Lapkas Obgyn Rshd.docx

  • Uploaded by: ArifaAlkaf
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapkas Obgyn Rshd.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,279
  • Pages: 29
BAB 1 PENDAHULUAN

Kehamilan yang tidak diinginkan

dan terkait risiko kesehatan seperti

komplikasi kehamilan dan kelahiran prematur, menjadi tantangan global. Risiko mortalitas dan morbiditas ibu empat sampai lima kali lipat lebih tinggi pada wanita hamil yang berusia di atas 35 dan 40 tahun dibanding ibu hamil diluar rentang usia tersebut.1 Sterilisasi tuba banyak digunakan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Dengan teknik yang tersedia saat ini termasuk ligasi tuba, metode laparoskopi, mini / laparotomi konvensional, culdoscopy, culdotomy, dan hysteroscopic , lebih banyak sterilisasi tuba dapat ditawarkan sesuai keinginan pasien.1,2 Sebelum tahun 1960-an, sterilisasi wanita di Amerika Serikat umumnya hanya dilakukan untuk indikasi medis (ketika kehamilan tambahan akan berbahaya bagi ibu). Banyak pusat menggunakan formula (didukung oleh American College of Obstetricians dan Gynecologists sampai 1969) di mana usia dikalikan dengan paritas harus lebih besar dari atau sama dengan 120 sebelum sterilisasi elektif dapat dipertimbangkan. Iklim budaya yang berubah pada 1960-an mendorong perempuan untuk membatasi jumlah anak. Mempopulerkan kontrasepsi hormon (kontrasepsi oral) memungkinkan wanita untuk menggunakan kontrasepsi yang aman dan reversibel yang juga memberikan manfaat nonkontrasepsi.2,3 Selama dekade yang sama, kemajuan bedah menghasilkan prosedur sterilisasi wanita yang aman dan kurang invasif ketika melahirkan anak tidak lagi diinginkan. Di sisi lain, perusahaan asuransi mulai mencakup prosedur sterilisasi wanita, membuat prosedur ini dapat diakses oleh jutaan wanita di Amerika Serikat yang sebelumnya tidak mampu membayar operasi.3 Saat ini, sekitar 700.000 sterilisasi tuba bilateral dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat. Dari jumlah tersebut, setengah dilakukan postpartum dan setengahnya adalah prosedur interval rawat jalan. Sebelas juta wanita AS berusia 15-44 tahun mengandalkan oklusi tuba bilateral untuk kontrasepsi, dan lebih dari 190 juta pasangan di seluruh dunia menggunakan sterilisasi bedah sebagai metode kontrasepsi permanen yang aman dan andal.3

1

Di Indonesia sendiri, data SKDI 2012 menunjukkan tren prevalensi penggunaan kontrasepsi atau contraception prevalence rate (CPR) di Indonesia sejak 1991-2012 cenderung meningkat. Pengguna metode operatif wanita dari pengguna KB di Indonesia pada tahun 2013 berada di angka 1.52% dan terus mengalami peningkatan.8

2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi 2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Tuba Falopii Perempuan memiliki dua tuba uteri (tuba falopii), atau yang disebut juga oviduct, yang berada lateral dari uterus. Tuba falopii memiliki panjang sekitar 10 cm (4 inc), berada diantara lipatan broad ligament uterus. Tuba berfungsi sebagai jalur dari sperma untuk bertemu ovum dan mentranspor oosit sekunder dan fertilized ova dari ovarium ke uterus. Bagian yang berbentuk seperti corong, Infundibulum, berlokasi dekat dngan ovarium tetapi terbuka ke cavum pelvis. Bagian akhirnya berbentuk seperti jari-jari, disebut fimbriae, yang melekat pada ujung lateral ovarium. Dari infundibulum, tuba uteri berkembang ke medial dan inferior dan melekat ke bagian lateral superior dari uterus. Ampulla dari tuba uteri adalah bagian terlebar, terpanjang, yang membentuk 2/3 lateral dari tuba uteri. Isthmus tuba uteri merupakan bagian yang terletak lebih ke medial, lebih pendek, sempit, dan berdinding tebal.4,5 Secara histologi, tuba uteri tersusun atas 3 lapisan yaitu mukosa, muskularis, dan serosa. Mukosa terdiri atas epitel dan lampina propria (areolar connective tissue). Epitel berupa epitel simple columnar bersilia, yang berfungsi untuk menggerakkan fertilized ovum ke uterus . Bagian yang tidak bersilia disebut peg cell, memiliki mikrovili yang mensekresikan cairan untuk menutrisi ovum. Lapisan kedua, muscularis, tersusun atas smooth muscle yang tersusun sirkuler pada bagian dalam, dan smooth muscle susunan longitudinal pada bagian luar. Susunan ini mempermudah terjadinya gerakan peristaltik untuk menggerakkan ovum ke uterus. Lapisan terluar adalah lapisan serosa.4 Pergerakan dari fimbriae yang mengelilingi ovarium selama ovulasi, menyapu ovum dari rongga pelvis ke tuba uteri. Sperma biasanya bertemu dan

