K⁹xjxh.docx

  • Uploaded by: Asdfghkl
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View K⁹xjxh.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,638
  • Pages: 20
Apotek Miami (Minimarket Vegan)

Mata kuning, feses seperti dempul, urin seperti teh, bilirubin naik… ini penjelasannnya. apotekmiami-drsatyadeng 4 tahun yang lalu Iklan

PENDEKATAN DIAGNOSA PADA IKTERUS DAN PENANGANANNYA BAB PENDAHULUAN

I

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis jaune yang berarti kuning. Ikterus sebaiknya diperiksa di bawah cahaya terang siang hari, dengan melihat sklera mata. Ikterus dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif. Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus. Ikterus obstruktif atau bisa juga disebut kolestasis dibagi menjadi 2 yaitu kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab paling sering kolestatik intrahepatik adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alkohol dan penyakit hepatitis autoimun sedangkan penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus koledokus dan kanker pankreas. Penyebab lainnya yang relatif lebih jarang adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, karsinoma duktus koledokus, pankreatitis atau pseudocyst pankreas dan kolangitis sklerosing. Sumbatan bilier ekstra-hepatik biasanya membutuhkan tindakan pembedahan, ekstraksi batu empedu diduktus, atau insersi stent, dan drainase via kateter untuk striktur (sering keganasan) atau daerah penyempitan sebagian. Untuk sumbatan maligna yang non-operabel, drainase bilier paliatif dapat dilakukan melalui stent yang ditempatkan melalui hati (transhepatik) atau secara endoskopik. Umumnya, jaundice non-obstruktif tidak membutuhkan intervensi bedah, sementara jaundice obstruktif biasanya membutuhkan intervensi bedah atau prosedur intervensi lainnya untuk pengobatan. BAB IKTERUS

II

II.1 DEFINISI IKTERUS Jaundice (berasal dari bahasa Perancis ‘jaune’ artinya kuning) atau ikterus (bahasa Latin untuk jaundice) adalah pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan membran mukosa oleh deposit bilirubin (pigmen empedu kuning-oranye) pada jaringan tersebut. Ikterus ini merupakan suatu keadaan dimana jaringan berwarna kekuning-kuningan akibat deposisi bilirubin yang terjadi bila kadar bilirubin darah mencapai 2 mg/dL atau 35-40 mmol/L. II.2 ANATOMI SISTEM HEPATOBILIER Pengetahuan yang akurat akan anatomi hati dan traktus biliaris, dan hubungannya dengan pembuluh darah penting untuk kinerja pembedahan hepatobilier karena biasanya terdapat variasi anatomi yang luas. Deskripsi anatomi klasik pada traktus biliaris hanya muncul pada 58% populasi. Hepar, kandung empedu, dan percabangan bilier muncul dari tunas ventral (divertikulum hepatikum) dari bagian paling kaudal foregut diawal minggu keempat kehidupan. Bagian ini terbagi menjadi dua bagian sebagaimana bagian tersebut tumbuh diantara lapisan mesenterik ventral: bagian kranial lebih besar (pars hepatika) merupakan asal mula hati/hepar, dan bagian kaudal yang lebih kecil (pars sistika) meluas membentuk kandung empedu, tangkainya menjadi duktus sistikus. Hubungan awal antara divertikulum hepatikum dan penyempitan foregut, nantinya membentuk duktus biliaris. Sebagai akibat perubahan posisi duodenum, jalan masuk duktus biliaris berada disekitar aspek dorsal duodenum. Sistem biliaris secara luas dibagi menjadi dua komponen, jalur intra-hepatik dan ekstrahepatik. Unit sekresi hati (hepatosit dan sel epitel bilier, termasuk kelenjar peribilier), kanalikuli empedu, duktulus empedu (kanal Hearing), dan duktus biliaris intrahepatik membentuk saluran intrahepatik dimana duktus biliaris ekstrahepatik (kanan dan kiri), duktus hepatikus komunis, duktus sistikus, kandung empedu, dan duktus biliaris komunis merupakan komponen ekstrahepatik percabangan biliaris. Duktus biliaris ekstrahepatal terdiri atas duktus hepatikus kiri dan kanan, common hepatic duct, duktus sistikus, dan common bile duct atau duktus koledokus.Duktus hepatika kanan dan kiri keluar dari hati dan bergabung dengan hilum membentuk duktus hepatik komunis, umumnya anterior tehadap bifurkasio vena porta dan proksimal dekat dengan arteri hepatica kanan. Bagian ekstrahepatik dari duktus kiri cenderung lebih panjang. Duktus hepatikus komunis membangun batas kiri dari segitiga Calot dan berlanjut dengan duktus koledokus. Pembagian terjadi pada tingkat duktus sistikus. Duktus koledokus panjangnya sekitar 8 cm dan terletak antara ligamentum hepatoduodenalis, ke kanan dari arteri hepatica dan anterior terhadap vena porta. Segmen distal dari duktus koledokus terletak di dalam substansi pankreas. Duktus koledokus mengosongkan isinya ke dalam duodenum sampai ampula Vateri, orifisiumnya dikelilingi oleh muskulus dari sfingter Oddi. Secara khas, ada saluran bersama dari duktus pankreatikus dan duktus koledokus distal. Pasokan darah ke kandung empedu adalah melalui arteri sistika; yang akan terbagi menjadi anterior dan posterior, secara khas merupakan cabang dari arteri hepatika kanan, tetapi asal dari arteri sistika bervariasi. Arteri sistika muncul dari segitiga Calot (dibentuk oleh duktus sistikus, common hepatic duct dan ujung hepar). Drainase vena dari kandung empedu bervariasi, biasanya ke dalam cabang kanan dari vena porta. Aliran limfe masuk secara langsung ke dalam hati dan juga ke nodus-nodus di sepanjang permukaan vena porta.. Persarafannya berasal dari vagus dan cabang simpatik yang melewati celiac plexus (preganglionik T8-9). Impuls dari liver, kandung empedu, dan bile ducts melewari aferen simpatetik melalui splanknik nerve dan menyebabkan nyeri kolik. Saraf muncul dari aksis

