BLOK FORENSIK
MODUL 2 PEMERIKSAAN ORGAN DALAM
DISUSUN OLEH :
DHIA FALIH ANNISA
10542060015
NURU MUKHLISAH TAHIR
10542060115
JIHAN RAMADHANI PUTRI
10542061215
NINING ANISMA
10542061315
HADI SETIAJI ISWAHYUDI
10542062315
NUR EKA PUTRI
10542062215
ANDI ISDAHYANA BINTANG
10542063615
DWI UTAMI ABD LATIF
10542063715
AFFANDI HAFID
10542064315
AMELIA ASTRID MULYADI
10542064515
RISNA RAMADANTI H.M. KINAS
10542065515
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2018
A. SKENARIO Atas permintaan tertulis dari penyidik, dilakukan autopsi terhadap satu jenazah tanpa identitas berjenis kelamin laki-laki, berusia dewasa muda.Berdasarkan keterangan yang tercantum di Surat Permintaan Visum (SPV), jenazah tersebut ditemukan dalam keadaan tergantung di sebuah rumah kosong.
Temuan-temuan autopsi sebagai berikut. a. Tanatologi: • Kaku mayat: tidak ada. • Lebam mayat: berwarna merah gelap, terdapat pada tungkai bawah, tidak hilang pada penekanan. • Tanda-tanda pembusukan: warna kehijauan pada dinding perut sebelah kanan bawah.
b. Foto-foto pemeriksaan luar dan dalam:
c. Pemeriksaan penunjang: • Histopatologi: ditemukan tanda-tanda kongesti organ dalam. • Toksikologi: tidak dilakukan pemeriksaan. B. KALIMAT KUNCI Jenazah tanpa identitas Laki-laki Dewasa muda Ditemukan dalam keadaan tergantung di rumah kosong Lebam mayat warna merah gelap pada tungkai bawah dan hilang pada penekanan Warna kehijauan pada dinding perut sebelah kanan bawah C. PERTANYAAN 1. Bagaiamana deskrisi dari hasil temuan pemeriksaan autopsi dan interpretasinya? 2. Jelaskan bagaimana patomekanisme luka/trauma hingga menyebabkan kematian menggunakan pengetahuan tentang histologi, anatomi, dan fisiologi tubuh manusia.? 3. Jelaskan bagaimana penyebab kematian paling mungkin (Cause of death/COD) menggunakan pendekatan Proximus Mortis (PMA) pada kejadian dimana kematian merupakan konsekuensi langsung dari luka/trauma.? 4. Menentukan perkiraan waktu kematian (interval postmortem) berdasarkan ilmu tanatologi
PEMBAHASAN (hasil diskusi dan jawaban pertanyaan? 1. Bagaiamana deskrisi dari hasil temuan pemeriksaan autopsi dan interpretasinya? a. Tanatologi : Berasal dari dua kata Thanatos dan Logos. Artinya adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah
kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan
tersebut. • Kaku mayat: tidak ada. Kaku mayat atau Rigor Mortis berasal dari bahasa latin rigor berarti “stiff” atau kaku, dan mortis yang berarti tanda kematian (sign of death). Setelah kematian otot-otot tubuh akan melalui 3 (tiga) fase, yaitu: 1. Inisial flaksid atau flaksid primer 2. Onset rigiditas otot yang disebut kaku mayat 3. Fase flaksid sekunder Timbul 1-3 jam postmortem (rata-rata 2 jam), dipertahankan 6-24 jam, dimulai dari otot kecil, rahang bawah, anggota gerak atas, dada, perut dan anggota bawah kemudian kaku lengkap, dan menurun setelah 24 jam. • Lebam mayat: berwarna merah gelap, terdapat pada tungkai bawah, tidak hilang pada penekanan. Lebam mayat (Livor mortis, post mortum lividity, post mortum suggilation, post mortum hypostasis, vibices) terjadi karena pengendapan butir-butir eritrosit karena adanya gaya gravitasi sesuai tubuh, berwarna biru ungu tetapi masih dalam pembuluh darah. Timbul 20-30 menit setelah 6-8 jam lebam mayat masih bisa ditekan dan masih bisa berpindah tempat. Warna lebam mayat Norma l
: Merah kebiruan
Keracunan CO
: Cherry red
Keracunan CN
: Bright red
Keracunan nitrobenzena : Chocolate brown
Asfiksia
: Dark red
