La La Land.docx

  • Uploaded by: ghifary
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View La La Land.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 795
  • Pages: 6
LA LA LAND (2016) PG-13 |

2h 8min | Comedy, Drama, Musical | 25 December 2016 (USA)

Director: Damien Chazelle Writer: Damien Chazelle Stars: Ryan Gosling, Emma Stone, Rosemarie DeWitt

Storyline Mia, seorang yang bercita-cita tinggi menjadi aktris, menyediakan coffee latte disebuah cafe untuk menjadi bintang film melewati audisi, dan Sebastian, seorang musisi jazz, dimulai dengan memainkan piano di sebuah pesta koktail di bar jelek, tetapi semakin besar kesuksesan yang mereka raih mereka dihadapkan dengan keputusan yang membuat keributan dalam hubungan mereka, dan mimpi yang mereka kerjakan dengan sangat keras untuk mempertahankan satu sama lain malah menjadi ancaman untuk membelah hubungan mereka. Written oleh Eirini Source : IMDB (http://www.imdb.com/title/tt3783958/)

La La Land, film musikal yang bikin senyum-senyum tapi ujungnya bikin patah hati. Di antara sederet film keren Indonesia maupun mancanegara yang muncul belakangan, salah satu dari yang saya tonton dan yang paling berkesan buat saya adalah La La Land. Sebuah film asal Amerika yang bergenre musikal. Sebelum saya sendiri akhirnya nonton, di media sosial saya banyak sekali orang-orang yang membicarakan tentang La La Land. Mereka bilang, film ini sangat bagus. Tak terlepas dari sifat latahan netizen pada umumnya, saya pun penasaran untuk nonton. Terlebih film ini sempat ramai pula dibicarakan karena berhasil masuk ke dalam 7 nominasi di Golden Globe Awards ke 74, dan membawa pulang piala dari ketujuh kategori tersebut. Ah, ya, alasan lain saya nonton La La Land adalah karena, ehem, Ryan Gosling.

Patah hati karena La La Land. (Foto: theplaylist.net) Dengan modal #lopelopediudara yang dilontarkan orang-orang di media sosial tentang La La Land, saya masuk bioskop dengan semangat. Salah seorang teman yang sudah menonton lebih dulu sempat memberi kisi-kisi, "sinematografinya bagus," katanya. Dan itu bisa segera saya Amini sejak awal, tentunya terlepas dari teori sinematografi yang bagus menurut para pegiat perfilman itu seperti apa.

Soundtrack film La La Land juga enak banget dinikmati telinga. Sebelum nonton filmnya, saya sudah terlebih dahulu mendengar lagu-lagu tersebut, dan bagi saya pribadi itu membuat saya lebih bisa menikmati filmnya. Saya jadi pengin dansa-dansa, pengin main piano. Intinya sih, cukup melibatkan emosi penonton, at least buat saya sendiri.

Patah hati karena La La Land. (Foto: ascot-elite.ch) La La Land bercerita tentang Mia (diperankan oleh Emma Stone), seorang barista di kedai kopi yang giat mengikuti audisi aktris di sela-sela pekerjaannya, dan Sebastian, pianis yang idealis akan kecintaannya pada musik jazz. Keduanya sangat passionate mengejar mimpi mereka masingmasing. Berlatar kota Los Angeles, keduanya dipertemukan dan akhirnya.. jatuh cinta. Personally saya suka tema yang diambil. Tentang mimpi, harapan, cita-cita, ambisi, whatever you name it. Menariknya, dan mungkin ini yang bikin saya merasa ‘dekat’ dengan kisahnya, adalah bagaimana cerita itu dibingkai dari sudut pandang Mia dan Sebastian sebagai pasangan. Sepanjang film saya dibuat senyum-senyum sendiri. Alur cerita, akting pemainnya, musiknya, gambarnya, semuanya bikin saya terkagum-kagum. Tapi begitu sampai ending, saya dibuat melongo, patah hati. Entah gimana saya harus deskripsikan patah hati yang saya rasa karena ending film La La Land ini. Patah hati yang saking patah hatinya, nggak ada air mata keluar, nggak bisa berkata-kata, dan ujung-ujungnya malah ketawa-tawa, seakan menertawai sakit yang dirasa.

Patah hati karena La La Land. (Foto: slantmagazine.com) Saya suka melihat bagaimana Mia dan Sebastian berbagi mimpi, berbagi harapan, berbagi semangat dan berbagi ruang dalam hidupnya untuk saling mendukung satu sama lain mewujudkan itu semua. Well, don’t we all do that with our partner? Esensi dari perjalanan hidup sebagai pasangan, salah satunya memang seperti itu, tentang saling mendukung di berbagai situasi. Tentang melimpahkan semangat saat salah satunya lelah bermimpi. Tapi melihat bagaimana Mia dan Sebastian kemudian menempuh dua jalan berbeda dan akhirnya hidup sendiri-sendiri setelah mimpinya terwujud itu menyakitkan.

Patah hati karena La La Land. (Foto: nytimes.com) Sebagai orang yang sudah menjalani hubungan percintaan selama tahunan dengan satu orang yang sama, tentunya banyak fase yang telah saya dan pasangan saya lalui, banyak hal yang telah kami perjuangkan bersama hingga kami sampai pada titik ini, menjadi seperti sekarang ini. Tapi kami sadar, perjalanan kami masih panjang, kami masih punya mimpi yang belum terwujud. Mungkin itulah alasan yang mendasari patah hati saya karena La La Land ini. Mungkin juga karena kisah Mia dan Sebastian itu membuat saya merasa tertampar, atau malah jadi berkaca pada diri sendiri dan melihat banyak ketakutan di sana. Bagaimana jadinya bila setelah melakukan perjuangan yang panjang itu bersama-sama, lalu justru terpisah dan menikmatinya sendiri-sendiri saat mimpi itu jadi nyata?

Patah hati karena La La Land. (Foto: time.com) Well, the future is not ours to see. Setidaknya Mia dan Sebastian memberi satu pelajaran baru; berjuanglah. Berjuanglah tanpa rasa takut. Berjuanglah bersama, seakan kelak kalian akan menghidupi mimpi-mimpi itu berdua. Kalaupun nanti semesta ingin kalian menikmatinya sendiri-sendiri, di tempat yang berbeda, bersama orang yang berbeda dengan dia yang menemani kamu berjuang, satu hal yang bisa dipastikan; you'll be his/her good memories forever.

Source : Bintang.com, Jakarta (http://www.bintang.com/relationship/read/2828889/editor-sayspatah-hati-karena-la-la-land)

Related Documents

La La La La La La La
July 2020 44
La La La La
April 2020 68
La La La 2
May 2020 54
La La La
April 2020 60
Ah La La La (g)
April 2020 53

More Documents from "Abhinav Joshua"