LA MAR DE LA COSSET By n4k3d_panda Rating: NC-17 PAIRING: sakura / tetsu Disc: Karakter bukan milikku. Warning: Warning! YAOI! Lime! RAPE-BONDAGE-SADISTIC-SLASH! Author note: fic dibuat atas permintaan atau paksaan *ehem* melirik nade dan diinspirasi oleh moon stone by hidoko yang berhasil membuat panpan ketakutan setengah mati. Di sini panpan berkolaborasi dengan nade untuk chapter II, nade yorishiku ne!!!
Malam semakin merambat kelam, di ujung terjauh bersinar seulas bulan, bulan sempurna, hanya salah satu bulan purnama lainnya, pikirnya sambil mendengus sinis, benda bundar yang dengan sombongnya mencoba menaklukan gelapnya kegelapan malam. Pikiran tetsu melambung bersamaan dengan setiap langkahnya menuruni jalan berbatu di depannya. Orang yang paling dikasihinya mengajak ia keluar berkencan, setelah sekian lama, berharap, bermimpi, dia merasa begitu bahagia seakan dia bisa melayang bersama bintang. Hembusan tajam angin malam menerpa wajahnya, mendinginkan panas di kedua belah pipinya, sekaligus mengirimkan beku ke seluruh tulang di tubuhnya. Ini adalah kencan resmi mereka yang pertama, karena selama ini mereka sibuk dengan pembuatan single, lalu album, kemudian konser maupun promosi. Bukti hubungan mereka tak lebih dari tatapan, sentuhan ringan, jemari bertautan dikala tidak ada yang memperhatikan. Tetsu menghirup penuh-penuh udara malam yang basah. Taman di malam hari kelihatan jauh berbeda dari siang, penerangan yang minim membuat bayang-bayang gelap pepohonan yang berderak tertiup angin menimbulkan kesan ada sesuatu, mengaburkan yang tidak ada maupun ada, jam di tangannya menunjukan angka satu, ia sebenarnya agak tidak setuju ketika ia diajak keluar di saat selarut ini, tapi selain itu mereka tidak mungkin dapat bersama berdua tanpa tatapan curiga dan ingin tau orangorang. Tetsu tidak akan mengeluh asalkan mereka dapat berdua saja, dadanya berdegup kesenangan, dia menoleh ke belakang melihat laki-laki di belakangnya tersenyum agak malu. *Wajahnya kelihatan sangat bahagia, malam ini sangatlah indah,* pikir tetsu. Dia menengadahkan wajahnya menatap bulan putih yang tersaput awan sutra hitam, dari kejauhan lamat-lamat ia dapat mendengar lolongan anjing mengharap kembalinya sang rembulan. Hanya pada malam seperti inilah, hatinya terasa bergejolak, ingatan akan membanjirinya dengan bayangan yang membuat darah mendidih sampai ke pembuluhnya. Dia dapat mengingatnya seakan kemarin, ingatan akan malam-malam duduk sendirian di balkon menatap malam, bertanya-tanya apa yang mereka berdua lakukan di seberang sana. Dia
menatap pemilik rambut merah di depannya, bukannya dia tak tau apa yang terjadi di antara mereka, dia hanya pura-pura tidak tau, walau ia mengakui dia pikir dia sedang seperti bermimpi saat tetsu mengungkapkan perasaannya, atau perasaan yang dia pikir dia rasakan terhadapnya. Hanya pada malam seperti inilah ia merasa dapat melakukan apapun juga…………….. Tetsu menoleh menatapnya lagi namun kali ini tidak tersenyum melainkan bertanya mengapa dia begitu diam malam ini. Alih-alih menjawab ia menutup telapaknya dan memunculkan setangkai mawar dan memberikannya pada tetsu. “Untukmu,” ujarnya pelan. “wah, hebat aku ngga tau kamu bisa sulap?” mata tetsu memancarkan pandangan kagum, seperti anak kecil yang tiba-tiba disodori permen. Dia tersenyum kecil, “masih banyak yang kamu belum tau tentang aku.” Tanpa sepengetahuan tetsu ia mengeluarkan lagi entah dari mana setangkai mawar putih, dia menatap mawar di tangannya dengan pandangan kosong kemudian meremasnya hingga hancur. Ia membuka gengaman tangannya yang berdarah membiarkan angin dingin membasuh sisa-sisa dan remahan potongan mawar yang memerah darah. Bulan di atas sana sudah benar-benar tertutup awan, cukup gelap untuk menutupi ekpresi wajahnya saat ia menatap tetsu, menatap kulitnya yang bersinar seputih porselin cina. *Membuat semua orang ingin mencicipimu*, pikirnya getir. Tetsu berhenti di depan air mancur, sinar bulan menimbulkan efek berkilau yang menakjubkan pada setiap tetesan. Ia terpesona. Dengan satu langkah lebar ia menjajari tetsu, kemudian membelai ringan rambut lembutnya. “Jika malaikat itu ada, aku tak akan terkejut kalau kamu adalah salah satu dari mereka.” “hah…..malaikat? apa maksudmu?” “Kamu sangat cantik.” Tetsu tersipu. “Aku tidak….” “Sangat……….hampir membuatku gila,” Tetsu tersipu lagi, ia tidak pernah mendengarnya berkata seperti itu sebelumnya, mungkin ini pengaruh bulan. Ini adalah saat yang tepat pikirnya kalut. Ia harus tau………………. Tetsu memandang wajahnya malu-malu, “Ano, apa kau ingat hari itu, waktu aku mengungkapkan perasaanku?” “emm……..,” matanya memandangnya waspada.