seliak dan terletak di sepanjang arteri hepatica. Sensasi nyeri diperantarai oleh serat viseral, simpatis. Rangsangan motoris untuk kontraksi kandung empedu dibawa melalui cabang vagus dan ganglion seliaka. II.3 FISIOLOGI METABOLISME BILIRUBIN Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih relevan, walaupun diperlukan penjelasan akan adanya fase tambahan dalam tahapan metabolisme bilirubin. Pentahapan yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga pentahapan metabolisme bilirtibin menjadi 5 fase. yaitu fase 1). Pembentukan bilirubin, 2). Transpor plasma, 3). Liver uptake, 4). Konyugasi, dan 5). Eskresi bilier Fase Prahepatik 1. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled billirubin) datang dari protein heme lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein heme dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim lain, biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel sistem retikuloendotelial (mononuklir fagositosis). Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin meningkat pada beberapa kelainan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang penting. 2. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonyugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albuinin dan tidak dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatan dengan albumin. Fase Intrahepatik. 3. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonyugasi oleh hati secara rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin. 4. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konyugasi dengan asam glukuronik membentuk bilirubin diglukuronida atau bilirubin konyugasi atau bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukuronil-transferase yang menghasilkan bilirubin yang larut dalam air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin monoglukuronida, dengan bagian asam glukuronik kedua ditambahkan dalam saluran empedu melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak dianggap fisiologik. Biliruibin konyugasi lainnya selain diglukuronid juga terbentuk namun kegunaannya tidak jelas. Fase Pascahepatik 5. Eskresi Bilirubin. Bilirubin konyugasi dikeluarkan ke dalam kanalilculus bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri men”dekonyugasi” dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen.dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi wama

coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin unkonyugasi. Hal ini menerangkan wama air seni yang gelap yang khas pada gangguan liepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak terkonyugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkonyugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, bilirubin tak terkonyugasi mengalami proses konyugasi dengan gula melaltii enzim glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cair. II.4 EPIDEMIOLOGI IKTERUS Prevalensi dari ikterus adalah beragam sesuai usia dan jenis kelamin. Bayi baru lahir dan dewasa tua adalah yang paling sering terkena. Penyebab dari ikterus juga bervariasi menurut usia. Sekitar 20% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama kehidupan, terutama diakibatkan oleh imaturitas proses konjugasi di hepar. Kelainan kongenital, kelainan hemolitik dan dekek konjugasi juga bertanggungjawab sebagai penyebab ikterus pada bayi dan anak-anak. Virus hepatitis A adalah penyebab tersering ikterus pada anak usia sekolah. Ikterus pada jenis kelamin laki-laki biasanya disebabkan oleh sirosis, hepatitis B kronis, hepatoma, karsinoma pankreas, dan kolangitis. Sedangkan pada wanita penyebab terseringnya yaitu batu empedu, sirosis bilier dan karsinoma kandung empedu. II.5 KLASIFIKASI IKTERUS Adanya ikterus yang mengenai hampir seluruh organ tubuh menunjukkan terjadinya gangguan sekresi bilirubin. Berdasarkan penyebabnya, ikterus dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: 1. Ikterus pre-hepatik Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis, misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang berlebih. Hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia sp., dan Anaplasma sp. Menurut Price dan Wilson (2002), bilirubin yang tidak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air sehingga tidak diekskresikan dalam urin dan tidak terjadi bilirubinuria tetapi terjadi peningkatan urobilinogen. Hal ini menyebabkan warna urin dan feses menjadi gelap. Ikterus yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat ringan dan berwarna kuning pucat. Contoh kasus pada anjing adalah kejadian Leptospirosis oleh infeksi Leptospira grippotyphosa. 2. Ikterus hepatik Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh hepatosit sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit, hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati. Gangguan konjugasi bilirubin dapat disebabkan karena defisiensi enzim glukoronil transferase sebagai katalisator (Price dan Wilson 2002). Ikterus 3. Ikterus Post-Hepatik Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi bilirubin terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal, tetapi urobilinogen menjadi berkurang sehingga warna feses terlihat pucat. Faktor penyebab gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit, tumor hati, dan inflamasi

yang mengakibatkan fibrosis. Migrasi larva cacing melewati hati umum terjadi pada hewan domestik. Larva nematoda yang melewati hati dapat menyebabkan inflamasi dan hepatocellular necrosis (nekrosa sel hati). Bekas infeksi ini kemudian diganti dengan jaringan ikat fibrosa (jaringan parut) yang sering terjadi pada kapsula hati. Cacing yang telah dewasa berpindah pada duktus empedu dan menyebabkan cholangitis atau cholangiohepatitis yang akan berdampak pada penyumbatan/obstruksi duktus empedu. Contoh nematoda yang menyerang hati anjing adalah Capillaria hepatica. Cacing cestoda yang berhabitat pada sistem hepatobiliary anjing antara lain Taenia hydatigena dan Echinococcus granulosus. Cacing trematoda yang berhabitat di duktus empedu anjing meliputi Dicrocoelium dendriticum, Ophisthorcis tenuicollis, Pseudamphistomum truncatum, Methorcis conjunctus, M. albidus, Parametorchis complexus, dan lain-lain. Jaundice obstruktif selalu ditunjuk sebagai post-hepatik sejak defeknya terletak pada jalur metabolisme bilirubin melewati hepatosit. Bentuk lain jaundice ditunjuk sebagai jaundice non-obstruktif. Bentuk ini akibat defek hepatosit (jaundice hepatik) atau sebuah kondisi prehepatik. BAB III IKTERUS OBSTRUKTIF III.1 DEFINISI Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri. Dengan demikian, ikterus obstruktif merupakan jaundice/ kekuningan yang disebabkan oleh obstruksi yang menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum. Hambatan aliran empedu yang disebabkan oleh sumbatan mekanik menyebabkan terjadinya ikterus obstruktif yang disebut sebagai kolestasis saluran empedu, sebelum sumbatan melebar. Aktifitas enzim alkalifosfatase akan meningkat dan ini merupakan tanda adanya kolestasis. Infeksi bakteri dengan kolangitis dan kemudian pembentukan abses menyertai demam dan septisemia yang tidak jarang dijumpai sebagai penyulit ikterus obstruktif. III.2 ETIOLOGI Ikterus obstruktif disebabkan oleh dua grup besar yaitu intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab dari ikterus obstruktif intrahepatik yaitu: 1. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan penyakit hepatoseluler, seperti Steatohepatitis, hepatitis virus akut A, hepatitis B atau dengan ikterus dan fibrosis, sirosis dekompensata serta hepatitis karena obat. 2. Ikterus obstruktif yang berhubungan dengan duktopenia seperti sindrom Alagille’s, kolestatik familial progresif tipe 1, “non sindromic bile duct paucity”, obat-obatan hepatotoksik, reaksi penolakan kronik setelah transplantasi hati, dan stadium lanjut dari sirosis bilier primer. Penyebab dari ikterus obstruktif ekstrahepatik dibagi dalam dua bagian yaitu: 1. Kolestasis yang berhubungan dengan kerusakan kandung empedu yaitu stadium lanjut sirosis bilier primer, dan obat-obat hepatotoksik. 2. Kolestasis yang berhubungan perubahan atau obstruksi traktus portal seperti batu duktus koledokus, striktur kandung empedu, sklerosis primer kolangitis, karsinoma pankreas, dan pankreatitis kronik. III.3 PATOFISIOLOGI Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan

penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormon. Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh. Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif. III.4 FAKTOR RISIKO Riwayat tansfusi darah, penggunaan jarum suntik bergantian, tatoo, pekerjaan beresiko tinggi terhadap hepatitis B, pembedahan sebelumnya dapat menjadi faktor risiko hepatitis yagn dapat menyebabkan hepatitis sebagai etiologi ikterus obstruktif intrahepatik. Makanan dan obat, contohnya Clofibrate akan merangsang pembentukan batu empedu; alkohol, CCl4, makanan tinggi kolesterol juga akan merangsang pembentukan batu empedu. Disamping itu alkohol juga akan menyebabkan fatty liver disease. III.5 DIAGNOSIS Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati. III.5.1 ANAMNESIS Jaundice, urin pekat, feses pucat dan pruritus general merupakan ciri ikterus obstruktif. Dicolorisation (ikterus) atau riwayat ikterus yang terlihat dalam inspeksi bila kadar bilirubin serum > 2,5 mg/dl. Perubahan warna urine, urine jadi gelap seperti warna teh. Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti dempul dalam minimal 3x pemeriksaan berturut-turut. Pada pasien ini juga timbul gejala pruritus akibat penumpukan bilirubin direk pada kolestasis. Terkadang kolelitiasis dapat disertai dengan anemia hemolitik. Nyeri terutama di regio perut kanan atas, lebih sering diakibatkan oleh obstruksi mekanis. Kolik bilier merupakan gejala yang umum terjadi berupa nyeri hilang timbul pada area epigastrium (subxyphoid) yang menjalar ke subcostal dextra, scapula dextra, dan leher. Waktu munculnya nyeri pada obstruksi bilier terutama dirasakan setelah makan makanan berlemak yang diikuti mual, muntah. Gejala anoreksia dan kaheksia lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput pankreas atau Ca hepar) daripada obstruksi batu bilier. Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga

kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditimbulkan karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang intensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula. Kandung empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier). III.5.2. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas garukan di kulit karena pruritus, tanda-tanda asites. . Hepar membesar pada hepatitis, Ca hepar, obstruksi bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung. Hepar mengecil pada sirosis. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai pada pasien dengan anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering disebabkan oleh tumor (dikenal hukum Courvoisier). Hukum Courvoisier “Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu kandung empedu”. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik tumor (tumor pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis, atau limfadenopati portal. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksaan dan pasien berhenti menarik napas. Murphy’s sign positif pada kolangitis, kolesistitis, koledokolelitiasis terinfeksi. Kriteria Ekstrahepatik Intrahepatik Warna tinja – pucat – kuning 79 21% 26% 74% Berat 3226 2678 Usia 16 ± 30 ± Gambaran – – ¶

%

saat

lahir ± ± tinja ± 2 ± 1

Konsistensi

dempul

(g) 45 65 (hari) 1,5 minggu 2 bulan hati Normal Hepatomegali normal

¶ ¶ Konsistensi keras

Konsistensi

padat

13 % 12 63 24 47 % 35 47 6 III.5.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Hematologi Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat pada kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya 2% N/ N N N N N/ N N N/ N/ N Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL, alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal. Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada karsinoma

pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak percabangan hepatobilier lainnya. Ekstrahepatik Intrahepatik Bilirubin 6,2 8,0 SGOT 10 > 800 U/I

