali, memberikan kontribusi 16,71 % dari keseluruhan kapasitas terpasang pembangkit yang dimiliki PT Indonesia Power. PLTGU merupakan pembangkit jenis combined cycle. Pembangkit jenis ini menggunakan gas panas pembuangan dari pembangkit tenaga gas untuk memanaskan air dalam pipa-pipa HRSG menjadi uap untuk menggerakan turbin uap. Penggunaan teknologi combined cycle menjadi operasi pembangkit lebih efisien sebab cara ini memanfaatkan gas panas pembuangan pembangkit listrik primer menjadi tenaga listrik pada tahap sekunder. Selain itu pembangkit tenaga gas merupakan pembangkit yang akrab dengan limbah lain yang sangat rendah. Jadi selain efisien jenis pembangkit ini juga merupakan bukti kepedulian terhadap lingkungan. Sedangkan PLTU menggunakan bahan bakar minyak (residu) untuk memanaskan air pada boiler melalui closed loop dan efisiensinya lebih besar daripada PLTGU.
2.8.Paradigma, Visi, Misi, Motto, Tujuan dan Nilai PT. Indonesia Power PT. Indonesia Power sebagai perusahaan memiliki paradigma, visi, misi, motto, dan tujuan. 2.2.1. Paradigma Paradigma adalah suatu kerangka berpikir yang melandasi cara seseorang menilai sesuatu. Paradigma dari PT. Indonesia Power adalah “Bekerja dan berusaha untuk meningkatkan nilai Perusahaan bagi kepentingan Stakeholder (pihak terkait) ”.
2.2.2. Visi Visi PT.Indonesia Power adalah menjadi perusahaan publik dengan kinerja kelas dunia dan bersahabat dengan lingkungan. Penjabaran Visi : 1. Maju, berarti perusahaan bertumbuh dan berkembang sehingga menjadi perusahaan yang memiliki kinerja setara dengan perusahaan sejenis di dunia. 2. Tangguh, memiliki sumber daya yang mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan dan sulit disaingi. Sumber daya PT. Indonesia Power berupa manusia, mesin, keuangan maupun sistem kerja berada dalam kondisi prima dan antisipatif terhadap setiap perubahan. 3. Andal, sebagai perusahaan yang memiliki kinerja memuaskan stakeholder. 4. Bersahabat dengan lingkungan, memiliki tanggung jawab sosial dan keberadaannya bermanfaat bagi lingkungan. 2.2.3. Misi Misi PT. Indonesia Power adalah melakukan usaha dalam bidang pembangkitan tenaga listrik dan mengembangkan usaha-usaha lain yang berkaitan berdasarkan kaidah industri dan niaga yang sehat, guna menjamin keberadaan dan pengembangan perusahaan dalam jangka panjang. 2.2.4. Motto Motto PT. Indonesia Power adalah Bersama...kita maju. 2.2.5. Tujuan Tujuan PT. Indonesia Power adalah : 1. Memberikan nilai tambah bagi pelanggan, karyawan, dan pemilik. 2. Menghasilkan
keuntungan
yang
menjamin
pertumbuhan
yang
berkesinambungan. 3. Mencapai tingkat kinerja setara dengan perusahaan pembangkitan tenaga listrik kelas dunia. 4. Membangun budaya perusahaan yang memilik nilai-nilai : Profesional, Harmoni, Pelayanan Prima, Peduli, Pembelajar, dan Inovatif.
2.2.6. Tujuh Nilai Perusahaan : IP-HaPPPI 1. Integritas Sikap moral yang mewujudkan tekad untuk memberikan yang terbaik kepada Perusahaan. 2. Profesional Menguasai pengetahuan, ketrampilan, dan kode etik sesuai dengan bidang pekerjaannya. 3. Harmoni Serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kualitas pribadi, hubungan dengan stakeholder, dan hubungan dengan lingkungan hidup. 4. Pelayanan Prima Memberi pelayanan yang memenuhi kepuasan melebihi harapan stakeholder. 5. Peduli Peka-tanggap dan bertindak untuk melayani stakeholder serta memelihara lingkungan sekitar. 6. Pembelajar Terus-menerus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta kualitas diri yang mencakup fisik, mental, sosial, agama, dan kemudian berbagi dengan orang lain. 7. Inovatif Terus-menerus dan berkesinambungan menghasilkan gagasan baru dalam usaha melakukan pembaharuan untuk penyempurnaan baik proses maupun produk dengan tujuan peningkatan kinerja.
2.3.
Makna Bentuk dan Warna Logo Logo PT. Indonesia Power adalah sebagai berikut :
Makna bentuk dan warna logo PT. Indonesia Power (perusahaan) merupakan cerminan identitas dan lingkup usaha yang dimilikinya.
Secara keseluruhan nama Indonesia Power merupakan nama yang kuat untuk melambangkan lingkup usaha perusahaan sebagai power utility company di Indonesia. Walaupun bukan merupakan satu-satunya power utility company di Indonesia, namun karena perusahaan memiliki kapasitas terbesar di Indonesia bahkan di kawasannya , maka nama Indonesia Power dapat dijadikan brand name. Bentuk : 1. Karena nama yang kuat, INDONESIA dan POWER ditampilkan dengan menggunakan dasar jenis huruf (font) yang tegas dan kuat : FUTURA BOOK / REGULAR dan FUTURA BOLD. 2. Aplikasi bentuk kilatan petir pada huruf “O” melambangkan “TENAGA LISTRIK” yang merupakan lingkup usaha utama perusahaan. 3. Titik / bulatan merah (red dot) di ujung kilatan petir merupakan simbol perusahaan yang telah digunakan sejak masih bernama PT. PLN PJB I. Titik ini merupakan simbol yang digunakan di sebagian besar materi komunikasi perusahaan. Dengan simbol yang kecil ini, diharapkan identitas perusahaan dapat langsung terwakili. Warna : 1. Merah Diaplikasikan pada kata “INDONESIA”, menunjukkan identitas yang kuat dan kokoh sebagai pemilik sumber daya untuk memproduksi tenaga listrik, guna dimanfaatkan di Indonesia dan juga di luar negeri. 2. Biru Diaplikasikan
pada
kata
“POWER”.
Pada
dasarnya
warna
biru
menggambarkan sifat pintar dan bijaksana, dengan aplikasi pada kata “POWER”, maka warna ini menunjukkan produk tenaga listrik yang dihasilkan perusahaan memiliki ciri-ciri yaitu berteknologi tinggi, efisien, aman dan ramah lingkungan.
2.4.
Bisnis Utama PT. Indonesia Power Sesuai dengan tujuan pembentukannya, Indonesia Power menjalankan bisnis
pembangkit tenaga listrik sebagai bisnis utama di Jawa dan Bali. Saat ini, Indonesia Power memasok lebih dari separuh atau sekitar 54 % kebutuhan pangsa pasar tenaga
listrik sistem Jawa-Bali. Kemampuan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa Indonesia Power merupakan pembangkit yang memiliki sejumlah pembangkit yang terdiri dari 132 unit pembangkit dan fasilitas pendukung lainnya. Dengan kapasitas terpasang total sebesar 9040 MW. Ini merupakan kapasitas terbesar yang dimiliki perusahaan di Indonesia atau yang ketiga terbesar di dunia. PT. Indonesia Power sendiri mempunyai kapasitas yang terpasang per-unit bisnis pembangkit yang dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel. 2.1 Kapasitas Terpasang per-Unit Bisnis Pembangkitan
Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya Priok Saguling Kamojang Mrica Semarang Perak-Grati Bali Total PT. Indonesia Power
Kapasitas 3.400 1.563 798 360 306 1.469 864 335 9.095
Untuk produksi listrik pada unit-unit bisnis pembangkitan dari tahun 2000 sampai dengan semester 1 tahun 2006 dapat dilihat pada tabel 2.2. Tabel 2.2 Produksi listrik pada Unit-unit Bisnis Pembangkitan Unit Bisnis Pembangkitan Suralaya Priok Saguling Kamojang Mrica Semarang Perak-Grati Bali Jumlah
2000 21.212 7.457 2.656 2.728 1.121 4.799 67 526 40.487
2001
2002
2003
2004
2005
21.063 6.914 3.392 2.908 1.173 4.558 476 503 40.987
21.449 6.787 2.683 3.056 826 5.096 931 1.022 41.849
23.462 7.248 2.098 2.804 869 5.146 1.534 1.214 44.374
22.711 6.797 2.366 2.988 892 5.524 1.745 1.394 44.417
24.520 6.961 2.903 2.870 960 5.782 2.959 1.367 48.322
SM I 2006 11.714 3.841 1.179 1.316 600 2.552 964 716 22.882
Sedangkan dalam menyuplai kebutuhan tenaga listrik di Jawa –Bali dari tahun 1999 sampai 2005, tidak hanya PT. Indonesia Power yang menyuplai tetapi juga pembangkit lain di Jawa-Bali yaitu IPP ,PT. PMT ,dan PT. PJB seperti pada tabel 2.3
Tabel 2.3 Daya Terpasang (MW) Sistem Jawa Bali Perusahaan PT. Indonesia Power PT. PJB PT. PMT IPP Jumlah
1999 37.054 27.095 0 3.752 67.901
2000 40.486 26.115 0 8.225 74.826
2001 40.987 27.828 0 12.409 81.224
2002 41.849 26.902 0 17.738 86.489
2003 44.374 26.417 0 19.151 89.941
2004 44.417 27.883 900 22.293 95.493
2005 48.322 26.137 2.064 23.435 99.958
Dari data diatas tampak bahwa kebutuhan beban dari tahun ke tahun semakin meningkat. Sedangkan dalam menyuplai kebutuhan tenaga listrik di PT. Indonesia Power berdasarkan jenis pembangkitnya dari tahun 2000 sampai tahun 2006 semester I berdasarkan tabel 2.4 Tabel 2.4 Daya yang dihasilkan PT. Indonesia Power didasarkan pada jenis pembangkit Jenis Pembangkitan PLTA PLTD PLTG PLTP PLTU PLTGU Jumlah
2000
2001
2002
2003
2004
2005
3.777 93 466 2.649 23.125 10.377 40.487
4.564 72 484 2.908 23.125 9.834 40.987
3.509 92 1.035 3.056 23.308 10.849 41.849
2.968 66 1.608 2.804 25.718 11.211 44.374
3.258 71 1.942 2.988 24.871 11.284 44.417
3.863 136 1.976 2.870 26.457 13.020 48.322
SM I 2006 1.779 59 908 1.316 12.508 6.312 22.882
Dari data diatas tampak bahwa daya terbesar dihasilkan oleh PLTU, dan daya terkecil dihasilkan oleh PLTD dari tahun 2000 sampai tahun 2006 semester I di PT. Indonesia Power.
2.5.
PT. Indonesia Power UBP Semarang
2.5.1. Sejarah PT. Indonesia Power UBP Semarang PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Semarang Sebelumnya adalah PLN Sektor Semarang yang didirikan pada tanggal 5 Oktober 1979 sesuai dengan SK Pimpinan PLN Wilayah XIII No. 001/PW XIII/79 yang disempurnakan dengan SK pimpinan PLN Wilayah XIII No. 03/PW XIII/81 tanggal 1 Juli 1981 dengan pengelolaan unit PLTU yaitu Unit 1 dan 2 sebesar 2 x 50 MW. Kemudian ditambah PLTG Unit 1, 2, 3 (14 MW; 19,45 MW; 20,1 MW) yang terletak di Pandean Lamper dan unit 4 (21,35 MW) yang terletak di Tambak Lorok, Serta PLTU unit 3 yang berkapasitas 200 MW. Untuk PLTG unit 1 dan 2 sudah tidak
beroperasi, sedangkan unit 3 dipindah ke Ujung Pandang (Sulawesi Selatan) dan unit 4 dipindah ke Padang (Sumatra Barat). Mulai tanggal 3 Februari 1983 PLN Semarang masuk ke dalam jajaran Pembangkit Jawa Bali I (PJB I) sesuai dengan SK Direksi No. 016/DIR/83, kemudian sejak bulan November 1994 ditambah 1 blok PLTG yang terdiri dari 3 unit pembangkit PLTG (3 x 109,65 MW). Tahun 1996 ditambah lagi 1 blok PLTG (3 x 109,65 MW) dan pada tahun 1997 dilengkapi dengan PLTU nya (2 x 188). Kemudian sejak tanggal 3 Oktober 2000 atau bertepatan dengan peringatan ulang tahunnya yang ke-5 PLN PJB I Unit Pembangkit Semarang berubah nama menjadi PT. Indonsia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Semarang. Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Semarang memegang peranan yang sangat penting dalam menjaga keandalan dan mutu sistem kelistrikan Jawa-Bali terutama di Jawa Tengah, memberikan kontribusi 16,71 % dari keseluruhan kapasitas terpasang pembangkit yang dimiliki oleh PT. Indonesia Power. Daya yang terpasang di Unit Bisnis Pembangkitan Semarang ini adalah sebagai berikut pada tabel 2.5: Tabel 2.5 Kapasitas terpasang PT Indonesia Power UBP Semarang
Mesin Pembangkit
Daya Terpasang
Merek Mesin
Tahun Operasi
Tambak Lorok 1
50,00 MW
GE
25-09-1978
Tambak Lorok 2
50,00 MW
GE
17-10-1978
Tambak Lorok 3
200,00 MW
Mitsubishi
02-07-1983
Tambak Lorok GTG 1.1
109,65 MW
GE
31-08-1993
Tambak Lorok GTG 1.2
109,65 MW
GE
03-10-1993
Tambak Lorok GTG 1.3
109,65 MW
GE
21-10-1993
Tambak Lorok STG 1.0
188,00 MW
GE
27-11-1997
Tambak Lorok GTG 2.1
109,65 MW
GE
24-07-1996
Tambak Lorok GTG 2.2
109,65 MW
GE
30-08-1996
Tambak Lorok GTG 2.3
109,65 MW
GE
04-09-1996
Tambak Lorok STG 2.0
188,00 MW
GE
16-05-1997
Sunyaragi 1
20,03 MW
Alsthom
06-06-1976
Sunyaragi 2
20,03 MW
Alsthom
21-01-1976
Sunyaragi 3
20,10 MW
Alsthom
26-01-1976
PLTU
PLTGU
PLTG
Sunyaragi 4
20,10 MW
Alsthom
30-12-1976
Cilacap 1
29,00 MW
Westinghouse
26-08-1996
Cilacap 2
26,00 MW
Westinghouse
15-10-1996
Total Daya Terpasang
1468,21 MW
2.5.2. Lokasi PT. INDONESIA POWER Unit Bisnis Pembangkitan Semarang terletak di sebelah timur Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, sebelah utara kota Semarang dengan menempati areal seluas 400.000 m2. Pemilihan lokasi yang dekat dengan pantai adalah karena dalam pengoperasian PLTU memerlukan air yang cukup banyak, selain itu untuk memudahkan transportasi untuk mengangkut bahan bakar yang digunakan PLTU dengan kapal laut. PT. INDONESIA POWER
U
Gambar 2.1 Lokasi PT. Indonesia Power UBP Semarang
2.5.3. Fasilitas yang Terdapat pada Kompleks Pembangkit Fasilitas-fasilitas untuk mendukung berlangsungnya pembangkitan listrik di PT. Indonesia Power UBP Semarang Tambak Lorok antara lain: 1. Switch yard 150 KV 2. Bangunan intake dan chlorination 3. Bangunan gedung bengkel 4. Bangunan garasi
5. Rumah jaga 6. Bangunan desalination dan water treatment 7. Bangunan pemadam kebakaran 8. Bangunan hydrogen plant, package steam 9. Bangunan control building 10. Fasilitas penyediaan, penyimpan dan pengolahan air (supply, storage and treatment facility) 11. Bangunan utama pembangkit 12. Fasilitas bahan bakar minyak (fuel oil facility) 13. Fasilitas dok (dock facility) 14. Fasilitas jalan (road)
Gambar 2.2 Tata letak fasilitas PT. Indonesia Power UBP Semarang
Utilitas merupakan bagian dari suatu pabrik yang bertujuan menyediakan kebutuhan- kebutuhan yang mendukung proses sebagai sarana untuk memperlancar operasi PLTU dan PLTGU serta kebutuhan lainnya.
2.5.4. Struktur Organisasi dan Personalia Struktur Organisasi PT. INDONESIA POWER UBP SEMARANG dapat dilihat dalam Gambar 2.3. Struktur Organisasi Unit Bisnis Pembangkitan Semarang
Bagan Susunan Jabatan Bidang Pemeliharaan Unit Bisnis Pembangkitan Semarang
Gambar 2.3 Struktur organisasi PT. Indonesia PowerUBP Semarang
Tugas – tugas dalam struktur organisasi PT. Indonesia Power : 1. General Manager General Manager merupakan pimpinan perusahan dan penanggung jawab
tertinggi
terhadap
seluruh
kegiatan
perusahaan.
Bertugas
mengkoordinasikan seluruh kegiatan dengan manajer bidang sehingga perusahaan menjadi maju. 2. Manajer Operasi dan Niaga Manajer Operasi dan Niaga bertanggung jawab dalam bidang pengoperasian unit pembangkit sehingga unit menghasilkan produk energi listrik sampai dengan pemasaran atau penjualan hasil energi listrik yang didapatkan. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh: a. Supervisor Senior Pengendalian Niaga Memsuspensi pengendalian niaga dan pelaksanaan pngendalian niaga. b. Supervisor Senior kimia dan Bahan Bakar Mensupervisi, mengelola, dan mengurus bahan bakar, kimia, termasuk mengrus klaien ats penerimaan bahan bakar. c. Staf Kinerja Membantu manager operasi dan niaga dalam evaluasi dan kinerja operasi serta merencanakan rencana kerja anggaran (RKA) rutin maupun non rutin. d. Staf Keandalan Membantu mnager opri dan naga dalam mengoptimalkan operasi pusat pembangkitan dan menganalisis gangguan pusat pembangkitan serta menemukan solusi permsalahan srta membuat usulan perbaikannya. 3. Manajer Pemeliharaan Mengelola, mengurus dan mengkoordinasikan kegiatan pemeliharaan unit pembangkitan sesuai target kinerja dan kebijakan yang ditetapkan manager unit serta membina SDM-nya. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh: a. Supervisor Senior Pemeliharaan Mesin
Mensuspensi pelaksanaan intaalasi mesin dan alat bantuannya, termaasuk daftar kebutuhan, suku cadang, material. Peralatan kerja, kebutuhan jasa, tenaga kerja, termasuk pengendalian kinerja bawahannya. b. Supevisor Senior Pemeliharaan Listrik Mensupervisi pelaksanaan instalasi listik dan alat bantuannya, termasuk daftar kebutuhan, suku cadang, material, peralatan kerja, kebutuhan jasa, tenaga kerja, serta anggarannya. c. Supervisor Senior Harian Kontrol dan Instrumen Mensupervisi pekerjaan pemeliharaan peralatan kontrol dan instrumen termasuk mengusulkan daftar kebutuhan suku cadang, material, perawatan kerja, kebutuhan jasa, tenaga kerja, dan anggaran yang dierlukan. 4. Manajer Logistik Manajer Logistik bertanggung jawab atas pemenuhan semua kebutuhan perusahaan termasuk sarana yang diperlukan untuk kelangsungan proses produksi listrik. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh: a. Supervisor Senior Perencanaan Logistik b. Supervisor Senior Pengadaan Barang/Jasa c. Supervisor Senior Gudang 5. Manajer Sistem dan SDM Manajer Sistem dan SDM bertugas mendukung General Manager dalam mengelola bidang SDM, membangun dan memelihara citra positif perusahaan dalam pandangan masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh: a. Supervisor Senior Administrasi Kepegawaian b. Supervisor Senior Sistem Informasi c. Staf Perencanaan SDM dan Formasi d. Staf Kinerja Pegawai dan Budaya Perusahaan e. Staf Pengembangan Kompetisi dan Diklat f. Staf Managemen Mutu Pelaksanaan Pengembangan SDM
6. Manajer Keuangan Manajer Keuangan bertanggung jawab atas seluruh kegiatan anggaran keuangan dan akuntansi unit serta administrasi umum sesuai sasaran, strategi, kebijakan dan program-program unit. Dalam pelaksanaannya dibantu manajer keuangan dibantu oleh: a. Supervisor Senior Anggaran Mensuspensi Tata usaha anggaran dan meyakinkan bahwa setiap pelaksana telah menghayati dan mengerti atas tugas-tugas yang diberikan. b. Supervisor Senior Keuangan Mensupervisi tata usaha keuangan dan meyakinkan bahwa setiap pelaksana telah menghayati dan mengerti atas tugas-tugas yang diberikan dan kelancaran tata laksana keuangan, serta membuat lapran sesuai dengan bidang tugasnya. c. Supervisor Senior Akuntansi Mensupervisi dan menyelenggarakan proses akuntansi perusahaan sesuai ketentuan yang berlaku meliputi penyusunan jurnal, buku besar dan laporan keuangan termasuk menganalisis, mengevaluasi dan menyajikan data dan laporan finansial lainnya yang dibutuhkan managemen, mengendalikan dan menilai bawahan dalam bidang tugasnya. 7. Manajer Humas Manajer Humas bertugas mengurusi hubungan antara perusahaan dengan pihak luar dalam berbagai bidang yang turut mendukung kemajuan bagi perusahaan. Dalam pelaksanaannya dibantu oleh: a. Supervisor Senior Sekretariat dan Rumah Tangga Mensupervisi tat laksana sekretaris dan rumah tangga termasuk menyusun RKA dalam bidangnya meliputi: pengadaan dan pemeliharaan sarana dan fasilitas kerja, pelayanan rumah tangga kantor dan kendaraan serta mengadakan kerja sama dengan pihak-pihak terkait dalam penanganan masalah keamanan. b. Supervisor Senior Humas dan Lingkungan c. Supervisor Senior K3 dan Keamanan.