3

memfertilisasi oosit sekunder di ampula tuba uteri. Fertilisasi biasanya terjadi 24 jam setelah ovulasi4

Gambar 2.1 Anatomi Tuba4

2.1.2 Anatomi Ligamen Uterus

Gambar 2.2 Anatomi ligamen uterus5

4

Setiap round ligament meluas ke lateral dan turun melalui canalis inguinalis, dan berakhir pada bagian atas labium mayor. Sampson artery, cabang dari arteri uterina, berjalan bersama ligamen ini.Lokasi round ligament yang berada pada anteror tuba falopii dapat membingungkan proses sterilisasi tuba. Pada wanita yang tidak hamil, round ligament berdiameter 3-5mm dan terdiri atas otot polos. Selama kehamilan round ligament mengalami hipertofi dan pembesaran diameter.Broad ligaments tersusun atas struktur seperti sayap, yang meluas dari tepi lateral uterus ke dinding pelvis.5,6 Ligamen ini membagi rongga pelvis menjadi kompartemen anterior dan posterior.Setiap broad ligament memiliki lipatan peritoneum yang disebut anterior dan posterior leaves. Peritoneum yang meluas dari ujung fimbriae tuba ke dinding pelvis membentuk infundibulopelvic ligament atau suspensory ligament of the ovary. Dasar dari broad ligament ini kontinu dengan jaringan ikat dasar panggul. Bagian terpadat biasanya disebut sebagai ligamentum kardinal — juga disebut ligamentum servikal transversal atau ligamentum Mackenrodt. Ini terdiri dari jaringan ikat yang secara medial bersatu dengan kuat ke bagian supravaginal serviks.Setiap ligamentum uterosacral memanjang dari perlekatan posterolateral ke bagian supravaginal serviks dan masuk ke fasia di atas sakrum.4,5 2.2 Tubektomi Tubektomi merupakan metode kontrasepsi permanen dengan menutup tuba falopii (mengikat dan memotong atau memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum 8 2.2.1 Indikasi Sterilisasi tuba diindikasikan untuk wanita yang menginginkan metode kontrasepsi permanen dan bebas dari patologi ginekologi yang seharusnya menentukan prosedur alternatif. Sterilisasi tuba juga diindikasikan untuk wanita yang kehamilannya dapat mewakili risiko klinis dan medis yang signifikan.3,8. Usia dikalikan dengan paritas harus lebih besar dari atau sama dengan 120 sebelum sterilisasi elektif dapat dipertimbangkan 2.2.2 Kontraindikasi Ambivalensi pasien mengenai sterilisasi adalah kontraindikasi absolut. Meskipun pembedahan reversal oklusi tuba di kemudian hari atau hamil melalui fertilisasi in vitro bisa dilakukan, keputusan untuk sterilisasi harus dianggap 5

permanen dan ireversibel. Biaya dan kecacatan yang terkait dengan oklusi tuba sangat kecil dibandingkan dengan biaya dan waktu yang terlibat dalam reanastomosis tuba atau teknologi reproduksi berbantuan. Sementara pasien harus membuat permintaan sendiri, jernih pikiran, dan tidak bertindak di bawah tekanan eksternal; dokter harus mengedukasi pasien yang telah memutuskanuntuk steril dengan informasi mengenai berbagai pilihan sterilisasi. Jika ada keraguan apa pun, metode kontrasepsi jangka panjang lainnya yang tidak dapat diubah, seperti IUD, harus dipertimbangkan ketika tidak dikontraindikasikan. Kriteria hukum dan etika khusus harus dipenuhi dalam kasus-kasus di mana pasien yang menjalani sterilisasi memiliki cacat fisik, psikologis, atau intelektual. Setiap keganasan ginekologis atau patologi ginekologi simptomatik (misalnya, relaksasi panggul, tumor rahim, tumor ovarium) di mana histerektomi diindikasikan menyingkirkan kebutuhan untuk oklusi tuba. Di masa nifas,sterilisasi ditunda jika ada komplikasi ibu atau bayi. Sementara itu, sterilisasi dilakukan segera setelah melahirkan disertai dengan tingginya tingkat penyesalan.11,12 Pendekatan laparoskopi relatif dikontraindikasikan pada pasien dengan hernia diafragma (melalui foramen Morgagni). Batasi posisi Trendelenburg hingga 15 °, batasi tekanan intraabdomen hingga maksimum 10 mm Hg, dan lakukan operasi dengan anestesi endotrakeal. Pendekatan laparoskopi juga dikontraindikasikan pada pasien dengan penyakit kardiopulmoner parah atau disfungsi. Pneumoperitoneum dapat menekan vena cava dan sistem azygous dan mengurangi cardiac return, yang menyebabkan dekompensasi jantung. Penyerapan gas dari pneumoperitoneum dapat semakin memperburuk penumpukan karbon dioksida. Hipercarbia yang dihasilkan dapat menyebabkan aritmia jantung. 3,4,8 Pertimbangan khusus harus diberikan pada pasien obesitas, yang saat ini semakin banyak. Kehadiran obesitas morbid dan / atau riwayat beberapa operasi perut dengan pembentukan adhesi meningkatkan risiko operasi. 3 2.2.3 Jenis Sterilisasi biasanya dilakukan dengan oklusi atau pembagian tuba falopii. Sterilisasi dilakukan kapan saja, tetapi setidaknya setengah dilakukan <48 jam dari sesar atau