• Tanda-tanda pembusukan: warna kehijauan pada dinding perut sebelah kanan bawah. Pembusukan atau (dekompresi atau putrefection) adalah keadaan dimana bahan-bahan organis terutama protein mengalami dekomposisi baik yang melalui autolisis ataupun kerja bakteri pembusuk. Yaitu: a. Wajah membengkak b. Bibir membengkak c. Mata menonjol d. Lidah terjulur e. Lubang hidung keluar darah f. Lubang mulut keluar darah g. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi lambng, dan partus (gravid) h. Badan gembung i. Bulla atau kulit ari terkelupas j. Aborescent pattern/morbling yaitu vena superficialis kulit warna kehijauan k. Pembuluh darah bawah kulit melebar l. Dinding perut pecah m. Skrotum atau vulva membengkak n. Kuku terlepas o. Rambut terlepas p. Organ dalam membusuk q. Larva lalat b. Pemeriksaan luar dan dalam dari gambar Tardieu spot pada mata Tardieu’s spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut yang menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena, terutama pada jaringan longgar, seperti kelopak mata, dibawah kulit dahi, kulit dibagian belakang telinga, circumoral skin, konjungtiva dan sklera mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan otak. Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium, peritoneum, timus, mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan intestinum
Sianosis Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi (Hb yang tidak berikatan dengan O2). Satu buah jeratan pada leher Letak jeratan antara dagu dan laring, bekas tali berwarna coklat tua, tidak ada tanda perlawanan dan tanda jejas jeratan miring, berupa lingkaran terputus dan letaknya pada leher bagian atas. Kongesti paru Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema). C. Pemeriksaan Penunjang Histopatologi: ditemukan tanda-tanda kongesti organ dalam. Toksikologi: tidak dilakukan pemeriksaan Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber karateristik dan kandungan racun, gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis fatal, periode fatal, dan penatalaksanaan kasus keracunan. Periode fatal merupakan selang waktu antara masukny racun dalam dosis fatal rata-rata sampai menyebabkan kematian pada rata-rata orang sehat. Tidak dilakukan pemeriksaan karena tidak di temukan tanda-tanda toksikologi.
2.Jelaskan bagaimana patomekanisme luka/trauma hingga menyebabkan kematian menggunakan pengetahuan tentang histologi, anatomi, dan fisiologi tubuh manusia.? Walaupun sebab kematian mati gantung adalah karena asfiksia, tetapi sering disertai sebab yang lain yaitu tekanan pada pembuluh darah (arteri carotis maupun vena
dileher dan refleks inhibisi vagal. Yang paling sering adalah campuran asfiksia dengan sumbatan pada pembuluh darah. Dengan demikian sebab kematian bisa terjadi karena: 1. Asfiksia karena tersumbatnya saluran pernafasan. Mekanisme terjadinya asfiksia: a.Bila pengikatan tali di atas kartilago tiroid maka basis lidah akan ditolak ke atas dan ke belekang terhadap posterior faring, hingga saluran nafas tertutup dan akhirnya terjadi asfiksia. b.Bila pengikatan di bawah kartilago tiroid maka secara langsung akan menekan laring dan menimbulkan tanda- tanda asfiksia lebih jelas. Konstriksi umum dari jaringan akan menimbulkan penutupan complete atau partial dari arteri carotis comunis dileher dan ini akan menimbulkan anemia pada otak dan tekanan pada nervus laringeus hingga akan menimbulkan shock.
2.Kongesti vena (pembendungan vena) Akibat lilitan tali pengikat pada leher terjadi penekanan vena jugularis secara complete sehingga timbul pembendungan darah vena di otak sampai menimbulkan perdarahan di otak.
Skemik cerebral, karena sumbatan pada arteri carotis dan arteri vertebralis. Tertekannya arteri karotis di leher akan menyebabkan terhentinya aliran darah ke otak. 4. Syok vagal, karena tekanan pada sinus carotis menyebab-kan jantung berhenti berdenyut.Terjadi akibat penekanan pada nervus vagus dan sinus karotis yang menyebabkan vaso vagal inhibisi sehingga terjadi cardiac arrest.
5. Fraktur atau dislokasi tulang vertebra servikalis II-III. Ini didapati pada hukuman gantung (judicial hanging), hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 1-2 meter oleh BB (berat badan) korban dapat menyebabkan fraktur dan dislokasi vertebra servikalis bagian atas yang menekan atau merobek spinal cord hingga menyebabkan kematian tiba- tiba
3. Jelaskan bagaimana penyebab kematian paling mungkin (Cause of death/COD) menggunakan pendekatan Proximus Mortis (PMA) pada kejadian dimana kematian merupakan konsekuensi langsung dari luka/trauma.?