8. Manajer Unit Manajer Unit baik PLTG Sunyaragi, PLTG Cilacap bertanggung jawab tentang kegiatan operasi masing-masing unit pembangkitan dan bertanggung jawab langsung kepada General Manajer.
2.6 Lingkungan PT Indonesia Power UBP Semarang Saat ini, semua Unit Bisnis Pembangkitan di PT. Indonesia Power telah dilengkapi dengan dokumen AMDAL dan diimplementasikan melalui Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Linkungan. Laporan Rencana pengolahan dan pemantauan tersebut setiap bulan dilaporkan ke BAPEDAL Pusat. PT. Indonesia Power secara bertahap telah menerapkan ISO 14001 (Sertifikat Sistem Manajemen Lingkungan) di seluruh unit pembangkitnya, mulai dari UBP Saguling dan disusul UBP Mrica. Kemudian PT. Indonesia Power memberikan
prioritas
yang
sama
terhadap
perlindungan
lingkungan,
pembangunan masyarakat, keamanan maksimum, produk berkualitas tinggi, dan efisien komersial yang optimal. Kegiatan tersebut merupakan aktivitas yang mencerminkan perhatian terhadap masa depan. PT. Indonesia Power juga secara terus -menerus berusaha memanfaatkan energi terbaru yang ramah lingkungan, mengingat semakin menipisnya sumber daya minyak. Selain itu, PT. Indonesia Power juga memasang perangkat untuk mengatasi pencemaran yaitu CEMS (Continous Emission Monnitoring System) serta perusahaan mengantisipasi terhadap pencemaran udara akibat gas buang serta mengurangi tingkat kebisingan unit-unit pembangkit. Terhadap masyarakat PT. Indonesia Power juga memberikan sumbangan dan bakti sosial untuk kelompok masyarakat, terutama mereka yang bermukim di dekat unit-unit pembangkitan.
BAB III PROSES PRODUKSI TENAGA LISTRIK PADA PLTU PT. INDONESIA POWER UBP SEMARANG
3.5.
Pendahuluan PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkit Semarang sebagai penghasil
listrik berskala besar, secara garis besar berfungsi sebagai
:
A.
Pembangkit / Pusat Listrik Tenaga Uap ( PLTU ).
B.
Pembangkit / Pusat Listrik Tenaga Gas ( PLTG ).
C.
Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) / Combined Cycle.
PLTU dan PLTG mempunyai beberapa perbedaan yang mengarah pada keuntungan dan kerugian masing-masing. Berikut perbandingan antara PLTU dan PLTG : Tabel 3.1 Perbandingan PLTU dan PLTG
No
Uraian
PLTU
PLTG
1
Biaya Pembangunan
Tinggi
Rendah
2
Waktu Pembangunan
Lama
Cepat
3
Lokasi
Luas
Sempit
4
Kapasitas
Besar
Sedang
5
Biaya Operasi
Sedang
Tinggi
6
Kebutuhan Air Pendingin
Banyak
Tidak Ada
7
Sistem Pembebanan
Tetap
Bervariasi
8
Waktu Start Sampai Beban Penuh
Lama
Cepat
9
Temperatur Kerja
Sedang
Tinggi
10
Jumlah Operator
Banyak
Sedikit
Sedangkan, pada PLTGU sistem yang digunakan adalah menggabungkan (combine) dari PLTU dan PLTG sehingga dalam proses produksi tenaga listrik menjadi lebih efisien yaitu dengan memanfaatkan gas buang dari PLTG untuk memanaskan air dan memutar turbin uap pada PLTU.
Dalam Laporan Kerja Praktek ini, Penulis hanya akan menjelaskan proses produksi listrik pada PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Semarang sebagai Pusat Tenaga Listrik Uap ( PLTU ) sesuai dengan pembatasan pokok bahasan karena objek Kerja Praktek yang diambil penulis berada pada PLTU Unit 1.
3.6.
Kemampuan Unit Pusat Listrik Tenaga Uap (Closed Loop) menggunakan uap kering sebagai
penggerak turbin uap dan kemudian dikopel dengan rotor generator sinkron 50 MW (daya terpasang). Listrik tersebut ditransmisikan ke switchyard melalui generator transformer (GT) yang kemudian diinterkoneksikan ke sistem 150 kV. Pusat Listrik Tenaga Uap PT. Indonesia Power terdiri atas 3 STG (Steam Turbin Gas) / Unit yaitu: Ø
Unit 1 dengan kapasitas 50 MW/ 11,5 kV
Ø
Unit 2 dengan kapasitas 50 MW/ 11,5 kV
Ø
Unit 3 dengan kapasitas 200 MW/ 18 kV
Kapasitas daya ketiga unit diatas adalah kapasitas daya terpasang.
3.7.
Proses PLTU 3.3.1 Siklus Rankine Siklus dasar yang praktis untuk turbin PLTU adalah siklus Rankine. Secara
sederhana siklus Rankine yang ideal dapat diperlihatkan pada gambar 3.1.a dan b. Sedangkan untuk diagram aliran siklus Rankine dalam suatu pembangkitan dapat dilihat pula pada gambar 3.2.
Gambar 3.1 Siklus Rankine Ideal, (a) diagram temperatur dengan entropy (T-s) fluida, (b) diagram antara enthalpy dengan entropy (h-s)
Pada siklus Rankine, untuk proses 1 – 2 merupakan proses yang terjadi pada turbin uap, dimana kondisi uap yang masuk ke turbin adalah bertekanan tinggi (P1) dan bertemperatur tinggi atau merupakan uap kering (superheated vapor). Dengan asumsi bahwa proses yang berlangsung di dalam turbin adalah proses isentropik, maka uap yang keluar dari turbin akan menjadi uap jenuh. Proses 1 – 2 (isentropik) dimana energi potensial uap akan menghasilkan energi putaran poros turbin, sehingga pada proses ini merupakan proses yang menghasilkan daya luaran (Wout)
Gambar 3.2. Diagram aliran siklus Rankine
Pada proses 2 – 3 merupakan proses yang berlangsung di dalam kondensor pada tekanan konstan (isobarik). Kondensor berguna untuk mengembunkan uap jenuh yang berasal dari turbin menjadi air (cair jenuh). Untuk memudahkan proses kondensasi, tekanan pada kondensor diusahakan dibawah tekanan atmosfer. Pada kondensor terjadi proses pelepasan kalor (Qout). Proses 3 – 4 merupakan proses pemompaan untuk menaikan tekanan fluida (cair jenuh) secara isentropik. Pada proses ini terjadi proses pemasukan kerja ke dalam (Win) sistem karena proses pemompaan air yang dihasilkan dari proses kondensasi oleh kondensor. Tekanan yang dihasilkan sama dengan tekanan uap yang masuk ke turbin. Proses 4 – 1 merupakan proses untuk menghasilkan uap sesuai dengan kebutuhan turbin. Proses ini berlangsung pada boiler secara isobarik, dimana untuk menguapkan air tersebut dibutuhkan masukan panas tertentu (Qin). pada proses 4 – 5 memperlihatkan
percampuran
antara
liquid
bertemperatur
rendah
dengan
bertemperatur tinggi. Sedangkan pada titik 4 menunjukan keadaan cair (liquid) yang tak berubah massa jenisnya karena ditingkatkan tekanannya.
Nilai efisiensi dari siklus ini merupakan perbandingan antara energi keluaran dengan energi masukan. Energi keluarannya merupakan jumlah bersih pengurangan energi yang dihasilkan turbin dikurangi energi yang diberikan ke pompa. Maka nilai efisiensi siklus ini adalah sebagai berikut : η netto = di mana, Q1,2
Q1, 2 - Q3,4 Q4,1
atau η netto =
(H 2 - H 1 ) - ( H 4 - H 3 ) (H 1 - H 4 )
(3-1)
= Energi yang dihasilkan oleh turbin (KJ)
Q3,4
= Energi yang diberikan oleh pompa ke sistem (KJ)
Q4,1
= Energi yang dibutuhkan oleh boiler (KJ)
H1
= Enthalpy pada saat uap memasuki turbin (KJ/detik)
H2
= Enthalpy pada saat uap meninggalkan turbin (KJ/detik)
H3
= Enthalpy pada saat uap memasuki pompa (KJ/detik)
H4
= Enthalpy pada saat uap meninggalkan pompa (KJ/detik)
3.3.2
Produksi Listrik Pada PLTU
Proses sederhana produksi listrik tenaga uap adalah dengan memanaskan air dengan menggunakan bahan bakar minyak residu/ MFO (pada boiler) sampai menghasilkan uap kering. Setelah itu, uap kering bertekanan dan bertemperatur tinggi tersebut digunakan untuk menggerakkan sudu - sudu turbin uap (sebagai penggerak mula generator) yang dikopel dengan rotor generator. Pada generator terjadi proses konversi energi dari energi mekanik menjadi energi listrik. Listrik tersebut kemudian di naikkan tegangannya menggunakan trafo step up, dan kemudian di transmisikan melalui switch yard.
Sedangkan untuk proses lengkapnya adalah sebagai berikut
Gambar 3.3. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
Pada prinsipnya, PLTU mempunyai sistem/ siklus aliran (secara ringkas dapat di lihat pada gambar 3.3) , yaitu meliputi: Air laut di pompa menggunakan Circulating Water Pump (CWP) diproses menjadi air murni ( desalination ) dipanaskan pada ketel uap (boiler) dengan menggunakan burner. Pada proses pemanasan digunakan bahan bakar berupa solar untuk tahap start up dan residu untuk operasi normal. Pemanasan air tersebut melalui beberapa tahap pemanasan (heater) yaitu LP heater, daerator, HP heater, economizer, dan superheater sampai menghasilkan uap panas kering yang bertekanan dan bertemperatur tinggi. Kemudian, uap kering tersebut digunakan untuk memutar sudu-sudu pada turbin. Rotor generator yang dikopel dengan turbin akan ikut berputar sehingga dapat menghasilkan energi listrik dengan bantuan penguat / exciter pada rotor generator. Tegangan listrik yang dihasilkan dinaikkan oleh GT (Generator Transformer) dari 11,5 KV menjadi 150 KV kemudian disalurkan melalui saluran transmisi 150 KV. Dan juga disalurkan ke MAT (Main Auxillary Transformers) yang digunakan untuk pemakaian sendiri saat keadaan normal yang tegangannya 11,5 KV dari generator diturunkan menjadi 4,16 KV. Sedangkan, jika saat
keadaan abnormal
menggunakan transformator RAT (Reserve Auxillary Transformers).
3.3.2.1 Siklus Air dan Uap Bahan baku utama dalam proses PLTU adalah air laut. Air laut terlebih dahulu disaring oleh Bar Screen dan Travelling Screen dan kemudian diinjeksikan chlorine agar hewan –hewan laut dan kotoran tidak terbawa aliran air (proses intake). Air tersebut kemudian dipompa oleh Circulating Water Pump ( CWP ) yang sebagian besar digunakan sebagai media pendingin pada condenser dan Auxiliary Cooling Water ( ACW ) dan sebagian lagi disalurkan pada Desalination Evaporator. Pada Desalination Evaporator air laut diubah menjadi air tawar melalui proses penguapan bertingkat dengan menggunakan uap bantu ( Auxiliary Steam ). Proses desalination ini bertujuan untuk memisahkan air dengan kadar garam yang terkandung agar tidak terjadi korosi pada pipa-pipa. Setelah menjadi air tawar kemudian dipompa oleh Destilate Water Pump untuk mengisi tangki. Kemudian, dipompa lagi menuju Demineralizer untuk diubah menjadi air murni dengan cara menginjeksikan resin anion dan kation. Lalu air murni tersebut ditampung di Demin Water Tank. Air pada Demin Water Tank dipompa menggunakan Demin Water Pump menuju condensor bersatu dengan Water Condensate. Air dari condenser dipompa oleh Condensate Pump menuju Low Pressure Heater untuk dipanaskan dengan menggunakan uap extraction steam . Setelah melalui pemanasan pada LP Heater, air tersebut menuju Deaerator. Deaerator berfungsi untuk memisahkan oksigen dari air karena oksigen dapat menimbulkan korosi pada pipa-pipa. Air dari deaerator dipompa oleh Boiler Feed Pump menuju High Pressure Heater untuk dipanaskan lagi dengan menggunakan uap extraction steam. Setelah melalui pemanasan pada HP Heater, air menuju ke economizer untuk dipanaskan sehingga suhu air pengisi boiler hampir mendekati suhu yang diinginkan pada boiler. Pemanasan tersebut bertujuan agar tidak terjadi thermal stress pada pipa-pipa. Kemudian uap kering menuju ke steam drum untuk ditampung dan dibagi ke pipa-pipa penguapan pada boiler. Dari steam drum dihasilkan uap jenuh (basah), uap basah tersebut masih mengandung titik-titik air (uap basah) sehingga perlu diproses lagi guna menghindari kerusakan pada turbin. Oleh karena itu, uap tesebut dipanaskan lagi oleh super heater menghasilkan uap kering.
Uap yang dihasilkan dialirkan melalui Main Stop Valve ( MSV ) dan Generator Valve untuk memutar turbin. Kemudian uap bekas tersebut didinginkan oleh air laut pada Condensor (kondensasi) yang kemudian divakumkan sehingga uap turun dari turbin dan ditampung pada Hot Well (sumur panas) bersatu dengan demin water. Siklus tersebut berjalan secara berulang-ulang dalam rangkaian siklus tertutup.
3.3.2.2 Siklus Udara dan Gas Pembakaran Udara yang dibutuhkan dalam proses pembakaran disuplai oleh Force Draftt Fan (FD Fan) dan dipanaskan pada Air Preheat Coil (APC) . Air Preheat Coil dirancang untuk mempertahankan temperature udara pada temperature ratarata gas buang yaitu sebesar 114 0C . Kemudian udara menuju Air Heater untuk dipanaskan kembali . Pada Air Heater, media pemanas yang digunakan adalah gas panas bekas pembakaran pada boiler. Dari Air Heater, udara dialirkan menuju Wind Box yang kemudian mengalir melalui register bercampur dengan bahan bakar sehingga terjadilah pembakaran di furnace boiler (tempat pembakaran). Gas keluaran dari ruang bakar digunakan sebagai pemanas udara pada Air Heater yang kemudian dibuang melalui cerobong / stack.
3.3.2.3 Siklus Bahan Bakar Bahan bakar pada PLTU menggunakan minyak residu / MFO ( Main Fuel Oil) yang dialirkan dari kapal tongkang menuju pumping house kemudian dipompakan menuju Fuel Oil Tank. Kemudian, MFO dipompakan menuju Fuel Oil Heater untuk dipanaskan dengan menggunakan uap bantu (Auxiliary Steam). Kemudian residu menuju ke burner untuk dikabutkan dan digunakan untuk pembakaran . Pada saat penyalaan awal / start up burner, digunakan bahan bakar berupa solar dan untuk operasi selanjutnya digunakan MFO.
3.3.2.4 Siklus Air Pendingin a. Silkus Air Pendingin Utama Air yang digunakan sebagai media pendingin utama berupa air laut yang dipompa oleh CWP menuju condenser. Pada condenser air digunakan untuk kondensasi uap bekas turbin. Selain itu air juga sebagai
pendingin pada
Auxiliary Cooling Water Heat Exchanger. Kemudian air tersebut dibuang melalui pipa-pipa dischange tunnel menuju laut lepas. b. Silkus Air Pendingin Bantu (Auxillary Cooling Water) Air pendingin bantu diambil dari air murni pada Make Up Water Tank yang mengalir melalui ACW Pump menuju Heat Exchanger. Bagian-bagian yang didinginkan meliputi: v Minyak Pelumas Turbin ( Turbine Oil Cooler ) v Gas hydrogen yang digunakan sebagai pendingin generator. v Minyak pelumas pada peralatan–peralatan lain, seperti condensate pump , boiler feed pump , dll. Air yang digunakan sebagai pendingin menjadi panas yang kemudian didinginkan oleh air laut. Setelah dingin air tersebut dialirkan kembali sebagai pendingin. Proses ini berlangsung secara terus-menerus dalam siklus tertutup sehingga air akan mengalami pengurangan . Untuk penambahan air agar sesuai , air diambil dari Make Up Water Tank.
3.3.2.5 Siklus Minyak Pelumas Minyak pelumas digunakan untuk pelumasan dan pendinginan pada bearing-bearing turbin selain itu juga digunakan sebagai seal/ perapat dan pendingin hydrogen dan generator. Sebelum digunakan minyak pelumas terlebih dahulu didinginkan pada Lube Oil Cooler dengan media air yaitu Auxiliary Cooling Water. Air pada Auxiliary Cooling Water yang telah dipakai didinginkan oleh air laut pada Auxiliary Cooling Water Heat Exchanger.
3.3.2.6 Siklus Penyaluran Tenaga Listrik. Pada suatu pembangkit, rotor generator dikopel dengan turbin sehingga turbin ikut berputar. Perputaran ini menghasilkan energi listrik dengan bantuan penguat / exciter, tegangan yang dihasilkan mencapai 11,5 KV (Unit 1 dan 2) yang kemudian oleh Generator Transformer dinaikkan menjadi 150 KV. Energi listrik yang dihasilkan kemudian disalurkan melalui Switch Yard menuju gardu induk melalui transmisi tegangan tinggi 150 kV, dan akhirnya energi listrik tersebut disalurkan ke konsumen. Selain itu juga digunakan untuk pemakaian sendiri yang diambil dari Main Auxiliary Transformer ( MAT ) dan Reserve Auxiliary Transformer (RAT). MAT digunakan untuk mensuplai tenaga listrik ke
pemakaian sendiri
dari unit operasi normal, yang dipasang secara parallel
dengan Generator Transformer. Trafo ini menurunkan tegangan dari 11,5 KV menjadi 4360 V. Reserve Auxiliary Transformer digunakan untuk mengubah tegangan 22 KV dari luar pembangkitan (switch yard) menjadi 4360 V untuk pemakaian sendiri apabila unit terjadi gangguan dan mengharuskan unit untuk berhenti beroperasi. Sedangkan, trafo SUS (Secondary Unit Substation) digunakan untuk menurunkan tegangan 4360 V ke tegangan 400/380 V dan dipakai untuk menjalankan motor – motor.
3.3.2.7 Alat-alat Bantu pembangkitan PLTU a. Alat-alat bantu pada Boiler Boiler atau ketel uap adalah suatu alat yang digunakan untuk memproduksi uap dengan tekanan dan temperature tertentu.Uap yang dihasilkan digunakan untuk menggerakkan turbin uap sehingga dari turbin uap tersebut akan didapatkan energi mekanis. Selanjutnya, energi mekanis ini akan diubah menjadi energi listrik didalam generator.Adapun boiler sendiri mempunyai alat-alat bantu seperti berikut : 1. Forced Draft Fan ( FD Fan ) Force Darft Fan adalah alat yang digunakan untuk memasukkan udara luar kedalam furnace (ruang bakar) sebagai udara pembakaran. Untuk menaikkan efisiensi boiler, maka udara pembakaran sebelum dimasukkan kedalam ruang bakar perlu dipanaskan terlebih dahulu. Adapun pemanasannya dilakukan dua tingkat yaitu : 1. Pemanasan awal dilakukan pada air preheat coil dengan media pemanas air panas yang diambil dari deaerator storage tank. 2. Pemanasan kedua dilakukan pada air heater , dengan media pemanas gas bekas boiler. Fungsi utama dari FD Fan selain mensuplai udara pembakaran, juga berfungsi untuk pendinginan flame detector dan juga sebagai perapat (seal) kaca pada lubang pengintip.
2. Air Preheat Coil Air Preheat Coil adalah suatu alat yang digunakan untuk memanaskan udara pembakaran dengan menggunakan media pemanas air panas yang
diambilkan dari deaerator storage tank. Jadi udara pembakaran yang dari discharge FD Fan langsung masuk ke pemanas awal yang disebut air preheat coil. Fungsi utama air preheat coil adalah : 1. Sebagai alat pemanas awal udara pembakaran 2 Sebagai pengatur suhu rata-rata antara suhu udara masuk dan suhu gas bekas keluar dari air heater dari sisi dingin sehingga hal ini dapat mencegah terjadinya korosi pada elemen-elemen air heater yang dikarenakan belerang.
3. Air Heater Air heater adalah suatu alat yang digunakan untuk memanaskan udara pembakaran dengan media pemanas kalor gas bekas yang akan dibuang ke cerobong. Air heater dikonstruksikan dari suatu lempengan lempengan penghantar panas yang baik dan tersusun dalam suatu lingkaran yang memungkinkan untuk diputar dengan tujuan mengambil panas dari gas bekas dan memberikan panas terhadap lempengan penghantar panas sehingga udara bakar yang lewat air heater akan menjadi panas.
4. Air Register Air Register adalah suatu alat yang digunakan untuk mengatur besar kecilnya udara pembakaran sesuai dengan yang diinginkan sehingga banyak udara yang masuk ke ruang bakar sebanding dengan banyaknya bahan bakar yang disemprotkan. Dengan demikian pembakaran akan berjalan dengan sempurna. Setiap burner dilengkapi dengan sebuah air register.