6

persalinan pervaginam (puerperal) . Sterilisasi tuba bedah nonpuerperal biasanya dilakukan melalui laparoskopi di pusat bedah rawat jalan. Pendekatan histeroskopi atau minilaparotomi untuk oklusi juga tersedia.5,6,7 2.2.3.1 Sterilisasi tuba puerperal Selama beberapa hari setelah melahirkan, saluran tuba dapat diakses di umbilikus langsung di bawah dinding perut. Kelonggaran dinding memudahkan reposisi sayatan perut di atas cornu uterus. Dengan demikian, sterilisasi perperal secara teknis sederhana, dan rawat inap tidak lama. Beberapa lebih suka melakukan sterilisasi segera setelah melahirkan, meskipun yang lain menunggu selama 12 hingga 24 jam.Di Parkland dan Rumah Sakit Universitas Alabama, ligasi tuba nifas dilakukan di ruang bedah kebidanan pagi hari setelah melahirkan. Ini meminimalkan masa inap di rumah sakit tetapi mengurangi kemungkinan perdarahan postpartum. Selain itu, status bayi yang baru lahir dapat dipastikan lebih baik.5 Berbagai teknik sekarang digunakan untuk mengganggu patensi tuba. Secara umum, segmen tuba tuba fallopi dieksisi, dan ujung yang terputus ditutup oleh fibrosis dan reperitonealisasi. Metode sterilisasi interval yang umum digunakan termasuk Parkland, Pomeroy, dan teknik Pomeroy yang dimodifikasi Teknik Irving dan Uchida atau Kroener fimbriectomy jarang digunakan karena melibatkan peningkatan diseksi, waktu operasi, dan kemungkinan cedera mesosalpingeal. Dengan fimbriektomi, tingkat kegagalan tinggi yang tidak menguntungkan berasal dari rekanalisasi bagian tuba proksimal.7

Teknik Bedah Dibuat sayatan infraumbilikal kecil. Tuba fallopi diidentifikasi dengan memegang bagian tengahnya dengan penjepit Babcock, dan fimbria distal diidentifikasi. Ini mencegah round ligament yang membingungkan dengan bagian tengah tuba. Alasan umum untuk kegagalan sterilisasi adalah ligasi struktur yang salah, biasanya round ligament. Oleh karena itu, identifikasi dan isolasi tuba distal sebelum ligasi diperlukan. Setiap kali tuba jatuh secara tidak sengaja, wajib untuk mengulangi prosedur identifikasi ini.

5,6,7

7

Teknik bedah yang umum dipakai adalah metode Parkland, Pomeroy, Irving, dan Uchida, seperti yang tertera pada gambar 2.3, 2.4 dan 2.5.

Gambar 2.3 Metode Parkland5

Pada Metode parkland ,situs avaskular di mesosalpinx yang berdekatan dengan tuba falopii dilubangi dengan hemostat kecil. Rahang dibuka untuk memisahkan tuba falopi dari mesosalpinx yang berdekatan sekitar 2,5 cm. .Saluran tuba yang dibebaskan diligasi secara proksimal dan distal dengan jahitan 0-kromik. Segmen intervening sekitar 2 cm dieksisi, dan situs eksisi diperiksa untuk hemostasis. Metode ini dirancang untuk menghindari kedekatan

dari ujung

potongan tuba fallopi yang melekat dengan prosedur Pomeroy5,7

8

Gambar 2.4 Sterilisasi bedah: Metode Pomeroy.

Pada metode pomeroy, Catgut biasa digunakan untuk mengikat lekukan tuba untuk memastikan penyerapan ligatur dan pemisahan selanjutnya dari ujung tuba yang terputus.