Direk ± ± x

(mg/dL) 2,6 6,8 N

/

2. Pencitraan Tujuan dibuat pencitraan adalah: (1) memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik), (2) untuk menentukan level obstruksi, (3) untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi, (4) memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi) USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi, mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal hepatik). USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya. CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas, ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai malignansi bilier. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Dengan bantuan endoskopi melalui muara papila Vater kontras dimasukkan kedalam saluran empedu dan saluran pankreas. Keuntungan lain pada pemeriksaan ini ialah sekaligus dapat menilai apakah ada kelainan pada muara papila Vater, tumor misalnya atau adanya penyempitan. Keterbatasan yang mungkin timbul pada pemeriksaan ini ialah bila muara papila tidak dapat dimasuki kanul. Namun prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis, kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan. PTC : Adanya sumbatan di saluran empedu bagian distal, gambaran saluran proksimalnya dapat divisualisasikan dengan pemeriksaan Percutaneus Transhepatic Cholangiography (PTC). Pemeriksaan ini dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui jarum yang ditusukkan ke arah hilus hati dan sisi kanan pasien. Kontras disuntikkan bila ujung jarum sudah diyakini berada di dalam saluran empedu. Computed Tomography (CT) adalah pemeriksaan radiologi yang dapat memperlihatkan serial irisan-irisan hati. Adanya kelainan hati dapat diperlihatkan lokasinya dengan tepat. EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi modalitas penting

dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna untuk mendeteksi dan staging tumor ampula, deteksi mikrolitiasis, koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat. Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP. Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik. Obstruksi USG

Duktus

Tidak ada dilatasi duktus Kolestasis intrahepatik ERCP Striktura Kolangitis sklerosans Ca duktus Ca Ca ampularis

Ekstrahepatik

Kolestasis

Dilatasi duktus ekstrahepatik PTC/ERCP Kalsium Striktur biliaris pankreas

III.6 TATALAKSANA Medikamentosa Terapi medikamentosa digunakan sesuai dengan etiologi dari ikterus. Pada kasus batu empedu, pasien dapat diberikan ursodeoycholic acid 10 mg/kg/hari untuk mengurangi sekresi kolesterol bilier. Pada pasien dengan gejala pruritus dapat diberikan bile acid-binding resins (cholestyramine atau colestipol) dan antihistamin. Pembedahan Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Tindakan tersebut dapat berupa tindakan pembedahan misalnya pengangkatan batu atau reseksi tumor. Upaya untuk menghilangkan sumbatan dapat dengan tindakan endoskopi baik melalui papila Vater atau dengan laparoskopi. Penatalaksanaan secara konservatif yang dapat dilakukan antara lain dengan cara pemberian diet rendah lemak, obat-obatan antispasmodik, analgetik dan antibiotik bila disertai dengan kolesistitis. Bila tindakan pembedahan tidak mungkin dilakukan untuk menghilangkan penyebab sumbatan, dilakukan tindakan drainase yang bertujuan agar empedu yang terhambat dapat dialirkan. Drainase dapat dilakukan keluar tubuh misalnya dengan pemasangan pipa nasobilier, pipa T pada duktus koledokus atau kolesistotomi. Drainase interna dapat dilakukan dengan membuat pintasan biliodigestif. Drainase interna ini dapat berupa kolesistojejunostomi, koledoko-duodenostomi, koledoko-jejunostomi atau hepatiko-jejunostomi. III.7 KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat dialami oleh pasien dengan ikterus obstruktif antara lain gagal hati, sirosis hati, diare, pruritus, koagulopati, sindroma malabsorpsi, gagal ginjal, hiperkolesterolemia, dan defisiensi vitamin K. 1. Kolangitis asendens

Adanya gejala nyeri yang intermiten, demam, dan ikterus. Kolangitis ini dapat menyebabkan abses hepar. 2. Koagulopati Hal ini disebabkan oleh defisiensi vitamin K akibat tidak diabsorpsi. Pada keadaan ini, pasien dapat diberikan FFP (fresh frozen plasma). 3. Hepatorenal sindrom Penyebabnya dapat berupa garam empedu dan pigmen yang bersifat nerotoksik, endotoksin dan mediator inflamasi. BAB IV KESIMPULAN Ikterus obstruktif merupakan jaundice/ kekuningan yang disebabkan oleh obstruksi yang menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum. Ikterus obstruktif disebabkan oleh dua grup besar yaitu intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab dari ikterus obstruktif ekstrahepatik dibagi dalam dua bagian yaitu: Kolestasis yang berhubungan dengan kerusakan kandung empedu yaitu stadium lanjut sirosis bilier primer, dan obat-obat hepatotoksik; kolestasis yang berhubungan perubahan atau obstruksi traktus portal seperti batu duktus koledokus, striktur kandung empedu, sklerosis primer kolangitis, karsinoma pankreas, dan pankreatitis kronik. Langkah pertama pendekatan diagnosis pasien dengan ikterus ialah melalui anamnesis, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan faal hati. Pada dasarnya penatalaksanaan pasien dengan ikterus obstruktif bertujuan untuk menghilangkan penyebab sumbatan atau mengalihkan aliran empedu. Dapat berupa pembedahan sesuai etiologi dari ikterus. Jika terapi tidak adekuat, maka komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini adalah gagal hati, sirosis hati, diare, pruritus, koagulopati, sindroma malabsorpsi, gagal ginjal, hiperkolesterolemia, dan defisiensi vitamin K. DAFTAR PUSTAKA 1. Doherty, M.Gerard. Current Surgical Diagnosis and Treatment, Ed 12, USA : The Mc.Graw-Hill Companies Inc.2006. hlm 549-551 2. Grace P, Borley N. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga.Jakarta : Erlangga.2006. hlm 40-41 3. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. 2000. Hlm 76-77. 4. Samsuhidajat R, De Jong W. Buku ajar Ilmu bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.2004. hlm 198-200. 5. Schwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta : EGC.2000. hlm 358-360. 6. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 1994. Hlm 157-160. 7. http://www.emedicinehealth.com 8. http://www.medicastore.com 9. http://www.wikipedia.com Dr. Herry Setya Yudha Utama SpB MHKes FInaCS Iklan