5. Economizer Economizer adalah alat yang digunakan untuk memanaskan air pengisi ketel dengan media pemanas energi kalor yang terkandung didalam gas bekas. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan air pengisi ketel yang suhunya tidak jauh berbeda dengan air yang terdapat pada boiler drum, serta untuk menaikkan efisiensi boiler.
6.
Drum Uap / Steam Drum
Steam drum adalah alat yang digunakan untuk memisahkan bagian air, uap basah dan uap kering karena didalam boiler terjadi pemanasan bertingkat. Setiap unit boiler dilengkapi oleh sebuah steam drum dan dipasang pada bagian atas dari boiler.
7. Super Heater. Uap yang dihasilkan boiler drum ada yang masih berupa uap basah , dan untuk mendapatkan uap yang betul-betul kering. Uap basah yang berasal dari boiler drum perlu dipanaskan lagi pada super heater sehingga uap kering yang dihasilkkan naik ke steam drum dan memutar sudu – sudu turbin uap. Setiap boiler biasanya dilengkapi dengan dua buah super heater yaitu primary dan secondary super heater yang dipasang pada bagian atas dari ruang pembakarn ( furnace ).
8. Desuper Heater Desuper Heater merupakan spray water yang digunakan untuk mengatur temperatur uap yang dialirkan ke turbin. Alat sudah dibuat sedemikian rupa sehingga bila temperatur uap melebihi ketentuan, maka desuper heater ini akan menyemprotkan air yang berasal dari discharge boiler feed pump sampai temperaturnya normal kembali.
9. Soot Blower Soot Blower merupakan alat pembersih pipa di dalam boiler yang diakibatkan menempelnya sisa-sisa pembakaran, dengan media pembersih auxiliary steam.
10. Igniter Igniter merupakan alat pembakaran yang menggunakan bahan bakar solar, dan pembakarn ini merupakan pembakaran awal sebelum pembakaran main burner dengan bahan bakar utama fuel oil. Fungsi dari igniter adalah : 1. Sebagai alat pembakaran awal pada saat start up. 2. Sebagai pembantu didalam penyalaan main burner.
11. Burner Burner adalah alat pembakaran dengan menggunakan bahan bakar residu atau Main Fuel Oil (MFO). Setelah pembakaran awal dinilai cukup, selanjutnya pembakaran diganti dengan main burner yang dipasang pada front boiler.
12. Boiler Feed Pump ( BFP ) Boiler Feed Pump merupakan pompa pengisi air boiler. Pompa tersebut memompakan deaerator storage tank ke boiler.
b. Alat-alat bantu pada Turbin 1. Condensor Condensor dibuat dari sejumlah pipa-pipa kecil yang mana air laut sebagai media pendingin dapat mengalir melalui pipa-pipa tersebut. Sedangkan uap bekas yang keluar dari turbin akan memasuki sela-sela pipa kondensor sehingga terjadilah perpindahan panas dari uap ke air laut yang selanjutnya akan terjadi pengembunan dan kondensasi uap. Uap yang sudah berubah menjadi air didalam kondensor ditampung didalam hot well. Fungsi dari condensor adalah sebagai berikut : a. Menaikkan efisiensi turbin, karena dengan mengusahakan vacuum didalam kondensor uap bekas dari turbin akan segera dapat keluar dan tidak memberikan reaksi tekanan terhadap putaran turbin. b. Untuk mengembunkan uap bekas dari turbin dengan media pendingin air laut yang mengalir melalui pipa-pipa kecil didalam kondensor sehingga air kondensasi tersebut dapat dijadikan sebagai air pengisi ketel.
2.
Condensate Pump
Setelah air kondensasi terkumpul pada hot well, maka air tersebut dipompakan oleh condensate pump ke deaerator tank dengan melalui heater.
3. Low Pressure Heater Alat ini berguna untuk memanaskan air condensate yang berasal dari hot well, sebelum dimasukkan ke deaerator tank. Konstruksi pemanasan ini terdiri
dari pipa-pipa air yang dilalui oleh air condensat dan pada bagian luarnya dipanasi dengan uap yang diambilkan dari extraction steam dari turbin.
4. Auxiliary Cooling Water Pump Pompa ini berfungsi untuk mensirkulasikan air pendingin yang dibutuhkan untuk mendinginkan minyak pelumas dan gas hydrogen. Air pendingin yang disirkulasikan pleh pompa ini didinginkan lagi oleh air laut didalam auxillary cooling water heat exchanger.
5. High Pressure Heater Alat ini berguna untuk memanaskan air pengisi ketel yang berasal dari deaerator storage tank, yang selanjutnya akan dikirim ke ketel lewat economizer. Konstruksi alat ini terdiri dari pipa-pipa air yang dilalui oleh air boiler feed dan bagian luarnya dipanasi dengan uap.
6. Deaerator Daerator adalah alat yang berfungsi untuk membuang O2 dan gas-gas lain yang terkandung dalam air kondensat, disamping itu juga berfungsi sebagai pemanas air kondensat. Alat ini dikonstruksikan dari tray-tray yang berlapis-lapis sehingga memungkinkan untuk membuat partikel-partikel air condensat yang dimasukkannya. Dengan adanya air kondensat yang sudah menjadi partikelpartikel tersebut serta adanya uap extraksi yang disemprotkan, maka akan memungkinkan O2 dan gas-gas lainnya yang terkandung didalamnya akan terlepas dan dibuang ke atmosfir.
7. Air Ejector Air Ejector adalah suatu alat yang dikonstruksikan dari sebuah nozzle sehingga bilamana dialiri uap akan dapat menarik udara dan gas-gas yang tidak dapat mengembun didalam kondensor sehingga condensor akan menjadi vacuum. Dengan adanya kevakuman pada kondensor maka akan dapat menaikkan efisiensi dari turbin. Alat ini ada dua macam yaitu : a. Primming Ejector
Primming Ejector digunakan pada saat start up, kemudian bila kemampuannya sudah mencapai batas maka penarikan vacuum dilakukan oleh alat lain. b
Air Ejector Air Ejector digunakan untuk menarik kevakuman setelah melalui alat primming ejector.
c. Alat-alat bantu pada Generator Bagian – bagian pada generator sinkron adalah - Stator, yaitu bagian yang tidak bergerak di mana terpasang terminal untuk mengalirkan energi listrik yang dihasilkan oleh generator. - Rotor, yaitu bagian yang berputar yang merupakan belitan kawat sebagai sumber elektromagnet. Rotor inilah yang membangkitkan medan magnet setelah belitannya dialiri arus DC dari suatu sistem penguat atau exciter. Pada generator terdapat sistem exitasi generator, yaitu suatu sistem yang menyediakan sumber daya untuk penguatan kumparan medan generator. Sistem exitasi pada generator PLTU Semarang tidak menggunakan exciter seperti generator kuno, tapi dalam mendapatkan sumber arus exitasi diperoleh dari terminal output generator itu sendiri melalui sistem yang terdiri dari komponenkomponen statis. Sehingga dinamakan exitasi statis. Apabila generator belum menghasilkan tegangan yaitu sewaktu unit start up, arus exitasinya diambilkan dari battery ( accu ). Begitu regulator arus exitasinya diputar maka arus dari battery ( accu ) langsung masuk ke kumparan rotor untuk memberikan arus penguatan sehingga generator akan menghasilkan tegangan. Dan sistem exitasi statis langsung menggantikan arus exitasi yang disuplai dari accu secara otomatis. Komponen dari sistem exitasi statis terdiri dari: 1. Trafo Exitasi Power Potensial Transformer bersama-sama reactor linear akan memberikan daya exitasi medan generator pada waktu beban kosong. Sedangkan Saturable Current Transformer yang dihubungkan seri dengan sisi netral generator berfungsi untuk memberikan daya exitasi tambahan pada waktu generator dibebani dan memberikan daya exitasi pada waktu terjadi gangguan hubungan singkat.
2. Power Rectifier Power Rectifier (penyearah daya) terdiri dari rangkaian-rangkaian jembatan dioda yang dihubungkan sedemikian rupa untuk memperoleh penyearah gelombang penuh. Input untuk penyearah ini didapat dari output trafo exitasi. Untuk memungkinkan pemeliharaan pada waktu mesin-mesin beroperasi, tiap jembatan penyearah dilengkapi dengan isolated switch lima kutub yang dapat mengisolasi jembatan penyearah dioda terhadap tegangan input bolak-balik maupun tegangan searah hasil penyearahan jembatan lainnya yang sedang beroperasi.
Spesifikasi Teknis Turbin dan Generator PLTU Unit 1 adalah sbb : Turbin: a. Jumlah
: 1 buah/ unit
b. Pabrik
: General Electric
c. Nomor seri
: 197709
d. Rating
: 50001 KW
e. Steam Conditions Pressure
: 88,90 kg/cm2
f. Temperatur
: 510 0C
g. Exhaust Pressure
: 87,87 mm.Hg abs
h. Putaran
: 3000 rpm
Generator: a. Jumlah
: 1 buah/ unit
b. Pabrik
: General Electric
c. Nomor seri
: 316X150
d. Jumlah kutup
:2
e. Type
: Hidrogen cooled- generator
f. Suhu maksimum gas pendingin : 46°C g. Putaran
: 3000 rpm
h. Tegangan jangkar
: 11500 V
i. Tegangan eksitasi
: 250 V DC
j. Faktor daya
: 0,85
k. Rating KVA
: 62500
l. Kapasitas KVA
: 57500
Gambar 3.4. Nameplate generator Unit 1 PT. Indonesia Power Tambak Lorok Semarang
Pada generator Unit 1 menggunakan rating 62500 KVA dengan faktor daya 0,85, sehingga nilai rating generator setelah dikalikan faktor daya adalah 53125 MW akan lebih tinggi daripada rating turbin yaitu sebesar 50001 MW. Ini dimaksudkan supaya generator beroperasi diatas rating turbin, sehingga saat turbin dalam kerja normal generator mampu menahan tegangan atau arus pada saat turbin dalam rating maksimumnya.
3.4
Pemeliharaan Unit Pada PLTU Tambak Lorok, pemeliharaan yang dilakukan meliputi: 1. Pemeliharaan Rutin. Adalah pemeliharaan yang dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu tanpa tergantung berapa jam pengoperasian mesin, untuk instrument control biasa ditentukan setiap seminggu sekali pengecekan. 2. Pemeliharaan Periodik Adalah
pemeliharaan
yang
dilaksanakan
tergantung
dari
jam
pengoperasian mesin. 3. Pemeliharaan Khusus Adalah Pemeliharaan yang dilaksanakan berdasarkan kejadian khusus baik disebabkan oleh gangguan perubahan lingkungan ataupun perubahan desain. Dalam pelaksanaannya pemeliharaan khusus biasanya bersamaan dengan pemeliharaan periodik dengan pemberian tanda plus.
BAB IV TINJAUAN UMUM GENERATOR SINKRON
4.1.
Dasar Teori Generator arus bolak-balik yang kadang-kadang disebut dengan generator
sinkron atau alternator adalah sebuah peralatan listrik yang berfungsi untuk mengubah energi gerak (mekanis) menjadi energi listrik AC dimana kecepatan putaran medan dan kecepatan putaran rotornya sama atau tidak ada slip. Kumparan medan pada generator sinkron terletak pada rotornya sedangkan kumparan jangkarnya terletak pada stator. Generator besar yang digunakan untuk mencatu jala-jala daya listrik nasional modern digerakkan oleh turbin uap atau kincir angin. Generator yang digunakan untuk mencatu sistem daya terpisah, atau sistem yang lebih kecil atau untuk memperlengkapi daya beban puncak tambahan terhadap jala-jala listrik yang lebih besar kerap kali digerakkan oleh mesin diesel atau turbin bakar. Gambar stasiun pembangkit dimana terpasang generator 50 MW yang digerakkan oleh turbin uap ditunjukkan oleh gambar 4.1. Pengeksitasi yang dihubungkan langsung dapat dilihat pada bagian ujung kiri dari gambar.
Gambar 4.1 Instalasi generator 50 MW yang digerakkan dengan turbin
Prinsip kerja generator sinkron adalah menggunakan prinsip induksi elektromagnetik dimana disini rotor berlaku sebagai kumparan medan (yang menghasilkan medan magnet) dan akan menginduksi stator sebagai kumparan jangkar yang akan menghasilkan energi listrik. Pada belitan rotor diberi arus eksitasi DC yang akan menciptakan medan magnet. Rotor ini dikopel dengan turbin putar dan ikut berputar sehingga akan menghasilkan medan magnet putar. Medan magnet putar ini akan memotong kumparan jangkar yang berada di stator. Oleh karena
adanya perubahan fluks magnetik pada tiap waktunya maka pada kumparan jangkar akan mengalir gaya gerak listrik yang diinduksikan oleh rotor. Kecepatan sudut putar rotor n=
120 f p
Dimana : n
= kecepatan putar rotor (rpm)
f
= frekuensi (Hz)
p
= jumlah kutub
4.2
Konstruksi Generator Sinkron Dalam generator dc, lilitan jangkar dipasang pada bagian mesin yang berputar
agar memungkinkan pengubahan tegangan bolak-balik yang dibangkitkan dalam lilitan menjadi tegangan searah pada terminal melalui penggunaan komutator yang berputar. Kutub medan diletakkan pada bagian mesin yang diam. Dalam semua generator bolak-balik bertegangan rendah yang kecil, medan diletakkan pada bagian yang berputar atau rotor, dan lilitan jangkar pada bagian yang diam atau stator dari mesin. Konstruksi medan yang berputar dan jangkar-diam menyederhanakan masalah isolasi generator ac. Karena tegangan yang biasa dibangkitkan adalah setinggi 18.000 sampai 24.000 volt, maka tegangan tinggi ini tidak perlu dikeluarkan melalui cincin slip (slip ring) dan kontak geser tetapi dapat dikeluarkan langsung ke alat penghubung dan pembagi (switchgear) melalui kawat berisolasi dari jangkar diam. Konstruksi ini juga mempunyai keuntungan mekanis yaitu getaran lilitan jangkar berkurang dan gaya sentrifugal menjadi lebih baik. Medan yang berputar dicatu/dieksitasi dengan arus searah dengan tegangan 125, 250 atau 375 V melalui cincin slip dan sikat-sikat, atau melalui hubungan kabel langsung antara medan dan penyearah yang berputar jika digunakan sistem eksitasi tanpa sikat-sikat (brushless). Lilitan jangkar atau stator bisa salah satu dari sekian banyak tipe. Tipe yang paling banyak digunakan adalah lilitan rangkaian terbuka yang dibentuk dari kumparan yang terisolasi terpisah mirip dengan lilitan sengkelit generator dc. Sebenarnya, lilitan yang demikian tersusun dari tiga lilitan terpisah (pada generator tiga fase), yang masing-masing terpisah satu sama yang lain sebesar 120 derajat. Ketiga lilitan bisa hubungan Y atau delta. Hubungan Y adalah yang paling umum
karena dengan sendirinya langsung memberikan tegangan tinggi, dan kawat netral dapat dikeluarkan bersama tiga saluran membentuk sistem empat kawat tiga fase. Stator generator ac bersama lilitannya ditunjukkan dalam gambar 4.2.
Gambar 4.2 Stator generator sinkron
Gambar yang telah dibentangkan dari lilitan tiga fasa sederhana ditunjukkan dalam gambar 4.3. Lilitan yang ditunjukkan dalam gambar a adalah hubungan Y. Cara menghubungkan terminal untuk hubungan delta ditunjukkan dalam gambar b. Lilitan yang digambarkan disebut lilitan yang terpusatkan (concrentrated winding) karena semua konduktor tiap-tiap fase dimasukkan dalam satu alur dibawah tiap-tiap kutub. Lilitan komersial seperti yang ditunjukkan dalam gambar 4.2 adalah lilitan yang terdistribusi, dengan konduktor tiap-tiap grup fase menempati dua atau lebih alur dibawah tiap-tiap kutub. Lilitan yang terdistribusi memberikan distribusi panas yang lebih merata dan hasilnya adalah pembangkitan gelombang ggl yang lebih baik.
Gambar 4.3 (a) Tampak yang dibentangkan dari lilitan stator tiga fase sederhana hubungan Y. (b) Cara menghubungkan terminal untuk hubungan delta.
Ada dua jenis yang berbeda dari struktur medan generator sinkron, yaitu tipe kutub-sepatu (salient) dan silinder. §
Rotor tipe kutub-sepatu (salient pole) Generator kepesatan rendah seperti yang digerakkan oleh mesin diesel atau
turbin air mempunyai rotor dengan kutub medan yang menonjol atau kutub medan sepatu seperti rotor yang ditunjukkan dalam gambar 4.4. Keping kutub yang dilaminasi dengan kumparan medannya dipasang pada bingkai dari besi, yang terpasok pada poros.
Gambar 4.4 Rotor kutub sepatu / salient pole untuk generator sinkron kepesatan rendah
§
Rotor tipe silinder Generator kepesatan tinggi atau tipe turbo mempunyai rotor silinder seperti
yang ditunjukkan dalam gambar 4.5. rotor yang ditunjukkan akan dibelitkan untuk dua kutub dan dirancang untuk bekerja pada 3000 putaran per menit (rpm). Konstruksi silinder penting dalam mesin kepesatan tinggi karena tipe kutub sepatu sukar dibuat untuk menahan tekanan pada kepesatan tinggi. Lebih lanjut, rotor kutub sepatu mempunyai rugi angin yang tinggi pada kepesatan yang tinggi. Generator sinkron dengan konstruksi rotor silinder digerakkan oleh turbin uap atau gas. Generator yang ditunjukkan oleh gambar 4.1 mempunyai rotor silinder dua kutub.
Gambar 4.5 Rotor tipe silinder untuk generator sinkron 3000 rpm
4.3
Eksitasi Generator Sinkron Sistem eksitasi konvensional sebelum tahun 1960 terdiri dari sumber arus
searah (DC) yang dihubungkan ke medan generator ac melalui dua slip ring dan sikat-sikat. Sumber dc biasanya generator dc yang digerakkan motor atau generator dc yang digerakkan oleh penggerak mula yang sama yang diberi daya oleh generator ac. Setelah adanya solid state, beberapa sistem eksitasi yang berbeda yang menggunakan alat ini telah dikembangkan dan digunakan. Dalam salah satu sistem, daya diambil dari terminal generator ac, diubah ke dc oleh penyearah stasioner solid state dan kemudian dicatukan ke medan generator ac dengan menggunakan cincin slip konvensional dan sikat-sikat. Dalam sistem serupa yang digunakan dalam generator besar yang digerakkan oleh turbin uap, daya dicatukan ke penyearah solid state dari lilitan tiga fase terpisah yang terletak diatas alur stator generator. Satusatunya fungsi dari lilitan ini adalah menyediakan daya eksitasi untuk generator. Sistem pembangkitan lain yang masih digunakan baik dengan generator sinkron tipe kutub sepatu maupun tipe rotor silinder adalah sistem brush less / tanpa sikat, yang mana generator ac kecil dipasang pada poros yang sama sebagai generator utama yang digunakan sebagai pengeksitasi. Pengeksitasi ac mempunyai jangkar yang berputar, keluarannya kemudian disearahkan oleh penyearah dioda silikon yang juga dipasang pada poros utama. Keluaran yang telah disearahkan dari pengeksitasi ac, diberikan langsung dengan hubungan yang diisolasi sepanjang poros ke medan generator sinkron yang berputar. Medan dari pengeksitasi ac adalah stasioner dan dicatu dari sumber dc terpisah. Keluaran dari pengeksitai ac, dan berarti tegangan yang dibangkitkan oleh generator sinkron, dapat dikendalikan dengan mengubah kekuatan medan pengeksitasi ac. Jadi sistem eksitasi tanpa sikat tidak mempunyai komutator, cincin slip atau sikat-sikat yang sangat memperbaiki keandalan dan menyederhanakan pemeliharaan mesin.
4.4
Eksitasi Tegangan Setelah generator ac mencapai kepesatan yang sebenarnya oleh penggerak
mula (prime mover), medannya dieksitasi dari catu dc. Ketika kutub lewat dibawah konduktor jangkar yang berada pada stator, fluksi medan yang memotong konduktor menginduksikan ggl kepadanya. Ini adalah ggl bolak-balik, karena kutub dengan polaritas yang berubah-ubah terus menerus melewati konduktor tersebut. Karena
tidak menggunakan komutator, ggl bolak-balik yang dibangkitkan keluar pada terminal lilitan stator. Besarnya ggl yang dibangkitkan bergantung pada laju pemotongan garis gaya atau dalam hal generator, besarnya ggl bergantung pada kuat medan dan kepesatan rotor. Karena generator bekerja pada kepesatan konstan maka besarnya ggl yang dibangkitkan menjadi bergantung pada eksitasi medan. Ini berarti bahwa besarnya ggl yang dibangkitkan dapat dikendalikan dengan mengatur besarnya eksitasi medan yang diberikan pada generator. Eksitasi medan dapat langsung dikendalikan dengan mengubah besarnya tegangan eksitasi yang dikenakan pada medan generator. Faktor daya dari generator dapat ditentukan dengan karakteristik beban yang sedang dicatu ( kecuali generator bekerja secara paralel dengan generator lain ). Frekuensi ggl yang dibangkitkan bergantung pada jumlah kutub medan dan kepesatan generator. Pada kumparan tertentu, akan dibangkitkan tegangan satu siklus lengkap bila sepasang kutub rotor (kutub uatra dan selatan) digerakkan melewati kumparan. Maka jumlah siklus yang dibangkitkan dalam satu putaran rotor sama dengan jumlah pasang kutub rotor atau p/2, dimana p adalah jumlah total kutub. Jika n adalah kepesatan rotor dalam putaran per menit, maka n/60 adalah putaran per sekon. Frekuensi dalam hertz atau siklus per sekon, maka f =
p n pn x = 2 60 120
Sejauh ini frekuensi jala-jala yang paling umum digunakan di Amerika adalah 60 Hz, dan ada juga yang menggunakan 25 Hz. Frekuensi yang biasa digunakan di Eropa adalah 50 Hz.