Gambar 2.5 Metode Pomeroy, Irving, dan Uchida6

Metode Irving menanam ujung distal tuba pada broad ligament, dan ujung proksimalnya ditanam pada uterus , sedangkan pada metode uchida, unjung distal tuba diligasi dan proksimalnya ditanam pada broad ligament.5,6,7

9

Tingkat Kegagalan Sterilisasi puerperal gagal karena dua alasan utama. Pertama, kesalahan pembedahan termasuk transeksi round ligament atau hanya sebagian transeksi tuba. Dengan demikian, kedua segmen tuba diserahkan untuk konfirmasi patologis. Kedua, saluran fistula atau reanastomosis spontan terbentuk di antara tunggul tuba yang terputus. Dalam laporan pertama mereka, para peneliti dari studi Collaborative Review of Sterilization (CREST) menggambarkan dari 10.863 wanita yang telah menjalani sterilisasi tuba Tingkat kegagalan untuk berbagai prosedur dirangkum dalam Gambar 2.6 . Khususnya, dengan metode Parkland, selama empat dekade, tingkat kegagalan kurang dari 1 dalam 400 prosedur. Sudah jelas bahwa sterilisasi nifas sangat efektif, dengan tingkat kegagalan jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik daripada kebanyakan prosedur interval.5

Gambar 2.6 Data dari AS. Collaborative Review of Sterilization (CREST) menunjukkan probabilitas kumulatif kehamilan per 1000 prosedur dengan lima metode sterilisasi tuba. 5

10

2.2.3.2 Sterilisasi Tubal Nonpuerperal (Interval) Bedah Teknik untuk sterilisasi tuba nonpuerperal bedah, termasuk modifikasi, pada dasarnya terdiri dari: 1. ligasi dan reseksi saat laparotomi, seperti yang dijelaskan sebelumnya untuk sterilisasi puerperal 2. aplikasi berbagai cincin permanen, klip, atau sisipan ke tuba falopii, dengan laparoskopi atau histeroskopi 3. elektrokoagulasi segmen tuba, biasanya melalui laparoskop.5,6,7

Pendekatan Bedah Di Amerika Serikat, ligasi tuba laparoskopi adalah metode terkemuka sterilisasi wanita interval. Prosedur ini sering dilakukan dalam pengaturan bedah rawat jalan di bawah anestesi umum. Dalam hampir semua kasus, ibu dapat dipulangkan dalam beberapa jam. Minilaparotomy menggunakan sayatan suprapubik 3 cm juga populer, terutama di negara-negara berkembang . Meskipun tidak umum digunakan, rongga peritoneum dapat dimasukkan melalui forniks posterior vagina — colpotomy atau culdotomy — untuk melakukan gangguan tuba. Morbiditas mayor jarang terjadi baik dengan minilaparotomi atau laparoskopi..11 1. Metode Laparoskopi Sejumlah teknik atau perangkat dapat digunakan untuk mencapai sterilisasi tuba melalui laparoskopi. Elektrokoagulasi digunakan untuk merusak segmen tuba dengan baik arus listrik unipolar atau bipolar. Walaupun elektrokoagulasi unipolar memiliki tingkat kegagalan jangka panjang terendah, tetapi juga memiliki tingkat komplikasi serius tertinggi (lihat Gambar 2.4). Untuk alasan ini, koagulasi bipolar biasanya dipilih. Karena koagulasi bedah-elektro menghancurkan sebagian besar tuba, prosedur reversal akan sulit dilakukan. Metode oklusi mekanis dapat dilakukan dengan karet gelang silastik seperti Cincin Falope dan Cincin Tubal; Klip Hulka-Clemens pegas — juga dikenal sebagai Klip Wolf; atau Klip Filshie titanium berlapis silikon.

11

Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5., semua metode ini memiliki tingkat keberhasilan jangka panjang yang menguntungkan.7,11

Gambar 2.7 Teknik Laparoskopi6

2.2.3.3 Sterilisasi Tuba Intraoperatif Section Caesarea Sterilisasi tuba juga dapat dilakukan bersamaan dengan sectio caesarea. Teknik yang dilakukan sama dengan teknik pada sterilisasi interval dan puerperal. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika hendak memilih metode ini.9,10 Dalam kasus sterilisasi pada saat sectio caesarea, konseling dan persetujuan harus diambil setidaknya 1 minggu sebelum prosedur. 13 Beberapa komplikasi yang pernah dilaporkan dari sterilisasi tuba dalam sectio caesarea adalah penyesalan pasien, Hb yang meningkat lebih lama dibanding waktu lain, serta waktu rawat inap yang lebih lama.

9,10,11,12

2.2.4 Prosedur Beri tahu pasien bahwa prosedur sterilisasi permanen dan tidak dapat diubah dan bahwa, seperti halnya bentuk kontrasepsi apa pun, ada sedikit kemungkinan kegagalan. Oleh karena itu, pasien harus memiliki pemahaman yang sangat jelas tentang prosedur bedah; diagram dan pamflet dibawa pulang sangat membantu.