“Apa kau men………..rasakan hal yg sama?” “……………..” “ap…apa……apakaumencintaiaku?” wajahnya memerah secepat cara ia menanyakan pertanyaannya. “cinta?” Apa sebenarnya cinta itu? Kalau cinta itu adapun tidak akan di duniaku. “Ya.” Kau sendiri? apa kau mencintaiku tetsu? YA, aku meragukannya. Ia memeluknya ringan, tangan satunya melingkar di leher tetsu, tangan satunya lagi…… ……………. Semua menjadi gelap. ‘ting’ sesuatu terjatuh membentur pavement, sesuatu berbentuk mirip tabung dengan ujung runcing berdarah. ############ Tetsu merasa seluruh badannya sakit, ototnya terasa kaku dan keras, beberapa bagian seperti dihuni ribuan semut, dengan susah payah ia berusaha membuka pelupuk matanya. Matanya nyalang memandang langit dengan awan aneh berwarna putih. *Dimana aku?* batinnya. Kepalanya terasa berat seakan terbuat dari batu, dan keadarannya timbul tengelam bagai kabut. Tetsu mencoba menggerakan kedua tangannya, tanpa hasil, ia menyipitkan matanya, perlahan-lahan penglihatannya mulai kembali, alih-alih awan di atasnya di penuhi jaring-jaring laba-laba yang menggantung di seluruh langit-langit ruangan. Ia hendak bangkit ketika menyadari tangan dan kakinya kebas seakan terikat erat, ia melongok ke atas kepala, ternyata ia memang terikat erat; rasa panik mulai menjalari tulang belakangnya, sekuat tenaga ia mencoba melepaskan diri dari ikatan ketika menyadari usahanya tak akan pernah berhasil ia berteriak. Tapi tak ada suara keluar dari mulutnya, tengorokannya terasa meranggas. Air. Ia butuh air batinnya sambil mengoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Tolong! Matanya kembali terbuka, ia tak tau berapa lama ia terbaring di sana mungkin tadi ia tertidur tanpa sadar, tapi kalau ia memang sudah terbangun kenapa ia masih ada dalam mimpi yang sama. Berkas-berkas cahaya masuk melalui sebagian dinding kayu yang sudah lapuk, membuat tetsu menyadari bahwa hari sudah berganti siang. Matanya perlahan beralih ke pintu yang sekarang berderak-derak, Pintu kayu di depannya terbuka, sesosok pria masuk membawa bungkusan kertas, tetsu meneriakan namanya dengan penuh kelegaan. Namun nama itu keluar dari mulutnya seakan tak lebih dari hembusan angin. Melewatinya.