4.5
Pengaturan Generator Sinkron Jika beban ditambahkan pada generator sinkron yang sedang bekerja pada
kepesatan konstan dan dengan eksitasi medan konstan, tegangan terminal akan berubah. Besarnya perubahan akan bergantung pada rancangan mesin dan pada faktor daya beban. Pengaruh dari faktor daya yang berbeda dan perubahan tegangan pada terminal dengan perubahan beban pada generator sinkron ditunjukkan pada gambar 4.6.
Gambar 4.6 Kurva pengaturan generator sinkron pada faktor berbeda
Pengaturan generator sinkron didefinisikan sebagai persentase kenaikan tegangan terminal ketika beban dikurangi dari arus beban penuh ternilai sampai nol, dimana kepesatan dan eksitasi medan dijaga konstan, atau Persen pengaturan (pada faktor daya tertentu) adalah
=
tegangan tanpa beban - tegangan beban penuh x100% tegangan beban penuh
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengaturan generator adalah sebagai berikut : 1.
Penurunan tegangan IR pada lilitan jangkar.
2.
Penurunan tegangan IXL pada lilitan jangkar
3.
Reaksi jangkar (pengaruh magnetisasi dari arus jangkar).
Dalam generator dc, ggl E yang dibangkitkan merupakan jumlah dari tegangan terminal Vt dan penurunan tegangan IR pada rangkaian jangkar. Dalam generator ac, penurunan tegangan karena reaktansi induktif lilitan harus diperhitungkan. Maka ggl yang dibangkitkan generator ac sama dengan tegangan terminal ditambah penurunan tegangan IR maupun IXL dalam lilitan jangkar. Diagram fasor yang disederhanakan dari generator ac yang bekerja dengan faktor daya satu ditunjukkan dalam gambar 4.7a. ggl E yang dibangkitkan adalah jumlah fasor tegangan terminal Vt , dan penuruna tegangan IXL yang mendahului sebesar 90o.
Gambar 4.7 Diagram fasor yang disederhanakan dari generator sinkron yang bekerja pada (a) faktor daya satu
(b) faktor daya 0,8 tertinggal (c) faktor daya 0,8 mendahului Diagram fasor gambar 4.7b menggambarkan generator dengan arus beban yang sama seperti dalam gambar 4.7a tetapi dengan arus yang tertinggal dengan tegangan terminal sebesar 36.9o ( faktor daya = 0.8 tertinggal ). Seperti sebelumnya, ggl yang dibangkitkan adalah jumlah fasor dari Vt , penurunan tegangan IR dan penurunan tegangan IXL dalam lilitan jangkar. Pengamatan dari gambar 4.7a dan 4.7b menunjukkan bahwa untuk ggl tertentu yang dibangkitkan, tegangan terminal untuk faktor daya 0.8 tertinggal adalah lebih kecil. Pada faktor daya tertinggal yang lebih rendah, penurunan tegangan IR dan IX L lebih merendahkan lagi tegangan terminal. Gambar 4.7c menyatakan kasus dimana generator mencatu beban dengan faktor daya mendahului. Jika penurunan tegangan IR dan IXL ditambahkan sebagai fasor ke tegangan terminal, ternyata bahwa ggl yang dibangkitkan lebih rendah daripada tegangan terminal. Hal ini memungkinkan karena adanya hubungan fase dari penurunan tegangan IR dan IXL terhadap tegangan terminal. Diagram fasor pada gambar menunjukkan pengaruh penurunan tegangan IR dan IXL pada tegangan terminal untuk E tertentu. E dalam generator adalah tidak konstan, tetapi berubah dengan besarnya beban dan faktor daya beban karena pengaruh reaksi jangkar. Pada faktor daya satu, pengaruh reaksi jangkar adalah minimum, pengaruhnya semata-mata hanyalah aksi distorsi pada fluksi medan utama. Pada faktor daya tertinggal, pengaruh pemagnetan arus jangkar melawan ggm medan utama, sehingga melemahkan fluksi medan dan menurunkan E. Makin rendah faktor daya dalam arah tertinggal, ggm jangkar makin demagnetized oleh medan.
Pada faktor daya mendahului ggm jangkar membantu atau memperkuat ggm medan utama, sehingga ggl yang dibangkitkan lebih tinggi dengan naiknya beban. Pengaruh pemagnetan ini bertambah jika faktor daya lebih mendahului.
4.6
Pengaturan Tegangan Generator Karena tegangan terminal generator sinkron banyak berubah dengan
berubahnya beban, maka untuk operasi hampir semua peralatan listrik diperlukan usaha untuk menjaga agar agar tegangannya konstan. Cara yang biasa dilakukan untuk ini adalah menggunakan alat pembantu yang disebut pengatur tegangan (voltage regulator) untuk mengendalikan besarnya eksitasi medan dc yang dicatukan pada generator. Bila tegangan terminal generator turun karena perubahan beban, pengatur tegangan secara otomatis menaikkan pembangkitan medan sehingga tegangan kembali normal. Sama halnya bila tegangan terminal naik karena perubahan beban, pengatur tegangan mengembalikan nilai tegangan normalnya dengan mengurangi eksitasi medan. Hampir semua pengatur tegangan mengendalikan eksitasi medan generator secara tak langsung yaitu dengan mengoperasikan rangkaian pengeksitasi medan. Arus yang harus ditangani oleh pengatur jauh lebih kecil dalam rangkaian medan pengeksitasi daripada dalam rangkaian generator. Salah satu tipe pengatur tegangan generator adalah jenis tahanan geser kerja langsung (direct acting rheostatic type). Pada dasarnya pengatur ini terdiri tahanan variabel yang dikendalikan secara otomatis dalam rangkaian medan pengeksitasi. Elemen tahanan geser yang dihubungkan seri dengan pengeksitasi medan terdiri dari tumpukkan blok tahanan atau wafer bukan logam, ditumpuk sehingga tahanan dari tumpukkan dapat diubah jika dimiringkan ke depan atau ke belakang oleh elemen kopel. Elemen kopel dihubungkan ke transformator tegangan generator. Jika tegangan keluaran generator sinkron adalah konstan, elemen kopel diam yang membuat elemen tahanan konstan. Tetapi jika tegangan generator berubah karena beban berubah dari harga yang ditentukan semula, elemen kopel bekerja menaikkan atau menurunkan tahanan elemen tahanan geser dan mengembalikan tegangan generator ke harga semula. Pengatur ini sebagian besar telah digantikan oleh jenis statik dimana bagian mekanis yang bergerak digantikan oleh alat solid-state. Prinsip kerja pengatur tegangan statik sama seperti jenis tahanan geser kerja lengsung, yaitu tegangan generator ac diatur dengan mengubah tahanan efektif dalam
rangkaian medan pengeksitasi, yang selanjutnya mengubah keluaran tegangan dari pengeksitasi tersebut. Diagram elementer yang disederhanakan dari salah satu jenis pengatur tegangan statik ditunjukkan gambar 4.8.
Gambar 4.8 Diagram pengaturan tegangan statik yang disederhanakan
Dalam sistem eksitasi yang ditunjukkan gambar 4.8, tahanan efektif rangkaian pengeksitasi medan pengeksitasi diubah oleh transistor daya yang dihubungkan paralel dengan tahanan geser medan pengeksitasi. Transistor ini disakelarkan dari keadaan konduksi menjadi tidak konduksi pada laju yang berubah bergantung pada besarnya koreksi yang diperlukan dalam tegangan generator sinkron. Hal ini berarti secara bergantian mem-bypass dan menghubungkan tahanan geser kedalam rangkaian medan pengeksitasi. Laju perubahan on dan off dari transistor daya, yang berarti pula mengatur arus pengeksitasi medan, dikendalikan oleh piranti solid-state pembantu dan sensor yang dihubungkan pada transformator arus dan transformator tegangan dari generator. Peralatan bantu termasuk peralatan penstabil dipasang untuk meredam isolasi dalam pengatur dan untuk mencegah lonjakan atau overshoot pada pengatur bila tegangan berubah dengan cepat. Transformator arus dipasang pada peralatan pembantu yang digunakan dalam kaitannya dengan upaya kompensasi arus silang untuk secara otomatis mengatur pembagian beban kilovar antara generator yang bekerja paralel.
4.7
Memparalelkan Generator / Sinkronisasi Generator Jika beban pada stasiun pembangkit menjadi sedemikian besar sehingga nilai
(rating) generator yang sedang bekerja dilampaui, maka perlu penambahan generator
lain secara paralel untuk menaikkan penyediaan daya dari stasiun pembangkit tersebut. Sebelum dua generator sinkron diparalelkan harus dipenuhi beberapa kondisi atau syarat – syarat berikut ini: 1. Urutan fasanya harus sama 2. Tegangan terminalnya harus sama 3. Tegangannya harus sefase 4. Frekuensinya harus sama Jika dua generator beroperasi dan persyaratan ini dipenuhi maka dikatakan dalam keadaan sinkron. Operasi agar mesin dalam keadaan sinkron dinamakan penyinkronan.
Gambar 4.9. Hubungan penyinkronan generator
Sebelum generator disinkronkan dengan generator lain untuk pertama kali, urutan fasenya harus diperiksa untuk disesuaikan dengan urutan fasa generator lain dalam stasiun. Hal ini biasanya dilakukan dengan instrumen penguji yang disebut indikator urutan fase dan berputar dalam arah berlawanan untuk urutan fase lainnya. Metode untuk pengujian urutan fase dan penyinkronan lainnya akan dijelaskan dengan mengacu pada diagram hubungan yang ditunjukkan dalam gambar 4.9 Jika generator baru telah dipasang dan siap untuk diuji, maka generator dioperasikan kira-kira mendekati ternilainya kepesatan dan tegangan dengan pemutus arus terbuka. Indikator urutan fase dihubungkan sementara pada
transformator tegangan bus sistem pada titik a, b, dan c dan urutan fase sistem dicatat pada indikator. Kemudian hubungan indikator urutan fase dipindahkan ke transformator tegangan generator, dengan hubungan sementara dibuat pada titik a’. b’, dan c’dan urutan fase generator dicatat. Jika urutan dari generator dan sistem adalah sama, generator siap untuk langkah berikutnya dalam proses penyinkronan. Jika seandainya urutan fase generator berlawanan dengan sistem, maka dua dari tiga kawat hubung utama generator harus dipertukarkan agar urutan geberator benar. Setelah ditentukan bahwa urutan fase generator sesuai dengan sistem, maka dibuat hubungan permanen antara generator dan pemutus arus, dan tidak perlu lagi memeriksa urutan fase setiap kali akan melakukan sinkronisasi. Untuk menentukan kondisi sisanya agar persyaratan kerja paralel dipenuhi, dua buah voltmeter dan sinkroskop dihubungkan seperti ditunjukkan dalam gambar 4.9. Sakelar penyinkronan disediakan antara transformator tegangan generator maupun bus dan peralatan penyinkronan, sehingga peralatan penyinkronan dapat dihidupkan selama berlangsungnya operasi penyinkronan. Dengan generator baru bekerja mendekati nilai kepesatan, dengan pemutus arus terbuka dan dengan sakelar penyinkronan tertutup, tegangan generator seperti yang ditunjukkan oleh voltmeter baru yang terpasang, disetel agar sesuai dengan tegangan bus, seperti yang ditunjukkan oleh voltmeter yang telah bekerja. Tegangan generator dinaikkan atau diturunkan dengan menyetel eksitasi medan generator. Sinkroskop kemudian digunakan untuk meyakinkan bahwa tegangan generator sefase dengan tegangan bus dan frekuensinya sama. Sinkroskop adalah instrumen untuk menunjukkan perbedaan fase dan frekuensi antara dua tegangan. Instrumen ini sebenarnya adalah motor fase- terbagi atau split phase yang akan menghasilkan kopel jika dua tegangan yang dikenakan berbeda frekuensinya. Tegangan dari bus dan generator yang baru beroperasi itu dikenakan pada sinkroskop. Penunjuk yang dipasang pada rotor instrumen, bergerak diatas permukaan skala dengan arah baik searah jarum maupun berlawanan arah jarum jam, bergantung apakah frekuensi generator baru itu lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan dengan frekuensi bus. Jika penunjuk berhenti dalam posisi vertikal (seperti jam 12), sinkroskop menunjukkan bahwa frekuensinya sama dan tegangannya sefase. Tanda – tanda pada skala sinkroskop ditunjukkan dalam gambar 4.10
Gambar 4.10. Skala Sinkroskop
Dalam operasi penyinkronan, frekuensi generator baru dinaikkan dan diturunkan agar sesuai dengan generator atau bus yang sedang jalan. Frekuensi generator ditambah dengan menambah atau mengurangi kepesatan penggerak mula yang menggerakkan generator. Jika penunjuk sinkroskop berhenti pada posisi vertikal dan kedua voltmeter pembacaanyan sama, pemutus arus generator dapat ditutup untuk memparalelkan generator yang sedang berjalan dengan yang baru. Dalam praktek kadang-kadang sukar untuk menyetel kepesatan generator yang akan diparalelkan agar cukup dekat untuk menyetop penunjuk sinkroskop pada posisi yang benar. Jika terjadi demikian, frekuensi generator baru harus disetel sedekat mungkin dengan frekuensi bus, dan pemutus arus ditutup tepat sebelum penunjuk mencapai posisi vertikal ketika bergerak sangat lambat dalam arah “cepat”. Hal ini menyebabkan generator baru mengambil sejumlah kecil beban segera setelah penutupan penutup arus dan menghasilkan kerja yang stabil dari generator yang diparalelkan.
4.8
Kerja Paralel Setelah dua generator sinkron diparalelkan, beban biasanya terbagi sebanding
dengan nilainya. Jadi makin besar mesin, makin bear bagian beban yang ditanganinya. Pembagian beban yang layak antara generator dapat dilakukan dengan menyetel pengatur penggerak mula pada generator. Salah satu pengatur penggerak mula dibuka seraya yang lain ditutup sedikit. Dengan cara ini, frekuensi sistem dipertahankan konstan seraya beban digeser dari satu mesin ke mesin yang lain. Sakelar-sakelar kendali pengatur dipasang pada panel sakelar sehingga operator
dapat mengawasi instrumen panel sakelar seraya penyetelan pembagian beban dilakukan. Faktor daya setiap sistem distribusi ac bergantung pada beban. Maka generator yang bekerja sendirian, harus bekerja pada faktor daya dari beban yang dicatunya. Tetapi jika dua atau lebih generator bekerja paralel, faktor daya masingmasing ditentukan oleh medan eksitasinya. Secara umum besarnya medan eksitasi yang layak untuk generator yang bekerja paralel adalah besarnya pembagkitan masing-masing generator yang akan diperlukan jika mengaliri beban itu sendiri pada tegangan dan frekuensi yang sama. Jika eksitasi dari generator yang bekerja paralel dengan generator lain dinaikkan melampaui harga normal ekitasinya, faktor dayanya berubah menuju tertinggal dan keluaran arusnya bertambah tanpa perubahan
yang berarti pada
kilowatt. Sama halnya jika generator kurang dieksitasi, faktor dayanya menjadi lebih mendahului dan keluaran arusnya bertambah tanpa mengubah keluaran kilowatt. Arus yang bertambah dalam kedua hal tersebut diatas tidak dicatukan ke beban tetapi bersirkulasi diantara generator yang dihubungkan ke sistem, sehingga menambah kerugian dan menurunkan kapasitas kemampuan. Oleh sebab itu dalam hampir semua kasus, diinginkan pengoperasian setiap generator pada faktor daya yang sama agar arus sirkulasinya minimum. Jadi suatu perubahan dalam eksitasi medan menyebabkan perubahan beban amper tetapi bukan pada kilowatt. Pembagian beban kilowatt antar generator sinkron harus dilakukan dengan meyetel kendali pengatur penggerak mula. Tegangan sistem yang dicatu oleh beberapa generator yang diparalelkan dapat dinaikkan atau diturunkan dengan secara simultan dengan menambah atau mengurangi eksitasi medan semua generator. Demikian pula frekuensi sistem dapat dinaikkan atau diturunkan dengan menambah atau kepesatan beberapa penggerak mula.
4.9
Ayunan (Swing) Generator sinkron yang bekerja paralel kadang-kadang mempunyai
kecenderungan untuk berayun (swing). Jika kopel penggerak yang dikenakan pada generator berdenyut, seperti yang dihasilkan oleh mesin diesel, rotor generator dapat tertarik maju atau mundur secara periodik dari posisi normalnya ketika berputar. Aksi osilasi ini dinamakan ayunan atau swing.
Ayuan menyebabkan generator menggeser beban dari satu ke lainnya. Dalam beberapa hal, daya osilasi ini menjadi kumulatif dan cukup kuat untuk menyebabkan generator menjadi tak sinkron. Kecenderungan generator yang digerakkan oleh diesel berayun dapat dikurangi dengan menggunakan roda gila, untuk mengurangi perubahan torsi. Lilitan peredam, kerap kali disebut lilitan amortisseur atau damper winding , dipasang pada permukaan beberapa rotor generator untuk mengurangi kecenderungan berayun. Rotor yang ditunjukkan dalam gambar dilengkapi dengan lilitan peredam yang terdiri dari konduktor yang dihubung singkat dan dibenamkan pada muka kutub. Jika ayunan terjadi, ada pergeseran fluksi jangkar melewati muka kutub, sehingga menginduksikan arus dalam lilitan peredam. Karena setiap arus induksi melawan aksi yang menimbulkannya, aksi ayunan dilawan oleh aliran arus induksi. Generator yang digerakkan oleh turbin uap umumnya tidak mempuyai kecenderungan berayun karena kopel yang dikenakan tidak berdenyut.
4.10
Nilai Kapasitas generator dinilai dalam kilovoltamper dan biasanya dalam kilowatt
pada faktor daya tertentu. Data lain pada nameplate generator termasuk nilai tegangan, arus, frekuensi, jumlah fase dan kepesatan. Kenaikan temperatur maksimum dinyatakan bersama-sama dengan metode pengukuran temperatur yang digunakan. Kebutuhan eksitasi juga dinyatakan, termasuk nilai tegangan medan dan ampere/arus medan.
BAB V PENGUJIAN ROTOR DAN STATOR GENERATOR SINKRON 50 MW DI PLTU UNIT 1 PT INDONESIA POWER UBP SEMARANG
5.1
Sistem Isolasi Lilitan Rotor dan Stator Sistem isolasi generator menggabungkan beberapa material berbeda untuk
memproteksi lilitan medan dan lilitan stator, sehingga bagian utama sistem melibatkan banyak pengujian untuk mendapatkan batasan – batasan isolasi. Ini meliputi kekuatan dielektrik yang telah secara tradisional berhasil dengan menggunakan mika dalam bermacam – macam bentuk. Generator yang disusun dengan isolasi lilitan asphalt-mika telah mempunyai sejarah dapat menyerap kelembaban yang dalam beberapa kasus membutuhkan pengeringan lilitan untuk mendapatkan level resistansi isolasi yang memuaskan. Sekarang lilitan menggunakan isolasi epoxy-mica karena mempunyai kekuatan mekanik dan kekedapan terhadap air, oli atau kontaminasi lain terhadap isolasi, yang ditimbulkan selama kondisi abnormal.
Gambar 5.1. Sistem isolasi pada lilitan stator generator
Gambar 5.2. Sistem isolasi pada lilitan rotor generator
Fungsi utama isolasi adalah membatasi tegangan pada isolasi, jika tegangan yang berlebihan diterapkan pada lilitan, stress tegangan akan mengakibatkan pemanasan pada isolasi dan dapat mengakibatkan kerusakan. Tentunya level
tegangan yang cukup tinggi akan menghasilkan breakdown dengan segera. Mempertahankan kekompakan dan kualitas sistem isolasi adalah sangat penting terhadap pemanasan, kehampaan, kerusakan mekanis atau ketidaknormalan lain yang mengakibatkan kelemahan terhadap isolasi. Kelemahan isolasi ini akan meningkat secara berkelanjutan pada saat generator terus beroperasi pada tegangan kerja. Jika tegangan breakdown mengalir pada isolasi sementara generator melayani beban, ini kemungkinan besar akan mengakibatkan kerusakan yang terjadi pada komponen generator, ini dapat menjadi sangat serius karena akan membutuhkan rewinding atau pengantian lilitan. Untuk menghindari masalah - masalah tersebut maka seharusnya dilakukan pemeliharaan secara berkala terhadap semua komponen dari sistem isolasi sehingga kita dapat mencegah masalah - masalah tersebut sebelum terjadi.
5.2 Pengujian Rotor dan Stator Ada beberapa pengujian pada sistem isolasi untuk mengevaluasi kekuatan dielektrik untuk menjamin keandalan. Dari semuanya tanpa kecuali, melibatkan tegangan yang melewati dinding/permukaan isolasi. Perbedaan dari satu pengujian ke pengujian yang lain adalah perbedaan level tegangan yang diterapkan, pengukuran dan penunjukkan hasil.