12

Kemungkinan relatif kehamilan ektopik meningkat ketika kegagalan sterilisasi terjadi di semua prosedur yang melibatkan oklusi atau eksisi segmen ismus atau ampula dari tuba, tetapi kehamilan ektopik belum dilaporkan dalam pendekatan histeroskopi. Beri tahu pasien bahwa ada komplikasi, walaupun insiden komplikasi mayor rendah. Untuk teknik minilaparotomi dan laparoskopi, komplikasi mungkin termasuk cedera pada saluran pencernaan dan genitourinarius, infeksi, perdarahan, dan komplikasi anestesi. Untuk pendekatan histeroskopi, komplikasi yang sama terkait dengan histeroskopi diagnostik berlaku – perforasi uterus, perdarahan, penyerapan media distensi yang berlebihan, dan infeksi. Alternatif untuk sterilisasi wanita permanen termasuk vasektomi dan metode kontrasepsi reversibel (misalnya, progestin yang dapat disuntikkan dan implan, IUD levonorgestrel dan perangkat intrauterin lain yang tersedia secara komersial). Meskipun metode kontrasepsi yang reversibel kadang-kadang diresepkan sebagai pengganti solusi permanen, metode ini dikaitkan dengan efek samping hormon seperti perdarahan uterus yang tidak teratur dan tidak dimaksudkan sebagai solusi jangka panjang. Sebagai contoh, label Mirena menasihati bahwa produk mereka hanya boleh digunakan hingga 5 tahun untuk pencegahan kehamilan. Skrining indikator risiko untuk penyesalan, termasuk usia muda, paritas rendah, status orang tua tunggal, atau ketidakstabilan pernikahan. Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kondom untuk perlindungan terhadap penyakit menular seksual dan infeksi HIV jika pasien berisiko terpapar. Dokumentasikan proses informed consent dalam rekam medis pasien. Pasien juga harus menerima salinan formulir persetujuan yang telah diisi untuk ditinjau dan disimpan. Dokter harus mengetahui dan mengikuti persyaratan federal dan negara yang berlaku mengenai persetujuan untuk prosedur sterilisasi, termasuk interval waktu antara persetujuan dan sterilisasi. Selain itu, persetujuan ini tidak dapat diperoleh jika pasien lebih muda dari 21 tahun, dalam persalinan, di bawah pengaruh obatobatan atau alkohol, tidak kompeten secara mental, atau melakukan aborsi. Tinjau riwayat pra operasi dan lakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan apakah ada kontraindikasi untuk operasi elektif.3

13

2.2.5 Komplikasi 1. Kematian Risiko kematian akibat sterilisasi tuba adalah 1-2 kasus per 100.000 prosedur; sebagian besar merupakan komplikasi dari anestesi umum. Penyebab kematian paling umum selama BTL laparoskopi adalah hipoventilasi terkait dengan anestesi. Henti jantung dan hipoventilasi dilaporkan sebagai penyebab utama kematian dalam banyak kasus. Sepsis sebagai penyebab kematian akibat sterilisasi laparoskopi berhubungan langsung dengan perforasi usus atau luka bakar usus listrik. Tingkat kematian rendah jika dibandingkan dengan risiko kematian akibat histerektomi (5-25 kasus per 100.000 prosedur) dan dari kehamilan (8 kasus per 100.000 kelahiran hidup di Amerika Serikat dan 500 kasus per 100.000 kelahiran hidup di negara berkembang). Tidak ada kematian yang dilaporkan dari pendekatan histeroskopi. 2.

Laparotomi yang tidak diinginkan

Laparotomi yang tidak diinginkan terjadi dengan 1-2% prosedur laparoskopi; sebagian besar konversi ini disebabkan oleh ketidakmampuan teknis untuk menyelesaikan prosedur laparoskopi daripada komplikasi prosedur. 3. Cedera usus Cedera usus dapat terjadi selama penyisipan jarum insuflasi atau trocar atau selama elektrokoagulasi. Luka kecil akibat jarum atau trocar tanpa perdarahan atau kebocoran isi enterik biasanya dapat ditangani dengan harapan; jika tidak, segera dilakukan laparotomi. 4.

Cedera pembuluh darah

Cedera vaskular dapat terjadi selama jarum insuflasi atau penyisipan trocar. Cedera pada kapal besar adalah keadaan darurat yang mengancam jiwa. Lakukan laparotomi langsung dengan tekanan langsung pada cedera untuk mengontrol perdarahan sampai perbaikan (biasanya oleh ahli bedah vaskular) dapat dilakukan. 5. Kegagalan metode (kehamilan atau kehamilan ektopik)

14

Walaupun sterilisasi sangat efektif dan dianggap sebagai bentuk definitif pencegahan kehamilan, ia memiliki tingkat kegagalan selama tahun pertama 0,10,8%. Setidaknya sepertiga dari ini adalah kehamilan ektopik. Temuan terbaru menunjukkan bahwa kehamilan agak lebih umum daripada yang diperkirakan sebelumnya, bahwa risiko kehamilan bertahan selama bertahun-tahun setelah sterilisasi, dan bahwa risiko bervariasi berdasarkan metode dan usia pasien pada sterilisasi.3,4

6. Perlengketan Adhesi intraperitoneal merupakan komplikasi yang dapat menyertai tubektomi laparotomi, sama seperti risiko laparotomi pada umumnya.