Dia meletakan bungkusan itu di meja di samping ranjang tempat tetsu berbaring. Dia mendekati tetsu, duduk di sebelahnya, tetsu mengatakan sesuatu kepadanya, dari gerak bibirnya ia mungkin ingin laki-laki itu melepaskan ikatannya; namun dia hanya memandang wajah tetsu, lalu tangan terikat di atas kepalanya, tetsu sekuat tenaga mencoba berteriak atau setidaknya menggerakan dan memonyongkan bibirnya, karena mungkin ia tak sadar kalau tetsu butuh bantuan. Upaya tetsu hanya disambut senyum kecil sepertinya ia menyukai apa yang dilihatnya, lalu dengan santainya mengeluarkan barang-barang dari bungkusannya, Setumpuk lilin, 2 gelas anggur, pembuka botol, sebotol champagne, terakhir korek api. Tak lama kemudian di meja udah penuh dengan kelap- kelip lilin, bukan hanya di meja namun juga di seluruh sudut ruangan penuh dengan lilin putih segala ukuran. Tetsu hanya bisa melihat tanpa daya, kepalanya masih berputar, terasa pusing akibat ikatan yang entah kenapa dirasanya makin erat saja. Sekarang seluruh ruangan yang temaram itu berpendar-pendar dengan rupa-rupa siluet di dinding. Kemudian laki-laki itu menarik salah satu kursi dan tanpa mempedulikan tumpukan debu di atasnya ia mendudukinya, selama beberapa saat ia hanya duduk diam memandang tetsu, memperhatikannya menarik-narik ikatan tangannya, membuka dan menutup mulutnya, matanya diwarnai dengan berbagai macam emosi. “Aku selalu memimpikan hari ini, makan malam romantis berdua di terangi cahaya lilin.” Tetsu membuka mulutnya lagi, mengucapkan kata-kata yang hanya di mengerti olehnya sendiri. “Iya aku tau, sekarang memang bukan malam hari, anggap aja begitu,” matanya menyapu tumpukan perabot usang dan rongsokan di pojok-pojok ruangan, “Anggap saja sekarang kita berada di kamar hotel yang mewah, dan kau sedang berbaring di kasur bulu angsa berlapis sutra. Gunakan imajinasimu.” Dengan suara ‘plop’ tutup champagne itu terlompat dari botolnya, ia menuangkan isinya yang berkilauan ke masing-masing gelas. Memutar-mutar dengan pelan isi gelasnya, mencicipinya sedikit sambil terus menatap tetsu seakan rasa hausnya hanya bisa terobati oleh sesuatu yang lain. Dengan gelas ditangannya ia menghampiri tetsu, mendekatkan bibir gelas ke bibir pucat tetsu, memaksanya minum, namun tetsu mengatupkan kedua bibirnya rapat, cairan bening itu akhirnya hanya membasahi baju dan kasur rusak di bawahnya. saat anggur dingin itu menyentuh kulitnya ia bergidik, hal berikut yang diketauinya lehernya sudah berada dalam gengaman tangan besar, mencekiknya seperti tang besi. Tetsu otomatis memberontak di bawah jemarinya, matanya membesar dan berputar seakan kesakitan diiringi bunyi nafas tersengal. *pasti ia hanya berpura-pura seperti yang ia lakukan selama ini.* ujarnya dalam hati.
Udara dengan cepat habis dari rongga dada tetsu, saat cengkeramannya melongar secara tidak sadar ia langsung membuka mulutnya lebar, namun bukan udara yang kemudian melewatinya, cairan dingin yang seakan mengiris-iris kerongkongannya, rasa pedih membuatnya langsung memuntahkannya. Laki-laki di depannya tersenyum lagi, ia menunduk rendah ke leher tetsu dan menciumi jejak merah di atasnya, dengan cepat ia mencabik kemeja tetsu membuat tetsu terlonjak, tangan satunya kembali meraih gelas dan menuangkan isinya ke dada tetsu. Rasa dingin kembali menyebar namun kali ini tidak terasa sakit seperti yang pertama, dengan cepat pula rasa dingin itu digantikan oleh sesuatu yang hangat, licin dan sangat lembut. Membelainya membuatnya terlena, Tetsu merasa seluruh darah di pembuluhnya tiba-tiba bergolak, dan mulutnya tanpa sadar mendengkurkan desahan bisu, ia menunduk dan menemukan dia tengah menjilati dadanya. Tubuhnya tiba-tiba menjadi kaku dicekam rasa takut. Tetsu mengoyangkan kepalanya, meronta ke kiri kanan, tubuhnya berusaha menyingkirkan orang di atasnya; penolakan tanpa katanya itu disambut dengan meraup rambut tetsu dan menariknya sampai tetsu berhenti meronta. Nafasnya yang berat menerpa wajah tetsu. “kamu tidak