Kategori: Tak Berkategori⁷

Download Aplikasi Download

       

Beranda

   

Privasi Syarat & Ketentuan Kontak Tentang Alodokter

Masuk

Cari Dokter Cari Rumah Sakit Proteksi Alodokter Penyakit A - Z Obat A - Z Tanya Dokter

Sirosis

PENGERTIAN

GEJALA

PENYEBAB

DIAGNOSIS

PENGOBATAN

PENCEGAHAN

Pengertian Sirosis

Sirosis adalah kondisi terbentuknya jaringan parut di hati akibat kerusakan hati jangka panjang (kronis). Penyakit ini berkembang secara perlahan dan mengakibatkan jaringan yang sehat digantikan oleh jaringan parut. Jaringan parut akan menghambat aliran darah yang melewati hati sehingga kinerja hati menjadi terganggu atau bahkan terhenti. Kerusakan pada hati yang disebabkan oleh sirosis tidak bisa diperbaiki dan bahkan bisa menyebar lebih luas dan menyebabkan hati tidak bisa berfungsi dengan baik. Kondisi inilah yang sering disebut dengan istilah gagal hati. Sebelum sirosis menyebabkan gagal hati, perkembangannya berlangsung selama bertahun-tahun. Umumnya, penanganan dilakukan hanya untuk memperlambat perkembangan penyakitnya.

Hati adalah organ padat paling besar yang berada di dalam tubuh manusia. Hati memiliki banyak fungsi penting bagi tubuh, berikut ini beberapa fungsi hati di dalam tubuh.      

Menyimpan nutrisi berlebih dan mengembalikan sebagian nutrisi ke dalam aliran darah. Memproduksi protein dalam darah untuk membantu penggumpalan, pengiriman oksigen, dan fungsi kekebalan tubuh. Membantu menyimpan gula dalam bentuk glikogen. Menyingkirkan unsur berbahaya dalam aliran darah, termasuk di antaranya minuman keras dan obat-obatan. Menghancurkan lemak jenuh dan menghasilkan kolesterol. Memproduksi cairan empedu, yaitu unsur yang dibutuhkan untuk mencerna makanan.

Pada dasarnya, hati adalah organ yang sangat tangguh karena dapat terus bekerja meski dalam keadaan rusak. Hati akan berusaha memperbaiki dirinya sendiri hingga organ ini benar-benar rusak dan tidak bisa berfungsi lagi.

Gejala Sirosis Sirosis pada tahap awal hanya memunculkan sedikit gejala, tapi ketika fungsi hati sudah berkurang secara signifikan akan muncul gejala-gejala seperti:

          

Kehilangan selera makan. Keletihan, kekurangan energi, dan mudah mengantuk. Pembengkakan pada pergelangan kaki dan perut atau edema. Penurunan atau kenaikan berat badan secara tiba-tiba. Demam dan menggigil. Sesak napas. Kulit dan putih mata berwarna kuning atau sakit kuning (jaundice). Mual dan muntah. Muntah darah. Perubahan warna pada urine dan tinja (kadang disertai darah). Kulit mengalami gatal-gatal.

Penyebab Sirosis Sirosis disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya akibat virus hepatitis B, virus hepatitis C, mengonsumsi minuman keras berlebihan, dan beberapa kondisi lain yang bisa merusak jaringan hati.