15

BAB 3 LAPORAN KASUS

ANAMNESIS PRIBADI Nama

Ny. Elisa Sulastri

Umur

31 tahun

Pekerjaan

Petani

Pendidikan

SMP

Agama

Islam

Alamat

Desa Suka Negeri Kec Air Nipis

Tanggal masuk

19 Maret 2019

Jam masuk

08.00 WIB

No.RM

13.19.97

Paritas

G4P3A0

ANAMNESIS PENYAKIT Ny. ES, 31 tahun, G4P3A0, datang ke RSUD HD dengan keluhan : KU

:

Mau melahirkan.

Telaah : Os mengatakan mau melahirkan anak ke 4. Os tidak pernah keguguran. Usia kehamilan cukup bulan

. Belum ada sakit-sakit dan keluar

lendir dari kemaluan. USG terakhir 3 hari SMRS, hasil normal .Os pernah menggunakan kontrasepsi hormonal (pil KB) selama 3 tahun, dan mengeluhkan berat badan bertambah serta wajah bengkak sehingga os menghentikan pemakaian kontrasepsi dan hamil anak ke 3. Setelah melahirkan anak ke 3 os tidak lagi memakai kontrasepsi, hingga hamil sekarang. Saat ini os menginginkan sterilisasi permanen. RPT

: tidak dijumpai

RPO

: tidak dijumpai

HPHT : 5/3/2019

16

RIWAYAT PERSALINAN 1. Perempuan,3000 gram, aterm, PSP, bidan, 9tahun, sehat. 2. Laki-Laki,2800 gram, aterm, PSP, bidan, 4 tahun, sehat. 3. Laki-Laki,2800 gram, aterm, PSP, bidan, 1.5 tahun, sehat. 4. Kehamilan saat ini.

PEMERIKSAAN FISIK A. STATUS PRESENS Sensorium

Compos Mentis

Tekanan darah

120/80 mmHg

Pernafasan

20 x/menit

Pulse

81 x/menit

Suhu

36,8ºC

Anemia

Tidak ada

Ikterus

Tidak ada

Sianosis

Tidak ada

Dispnoe

Tidak ada

Edema

Tidak ada

Tanda dehidrasi

Tidak ada

Kelainan fisik

Tidak ada

B. STATUS OBSTETRI Paritas Inspeksi

: G4P3A0 abdomen membesar, asimetris

Palpasi Leopold I

1 jari bpx

Leopold II

Kanan

Leopold III

Kepala

Leopold IV

floating

Gerak Janin

(+)

17

His

(-)

DJJ

138 x/i, reguler

TFU

29 cm

Pd

Belum ada pembukaan

Ketuban

+

TBJ

2635 gr

USG TAS : Normal

C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM 19 Maret 2019 Test

Result

Unit

References

Hemoglobin

13.9

g/Dl

12-16

Leucocyte

11.500

103/µL

4.0-11.0

Hematocrite

36

%

36.0-48.0

Waktu Perdarahan

2

Menit

1-6 menit

pembekuan 8

Menit

8-18 menit

Waktu darah

Golongan darah ABO Golongan

O

darah Positif

rhesus HIV Kualitatif

Negatif

Negatif

HbsAg

Negatif

Negatif

DIAGNOSA SEMENTARA G4P3A0 + Hamil (38-39) minggu belum inpartu + Aterm+Presentasi Kepala+ Anak Hidup

TERAPI Non Farmakologis : Bed Rest MBTKTP

18

IVFD Ringer Laktat 20 gtt/menit Farmakologis : Inj. Cefotaxime 1gr

Rencana - Pantau Vital Sign , HIS dan DJJ. - Sectio Caesaria LAPORAN SECTIO CAESARIA 19/3/2019 1. Ibu dibaringkan di atas meja operasi dengan posisi supine. IV line dan kateter terpasang baik. 2. Dilakukan anastesi spinal, ditunggu dan pasien dipastikan teranastesi 3. Operator cuci tangan fuerbringer, lalu menggunakan masker, topi, apron,memakai baju steril, dan handscoon 4. Dilakukan tindakan septik dan antiseptik pada lapangan abdomen dengan betadine dan alkohol 70% lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi. 10.50

5. Time out 6. Dilakukan insisi pfannestiel pada abdomen kemudian insisi kutis dan subkutis, tampak fasia dan dengan mengisipkan pinset anatomis, fasia digunting kekanan dan kekiri. Otot dikuakkan secara tumpul. Peritoneum parietalis diklem dengan klem bengkok, dijinjing dengan memastikan tidak ada usus dibawah nya dan digunting diantaranya. Peritoneum dilebarkan keatas dan bawah. Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan. 7. Identifikasi segmen bawah rahim dan ligamentum rotundum, hack blast dipasang, dilakukan insisi konkaf pada segmen bawah rahim sampai endometrium, endometrium dikuakkan secara tumpul.