Secara garis besar pengujian rotor dan stator pada generator dibagi atas dua kategori : 5.2.1
Proof Test
Proof test yaitu pengujian yang menggunakan level tegangan yang lebih tinggi daripada tegangan kerja. Argumen yang sering digunakan dalam pengujian tegangan lebih adalah mungkin akan menimbulkan breakdown pada lilitan. Biaya dari waktu outage mesin sangat bervariasi diantara outage yang direncanakan, pada saat beberapa waktu perawatan dilakukan, dan outage selama kondisi beban puncak. Breakdown biasanya mengalir selama kondisi beban puncak. Jika generator mempunyai isolasi tipis, dimana dapat memungkinkan breakdown selama transient atau surja dalam sistem, pengujian tegangan ini umumnya umumnya lebih ekonomis diperbaiki selama outage yang direncanakan. Jika satu atau lebih titik lemah pada lilitan mengalir gangguan, ini kemudian akan menjadi titik grounding dari lilitan, menggantikan netral dan kemudian menerapkan tegangan yang besar ke bagian lain lilitan. Breakdown
susulan dapat mengalir kemudian, dimana dapat menghasilkan arus sirkulasi yang tinggi seperti gangguan fasa ke fasa (seperti gambar 5.3). Ini akan menghasilkan kerusakan inti, yang mengharuskan inti diperbaiki dan kemungkinan seluruhnya diganti lilitannnya. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mencari kelemahan, dan kemungkinan breakdown.
Contoh proof test pada generator adalah pengujian High Potensial Test.
Gangguan Sekunder
Arus Gangguan melewati inti stator Tidak dapat diatasi oleh CB
Gambar 5.3 Tahap permulaan dua gangguan internal generator.
5.2.2
Analytical Test
Analytical test yaitu pengujian dengan menggunakan level tegangan yang biasanya dibawah tegangan kerja. Beberapa diantaranya jenis – jenis analytical test adalah sebagai berikut : a. Insulation Resistance Test / Megger Test b. DC Leakage c. Dissipation Factor d. Balancing Voltage Rotor Test e. Tahanan Dalam (Rd) Rotor f. Partial Discharge Test (PD Test)
Pengujian pada peralatan baru pada perusahaan berdasarkan standar ANSI (American National Standards Institute) dan dilakukan oleh perusahaan sebelum pengiriman. Jika pengguna memilih menggunakan pengujian tambahan pada peralatan, ini juga harus berdasarkan standar yang dipublikasikan oleh ANSI.
5.3 Ulasan Pengujian 5.3.1 High Potensial Test High Potensial Test atau biasa disebut dengan Hi-Pot Test adalah cara terbaik dalam menentukan jaminan apakah iya atau tidak isolasi pada lilitan sesuai untuk suatu level tegangan khusus. Hi-Pot Test paling umum diterapkan pada lilitan stator generator untuk mencari kerusakan pada lilitan. Pengujian ini merupakan pengujian yang dimaksudkan untuk memperkirakan kekuatan dielektrik isolasi dari lilitan stator generator. Prinsip kerja pengujian ini adalah jika ada kerusakan isolasi yang cukup besar, tegangan yang cukup besar diterapkan pada lilitan maka akan mengakibatkan breakdown pada isolasi tersebut, pengujian ini jarang dilakukan karena sifatnya merusak sehingga perlu melilit ulang rotor atau stator jika terjadi breakdown. Selama pengujian masing – masing fasa terpisah, salah satu fasa dites sedangkan dua fasa lainnya digroundkan.
High Potensial Test dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori utama yaitu sebagai berikut : 5.3.1.1 AC High Potensial Test AC High Potensial Test /AC Hi-Pot Test atau biasa disebut pengujian tegangan 50/60 hertz adalah pengujian dengan menggunakan tegangan pengujian normal 50/60 hertz untuk memenuhi standar pengiriman dari perusahaan. Tegangan pengujian 50/60 hertz digunakan diperusahaan karena pada simulasi stress yang dijumpai pada isolasi lilitan stator selama generator beroperasi secara normal. Pada masa dahulu peralatan pengujian AC Hi-Pot Test relatif berat, dan sehingga ukuran generator meningkat, kemampuan perlengkapan pengujian telah meningkat juga. Peralatan portabel resonant test telah dikembangkan yang menghasilkan arus yang diperlukan tanpa menjadi lebih berat. Banyak generator telah dibuat sekarang dengan perlengkapan pengujian yang dibutuhkan 300 kva atau lebih untuk pengujian AC HiPot Test pada lilitan stator. Tegangan yang diterapkan dalam pengujian AC Hi-Pot
Test adalah sebesar satu setengah kali dari tegangan line-to-line RMS generator (1,5E) untuk keserasian dengan peralatan dan setelah penggantian kumparan atau bar dipasang, sedangkan pada saat sebelum penggantian kumparan dipasang adalah sebesar 1,5 E + 2000.
5.3.1.2 Very-Low-Frequency Test Voltage Very-Low-Frequency Test Voltage atau VLF Test Voltage adalah pengujian dengan menggunakan tegangan frekuensi 0.1 hertz. Peningkatan reaktansi kapasitif pada range frekuensi sangat rendah mengurangi arus pengosongan pada pengujian. Sehingga peralatan pengujian tegangan tinggi 0,1 hertz lebih ringan dan lebih mudah untuk dibawa daripada peralatan konvensional AC Hi-Pot Test dan sebanding dengan ukuran peralatan resonat test 50/60 hertz. Peralatan pengujian 0,1 hertz mempunyai kemampuan untuk mencari perkiraan kerusakan seperti peralatan pengujian AC HiPot Test. Tegangan pada pengujian 0,1 hertz adalah harus 15% lebih besar daripada nilai RMS tegangan pada pengujian AC Hi-Pot Test supaya mempunyai kemampuan yang sama untuk mencari kerusakan.
5.3.1.3 DC High Potensial Test Pada Hi-Pot Test selain dengan menggunakan tegangan AC juga dapat dengan menggunakan tegangan DC atau biasa disebut dengan DC Hi-Pot Test. Peralatan yang digunakan pada pengujian DC adalah lebih kecil daripada peralatan pengujian AC Hi-Pot Test disebabkan oleh KVA yang dibutuhkan lilitan sangat kecil selama pengujian. Besarnya tegangan pengujian DC seharusnya 70 % lebih besar daripada tegangan RMS pengujian AC Hi-Pot Test untuk mendapatkan kemampuan yang sama untuk mencari kerusakan.
Tabel 5.1 : Tegangan yang digunakan pada Hi-Pot Test
Pengujian
Tegangan
Tegangan Pengujian
Pengujian
Pengujian 50/60-Hertz
Tegangan
0,1-Hertz AC (puncak)
DC
AC (RMS) Sebelum
penggantian 1,5 E + 2000
kumparan/bar dipasang Keserasian/kecocokan
2 x1,15 x (1,5 E + 2000) 1.7 x (1,5E) = 2,25E
1,5 E
2 x1,15 x (1,5 E )
1.7 x (1,5E) = 2,25E
penggantian 1,5 E
2 x1,15 x (1,5 E )
1.7 x (1,5E) = 2,25E
dengan peralatan Setelah
kumparan/bar dipasang Dimana : E = Tegangan RMS line-to-line dari generator
5.3.2
Insulation Resistance Test / Megger Test Insulation Resistance Test atau Megger Test merupakan pengujian yang
paling mudah dan sederhana untuk menentukan kemampuan isolasi. Megger test ini dilakukan pada rotor dan stator generator, selain itu juga dapat diterapkan pada semua mesin atau lilitan. Peralatan yang digunakan untuk pengujian ini disebut Mega Ohm Meter atau biasa disebut Megger Tester atau Megger saja. Peralatan ini membangkitkan tegangan internal tetap dan mempunyai resistansi internal yang tinggi. Pengukuran sesungguhnya adalah mensensing tegangan terminal, jadi arus yang mengalir menurunkan pembacaan skala yang dikalibrasi dalam Mega ohm. Indeks yang biasa digunakan dalam menunjukkan
pembacaan megger
dikenal sebagai dielectric absorbtion, yang diperoleh dengan pembacaan yang berkelanjutan untuk periode waktu yang lebih lama. Jika pengujian berkelanjutan untuk periode selama 10 menit, megger akan mempunyai kemampuan untuk mempolarisasikan atau mencharge kapasitansi tinggi ke isolasi stator, dan pembacaan resistansi akan meningkat jika isolasi bersih dan kering. Rasio pembacaan 10 menit dibandingkan pembacaan 1 menit dikenal sebagai Polarization Index atau Indeks Polarisasi (IP). Nilai Indeks polarisasi adalah 2,5 atau lebih tinggi pada stator dan 1,25 atau lebih tinggi pada rotor/medan. Hasil pembacaannya mengindikasikan apakah ada atau tidak bagian lilitan yang terhubung singkat pada atau disekitar sistem isolasi. Jika IP terlalu rendah ini
mengindikasikan bahwa lilitan mungkin terkontaminasi oli, kotoran, serangga, atau terbasahi oleh air. Besarnya Polarization Index atau Indeks polarisasi (IP) dapat dirumuskan sebagai berikut : IP =
R10menit R1menit
Dimana ;
R10 menit : Resistansi pengukuran pada menit ke-10 ( M R1 menit : Resistansi pengukuran pada menit pertama ( M
} }
Pembacaan megger yang sangat rendah dan juga indeks polarisasi yang kecil biasanya mengindikasikan adanya kelembaban dan pengeringan harus segera dilakukan. Jika lilitan dipanaskan untuk menghilangkan kelembaban, pembacaan resistansi akan bervariasi seperti ditunjukkan pada grafik gambar 5.4.
Gambar 5.4. Perubahan secara tipikal dalam 1 menit dan 10 menit resistansi isolasi selama proses pengeringan 13,800 volt ac pada isolasi klas B kumparan jangkar. Apabila bersih dan kering IP-nya akan lebih tinggi dari 2,5. Jika lembab dan atau kotor akan mempunyai IP mendekati 1 dan merupakan indikasi permulaan masalah isolasi.
Secara garis besar megger pada generator dibagi menjadi dua yaitu megger stator dan megger rotor, yang membedakan adalah tegangan yang diterapkan untuk masing – masing pengujian. Tegangan yang digunakan pada pengujian Insulation Resistance masih dibawah tegangan puncak kerja line-to-ground lilitan sehingga test ini bukan merupakan Hi-pot test. Berdasarkan standar IEEE no 43-2000 besarnya tegangan yang diterapkan untuk pengujian berdasarkan tegangan kerja pada lilitan generator dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.2. Tegangan DC yang diterapkan untuk pengujian megger berdasarkan tegangan kerja lilitan.
VAC (L – L) ( tegangan kerja lilitan (line-to-line) ) <100 1000 – 2500 2501 – 5000 5001 – 12000 >12000
VDC ( tegangan DC yang diterapkan ) 500 500 – 1000 1000 – 2500 2500 – 5000 5000 -10000
Alat yang digunakan dalam megger adalah Metriso 5000A dengan tegangan yang diterapkan untuk megger stator sebesar 5000 Volt DC sedangkan dalam megger rotor tegangan yang diterapkan adalah 500 Volt DC karena melihat kemampuan rotor untuk menahan tegangan. Megger terhadap stator sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca/ kelembaban.
5.3.2.1 Megger Stator Secara garis besar megger stator sendiri dibagi menjadi dua yaitu megger fasa ke fasa dan fasa ke ground. Berikut adalah rangkaian megger stator :
Gambar 5.5. Rangkaian megger stator fasa – ground
Gambar 5.6. Rangkaian megger stator fasa – fasa
Dalam pengukuran megger stator tidak hanya dilakukan sekali saja, pengukuran megger stator tesebut dilakukan berdasarkan tahapan dan waktunya adalah sebagai berikut yaitu : §
Megger awal stator
§
Megger stator sebelum penambahan resin
§
Megger stator setelah penambahan resin
§
Megger stator sebelum divarnis
§
Megger stator setelah rotor dimasukkan
§
Megger stator sebelum busbar di connect Maksud
megger
stator
yang berkelanjutan ini dimaksudkan
untuk
memastikan bahwa kelembaban lilitan stator tetap terjaga dan tidak terjadi hubung singkat atau kerusakan isolasi selama proses perawatan. Jika dalam proses yang berkelanjutan tersebut didapatkan nilai indeks polarisasi (IP) yang terlalu kecil itu mengisyaratkan bahwa stator terlalu lembab maka perlu dipanasi/pengeringan dengan lampu halogen. Dari megger stator tersebut berikut adalah datanya yang dilakukan selama 10 menit untuk mendapakan indeks polaritas. a. Megger awal stator Megger ini dilakukan pada saat awal rotor generator dikeluarkan. Pada pengukuran ini generator harus dalam kondisi mati. Cuaca : setelah hujan (29 °C ) Tabel 5.2 : Megger awal stator fasa – ground
Menit ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R (G ) 2,5 3 3,2 3,2 3,2 3,3 3,3 3,3 3,5 3,5 IP = 1,4
S (G ) 0,9 1,2 1,3 1,4 1,5 1,5 1,5 1,5 1,6 1,6 IP = 1,7
T (G ) 1,7 2 2,2 2,5 2,8 2,9 3,2 3,4 3,5 3,6 IP = 2,11
Tabel 5.3 : Megger awal stator fasa – fasa.
Menit ke1
R - S, T-Ground (G ) 3,6
R - T ,S-Ground (G ) 2,9
S - T, R-Ground (G ) 3,1
2 3 4 5 6 7 8 9 10
3,6 3,9 4,2 4,3 5 5,2 5,4 5,5 5,6 IP = 1,8
3,6 4 4,2 4,9 5 5,2 5,8 5,8 6 IP = 2,0
3,6 3,9 4 4,2 4,3 4,5 4,8 4,8 4,8 IP = 1,6
b. Megger stator sebelum penambahan resin Cuaca : mendung ( 30 °C ) Tabel 5.4 : Megger fasa – ground stator sebelum penambahan resin
Menit ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R (G ) 1 1,1 1,2 1,3 1,3 1,4 1,4 1,4 1,5 1,5 IP = 1,5
S (G ) 0,79 0,85 0,9 0,92 0,95 0,975 0,975 1 1 1 IP = 1,26
T (G ) 0,7 0,71 0,75 0,75 0,78 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 IP = 1.14
Tabel 5.5 : Megger fasa – fasa stator sebelum penambahan resin
Menit ke1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R - S, T-Ground (G ) 1,8 2,1 2,1 2,2 2,2 2,3 2,3 2,4 2,5 2,5 IP = 1,4
R - T ,S-Ground (G ) 1,7 2 2,1 2,2 2,2 2,2 2,3 2,3 2,3 2,5 IP = 1,4
S - T, R-Ground (G ) 1,5 1,8 1,9 2 2 2 2,1 2 2 2,2 IP = 1,46
c. Megger stator setelah penambahan resin Cuaca : hujan ( 29°C ) Tabel 5.6 : Megger fasa – ground stator setelah penambahan resin
Menit ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R (G ) 0,6 0,68 0,7 0,72 0,75 0,76 0,78 0,8 0,8 0,81 IP = 1,35
S (G ) 0,7 0,78 0,81 0,85 0,87 0,88 0,9 0,9 0,9 0,91 IP = 1,3
T (G ) 0,9 1 1,2 1,2 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 IP = 1,44
Tabel 5.7 : Megger fasa – fasa stator setelah penambahan resin
Menit ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R - S, T-Ground (G ) 1,6 1,7 1,8 2 2 2 2 2,1 2,1 2,1 IP = 1,3
R - T ,S-Ground (G ) 1,8 2 2,1 2,1 2,2 2,2 2,3 2,3 2,3 2,3 IP = 1,27
S - T, R-Ground (G ) 1,7 1,8 1,9 2 2 2 2 2 2,1 2,1 IP = 1,23
Pemberian resin akan mengakibatkan lilitan stator menjadi lembab jadi setelah pemberian resin perlu dipanaskan agar tidak lembab, pengeringan dapat dilakukan dengan lampu halogen. Penambahan resin dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan isolasi karena resin mempunyai sifat – sifat sebagai berikut : §
Secara mekanik sebagai lock windage yaitu penahan lilitan dari getaran atau sebagai pengunci lilitan.
§
Secara elektrik sebagai isolator untuk mengisolasi lilitan.
d. Megger stator sebelum divarnis Cuaca : mendung ( 30 °C ) Tabel 5.8 : Megger fasa – ground stator sebelum divarnis
Menit ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R (G ) 1,2 1,3 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 1,5 IP = 1,25
S (G ) 1 1,1 1,1 1,2 1,3 1,4 1,5 1,5 1,5 1,5 IP = 1,5
T (G ) 1,1 1,1 1,2 1,2 1,2 1,3 1,4 1,4 1,4 1,5 IP = 1,5
Tabel 5.9 : Megger fasa – fasa stator sebelum divarnis
Menit ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R - S, T-Ground (G ) 3 3,6 3,8 3,9 4 4,5 4,5 4,7 4,8 4,9 IP = 1,6
R - T ,S-Ground (G ) 3 3,5 3,6 3,7 3,7 3,7 3,8 3,8 3,8 3,8 IP = 1,26
S - T, R-Ground (G ) 2 2 2,3 2,3 2,4 2,4 2,4 2,5 2,5 2,5 IP = 1,25
e. Megger stator setelah rotor dimasukkan Cuaca :
mendung ( 30°C )
Tabel 5.10 : Megger fasa – ground stator setelah rotor dimasukkan.
Menit ke 1 2 3 4 5 6 7
R (G ) 1,8 2,2 2,3 2,3 2,3 2,3 2,4
S (G ) 0,9 1 1,1 1,1 1,1 1,2 1,3
T (G ) 1,2 1,3 1,4 1,5 1,6 1,7 1,7
8 9 10
2,5 2,5 2,5 IP = 1,3
1,3 1,3 1,3 IP = 1,4
1,7 1,7 1,8 IP = 1,5
Tabel 5.11 : Megger fasa – fasa stator setelah rotor dimasukkan.
Menit ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R - S, T-Ground (G ) 2,5 2,8 3 3,1 3,2 3,2 3,3 3,4 3,5 3,6 IP = 1,4
R - T ,S-Ground (G ) 3 3,5 3,7 3,8 3,8 3,8 3,9 3,9 3,9 3,9 IP = 1,3
S - T, R-Ground (G ) 2,8 3 3,1 3,1 3,2 3,2 3,2 3,2 3,2 3,2 IP = 1,1
Megger stator setelah rotor dimasukkan dimaksudkan untuk memastikan apakah ada gangguan hubung singkat yang tejadi pada stator, gangguan ini bisa diakibatkan adanya kerusakan isolator pada saat rotor dimasukkan akibat gesekan antar lilitan rotor dan stator sehingga mengakibatkan isolasinya rusak/lecet.
f. Megger stator sebelum busbar di connect Cuaca : setelah hujan ( 29 °C ) Tabel 5.12 : Megger fasa – ground stator sebelum busbar di connect.
R (G ) 0,95
S (G ) 0,75
T (G ) 0,6
Tabel 5.13 : Megger fasa – fasa stator sebelum busbar di connect.
R - S, T-Ground (G ) 1,7
R - T ,S-Ground (G ) 1,5
S - T, R-Ground (G ) 1,7
Megger stator sebelum busbar di connect ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa lilitan stator tidak ada yang mengalami hubung singkat. Apabila terjadi hubung singkat pada lilitan maka pada megger akan menghasilkan nilai hambatan sebesar nol (Z= 0).
Dengan hasil IP seperti pengujian diatas maka stator masih lembab sehingga perlu dikeringkan supaya dapat didapatkan nilai IP yang sesuai. Kelembaban sangat mempengaruhi nilai IP karena resistansi pada awal pertama besar dan hanya meningkat sedikit pada saat menit kesepuluh sehingga didapatkan IP yang kecil. Ini berbeda pada saat kondisi kering pada saat awal menit pertama nilai resistansi kecil dan meningkat secara bertahap sampai menit ke 10 sehingga akan didapatkan nilai IP yang bagus. Selain dengan menggunakan acuan indeks polarisasi sebagai penentu apakah lilitan generator dalam keadaan lembab atau mengalami hubung singkat juga dapat digunakan acuan berdasarkan nilai resistansi minimum dengan syarat besarnya nilai resistansinya adalah sebesar tegangan operasi dalam KV ditambah 1 untuk kemudian dikalikan dengan 100 M
yang dapat dirumuskan sbb :
Rmin = (Vrms + 1) x100.MΩ Dimana :
Rmin = resistansi minimum lilitan dalam M Vrms = tegangan rms dalam KV (line-to-line)
Contoh pada generator dengan tegangan operasi 11,5 KV maka resistansi minimumnya adalah sebesar : Rmin = (11,5 + 1) x 100 M
= 1250 M
= 1,25 G
5.3.2.2 Megger Rotor Pada Megger rotor tegangan yang dikenakan tidak boleh besar karena akan merusak isolasi pada rotor, karena tegangan yang dapat ditahan rotor terbatas menyesuaikan tegangan eksitasinya. Pada megger rotor ini digunakan tegangan sebesar 500 V DC.