Diagnosis Sirosis Terdapat beberapa cara yang bisa digunakan untuk mendiagnosis sirosis, yaitu:    

Pemeriksaan fisik. Dokter akan mengamati perubahan fisik yang terjadi pada pasien. Tes darah. Sampel darah diambil untuk mengetahui tingkat fungsi hati dan kerusakan jika ada. Pencitraan. CT scan, MRI, USG, dan beberapa prosedur pencitraan lain mungkin diperlukan untuk melihat kondisi hati. Biopsi. Pengambilan sampel jaringan dari hati.

Pengobatan Sirosis Sirosis tidak bisa disembuhkan. Pengobatan dilakukan untuk menghambat perkembangan penyebab dasar yang mengakibatkan munculnya sirosis sejak awal. Selain itu, pengobatan dilakukan untuk memperlambat kerusakan jaringan hati, serta menangani gejala dan juga komplikasi yang muncul akibat sirosis. Misalnya, mengonsumsi obat antivirus untuk mengatasi hepatitis C akan membantu mencegah sirosis bertambah parah. Kemudian Anda akan diminta untuk mengurangi atau menghentikan konsumsi minuman keras, serta menurunkan berat badan jika Anda mengalami obesitas. Jaringan rusak akibat sirosis bisa menyebabkan fungsi hati berhenti jika sudah memasuki tahapan lanjutan. Pada kondisi ini, satu-satunya pilihan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan transplantasi hati.

Pencegahan Sirosis Pencegahan sirosis yang disebabkan oleh konsumsi minuman keras yang berlebihan dapat dilakukan dengan membatasi diri dalam mengonsumsi minuman beralkohol. Selain itu, sirosis bisa disebabkan oleh penyakit hepatitis. Hepatitis A ditularkan melalui makanan dan minuman, sehingga memastikan kebersihan makanan dan minuman merupakan langkah pencegahan yang paling tepat. Hepatitis B dan C adalah penyakit menular yang bisa diderita melalui hubungan seks yang tidak aman atau berbagi jarum suntik di antara sesama pengguna narkotika suntik. Agar tidak terjangkit hepatitis B dan C, sebaiknya Anda menggunakan kondom saat berhubungan seks bebas atau tidak berbagi jarum suntik. Vaksinasi juga tersedia untuk mencegah penyakit hepatitis B, tapi belum tersedia vaksin untuk hepatitis C. Terakhir diperbarui: 6 Maret 2017

Ditinjau oleh : dr. Marianti Referensi

GEJALA

»

Info Terkait

Kesehatan

Mata Kuning? Mungkin Ini Sebabnya

Kesehatan

Kelebihan Cairan pada Perut Akibat Asites Perlu Segera Ditangani

Kesehatan

Manfaat Tes HBsAg untuk Mendiagnosis Hepatitis B Selanjutnya

Diskusi Terkait

Apa ciri-ciri edema di perut dan apa saja penyebabnya? Oleh: Bagus Indra

Dijawab oleh Dokter

halo dok, saya pria 17th, tinggi saya 175cm dan berat 88kg, saya memang orangnya gemuk dan buncit, cuman setelah mendengar ada kasus... 1 Balasan 5 hari yang lalu

Dokter Terkait <="" div="">

dr. Benny Philippi, Sp.B, KBD, Dokter Gastroenterologi Mulai Dari Rp 400.000 <="" div="">

dr. Wifanto Saditya Jeo, Sp.B-KBD, Dokter Gastroenterologi Mulai Dari Rp 400.000 <="" div="">

dr. Darmawan Lesmana, Sp.B-KBD, Dokter Gastroenterologi Mulai Dari Rp 400.000 CHAT DOKTER

Tentang Alodokter Gabung di Tim Dokter Iklan Daftarkan Rumah Sakit Anda Syarat & Ketentuan

Karier Kontak Privasi Tim Editorial Proteksi Alodokter

Bagian dari Alodokter

pobpad.com alomedika.com

Hak Cipta © Alodokter 2018 Tinggalkan sebuah Komentar

Apotek Miami (Minimarket Vegan) Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com. Kembali ke atas Iklan

More Documents from "Asdfghkl"

Jkkbnkjn.docx
June 2020 4
Jkkbnkjn.docx
June 2020 5
May 2020 1
Jksksjsjsjj.docx
April 2020 7
Slt.docx
May 2020 5