19

8. Ketuban cukup , Lahir bayi Laki-laki, 3300gr, PB 50 cm apgar score 8/9, tali pusat diklem didua tempat dan digunting diantaranya. 9. Pinggir uterus dijepit dengan 4 oval klem. Saat kontraksi uterus mulai ada dilakukan metode peregangan tali pusat terkendali, plasenta lahir, kesan plasenta lahir lengkap. 10. Cavum uteri dibersihkan dengan kasa terbuka, kesan : bersih 11. Hack blast dipasang kembali, dilakukan penjahitan uterus 1 cm dari tepi luka dengan benang vicryl 1.0 secara continous interlocking sebanyak 2 lapis. Dilakukan reperitonealisasi 12. Kontraksi baik, perdarahan terkontrol, observasi ovarium kanan dan kiri, tuba kanan dan kiri, kesan normal. 13. Dilakukan tubektomi pomeroy 14. Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis. 15. Hecting selesai, luka pada dinding perut selesai dijahit kemudian ditutup dengan sufratule, kasa, dan hypafix. 16. Operasi selesai, keadaan pasien post operasi TD: 110/80 mmHg, RR: 20 x/i, HR: 86 x/i, perdarahan 300cc, OUP 150 cc. Lahir bayi perempuan, BBL 2200 gr. PBL 48cm, Apgar Score 8/9, anus (+).

Pemantauan Post Operasi (Kala IV) Vital Sign Sens : compos mentis, TD: 120/ 80 mmHg HR : 80x/ menit RR: 20 x / menit T: 36 oC

20

Status Obstetri Abdomen: Soepel, peristaltik usus (+) normal. TFU

: 1 cm dibawah pusat

P/V

: (-) lochia (+) rubra

L/O

: tertutup verban, kesan: kering

BAK : (+) via kateter, volume 50cc/jam BAB : (-), flatus (+) A: P4A0 post SC + Tubektomi Pomeroy P: / Immobilisasi 24 jam Diet biasa AFF kateter 12 jam IVFD RL + 20 iu oksitosin + 1 amp ketorolac gtt 30/i (24 jam) Inj. Cefotaxime 2 x 1gr (iv) Inj. Ketorolac 3 x 1 amp (iv) Inj. Ranitidine 2 x 1 amp (iv) Pronalgess 2 x 2 supp (rectal)

Rencana post operasi: 

Periksa Hb post SC



Awasi

vital

sign

dan

perdarahan

Hasil laboratorium post operasi Hb : 12.5 g/dl

21

FOLLOW UP

Tanggal

19 Maret 2019

20 Maret 2019

Nyeri luka operasi

Nyeri luka operasi

Status

Sensorium: CM

Sensorium: CM

Present

TD

: 130/90 mmHg

TD

: 120/80 mmHg

HR

: 90 x/i

HR

: 90 x/i

RR

: 20 x/i

RR

: 20 x/i

Temp

: 37.00C

Temp

: 37.00C

Keluhan utama

Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (- Anemis (-), Ikterik (-), Sianosis (-

Status

), Dyspnoe (-), Oedem (-)

), Dyspnoe (-), Oedem (-)

Abdomen :Soepel,

Abdomen :Soepel,

normoperistaltik

Lokalisata TFU

normoperistaltik

: 1 jari bawah pusat

TFU

: 1 jari bawah pusat

L/D : Tertutup verban, kesan L/D : Tertutup verban, kesan

Diagnosis

kering

kering

P/V : (-) Lochia, (+) Rubra

P/V : (-) Lochia, (+) Rubra

BAB

: (+) Normal

BAB

: (+) Normal

BAK

: (+) Normal via kateter BAK

: (+) lampias

Post

Sectio

Caesaria

Tubektomi Pomeroy +

+ Post Sectio Caesaria +Tubektomi Nifas Pomeroy + Nifas Hari 2

Hari 1 Terapi

Immobilisasi 24 jam

- Clindamisin 3x 1

Diet biasa

- Meloxicam 2x1

AFF kateter 12 jam

- Neurodex 1x1

IVFD RL + 20 iu oksitosin + 1 amp ketorolac gtt 30/i (24 jam) Inj. Cefotaxime 2 x 1gr (iv) Inj. Ketorolac 3 x 1 amp (iv)