Gambar 5.7. Rangkaian Megger rotor
Berdasarkan tahapannya megger rotor pada saat overhaul tidak jauh berbeda dengan megger stator, berikut adalah tahap – tahap megger dari rotor : §
Megger awal rotor
§
Megger rotor (sebelum Retaining Ring di lepas)
§
Megger rotor sebelum injeksi DC (Retaining Ring dilepas)
§
Megger rotor (setelah Retaining Ring masuk)
§
Cek Megger rotor (setelah Retaining Ring masuk)
a. Megger awal rotor Megger awal rotor ini dilakukan ketika rotor baru saja dikeluarkan dari generator sebelum dilakukan sebelum heating dan cleaning. Tabel 5.14 : Megger awal rotor (sebelum heating dan cleaning)
Cuaca : Tegangan Waktu ( t ) Hasil
: : :
setelah hujan ( 29 °C ) 500 V 1 menit Z = 800 M
Resistansi rotor dan stator sangat dipengaruhi oleh kelembaban disekitarnya karena akan mempengaruhi kelembaban lilitan, semakin besar kelembaban maka impedansi semakin besar.
b. Megger rotor sebelum Retaining Ring di lepas Tabel 5.15 : Megger rotor sebelum Retaining Ring di lepas
Cuaca : Tegangan : Waktu ( t ) : Megger Rotor Megger Rotor diberi Resin
mendung ( 30 °C ) 500 V 1 menit Z = 2,5 G Z=1G
c. Megger rotor sebelum injeksi DC (Retaining Ring dilepas) Tabel 5.16 : Megger rotor sebelum injeksi DC (Retaining Ring dilepas)
Cuaca : Tegangan : Waktu ( t ) : kutup A- ground :
hujan ( 29 °C ) 500 V 1 menit ZA = 5 M
d. Megger rotor setelah Retaining Ring masuk Tabel 5.17 : Megger rotor setelah Retaining Ring masuk
Mendung (30 °C) 500 V 1 menit Z = 90 M
Cuaca : Tegangan : Waktu ( t ) : Megger Rotor
Setelah Retaining Ring masuk ini sangat mempengaruhi resistansi rotor sehingga didapatkan nilai hasil megger yang besar.
e. Cek Megger rotor setelah Retaining Ring masuk Cuaca : Mendung (30 °C) Tabel 5.18 : Cek megger rotor setelah Retaining Ring masuk
Menit ke 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Z (M ) 65 100 100 105 110 120 121 125 125 130 IP = 2
Dengan hasil pada cek megger rotor setelah Retaining Ring masuk didapatkan hasil bahwa indeks polarisasi sudah memenuhi standar yang ditentukan yaitu sebesar 1,25. Selain itu cek megger rotor setelah Retaining Ring masuk ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa tidak ada hubung singkat pada lilitan rotor setelah Retaining Ring masuk karena dalam pemasangan atau pelepasan Retaining Ring dengan memakai suhu yang sangat tinggi. Setelah rotor dimasukkan sudah tidak dilakukan lagi megger rotor karena rotor sudah dimasukkan pada statornya dan sebelum dimasukan sudah di megger.
5.3.3. DC Leakage DC Leakage adalah tipe pengukuran lain untuk menentukan resistansi isolasi. Ini diperoleh dengan pengujian dengan set tegangan yang berubah ubah dimana tegangan yang diterapkan pada isolasi dinaikkan secara bertahap dan arus bocor yang melewati isolasi diukur pada masing – masing tegangan. Ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan besar daripada megger tetapi memberikan ketepatan lebih, seperti dasar level isolasi. Ini mempunyai kemampuan lebih tinggi dan dapat menjaga tegangan yang dipilih konstan saat sementara arus bocor diukur pada point tegangan yang diinginkan. Pengujian ini telah digunakan secara ekstensif dalam peralatan elektris yang sudah tua, terutama menyangkut sistem isolasi, yang didasarkan kepada penyerapan kelembaban. Mesin berpendingin udara berdasarkan perubahan kelembaban dalam udara pendingin. Pada mesin berpendingin hidrogen, lingkungan sekitar sungguh kering dan lilitan terhindar dari kelembaban. Bahkan jika gangguan tidak ada pada isolasi dalam lapisan udara yang sangat kering, sepanjang gangguan pada saat kering dan bersih, tidak cukup besar arus bocor dc yang didapatkan. Ini kemudian memungkinkan bahwa pengujian dc leakage akan gagal / tidak sesuai untuk mengindikasikan gangguan pada generator berpendingin hidrogen. Sementara sistem epoxy-mica tidak menyerap kelembaban dalam kondisi normal. Tegangan dc yang diterapkan secara bertahap pada pengujian dc leakage tegangan maksimumnya dibatasi sampai dua kali nilai RMS tegangan kerja ac dari generator.
V DC maksimum = 2 xV AC rms Dimana, VDC maksimum : Tegangan dc maksimum pada pengujian dc leakage VAC rms
:
Tegangan RMS generator
5.3.4. Dissipation Faktor Dissipation faktor atau faktor disipasi isolasi diukur sebagai bagian dari keseluruhan rencana evaluasi untuk menentukan kondisi isolasi. Pengukuran ini juga biasa disebut power factor atau tan delta dan merupakan parameter untuk memperlihatkan efisiensi isolasi. Pengujian tan delta dilakukan pada lilitan stator. Pengujian ini efektif untuk mendeteksi kontaminasi isolasi, kualitas semikonduktor, jumlah kandungan kehampaan, kerusakan parsial discharge, delamination isolasi. Isolasi yang sempurna adalah mempunyai PF 0 dan tidak mempunyai rugi – rugi internal. Peningkatan faktor disipasi sebagai fungsi tegangan mengindikasikan angka peningkataan ionisasi, rugi – rugi internal dan pemanasan. Angka perubahan dalam slope pada kurva, kurva ini menyediakan nilai dalam menentukan kualitas isolasi. Pengujian ini merupakan pengujian AC yang menggunakan frekuensi kerja peralatan. Pada saat tegangan dengan frekuensi kerja diterapkan pada isolasi stator, jumlah arus yang mengalir terdiri dari dua komponen arus kapasitif yang relatif besar ( ic ), yang mendahului tegangan 90°, dan arus resistif yang lebih kecil ( ir ) yang sefasa dengan tegangan. Dielektrik kapasitor yang disimulasikan adalah sistem isolasi yang meliputi dua elektroda, konduktor tembaga tegangan tinggi dan inti besi stator. Faktor daya adalah cos
, sudut antara tegangan yang diterapkan dan total
arus. Cosθ =
ir Ei r W Watts = = = it Ei t Ei t VA
Gambar 5.8. Rangkaian dielektrik dasar.
Gambar 5.9. Arus pengisian total.
Pengukuran ini merupakan pengukuran rugi – rugi dielektrik isolasi dan memberikan informasi yang sesuai tentang kualitas isolasi. Faktor daya diterapkan per fasa pada tegangan yang meningkat, dimulai dibawah tegangan permulaan korona timbul dan berlanjut sampai rating tegangan fasa ke netral generator dan mungkin 25 % ke atas. Tip-up faktor daya adalah faktor daya yang diukur pada tegangan line-netral di kurangi faktor daya tegangan rendah ( umumnya diterapkan 100 % dan 25 % dari tegangan line – netral ).
Gambar 5.10. Kumparan dengan sedikit rongga/ kehampaan pada isolasinya mempunyai PF 2 % pada tegangan kerja. Sedangakan dengan banyak kehampaan mempunyai PF 5%-10% yang diukur pada tegangan kerja.
Selama semua tipe isolasi kering mengandung kehampaan, faktor daya akan meningkat dengan peningkatan tegangan pengujian. Peningkatan faktor daya sebagai fungsi tegangan dikarenakan oleh ionisasi gas pada kehampaan sistem isolasi.
Pada sistem isolasi dengan kehampaan yang berlebihan akan mempunyai tipup faktor daya yang lebih tinggi ( lihat gambar 5.10). Kehampaan yang berlebihan mungkin
dikarenakan
penuaan
kertas
pengikat
isolasi
atau
material
pengikat/penyusun sistem isolasi. Penuaan material ini menimbulkan pengurangan kekuatan fisik dan dapat menghasilkan kehampaan/rongga. Sekali kehampaan yang berlebihan terjadi, parsial discharge akan terjadi yang juga akan merusak material penyusun isolasi. Degradasi sistem isolasi mungkin akan terjadi secara internal maupun pada permukaan koil/bar diantara slot. Lilitan stator harus diisolasi dan netral terpisah sehingga masing – masing fasa diuji secara terpisah. Masing – masing fasa diuji pada fasa ke ground. Pengujian faktor daya pada lilitan stator dilakukan pada saat tidak beroperasi dan pada saat rotor dikeluarkan.
5.3.5. Balancing Voltage Rotor Test Sebelum melakukan balancing voltage rotor test maka dilakukan dahulu pengukuran Impedansi Karakteristik Rotor untuk menentukan kelinearan impedansi rotor apabila diterapkan tegangan baik dengan pengujian tegangan naik maupun tegangan turun dengan tegangan AC sampai dengan tegangan yang akan diterapkan pada pengujian balancing tegangan rotor. Dalam balancing voltage rotor ini dibutuhkan alat – alat antara lain adalah supply tegangan yang dapat divariasi berupa voltage regulator, tang Amperemeter dan AVO meter. Berikut adalah rangkaian pengukuran impedansi karakteristik :
Gambar 5.11. Rangkaian pengukuran impedansi karakteristik.
Berdasarkan pengukuran berikut adalah data pengukuran impedansi karakteristik untuk pengujian tegangan naik maupun tegangan turun.
5.3.5.1 Pengukuran
Impedansi
Karakteristik
Rotor
Sebelum
Pemasangan Retaining Ring. Tabel 5.19. Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan naik sebelum pemasangan Retaining Ring.
Vac- regulator (V) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130
Vac (V) 10 19.9 30.2 40 50.2 60.1 70 80 90 100 110 120 130
I (A) 0.53 1.04 1.56 2.03 2.47 2.9 3.31 3.7 4.1 4.47 4.85 5.23 5.6
Z ) 18.86 19.13 19.36 20.7 20.32 20.72 21.14 21.62 21.95 22.37 22.68 22.94 23.21
Gambar 5.12. Grafik impedansi karakteristik tegangan naik sebelum pemasangan Retaining Ring. Tabel 5.20. Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan turun sebelum pemasangan Retaining Ring.
Vac- regulator (V) 130 120 110 100 90 80 70 60 50
Vac (V) 130 120 110 100 90 80 70 60 50
I (A) 4.99 4.95 4.58 4.23 3.87 3.78 3.11 2.73 2.33
Z ) 26.05 24.24 24.01 23.64 23.25 21.16 22.5 21.97 21.45
40 30 20 10
40 30 20 10
1.94 1.51 1.04 0.54
20.61 19.86 19.23 18.51
Gambar 5.13. Grafik impedansi karakteristik tegangan turun sebelum pemasangan Retaining Ring.
Pada waktu uji impedansi karakteristik seharusnya nilai Z perubahannya tidak terlalu banyak baik pada saat pengujian tegangan naik maupun pada saat tegangan turun. Tegangan tertinggi pada saat melakukan pengujian impedansi karakteristik adalah sebesar tegangan yang akan dinjeksikan sewaktu pengujian balancing rotor yaitu 130 Volt AC. Ukur Impedansi Karakteristik dilakukan sebelum dan sesudah pemasangan Retaining Ring (R-R) ini dimaksudkan untuk memastikan impedansi karakteristik rotor masih linear dengan peningkatan tegangan yang diterapkan.
5.3.5.2 Pengukuran Impedansi Karakteristik Rotor Setelah Pemasangan Retaining Ring. Tabel 5.21. Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan naik setelah pemasangan Retaining Ring.
Vac-regulator (V) 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Vac (V) 10.1 20.3 29.9 39.9 50.8 60.9 70.9 80.3 90 100.6
I (A) 0.62 1.21 1.7 2.19 2.71 3.18 3.64 4.05 4.46 4.94
Z ) 16.29 16.77 17.58 18.21 18.74 19.15 19.47 19.82 20.18 20.36
110 120 130
110.4 120.6 130.1
5.34 5.75 6.14
20.67 20.97 21.18
Gambar 5.14. Grafik impedansi karakteristik tegangan naik setelah pemasangan Retaining Ring Tabel 5.22. Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan turun setelah pemasangan Retaining Ring.
Vac- regulator (V) 130 120 110 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10
Vac (V) 130.1 120.6 110.5 100.5 90.5 80.5 70.6 60.2 50.3 40.3 30.4 20.1 10.4
I (A) 6.14 5.74 5.27 4.89 4.46 4 3.55 3.05 2.61 2.1 1.57 1.06 0.6
Z ) 21.19 21.01 20.96 20.55 20.29 20.12 19.88 19.73 19.27 19.19 19.36 18.96 17.33
Gambar 5.15. Grafik impedansi karakteristik tegangan turun setelah pemasangan Retaining Ring.
Dari pengukuran impedansi karakteristik tersebut diatas didapatkan hasil impedansi karakteristik yang linear terhadap tegangan yang diterapkan secara bertahap.
5.3.5.3. Balancing Voltage Rotor Test Balancing voltage rotor test adalah mengukur ketidakseimbangan tegangan (unbalance voltage) antara kutup A dan kutup B terhadap center pole pada rotor. Caranya adalah dengan cara menginjeksi tegangan AC sebesar 130 Volt AC pada kedua ujung kutup rotor kemudian mengukur besarnya tegangan kutup A terhadap center pole kemudian mengukur kutup yang lain (kutup B) sehingga akan didapatkan tegangan masing masing tegangan kutup A terhadap center pole (VA) dan tegangan kutup B terhadap center pole (VB). Rangkaian pengujian balancing voltage rotor adalah sebagai berikut :
Gambar 5.16. Rangkaian pengujian balancing tegangan rotor.
Besarnya tegangan yang diinjeksikan pada lilitan rotor adalah sebesar 130 Volt AC yang dinjeksikan pada ujung lilitan rotor. Dari hasil pengukuran didapatkan hasil percobaan untuk masing masing kutup terhadap center pole adalah sebagai berikut : V kutup A - center pole = 68,8 V V kutup B - center pole = 59,4 V Syarat seimbang adalah tegangan diantara kutup terhadap center pole adalah harus sama atau masih dalam batas toleransi yaitu maksimal drop tegangannya ( V)
adalah tidak boleh lebih dari 10 % dari total tegangan yang diinjeksikan ke rotor. Dimana drop tegangannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
V A − C − VB − C x100 persen VR
∆V = Dimana :
= drop tegangan dalam %
V VR
= tegangan yang diinjeksikan ke lilitan rotor
VA-C
= tegangan hasil pengukuran kutup A terhadap center pole
VB-C
= tegangan hasil pengukuran kutup B terhadap center pole Dari pengujian diatas total tegangan yang diinjeksikan adalah 130 Volt. Jadi
dalam perhitungan drop tegangan adalah sebesar : 68,6 − 59,4 x100 persen = 7,076 persen 130
∆V =
Jadi besarnya drop tegangan masih dalam toleransi yaitu sebesar 7,076 % jadi dapat disimpulkan bahwa rotor tersebut masih sesuai dengan ketetapan yang ditentukan.
5.3.6 Tahanan Dalam (Rd) Rotor Pengujian tahanan dalam atau coil resistance test adalah pengujian untuk mengetahui kesetidaktimbangan antar fasa/kutup, kesesuaian antara nilai tahanan dalam lilitan yang diukur, pengukuran sebelumnya dan dengan nilai pada nameplate. Jika terjadi masalah, rotor seharusnya diperiksa untuk mencari penyebab ketidaksesuaian tersebut. Masalah yang timbul biasanya adalah hubung singkat dengan rotor, hubung singkat diantara lilitan baik antara fasa yang sama atau berbeda, dan lepas atau rusaknya koneksi lilitan. Sebenarnya lebih jauh Hi-pot atau Surge test tidak perlu dilakukan selama hasil pengukuran tahanan dalam telah sesuai. Pada pengukuran tahanan dalam rotor (Rd) hanya dapat dilakukan pada saat Retaining Ring (R-R) dilepas karena center pole terletak disebelah sisi dalam dari Retaining Ring. Pelepasan retaining ring ini membutuhkan waktu yang lama karena proses pelepasannya harus dengan pemanasan yang sangat tinggi ( sekitar 300° C ) secara merata sehingga retaining ring dapat memuai sehingga retaining ring dapat didorong keluar. Pemanasan ini dengan media arus yang besar yang dialirkan melalui keramik.
Gambar 5.17. Pelepasan Retaining Ring (R-R)
Peralatan yang digunakan untuk mengukur tahanan dalam adalah Winding Resistance Meter, pada pengukuran ini digunakan alat produk dari Vanguard Instruments Company type WRM-40. Winding Resistance Meter dapat mengukur resistansi secara akurat dengan range dari 1 mikro ohm sampai ratusan ohm, alat ini dapat digunakan untuk mengukur resistansi lilitan motor, lilitan trafo atau pengujian resistansi rendah yang lain.. Cara pengukuran adalah dengan memberikan tegangan pengujian maksimum sebesar 36 Vdc sehingga akan ada arus yang mengalir ke lilitan rotor yang besarnya menyesuaikan supply tegangan pengujian, besarnya arus maksimum sampai dengan 40 Ampere. Pada saat pengujian ini maka akan timbul panas pada lilitan rotor, suhu yang terukur pada lilitan rotor ini kemudian akan dicari nilai resistansi ekivalennya dari lilitan aluminum atau tembaga berdasarkan standar referensi suhu. Nilai resistansi ekivalen inilah yang kemudian disebut hambatan dalam. Dari hasil pengukuran didapatkan besarnya tahanan dalam masing – masing lilitan dari kedua kutup adalah sebagai berikut : R1 R2
: 118,6 miliohm : 119,4 miliohm Dimana R1 adalah besarnya tahanan dalam kutup A terhadap center pole,
sedangkan R2 adalah besarnya tahanan dalam kutup B terhadap center pole. Besarnya batas maksimum perbedaan tahanan dalam adalah tidak boleh melebihi dua persen ( 2 % ) dari total tahanan dalam.
∆Rmax =
R1 − R2 x100 persen R1 + R2
Dimana : Rmax = selisih maksimum antara tahanan dalam R1 dan R2 R1
= besarnya tahanan dalam kutup A terhadap center pole
R2
= besarnya tahanan dalam kutup B terhadap center pole. Jadi berdasarkan hasil pengukuran didapatkan besarnya selisih maksimum
antara tahanan dalam R1 dan R2 adalah sebesar :
∆Rmax =
118,6 − 119,4 x100 persen 118,6 + 119,4
0,8 x100 persen 238 = 0.3361persen =
Dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa nilai tahanan dalam rotor masih memenuhi standar karena besarnya selisih maksimum antara tahanan dalam R1 dan R2 masih dibawah 2 % yaitu sebesar 0,3361 %. Untuk diagram pengawatan pengukuran hambatan dalam adalah sbb :
Gambar 5.18. Rangkaian pengawatan pengukuran hambatan dalam (Rd) dengan menggunakan Winding Resistance Meter.
Perbedaan antara megger rotor dengan pengukuran tahanan dalam (Rd) rotor adalah level tegangan yang digunakan untuk pengujian, dalam megger rotor tegangan pengujian adalah besar dengan arus yang kecil hanya dalam orde miliampere. Sedangkan dalam pengukuran tahanan dalam rotor tegangan pengujian hanya sampai beberapa Volt dengan arus yang besar hingga orde puluhan Ampere.
5.3.7. Partial Discharge Test Partial Discharge Test atau PD test telah dipakai lebih dari 50 tahun untuk mengukur kualitas isolasi, dan kadang – kadang untuk mendeteksi penurunan isolasi yang terjadi pada peralatan tegangan tinggi. Untuk beberapa tipe peralatan, tujuan pengukuran PD adalah untuk mencari masalah pembuatan dalam peralatan baru, sementara beberapa pengguna juga menggunakan PD test untuk mendeteksi kemunduran saat peralatan saat sedang digunakan. Partial Discharge Test atau PD test dapat dilakukan pada saat generator beroperasi (on-line PD test) dan pada saat generator berhenti operasi atau mengenergize peralatan tegangan tegangan tinggi dengan trafo eksternal (off-line PD test). Pengujian partial discharge secara langsung mengukur pulsa arus yang dihasilkan dari PD pada lilitan. Jadi proses kegagalan yang dihasilkan PD sebagai gejala dapat dideteksi dengan metode ini. Pengujian ini relevan/sesuai untuk lilitan stator dengan rating tegangan 2300 volt atau diatasnya. Metode umum PD test terbagai menjadi beberapa klasifikasi yang meliputi : 1. Off-line PD test pada stator untuk mengukur aktifitas PD 2. TVA (corona) probe test untuk menentukan lokasi PD 3. Ultrasonic probe test untuk menentukan lokasi PD 4. Blackout or ultraviolet test untuk menentukan lokasi PD 5. On-line PD test untuk mengukur aktifitas PD selama kondisi normal operasi.