PENUTUPAN SALURAN NAFAS ATAS SUFFOCATION SMOTHERING GANGGING & CHOKING
PENEKANAN DINDING SALURAN PERNAFASAN
ASFIKSIA
STRAGULATION MANUAL STRANGULATIO HANGING PENEKANAN SALURAN DIDNIDNG DADA DARI LUAR (ASFIKSIA TRAUMATIK)
SALURAN NAFAS TERISI AIR
Penyebab kematian (COD) menggunakan metode PMA! 1A : Asfiksia 1B : Penurunan O2dan peningkatan CO2 1C : Penekanan pada saluran napas atas 1D : Hanging
Mekanisme terjadinya asfiksia pada kasus ini, yaitu : a. Pengikatan tali diatas kartilago tiroid menyebabkan basis lidah ditolak keatas dan ke belakang terhadap posterior faring, sehingga terjadi penutupan jalan napas dan menyebabkan asfiksia. b. Konstriksi umum dari jaringan akan menimbulkan penutupan completeatau partial dari arteri carotis communis di leher akan menimbulkan anemia pada otak dan tekanan pada nervus laringeus sehingga menimbulkan shock.
c. Kongesti vena Akibat lilitan tali pengikat pada leher terjadi penekanan vena jugularis secera complete sehingga timbul bendungan dara vena di otak sampai menimbulkan perdarahan otak. d. Iskemik cerebral Karena terjadi sumbatan pada arteri carotis dan arteri vertebralis. Tertekannnya arteri carotis di leher akan menyebabkan terhentinya aliran darah ke otak. e. Syok vagal Karena tertekannya sinus carotis menyebabkan jantung berhenti berdenyut. Terjadi akibat penekanan pada nervus vagus dan sinus carotisyang menyebabkan vaso vagal inhibisi sehingga terjadi cardiac arrest. 4. Menentukan perkiraan waktu kematian (interval postmortem) berdasarkan ilmu
tanatologi jam pertama kematian, tubuh masih hangat ( dengan termometer panjang didapati suhu 37 derajat C ), otot-otot masih lemas seluruhnya (periode relaksasi primer), kornea mata bening, belum tampak atau belum jelas adanya lebam mayat. 4-6 jam. Telah mulai dingin (suhu rektal 34-35 derajat C), kaku mayat di rahang telah ada, begitu juga dibeberapa persendian, lebam mayat masih hilang pada penekanan. 10-12 jam. Mayat mulai dingin ( suhu sekitar 29-30 derajat C ) kaku mayat lengkap diseluruh tubuh seperti papan, bila diangkat kaki, panggul dan punggung juga terangkat, lebam mayat sangat jelas dan tidak hilang pada penekanan 16-18 jam. Mayat dingin ( sama dengan suhu ruang 28-29 derajat C ), kaku mayat dibeberapa persendian telah hilang, mulai tampak tanda-tanda pembusukan terutama dibagian perut kanan bawah tamapak biru kehijauan, lebam mayat luas dibagian terendah dari tubuh 20-24 jam. Dingin, kaku mayat sudah menghilang (relaksasi sekunder), tanda pembusukan semakin jelas, perut mulai tegang, bau pembusukan, darah pembusukan keluar dari hidung dan mulut. 30-36 jam. Mayat menggembung, mata bengkak, mata tertutup, bibir menebal, keluar gas dan air pembusukan dari hidung dan mulut, tampak garis pembuluh darah dipermukaan tubuh (marble appereance)
40-48 jam. gelembung pembusukan diseluruh tubuh, skrotum bengkak, lidah bengkak dan menonjol keluar, sebagian gelembung pecah, kulit mudah terkelupas. 3 hari, pembusukan lanjut, uterus bisa prolapse, demikian juga anus. Mata menonjol keluar, muka sangat bengkak kehitaman, rambut dan kuku mudah dicabut. 4-5 hari. Perut mengempes kembali karna gas keluar dan celah dari jaringan yang rusak dan hancur, sutura kepala merenggang, otak mengalami perlunakan menjadi seperti bubur. 6-10 hari. Jaringan lunak tubuh melembek dan lama-lama menjadi hancur, rongga dada dan perut bisa terlihat karna sebagian otot sudah hancur dan seluruhnya hingga tulang belulang.
DAFTAR PUSTAKA 1. Amir A. Rangkaian ilmu kedokteran forensik. 2nd ed. Medan: Percetakan Ramadhan; 2007. p.129-33
2. Chada PV. Catatan kuliah ilmu forensik dan toksikologi. 5th ed. Jakarta: Penerbit Widya Medika; 1995. p. 105-11
3. dr. Aflanie Iwan, dkk, 2017. ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.
4. Lubis AK, dkk. 2012. Journal Gantung Diri (Hanging). Sumatera Utara. The Journal Of Medical School Universitas Sumatera Utara