22

Inj. Ranitidine 2 x 1 amp (iv) Pronalgess 2 x 2 supp (rectal) Rencana

Awasi Vital sign, Kontraksi, - Pulang Perdarahan

23

BAB 4 DISKUSI KASUS

TEORI

KASUS

Indikasi

Indikasi



Ibu yang ingin kontrasepsi menginginkan

metode

:

ibu

kontrasepsi

Ibu yang beresiko medis dan klinis signifikan jika hamil



kasus

permanen.

permanen •

pada

Pada pasien :Usia x paritas >120

Usia dikalikan dengan paritas harus lebih besar dari atau sama dengan 120 sebelum sterilisasi elektif dapat dipertimbangkan

Kontraindikasi

Pada

kasus

tidak

-Ambivalensi

kontraindikasi apapun

terdapat

-Keganasan ginekologi -Komplikasi maternal dan bayi pada masa nifas -Hernia diafragmatika -Penyakit cardiopulmonary -Obesitas

Metode yang dipilih pada kasus adalah

Metode Waktu

:

Interval,

Puerperal, metode intraoperatif dengan metode

Intraoperatif

Teknik yang

pomeroy

digunakan termasuk

Parkland, Pomeroy, . Teknik Irving dan Uchida atau Kroener fimbriectomy

24

jarang digunakan karena melibatkan peningkatan diseksi, waktu operasi, dan kemungkinan cedera mesosalpingeal Komplikasi

Pada

kasus,

Komplikasi tubektomi secara umum :

komplikasi seperti literatur. Hb post op

Kematian

pasien : 12.5 g/dl dan pasien pulang 1

Cedera usus

hari

Cedera pembuluh darah

tubektomi.

pasca

tidak

prosedur

ditemukan

SC

dengan

Laparotomi yang tidak diinginkan Perlengketan

Komplikasi sectio caesarea dengan tubektomi : Pemulihan Hb yang lebih lambat dibanding metode lain Masa rawat inap lebih lama Penyesalan

25

BAB 5 KESIMPULAN

Ny ES, 31 tahun , G4P3A0 datang ke RSHD tanggal 19 Maret 2019 ingin melahirkan

anak

keempat

dan

menginginkan

metode

sterilisasi

permanen.Dilakukan sectio caesarea diikuti tubektomi pomeroy bersamaan dengan sectio caesarea. Laki-laki, 3300gr, PB 50 cm apgar score 8/9. Keadaan ibu dan bayi pasca operasi stabil . Os pulang berobat jalan pada tanggal 20 Maret 2019 dengan obat pulang clindamisin 2x1 tab, Meloxicam 2x1 tab, Neurodex 1x1 tab.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Godfrey EM, Chin NP, Fielding SL, Fiscella K, Dozier A. Contraceptive methods and use by women aged 35 and over: A qualitative study of perspectives. BMC Womens Health 2011;11:5. 2. Carr BR, DelConte A. Using a low‑dose contraceptive in women 35 years of age and over: 20 microg estradiol/100 microg levonorgestrel. Contraception 2002;65:397‑402.

3. Zurawin,

R.K.

Tubal

Sterilization.

Medscape.

Diakses

dari

https://emedicine.medscape.com/article/266799-overview tgl 17 Maret 2019 4. Gerard J. Tortora,Bryan Derrickson, 2006. Principles of Anatomy and Physiology:11th Edition. printed byBiological Sciences Textbooks, Inc. and Bryan Derrickson. USA: 1077-1080 5. Cunningham. (2014). William Obstetrics (24th Edition ed.). United States: McGraw Hills. 6. Norwitz, E. R., & Schorge, J. O. (2008) At a Glance Obstetri dan Ginekologi, Edisi kedua. Jakarta: Erlangga. 7. Edmonds, D. K. (2012). Dewhurst's Textbook of Obstetrics & Gynaecology (8th Edition ed.). UK: Wiley-Blackwell. 8. Kementrian Kesehatan RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan Pedoman Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 9. Arlier S. Tubal sterilization during cesarean section at a training hospital in Turkey: A clinical and demographic analysis. Niger J Clin Pract 2018;21:1508-13. 10. MacKay AP, Kieke BA, Koonin LM, et al Tubal sterilization the United States, 1994–1996. Fam Plann Perspect 33:161, 2001 11. Bucklin BA, Smith CV: Postpartum tubal ligation: Safety, timing and other implications for anesthesia. Anesth Analg 89:1269, 1999 27

12. Sergei V. Jargin, Cesarean combined with tubal sterilization: some medical and demographic aspectsRev. Bras. Saude Mater. Infant. vol.18 no.3 Recife July/Sept. 2018. 13. Benson, RC. and Pernoll, ML. (2009). Handbook of Obstetric and Gynecology 9th Edition. Philadelphia : Mc. Graw-Hill Companies. pp. 343348.

28

29

Related Documents

Obgyn
April 2020 38
Obgyn - Osce.docx
August 2019 40
Obgyn Mnemonics
November 2019 46
Lapkas Anes.docx
August 2019 62

More Documents from "MahathirMusfira"