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan 1. PT. Indonesia Power membangkitkan energi listrik dengan Unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU). 2. Pembangkit Listrik Tenaga Uap memiliki daya terpasang 300 MW, terdiri atas unit 1 sebesar 50 MW, unit 2 sebesar 50 MW dan unit 3 sebesar 200 MW 3. Komponen utama Pembangkit Listrik Tenaga Uap, yaitu: a. Pompa (BFP, CWP, dll) b. Boiler (Economizer, Superheater, burner dll.) c. Turbin (Tekanan tinggi, tekanan menengah ,dan tekanan rendah) d. Kondensor (sistem pendinginan) e. Generator sinkron 4. Sistem isolasi yang digunakan dalam rotor dan stator generator sinkron 50 MW Unit 1 adalah isolasi epoxy-mica karena mempunyai kekuatan mekanik dan kekedapan terhadap air, oli atau kontaminasi lain. 5. Berdasarkan tegangan yang diterapkan pengujian rotor dan stator generator dibagi atas Proof Test dan Analitycal Test. 6. Pada pengujian Proof Test/High Potensial Test dapat menimbulkan breakdown pada isolasi karena tegangan yang diterapkan diatas tegangan kerja. 7. Macam – macam pengujian rotor dan stator generator sinkron adalah sebagai berikut: a. High Potensial Test b. Insulation Resistance c. DC Leakage d. Dissipation Factor e. Balancing Voltage Rotor Test f. Tahanan Dalam (Rd) Rotor g. Partial Discharge Test
6.2 Saran 1. Untuk menghindari masalah - masalah kerusakan sistem isolasi maka seharusnya dilakukan pemeliharaan secara berkala terhadap semua komponen dari sistem isolasi sehingga kita dapat mencegah masalah - masalah tersebut sebelum terjadi. 2. Kerja sama dengan lingkungan akademis agar lebih ditingkatkan, dengan mengadakan berbagai macam kegiatan yang bisa bermanfaat bagi mahasiswa pada khususnya dan dunia kerja pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
C. Stone. Greg, “Recent Important Changes in IEEE Motor and Generator Winding Insulation Diagnostic Testing Standards”, IEEE Fellow, Iris Power Engineering, 1 Westside Drive Unit 2 Toronto, Canada, PCIC – XX, 2004.
[2]
Lister,“Mesin dan Rangkaian Listrik”, Edisi keenam, Erlangga, Jakarta, 1993.
[3]
Marsudi, Ir. Djiteng, “Pembangkitan Energi Listrik”, Erlangga, Jakarta, 2005.
[4]
Theraja. BL, “Electrical Technology Volume II”, S. Chand & Company LTD, Ram Nagar, New Delhi, 1994.
[5]
United States Department of The Interior, “Testing Solid Insulation of Electrical Equipment, Facilities Instructions, Standards, and Tecniques”, Volume 3-1, Facilities Engineering Branch Denver, Colorado, 2000.
[6]
www.gmc-instruments.com/english/pgruppe/electricaltesting.htm
[7]
www.gepower.com/prod_serv/serv_for/generators/en/testing_insp/index.htm
[8]
www.indonesiapower.co.id
[9]
www.vanguard-instruments.com/products/lrmeters/wrm40.php
[10] ........., “Drying Turbine Generator Windings, GEI-69534B”, Manual Book PLTU Unit 1&2 PT. Indonesia Power UBP Semarang. [11] ........., “Drying Turbine Generator Windings-Hidrogen Cooled Turbine Generator, GEI-53946D , Manual Book PLTU Unit 1&2 PT. Indonesia Power UBP Semarang. [12] ........., “Insulation Testing of Turbine-Generator Windings, GEK-7613A , Manual Book PLTU Unit 1&2 PT. Indonesia Power UBP Semarang. [13] ........., “Insulation Testing of Turbine-Generator Windings (Epoxy-Bonded Mica Insulation System), GEK-7613F , Manual Book PLTU Unit 1&2 PT. Indonesia Power UBP Semarang.
Makalah Seminar Kerja Praktek PENGUJIAN ROTOR DAN STATOR GENERATOR SINKRON 50 MW DI PLTU UNIT 1 PT INDONESIA POWER SEMARANG Eko Parjono (L2F 004 473) Email:
[email protected] Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Abstrak Generator Sinkron memegang peranan yang sangat penting dalam produksi energi listrik di PT Indonesia Power Tambak Lorok Semarang. Generator ini digunakan untuk mengkonversi energi mekanik putaran dari turbin menjadi energi listrik. Kebanyakan tipe generator sinkron yang digunakan di PT Indonesia Power adalah generator sinkron dengan pendingin hidrogen, karena dengan pendingin hidrogen akan didapatkan kelembaban yang kecil / kering didalam generator. Untuk menjaga kehandalan sistem diperlukan perawatan dan pengujian secara berkala dengan tidak mengesampingkan system proteksinya. Generator sinkron dengan kapasitas besar membutuhkan perawatan ataupun pengujian untuk menjaga agar tetap dapat beroperasi secara normal dan terhindar dari bermacam macam gangguan misalnya adalah vibrasi pada rotor, hubung singkat pada lilitan stator maupun rotor, dsb. Beberapa langkah dilakukan untuk meminimalisasi gangguan tersebut. Salah satunya adalah dengan pengujian rotor dan stator yang terdiri dari banyak pengujian diantaranya adalah High Potensial Test, Megger Test , dan Balancing Voltage Rotor Test. Dalam kerja praktek ini, penulis ingin belajar tentang pengujian pada rotor dan stator generator sinkron 50 MW dengan pendingin hidrogen. Dengan laporan ini, para mahasiswa dapat belajar jenis- jenis pengujian pada generator sinkron dengan kapasitas daya besar dan mengetahui bagaimana cara melakukan pengujian pada rotor dan stator generator. Kata kunci: Generator Sinkron, Proof Test, Analytical Test, Pengujian rotor dan stator.
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Di dalam pusat pembangkitan terdapat generator yang digunakan untuk mengkonversi energi dari energi 1.1
mekanik putar dari turbin ke energi listrik. Generator yang digunakan dalam pusat listrik tenaga uap (PLTU) adalah generator sinkron. Di dalam PLTU, generator sinkron berperan penting bagi kelangsungan operasi di dalam
penyediaan listrik ke konsumen. Sedangkan, pada saat peralatan listrik tersebut mengalami gangguan misalnya hubung singkat pada lilitannya dan sebagainya, maka diambil suatu tindakan preventif untuk mengatasi gangguan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, mutlak diperlukan suatu pemeliharaan. Salah satu pemeliharaan tersebut adalah dengan pengujian pada rotor dan stator generator sinkron.
1.2
Tujuan Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mempelajari pengujian yang dilakukan pada rotor dan stator generator sinkron 50 MW di PLTU Unit 1 PT. Indonesia Power Tambak Lorok Semarang. 1.3
Batasan Masalah Dalam penulisan makalah ini, penulis hanya menjelaskan tentang pengujian yang dilakukan pada rotor dan stator generator sinkron 50 MW yang meliputi atas Proof Test dan Analitycal Test, khususnya Insulation Resistance/ Megger, Balancing Voltage Rotor Test dan Tahanan Dalam (Rd) Rotor di PLTU Unit 1 PT. Indonesia Power Tambak Lorok Semarang. II. DASAR TEORI Spesifikasi Teknis Turbin dan Generator PLTU Unit 1 Generator sinkron adalah sebuah peralatan listrik yang berfungsi untuk 2.1
mengubah energi gerak menjadi energi listrik AC. Besarnya kapasitas daya yang dihasilkan generator PLTU Unit 1 adalah 50 MW. Berikut adalah data spesifikasi Generator PLTU Unit 1. Tabel 1. Data spesifikasi Generator PLTU Unit 1 Jumlah 1 buah/ unit Pabrik General Electric (GE) Nomor seri 316X150 Jumlah kutup 2 Hidrogen cooledType generator Suhu maksimum gas 46°C pendingin Putaran 3000 rpm Tegangan jangkar 11500 V Tegangan eksitasi 250 V Faktor daya 0,85 Rating KVA 62500 Kapasitas KVA 57500
Sedangkan, sebagai penggerak mula atau prime mover adalah turbin uap generator merk General Electric dengan spesifikasi listrik sebagai berikut (tabel 2): Tabel 2. Data turbin uap Jumlah Pabrik
1 buah/ unit General Electric
Nomor seri
197709
Rating
50001 KW
Steam Conditions Pressure
88,90 kg/cm2
Temperatur
5100C
Exhaust Pressure
87,87 mm.Hg abs
Putaran
3000 rpm
2.2 Generator Sinkron 2.2.1 Dasar Teori Generator sinkron atau alternator berfungsi untuk mengubah energi gerak (mekanis) menjadi energi listrik AC dimana kecepatan putaran medan dan kecepatan putaran rotornya sama atau tidak ada slip. Kumparan medan generator sinkron terletak pada rotornya sedangkan kumparan jangkarnya terletak pada stator.
Prinsip kerja generator sinkron adalah menggunakan prinsip induksi elektromagnetik dimana disini rotor berlaku sebagai kumparan medan (yang menghasilkan medan magnet) dan akan menginduksi stator sebagai kumparan jangkar yang akan menghasilkan energi listrik. Pada belitan rotor diberi arus eksitasi DC yang akan menciptakan medan magnet. Rotor ini dikopel dengan turbin putar dan ikut berputar sehingga akan menghasilkan medan magnet putar. Medan magnet putar ini akan memotong kumparan jangkar yang berada di stator. Oleh karena adanya perubahan fluks magnetik pada tiap waktunya maka pada kumparan jangkar akan mengalir gaya gerak listrik yang diinduksikan oleh rotor. 2.2.2 Konstruksi Generator Sinkron Dalam semua generator bolak-balik medan diletakkan pada bagian yang berputar atau rotor, dan lilitan jangkar pada bagian yang diam atau stator dari mesin. Medan yang berputar dicatu/dieksitasi dengan arus searah melalui cincin slip dan sikat-sikat, atau melalui hubungan kabel langsung antara medan dan penyearah yang berputar jika digunakan sistem eksitasi tanpa sikat-sikat (brushless). Ada dua jenis yang berbeda dari struktur medan generator sinkron, yaitu tipe kutub-sepatu (salient) dan silinder. § Rotor tipe kutub-sepatu Generator kepesatan rendah yang digerakkan oleh mesin diesel atau turbin air mempunyai rotor dengan kutub medan yang menonjol atau kutub medan sepatu seperti rotor yang ditunjukkan dalam gambar 2.
Gambar 2. Rotor kutub sepatu untuk generator sinkron kepesatan rendah
§ Rotor tipe silinder Generator kepesatan tinggi atau tipe turbo mempunyai rotor silinder seperti yang ditunjukkan dalam gambar 3. Rotor yang
ditunjukkan pada gambar 2 dirancang untuk bekerja pada 3000 rpm. Konstruksi silinder penting dalam mesin kepesatan tinggi karena tipe kutub sepatu sukar dibuat untuk menahan tekanan pada kepesatan tinggi. Generator sinkron dengan konstruksi rotor silinder digerakkan oleh turbin uap atau gas.
Gambar 3. Rotor tipe silinder untuk generator sinkron 3000 rpm
2.2.3 Memparalelkan Generator Jika beban pada stasiun pembangkit menjadi sedemikian besar sehingga nilai (rating) generator yang sedang bekerja dilampaui, maka perlu penambahan generator lain secara paralel untuk menaikkan penyediaan daya dari stasiun pembangkit tersebut. Sebelum dua generator sinkron diparalelkan harus dipenuhi beberapa syarat – syarat berikut ini: 5. Urutan fasanya harus sama 6. Tegangan terminalnya harus sama 7. Tegangannya harus sefase 8. Frekuensinya harus sama Jika dua generator beroperasi dan persyaratan ini dipenuhi maka dikatakan dalam keadaan sinkron. Operasi agar mesin dalam keadaan sinkron dinamakan penyinkronan. 2.2.4 Ayunan (Swing) Generator sinkron yang bekerja paralel mempunyai kecenderungan untuk berayun (swing). Jika kopel penggerak yang dikenakan pada generator berdenyut, seperti yang dihasilkan oleh mesin diesel, rotor generator dapat tertarik maju atau mundur secara periodik dari posisi normalnya ketika berputar. Aksi osilasi ini dinamakan ayunan atau hunting. Daya osilasi ini menjadi kumulatif dan cukup kuat untuk menyebabkan generator menjadi tak sinkron.
Lilitan peredam, kerap kali disebut lilitan amortisseur atau damper winding, dipasang pada permukaan beberapa rotor generator untuk mengurangi kecenderungan berayun. Rotor yang ditunjukkan dalam gambar 2 dilengkapi dengan lilitan peredam yang terdiri dari konduktor yang dihubung singkat dan dibenamkan pada muka kutub. Jika ayunan terjadi, ada pergeseran fluksi jangkar melewati muka kutub, sehingga menginduksikan arus dalam lilitan peredam. Karena setiap arus induksi melawan aksi yang menimbulkannya, aksi ayunan dilawan oleh aliran arus induksi. Generator yang digerakkan oleh turbin uap umumnya tidak mempuyai kecenderungan berayun karena kopel yang dikenakan tidak berdenyut. III. ISI Sistem Isolasi Lilitan Rotor dan Stator Sistem isolasi generator menggabungkan beberapa material berbeda untuk memproteksi lilitan medan dan lilitan stator, sehingga bagian utama sistem melibatkan banyak pengujian untuk mendapatkan batasan – batasan isolasi. Ini meliputi kekuatan dielektrik yang telah berhasil dengan menggunakan mika dalam bermacam – macam bentuk. Generator yang disusun dengan isolasi lilitan asphalt-mika mempunyai sejarah dapat menyerap kelembaban yang dalam beberapa kasus membutuhkan pengeringan lilitan untuk mendapatkan level resistansi isolasi yang memuaskan. Sekarang lilitan menggunakan isolasi epoxy-mica karena mempunyai kekuatan mekanik dan kekedapan terhadap air, oli atau kontaminasi lain terhadap isolasi, yang ditimbulkan selama kondisi abnormal. 3.1
Gambar 4. Sistem isolasi pada lilitan stator generator
Gambar 5. Sistem isolasi pada lilitan rotor generator
Fungsi utama isolasi adalah membatasi tegangan pada isolasi, jika tegangan yang berlebihan diterapkan pada lilitan, stress tegangan akan mengakibatkan pemanasan pada isolasi dan dapat mengakibatkan kerusakan. Mempertahankan kekompakan dan kualitas sistem isolasi adalah sangat penting terhadap pemanasan, kehampaan, kerusakan mekanis atau ketidaknormalan lain yang mengakibatkan kelemahan terhadap isolasi. 3.2
Pengujian Rotor dan Stator Ada beberapa pengujian pada sistem isolasi untuk mengevaluasi kekuatan dielektrik untuk menjamin keandalan. Perbedaan dari satu pengujian ke pengujian yang lain adalah perbedaan level tegangan yang diterapkan, pengukuran dan penunjukkan hasil. Secara garis besar pengujian rotor dan stator pada generator dibagi atas dua kategori yaitu Proof test dan Analytical test. 3.2.1 Proof Test Proof test yaitu pengujian yang menggunakan level tegangan yang lebih tinggi daripada tegangan kerja. Argumen yang sering digunakan dalam pengujian tegangan lebih adalah mungkin akan menimbulkan breakdown pada lilitan. Breakdown biasanya mengalir selama kondisi beban puncak. Jika satu atau lebih titik lemah pada lilitan mengalir gangguan, ini kemudian akan menjadi titik grounding dari lilitan, menggantikan netral dan kemudian menerapkan tegangan yang besar ke bagian lain lilitan. Breakdown susulan dapat mengalir kemudian, dimana dapat menghasilkan arus sirkulasi yang tinggi seperti gangguan fasa ke fasa. Ini akan menghasilkan
kerusakan inti, yang mengharuskan inti diperbaiki dan kemungkinan seluruhnya diganti lilitannnya. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mencari kelemahan, dan kemungkinan breakdown. Contoh proof test pada generator adalah pengujian High Potensial Test. 3.2.2
Analytical Test Analytical test yaitu pengujian dengan menggunakan level tegangan yang biasanya dibawah tegangan kerja. Beberapa diantaranya jenis – jenis analytical test adalah sebagai berikut : g. Insulation Resistance Test / Megger Test h. DC Leakage i. Dissipation Factor j. Balancing Voltage Rotor Test k. Tahanan Dalam (Rd) Rotor l. Partial Discharge Test Pengujian pada peralatan berdasarkan standar ANSI dan dilakukan oleh perusahaan sebelum pengiriman. Jika pengguna memilih menggunakan pengujian tambahan pada peralatan, juga harus berdasarkan standar yang dipublikasikan oleh ANSI. 3.3 Ulasan Pengujian 3.3.1 High Potensial Test High Potensial Test atau Hi-Pot Test paling umum diterapkan pada lilitan stator generator untuk mencari kerusakan pada lilitan. Pengujian ini merupakan pengujian yang dimaksudkan untuk memperkirakan kekuatan dielektrik isolasi dari lilitan stator generator. Prinsip kerja pengujian ini adalah jika ada kerusakan isolasi yang cukup besar, tegangan yang cukup besar diterapkan pada lilitan maka akan mengakibatkan breakdown pada isolasi tersebut, pengujian ini jarang dilakukan karena sifatnya merusak sehingga perlu melilit ulang rotor atau stator jika terjadi breakdown. Selama pengujian masing – masing fasa terpisah, salah satu fasa dites sedangkan dua fasa lainya digroundkan. High Potensial Test dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori :
3.3.1.1 AC High Potensial Test AC High Potensial Test /AC Hi-Pot Test atau pengujian tegangan 50/60 hertz adalah pengujian dengan menggunakan tegangan pengujian normal 50/60 hertz. Tegangan yang diterapkan dalam pengujian AC Hi-Pot Test adalah sebesar satu setengah kali dari tegangan line-toline RMS generator (1,5E) untuk keserasian dengan peralatan dan setelah penggantian kumparan atau bar dipasang, sedangkan pada saat sebelum penggantian kumparan dipasang adalah sebesar 1,5 E + 2000. 3.3.1.2 Very-Low-Frequency Test Voltage Very-Low-Frequency Test Voltage atau VLF Test Voltage adalah pengujian dengan menggunakan tegangan frekuensi 0.1 hertz. Tegangan pada pengujian 0,1 hertz harus 15% lebih besar daripada nilai RMS tegangan pada pengujian AC Hi-Pot Test. 3.3.1.3 DC High Potensial Test Pada Hi-Pot Test selain dengan menggunakan tegangan AC juga dapat dengan menggunakan tegangan DC atau biasa disebut dengan DC Hi-Pot Test. Besarnya tegangan pengujian DC seharusnya 70 % lebih besar daripada tegangan RMS pengujian AC Hi-Pot Test. Tabel 3. Tegangan yang digunakan pada HiPot Test Pengujian Tegangan Tegangan Tegang Pengujian Pengujian an 50/600,1-HertzAC Penguji Hertz AC (puncak) an (RMS) DC Sebelum 1,5 E + 1.7x(1,5 2 x1,15 x penggantian 2000 E) = (1,5 E + 2000) 2,25E kumparan Keserasian 1,5 E 1.7x(1,5 2x1,15 dengan E) = x(1,5 E ) peralatan 2,25E Setelah 1,5 E 1.7x(1,5 2x1,15 penggantian E) = x(1,5 E ) kumparan 2,25E Dimana E :Tegangan RMS line-to-line generator
3.3.2 Insulation Resistance Test Insulation Resistance Test/Megger Test merupakan pengujian yang paling mudah dan sederhana untuk menentukan kemampuan isolasi. Megger Test ini dilakukan pada rotor dan stator generator, selain itu juga dapat diterapkan pada semua mesin atau lilitan. Peralatan yang digunakan untuk pengujian ini disebut Mega Ohm Meter atau Megger Tester atau Megger saja. Indeks yang biasa digunakan dalam menunjukkan pembacaan megger dikenal sebagai dielectric absorbtion, yang diperoleh dengan pembacaan yang berkelanjutan untuk periode waktu yang lebih lama. Jika pengujian berkelanjutan untuk periode selama 10 menit, megger akan mempunyai kemampuan untuk mempolarisasikan atau mencharge kapasitansi tinggi ke isolasi stator, dan pembacaan resistansi akan meningkat jika isolasi bersih dan kering. Rasio pembacaan 10 menit dibandingkan pembacaan 1 menit dikenal sebagai Polarization Index atau Indeks Polarisasi (IP). Nilai Indeks polarisasi adalah 2,5 atau lebih tinggi pada stator dan 1,25 atau lebih tinggi pada rotor/medan. Hasilnya mengindikasikan apakah ada atau tidak bagian lilitan yang terhubung singkat pada atau disekitar sistem isolasi. Jika IP terlalu rendah ini mengindikasikan bahwa lilitan mungkin terkontaminasi oli, kotoran, serangga, atau terbasahi oleh air. Besarnya Polarization Index (IP) dapat dirumuskan sebagai berikut :
IP =
R10 menit R1menit
Pembacaan megger yang sangat rendah dan juga indeks polarisasi yang kecil biasanya mengindikasikan adanya kelembaban dan pengeringan harus segera dilakukan. Secara garis besar megger pada generator dibagi menjadi dua yaitu megger stator dan megger rotor.yang membedakan adalah tegangan yang diterapkan. Berdasarkan standar IEEE no 43-2000 besarnya tegangan yang diterapkan untuk pengujian berdasarkan tegangan kerja pada lilitan generator dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Tegangan DC yang diterapkan untuk pengujian megger berdasarkan tegangan kerja lilitan.