menyukainya?” “kenapa….HAH?” ia terdiam, matanya memerah. “Katakan padaku bagaimana ia melakukannya?” ia terdiam, matanya berkilat. “Bagaimana Hyde membuatmu MENGERANG?” Tangannya meraba saku celananya, mengeluarkan sebuah pisau lipat, memperhatikan ekspresi terkejut tetsu yang jelas-jelas tergambar di wajahnya, pisau itu berkilau keemasan memantulkan sinar lilin, ia dapat melihat seringai wajahnya sendiri di permukaannya. “sungguh lucu, ia memilih nama hyde, padahal tidak ada setitikpun hyde dalam dirinya, dia tidak lebih dari Jekyel.” Suaranya dan caranya menyebut nama hyde membuat badannya merinding yang kemudian menjadi gemetar tanpa kendali, matanya yang berkabut melebar melihat kilauan benda tajam bermain di depannya, tetsu mengigit bibirnya berusaha keras agar bulir-bulir di pelupuk matanya tidak jatuh. “Jangan khawatir aku tidak akan mengunakannya,” ujarnya, “…………….kalau tidak terpaksa.” Menyentuhkan ujung benda itu ringan ke sepanjang tubuh tetsu, terus turun sampai ke celana jeansnya. Lalu ia menancapkannya. “……………………”
Pisau itu merobek permukaan jeans, paha tetsu sekarang terbuka memperlihatkan kulitnya yang halus. Sekarang ia meraih salah satu lilin yang tergeletak di meja, tangan satunya melewatkan jarinya dan meraba kulit putih yang sudah diekspose oleh pisaunya. ia menundukan wajah ke atasnya. “Tetchan, Kau mencintaiku kan?” Saat ia menatapnya kali ini pandangan mata tetsu tak terbaca, ia melemparkan pandangannya ke samping, mengelak. “Bukankah menyintai seseorang berarti mau melakukan apa pun juga untuk orang yang dicintainya?” Kepala tetsu dengan cepat kembali ke posisi semula. “aku ingin kau menjerit untukku.” Ucapnya tenang dan dingin. Perlahan Ia menumpahkan cairan panas dari lilin tepat ke atas paha tetsu yang diciumnya sebelumnya. Ketika cairan itu menyentuhnya Tetsu menjerit keras tanpa suara, tubuhnya terlonjak ke atas dengan keras. Cairan panas itu menyengat kulitnya seperti yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, menyakitinya, membuatnya mengerang kesakitan. cairan itu melebar di atas kulitnya membentuk genangan cair yang perlahan membeku menjadi kepingan putih susu. Semua itu diperparah lagi oleh sensasi panas yang melekat di kulitnya, meresap ke dalam, terus tinggal tak mau pergi. Sambil tersenyum puas akan hasil karyanya Ia menyingkirkan kepingan beku panas itu dari tetsu memperlihatkan kulitnya yang anehnya sama sekali tidak terluka hanya meruam merah. Dengan lilin di tangan ia mendekatkan mukanya sejajar dengan tetsu. Tetsu dapat merasakan nafasnya yang panas dan dadanya yang naik turun. “Apa sebenarnya yang kau lihat dari dia……dia tak lebih dari wajah dan suara, tak lebih…….” tangannya berkeliaran di dada tetsu, dan berhenti saat menemukan tonjolan lembut yang dicarinya. Mulut Tetsu membuka membentuk kata ‘jangan’. “Bukankah kau lebih dulu melihatku, bahkan nasib mempertemukan kita lebih dulu dari pada ………sampah itu.” Ujarnya penuh luapan kemarahan. Ia memiringkan lilin di tangannya dan meneteskan isinya ke atas tetsu. satu tetes.
Rasa sakit menerjangnya seperti ombak, berkali-kali lipat lebih pedih dari yang pertama, ia meronta begitu keras sampai pergelangan tangannya mengucurkan darah segar diikuti oleh aliran yang sama di sisi bibir. Air mata tanpa tertahankan membanjirinya, Menyelimuti kedua pipinya. “Kau terlihat cantik.” Ia menghapus air mata tetsu dengan tangannya, menaruhnya di bibir mencicipi rasa asin yang terasa manis. Dua tetes. “Ak……….h…………..” Panas yang luar biasa kembali menghantamnya, mendorongnya hampir ke batas jurang kesadarannya. Tapi hanya hampir, berputar di kepalanya, belum cukup untuk membuatnya jatuh pingsan. Namun dengan tangan mencengkeram erat lilin panas nampaknya ia berniat mendorong tetsu sampai ke ujung kalau perlu melompatinya karena ia mendekatkan lilin itu ke sisi lain tubuh tetsu. “Sa…sak…………sakura……………….” Bisiknya tanpa sadar. Sama tak sadarnya kalau suaranya telah kembali. Sama tak sadarnya akan apa yang akan menimpanya. “Tetchan…………………”