VAC VDC (tegangan kerja (tegangan DC lilitan (line-to-line)) yang diterapkan) <100 500 1000 – 2500 500 – 1000 2501 – 5000 1000 – 2500 5001 – 12000 2500 – 5000 >12000 5000 -10000 Alat yang digunakan dalam megger adalah Metriso 5000A dengan tegangan yang diterapkan untuk megger stator sebesar 5000 Volt DC sedangkan dalam megger rotor tegangan yang diterapkan adalah 500 Volt DC karena melihat kemampuan rotor untuk menahan tegangan. 3.3.2.1 Megger Stator Secara garis besar megger stator sendiri dibagi menjadi dua yaitu megger fasa ke fasa dan fasa ke ground. Berikut adalah rangkaian megger stator :
Gambar 6. Rangkaian megger stator fasa – ground
Gambar 7. Rangkaian megger stator fasa – fasa
Dalam pengukuran megger stator tidak hanya dilakukan sekali saja, pengukuran megger stator tersebut dilakukan berdasarkan suatu tahapan/proses. § Megger awal stator
§
Megger stator sebelum penambahan resin § Megger stator setelah penambahan resin § Megger stator sebelum divarnis § Megger stator setelah rotor dimasukkan § Megger stator sebelum busbar di connect Maksud megger stator yang berkelanjutan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa kelembaban lilitan stator tetap terjaga dan tidak terjadi hubung singkat atau kerusakan isolasi selama proses perawatan. Jika dalam proses didapatkan nilai indeks polarisasi (IP) yang terlalu kecil itu mengisyaratkan bahwa stator terlalu lembab maka perlu dipanasi dengan lampu halogen. Tabel 5. Megger fasa – ground stator sebelum busbar di connect. R (G ) S (G ) T (G ) 0,95
0,75
0,6
Tabel 6. Megger fasa – fasa stator sebelum busbar di connect. R - S, R-T, S - T, T-Ground S-Ground R-Ground (G ) (G ) (G ) 1,7 1,5 1,7
Megger stator sebelum busbar di connect ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa lilitan stator tidak ada yang mengalami hubung singkat. Apabila terjadi hubung singkat pada lilitan maka pada megger akan menghasilkan nilai hambatan sebesar nol (Z= 0). Dengan hasil IP seperti pengujian diatas maka stator masih lembab sehingga perlu dikeringkan supaya dapat didapatkan nilai IP yang sesuai. Kelembaban sangat mempengaruhi nilai IP karena resistansi pada awal pertama besar dan hanya meningkat sedikit pada saat menit ke-10 sehingga didapatkan IP yang kecil. Ini berbeda pada saat kondisi kering pada saat awal menit pertama nilai resistansi kecil dan meningkat secara bertahap sampai menit ke 10 sehingga akan didapatkan nilai IP yang bagus. Selain dengan menggunakan acuan indeks polarisasi sebagai penentu apakah lilitan generator dalam keadaan lembab atau
mengalami hubung singkat juga dapat digunakan acuan berdasarkan nilai resistansi minimum dengan syarat besarnya nilai resistansinya adalah sebesar tegangan operasi dalam KV ditambah 1 untuk kemudian dikalikan dengan 100 yang dapat dirumuskan sbb :
R min
= (Vrms + 1) x100. MΩ
Dimana : Rmin : resistansi minimum lilitan (M ) Vrms : tegangan rms dalam KV (line-toline) Contoh pada generator 50 MW dengan tegangan operasi 11,5 KV maka resistansi minimumnya adalah sebesar : Rmin = (11,5 + 1) x 100 M = 1250 M = 1,25 G 3.3.2.2 Megger Rotor Pada Megger rotor tegangan yang dikenakan tidak boleh besar karena akan merusak isolasi pada rotor, karena tegangan yang dapat ditahan rotor terbatas menyesuaikan tegangan eksitasinya. Pada megger rotor ini digunakan tegangan sebesar 500 V DC.
generator sebelum dilakukan sebelum heating dan cleaning. Tabel 7. Megger awal rotor Cuaca
setelah hujan ( 29 °C )
Tegangan
500 V
Waktu ( t )
1 menit
Hasil
Z = 800 M
Resistansi rotor dan stator sangat dipengaruhi oleh kelembaban disekitarnya karena akan mempengaruhi kelembaban lilitan, semakin besar kelembaban maka impedansi semakin besar. Tabel 8. Megger rotor sebelum Retaining Ring di lepas Cuaca
mendung (30 °C)
Tegangan
500 V
Waktu ( t )
1 menit
Megger Rotor
Z = 2,5 G
Megger Rotor diberi Resin Z=1G Tabel 9. Megger rotor setelah Retaining Ring masuk Cuaca
Mendung (30 °C)
Tegangan
500 V
Waktu ( t )
1 menit
Megger Rotor
Z = 90 M
Setelah Retaining Ring masuk ini sangat mempengaruhi resistansi rotor sehingga didapatkan nilai hasil megger yang besar. Tabel 10. Cek megger rotor setelah Retaining Ring masuk Gambar 8. Rangkaian Megger rotor
Berdasarkan tahapannya megger rotor pada saat overhaul tidak jauh berbeda dengan megger stator, berikut tahapan megger rotor : § Megger awal rotor § Megger rotor (sebelum Retaining Ring di lepas) § Megger rotor sebelum injeksi DC (Retaining Ring dilepas) § Megger rotor (setelah Retaining Ring masuk) § Cek Megger rotor (Retaining Ring masuk) Megger awal rotor ini dilakukan ketika rotor baru saja dikeluarkan dari
Menit ke
Z
1
65
2
100
3
100
4
105
5
110
6
120
7
121
8
125
9
125
10
130
(M )
IP = 2
Dengan hasil pada cek megger rotor setelah Retaining Ring masuk didapatkan hasil bahwa indeks polarisasi sudah memenuhi standar yang ditentukan yaitu sebesar 1,25. Selain itu cek megger rotor setelah Retaining Ring masuk ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa tidak ada hubung singkat pada lilitan rotor setelah Retaining Ring masuk karena dalam pemasangan atau pelepasan Retaining Ring dengan memakai suhu yang sangat tinggi. 3.3.3 DC Leakage DC Leakage adalah tipe pengukuran lain untuk menentukan resistansi isolasi. Ini diperoleh dengan pengujian dengan set tegangan yang berubah - ubah dimana tegangan yang diterapkan pada isolasi dinaikkan secara bertahap dan arus bocor yang melewati isolasi diukur pada masing – masing tegangan. Pengujian ini telah digunakan secara ekstensif dalam peralatan elektris yang sudah tua, terutama menyangkut sistem isolasi, yang didasarkan kepada penyerapan kelembaban. Tegangan dc yang diterapkan secara bertahap pada pengujian dc leakage tegangan maksimumnya dibatasi sampai dua kali nilai RMS tegangan kerja ac dari generator.
Isolasi yang sempurna adalah mempunyai PF 0 dan tidak mempunyai rugi – rugi internal. Peningkatan faktor disipasi sebagai fungsi tegangan mengindikasikan angka peningkataan ionisasi, rugi – rugi internal dan pemanasan. Pengujian ini merupakan pengujian AC yang menggunakan frekuensi kerja peralatan. Pada saat tegangan dengan frekuensi kerja diterapkan pada isolasi stator, jumlah arus yang mengalir terdiri dari dua komponen arus kapasitif yang relatif besar ( ic ), yang mendahului tegangan 90°, dan arus resistif yang lebih kecil ( ir ) yang sefasa dengan tegangan. Dielektrik kapasitor yang disimulasikan adalah sistem isolasi yang meliputi dua elektroda, konduktor tembaga tegangan tinggi dan inti besi stator. Faktor daya adalah cos , sudut antara tegangan yang diterapkan dan total arus. i Ei r W Watts Cos θ = r = = = it Ei t Ei t VA
Gambar .9. Rangkaian dielektrik dasar.
V DC maksimum = 2 xV AC rms Dimana : VDC maksimum : Tegangan dc maksimum pada pengujian dc leakage VAC rms : Tegangan RMS generator 3.3.4 Dissipation Factor Pengukuran ini juga biasa disebut power factor atau tan delta dan merupakan parameter untuk memperlihatkan efisiensi isolasi. Pengujian tan delta dilakukan pada lilitan stator. Pengujian ini efektif untuk mendeteksi kontaminasi isolasi, kualitas semikonduktor, jumlah kandungan kehampaan, dan kerusakan parsial.
Gambar 10. Arus pengisian total.
3.3.5 Balancing Voltage Rotor Test Sebelum melakukan balancing voltage rotor test maka dilakukan dahulu pengukuran Impedansi Karakteristik Rotor untuk menentukan kelinearan impedansi rotor apabila diterapkan tegangan baik dengan pengujian tegangan naik maupun tegangan turun dengan tegangan AC sampai dengan tegangan yang akan diterapkan pada pengujian balancing tegangan rotor. Dalam balancing voltage rotor ini dibutuhkan alat – alat antara lain adalah supply tegangan yang dapat divariasi berupa
voltage regulator, tang Amperemeter dan AVO meter. V Pole B
Pole A
Tabel 12. Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan turun sebelum pemasangan Retaining Ring. Vac- regulator (V)
Center Pole
Vac (V)
I (A)
Z )
130
130
4.99
26.05
120
120
4.95
24.24
110
110
4.58
24.01
Gambar 11. Rangkaian pengukuran impedansi karakteristik.
100
100
4.23
23.64
90
90
3.87
23.25
3.3.5.1 Pengukuran Impedansi Karakteristik Rotor sebelum Pemasangan Retaining Ring.
80
80
3.78
21.16
70
70
3.11
22.5
60
60
2.73
21.97
50
50
2.33
21.45
40
40
1.94
20.61
30
A Power Supply (Regulator ) 10 - 130 V
Tabel 11. Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan naik sebelum pemasangan Retaining Ring. Vac- regulator (V)
Vac (V)
I (A)
Z
30
1.51
19.86
)
20
20
1.04
19.23
10
10
0.54
18.51
10
10
0.53
18.86
20
19.9
1.04
19.13
30
30.2
1.56
19.36
40
40
2.03
20.7
50
50.2
2.47
20.32
60
60.1
2.9
20.72
70
70
3.31
21.14
80
80
3.7
21.62
90
90
4.1
21.95
100
100
4.47
22.37
110
110
4.85
22.68
120
120
5.23
22.94
130
130
5.6
23.21
Gambar 12. Grafik impedansi karakteristik tegangan naik sebelum pemasangan Retaining Ring.
Gambar 13. Grafik impedansi karakteristik tegangan turun sebelum pemasangan Retaining Ring.
Pada waktu uji impedansi karakteristik seharusnya nilai Z perubahannya tidak terlalu besar baik pada saat pengujian tegangan naik maupun pada saat tegangan turun. Tegangan tertinggi pada saat melakukan pengujian impedansi karakteristik adalah sebesar tegangan yang akan dinjeksikan sewaktu pengujian balancing rotor yaitu 130 Volt AC. Ukur Impedansi Karakteristik dilakukan sebelum dan sesudah pemasangan Retaining Ring (R-R), ini dimaksudkan untuk memastikan impedansi karakteristik rotor masih linear dengan peningkatan tegangan yang diterapkan.
3.3.5.2 Pengukuran Impedansi Karakteristik Rotor setelah Pemasangan Retaining Ring. Tabel 13. Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan naik setelah pemasangan Retaining Ring. Vac- regulator (V)
Vac (V)
I (A)
Z )
10
10.1
0.62
16.29
20
20.3
1.21
16.77
30
29.9
1.7
17.58
40
39.9
2.19
18.21
50
50.8
2.71
18.74
60
60.9
3.18
19.15
70
70.9
3.64
19.47
80
80.3
4.05
19.82
90
90
4.46
20.18
100
100.6
4.94
20.36
110
110.4
5.34
20.67
120
120.6
5.75
20.97
130
130.1
6.14
21.18
90
90.5
4.46
20.29
80
80.5
4
20.12
70
70.6
3.55
19.88
60
60.2
3.05
19.73
50
50.3
2.61
19.27
40
40.3
2.1
19.19
30
30.4
1.57
19.36
20
20.1
1.06
18.96
10
10.4
0.6
17.33
Gambar 15. Grafik impedansi karakteristik tegangan turun setelah pemasangan Retaining Ring.
Dari pengukuran impedansi karakteristik tersebut diatas didapatkan hasil impedansi karakteristik yang linear terhadap tegangan yang diterapkan secara bertahap.
Gambar 14. Grafik impedansi karakteristik tegangan naik setelah pemasangan Retaining Ring. Tabel 14. Data pengukuran impedansi karakteristik tegangan turun setelah pemasangan Retaining Ring. Vac- regulator (V)
Vac (V)
I (A)
Z
130
130.1
6.14
21.19
120
120.6
5.74
21.01
110
110.5
5.27
20.96
100
100.5
4.89
20.55
)
3.3.5.3 Balancing Voltage Rotor Test Balancing voltage rotor test adalah mengukur ketidakseimbangan tegangan (unbalance voltage) antara kutup A dan kutup B terhadap center pole pada rotor. Caranya adalah dengan cara menginjeksi tegangan AC sebesar 130 Volt AC pada kedua ujung kutup rotor kemudian mengukur besarnya tegangan kutup A terhadap center pole kemudian mengukur kutup yang lain (kutup B) sehingga akan didapatkan tegangan masing masing tegangan kutup A terhadap center pole (VA) dan tegangan kutup B terhadap center pole (VB). Rangkaian pengujian balancing voltage rotor adalah sebagai berikut :
Gambar 12. Rangkaian pengujian balancing tegangan rotor
Dari hasil pengukuran didapatkan hasil percobaan untuk masing masing kutup terhadap center pole adalah sebagai berikut : V kutup A - center pole = 68,8 V V kutup B - center pole = 59,4 V Syarat seimbang adalah tegangan diantara kutup terhadap center pole adalah harus sama atau masih dalam batas toleransi yaitu maksimal drop tegangannya ( V) adalah tidak boleh lebih dari 10 % dari total tegangan yang diinjeksikan ke rotor. Dimana drop tegangannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
V A − C − VB − C ∆V = x100 persen VR Dimana : V = drop tegangan dalam % VR = tegangan yang diinjeksikan ke lilitan rotor VA-C = tegangan hasil pengukuran kutup A terhadap center pole VB-C = tegangan hasil pengukuran kutup B terhadap center pole Dari pengujian diatas total tegangan yang diinjeksikan adalah 130 Volt. Jadi dalam perhitungan drop tegangan adalah sebesar :
68,8 − 59, 4 ∆V = x100 = 7,076 % 130
Jadi besarnya drop tegangan masih dalam toleransi yaitu sebesar 7,076 %. 3.3.6 Tahanan Dalam (Rd) Rotor Pengujian tahanan dalam atau coil resistance test adalah pengujian untuk mengetahui kesetidaktimbangan antar fasa/kutup. Masalah yang timbul biasanya
adalah hubung singkat dengan rotor, hubung singkat diantara lilitan baik antara fasa yang sama atau berbeda, dan lepas atau rusaknya koneksi lilitan. Peralatan yang digunakan untuk mengukur tahanan dalam adalah Winding Resistance Meter, produk dari Vanguard Instruments Company type WRM-40. Winding Resistance Meter dapat mengukur resistansi secara akurat dengan range dari 1 mikro ohm sampai ratusan ohm, alat ini dapat digunakan untuk mengukur resistansi lilitan motor, lilitan trafo atau pengujian resistansi rendah yang lain. Dari hasil pengukuran didapatkan besarnya tahanan dalam masing – masing lilitan dari kedua kutup adalah sebagai berikut. R1 : 118,6 miliohm R2 : 119,4 miliohm Besarnya batas maksimum perbedaan tahanan dalam adalah tidak boleh melebihi dua persen dari total tahanan dalam.
∆Rmax =
R1 − R2 x100 persen R1 + R2
Dimana : Rmax = selisih maksimum antara tahanan dalam R1 dan R2 R1 = besarnya tahanan dalam kutup A terhadap center pole. R2 = besarnya tahanan dalam kutup B terhadap center pole.
Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan besarnya selisih maksimum antara tahanan dalam R1 dan R2 adalah sebesar : 118,6 − 119,4 ∆Rmax = x100 persen 118,6 + 119, 4 0,8 x100 persen 238 = 0.3361 persen Dari hasil pengukuran dapat disimpulkan bahwa nilai tahanan dalam rotor masih memenuhi standar karena besarnya selisih maksimum antara tahanan dalam R1 dan R2 masih dibawah 2 % yaitu sebesar 0,3361 %. =
Perbedaan antara megger rotor dengan pengukuran tahanan dalam (Rd) rotor adalah level tegangan yang digunakan untuk pengujian, dalam megger rotor tegangan pengujian adalah besar dengan arus yang kecil hanya dalam orde miliampere. Sedangkan dalam pengukuran tahanan dalam rotor tegangan pengujian hanya sampai beberapa Volt dengan arus yang besar hingga orde puluhan Ampere. 3.3.7 Partial Discharge Test Partial Discharge Test atau PD test telah dipakai untuk mengukur kualitas isolasi, dan kadang – kadang untuk mendeteksi penurunan isolasi yang terjadi pada peralatan tegangan tinggi. PD test dapat dilakukan pada saat generator beroperasi (on-line PD test) dan pada saat generator berhenti operasi atau mengenergize peralatan tegangan tegangan tinggi dengan trafo eksternal (off-line PD test). Pengujian partial discharge secara langsung mengukur pulsa arus yang dihasilkan dari PD pada lilitan. Jadi proses kegagalan yang dihasilkan PD sebagai gejala dapat dideteksi dengan metode ini. IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan 8. PT. Indonesia Power membangkitkan energi listrik dengan Unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU). 9. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) PT. Indonesia Power Tambak Lorok Semarang memiliki daya terpasang 300 MW, terdiri atas unit 1 sebesar 50 MW, unit 2 sebesar 50 MW dan unit 3 sebesar 200 MW 10. Komponen utama Pembangkit Listrik Tenaga Uap, yaitu: f. Boiler (Economizer, Superheater, burner dll.) g. Turbin (Tekanan tinggi, tekanan menengah ,dan tekanan rendah) h. Generator sinkron 11. Sistem isolasi yang digunakan dalam rotor dan stator generator sinkron 50
MW Unit 1 adalah isolasi epoxy-mica karena mempunyai kekuatan mekanik dan kekedapan terhadap air, oli atau kontaminasi lain. 12. Berdasarkan tegangan yang diterapkan pengujian rotor dan stator generator dibagi atas Proof Test dan Analitycal Test. 13. Pada pengujian Proof Test/High Potensial Test dapat menimbulkan breakdown pada isolasi karena tegangan yang diterapkan diatas tegangan kerja. 14. Macam – macam pengujian rotor dan stator generator sinkron adalah sebagai berikut: h. High Potensial Test i. Insulation Resistance Test j. DC Leakage k. Dissipation Factor l. Balancing Voltage Rotor Test m. Tahanan Dalam (Rd) Rotor n. Partial Discharge Test 4.2 Saran 1. Untuk menghindari masalah - masalah kerusakan sistem isolasi maka seharusnya dilakukan pemeliharaan secara berkala terhadap semua komponen dari sistem isolasi sehingga kita dapat mencegah masalah - masalah tersebut sebelum terjadi. 2. Kerja sama dengan lingkungan akademis agar lebih ditingkatkan, dengan mengadakan berbagai macam kegiatan yang bisa bermanfaat bagi mahasiswa pada khususnya dan dunia kerja pada umumnya. DAFTAR PUSTAKA 1. C. Stone. Greg, “Recent Important Changes in IEEE Motor and Generator Winding Insulation Diagnostic Testing Standards , IEEE Fellow, Iris Power Engineering, 1 Westside Drive Unit 2 Toronto, Canada, PCIC – XX, 2004. 2. Lister,“Mesin dan Rangkaian Listrik”, Edisi keenam, Erlangga, Jakarta, 1993. 3. Marsudi, Ir. Djiteng, “Pembangkitan Energi Listrik”, Erlangga, Jakarta, 2005.
4. Theraja. BL, “Electrical Technology Volume II , S. Chand & Company LTD, Ram Nagar, New Delhi, 1994. 5. United States Department of The Interior, “Testing Solid Insulation of Electrical Equipment, Facilities Instructions, Standards, and Tecniques”, Volume 3-1, Facilities Engineering Branch Denver, Colorado, 2000. 6. www.gmc-instruments.com 7. www.gepower.com 8. www.indonesiapower.co.id 9. www.vanguard-instruments.com 10. ........., “Drying Turbine Generator Windings, GEI-69534B , Manual Book PLTU Unit 1&2 PT. Indonesia Power UBP Semarang. 11. ........., “Drying Turbine Generator Windings-Hidrogen Cooled Turbine Generator, GEI-53946D , Manual Book PLTU Unit 1&2 PT. Indonesia Power UBP Semarang. 12. ........., “Insulation Testing of TurbineGenerator Windings, GEK-7613A , Manual Book PLTU Unit 1&2 PT. Indonesia Power UBP Semarang. 13. ........., “Insulation Testing of TurbineGenerator Windings (Epoxy-Bonded Mica Insulation System), GEK7613F , Manual Book PLTU Unit 1&2 PT. Indonesia Power UBP Semarang.
BIODATA Nama : Eko Parjono NIM : L2F 004 473 Lahir di Boyolali pada tanggal 21 Oktober 1985. Riwayat pendidikan : TK Pertiwi Jatirejo, SD N Klabang, SLTP N 1 Sawit, SMU N 1 Kartasura. Saat ini sedang menempuh pendidikan di Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro Semarang, semester 8 dengan Konsentrasi Ketenagaan. Kerja Praktek di PLTU Unit 1 PT. Indonesia Power UBP Semarang pada tanggal 3 sampai dengan 31 Desember 2007.
Mengetahui, Dosen Pembimbing
Abdul Syakur, ST, MT NIP. 132 231 132