Kulum2_pb-25_cynthia_1606878801.docx

  • Uploaded by: Cynthia Caroline
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kulum2_pb-25_cynthia_1606878801.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,075
  • Pages: 3
RESUME KULIAH UMUM 2: DISASTER VICTIM IDENTIFICATION Narasumber: Nurtami Soedarsono Jumat, 30 Maret 2018 Oleh Cynthia Caroline, 1606878801

First responder merupakan tenaga kesehatan yang paling pertama dipanggil ketika terjadi bencana. Ring of fire, indonesia berada dalam cincin yang rawan dalam bencana, baik bersifat natural ataupun un-natural. Bencana natural seperti gunung meletus, tsunami, tanah longsor. Sedangkan un-natural seperti kecelakan pesawat, terorisme, dan bom bunuh diri. Kemudian dikenal istilah close disaster dan open disaster. Close disaster, yaitu kita dapat mengestimasi korban dan siapa yang terlibat dalam kecelakaan tersebut. Open disaster, contohnya tsunami, manusia tersapu habis sehingga tidak dapat diketahui jumlah korban dan siapa korbannya. Kecelakaan pesawat yang jatuh dirumah penduduk, seharusnya menjadi bencana close disaster karena terdapat data penumpang dan tim penerbangan, tetapi karena pesawat jatuh ke rumah penduduk, korban tidak diketahui jumlahnya sehingga menjadi open disaster. Disaster Victim Identification (DVI) adalah prosedur yang dilakukan dalam upaya identifikasi terhadap korban mati karena bencana yang bersifat masal dengan metode yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan mengacu pada Interpol Standart Guideline. Tidak semua negara mengikuti DVI. Contoh, tsunami yang terjadi di Fukushima, Jepang yang melibatkan nuklir, Jepang menangani bencana tersebut tanpa mengikuti DVI. Pada organisasi interpol, ada yg menangani komunikasi, rescue, DVI yang fokus pada korban yang sudah meninggal. Dalam sebuah korban, ada korban manusia dan korban yang bukan manusia (contoh: hewan). Pada identifikasi harus dipisahkan menjadi manusia dan bukan manusia. Pada manusia dibagi menjadi yang masih hidup dan tidak. Komite DVI nasional terdiri dari gabungan Kementrian Kesehatan dan Polri. Jika terjadi bencana maka tenaga kesehatan dapat turun ke lapangan. Komite regional merupakan komite tingkat provinsi. Koordinasi berada dibawah polri. Dengan indonesia yang merupakan negara kepulauan, Indonesia terbagi menjadi 4 regio. Regio Barat 1 mencangkup Sumatra dari Sumatra Utara sampai Jambi, Regio Barat 2 mencakup Sumatra Selatan sampai Jawa Barat dan Kalimantan, Regio Tengah mencakup Jawa Timur sampai dengan Kalimantan dan Nusa Tenggara, dan Regio Timur mencakup Papua dan Maluku. Pada saat terjadi bencana pada suatu daerah, maka tingkat provinsi yang akan menangani. Tetapi jika provinsi tidak dapat menangani bencana maka tingkat regional dapat membantu begitu juga tingkat pusat. Pada saat terjadi bencana dengan pembagian regional

dan struktural, tenaga kesehatan berkoordinasi dengan staff di provinsi (polda), dan akan dibagi tugas. Siapa yang menyiapkan rumah sakit atau turun ke daerah bencana. DVI diperlukan karena: 1. Identifikasi seorang individu merupakan hak asasi individu tersebut karena orang yang meninggal karena agar dapat disemayamkan dengan baik oleh keluarga. Setiap korban wajib dikembalikan ke keluarganya, maupun negaranya. 2. Diperlukan karena merupakan bagian dari penyidikan. Bagian dari investigasi, dari korban akan dicari pelaku kriminalnya. Contohnya, pelaku pengeboman. 3. Jika identifikasi secara visual tidak dapat dilakukan. Seperti pada bencana masal yang mengakibatkan banyak korban. 4. Masalah legal. Seseorang yang sudah meninggal berkaitan dengan hukum, karena harus didata dan dibuat dokumen legalnya, untuk mendapatkan hak asuransi agar validitas dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. 5. Untuk mengembalikan jenasah kepada keluarganya. Visual identification, ketika manusia meninggal kondisi visual berbeda ketika dia masih hidup. Maka dikembangkan metode primer dan sekunder. Metode primer adalah identitas pasien (KTP) atau sidik jari, gigi, dan DNA Profile. DNA Profile dilakukan jika korban tidak dapat diidentifikasi dengan cara lain. Prinsip: lebih baik tidak diidentifikasi daripada salah mengidentifikasi. Metode sekunder adalah berdasarkan medical report dan properti korban. Pada kecelakaan yang harus diwaspadai adalah properti yang digunakan korban karena dapat salah identifikasi. DVI commander biasanya seorang polisi senior yang sudah terlatih. Commander akan menunjuk staf-staf pada setiap fase. Struktur DVI harus didukung spesialis, seperti dokter forensik, forensik gigi, ahli antropologi, dan lain-lain yang ditentukan. DVI commander harus dapat mengatur assessment, rumah sakit mana yang bisa melakukan operasi, jumlah kesehatan yang dibutuhkan. Info yang didapat dari Fase 1 akan diteruskan kepada DVI commander dan dilakukan assessment. Jika terjadi bencana, maka akan dilakukan koordinasi dengan BPBD. Fase DVI: 1.

Fase 1: Scene atau TKP (Tempat kerjadian Perkara).

Pada tempat kejadian bencana akan dilakukan penyisiran lokasi apakah lokasi cukup aman untuk dimasuki, lalu tim masuk setelah dinyatakan aman. Lalu akan dilakukan pencarian korban yang masih hidup dan dilakukan penyelamatan. Setelah itu petugas DVI yang harus mencari korban meninggal. Petugas yang mengamankan tempat bencana akan masuk bersama-sama tenaga kesehatan yang melakukan proses evakuasi. Labeling  Setiap korban akan diberi label agar dapat diidentifikasi, properti korban juga harus diberi label. Pencatatan  dibuat catatan dimana pada fase 1 akan diisi lembar Pink Form yang akan

dilanjutkan pada Fase 2 (Post-Mortem). Lalu petugas akan memasukan potongan tubuh yang sudah diberi label pada suatu tas. Bencana Crime: TKP harus diamankan oleh polisi karena harus dicari pelaku yang terlibat. Dalam kasus kriminal, terkadang fase 1 diperluas. Contoh: Olah TKP juga dilakukan pada tempat dimana pelaku menginap. Bencana Non-Crime: Fokus penyidikan adalah pada korban, karena bukti merupakan korban dan segala sesuatu yang berada di dekat korban. Personel-personel pada fase 1: Ada yang khusus menangani korban hidup dan mati, transportasinya, dll. Jika sudah di acc baru akan dikirim pada fase 2 2.

Fase 2: Post-mortem (sesudah kematian)

akan dilakukan pemeriksaan secara menyeluruh pada tubuh korban. Commander pada fase 2 adalah forensic patologist. Tas yang menyimpat korban dibuka, jenasah diletakan di meja, lalu dilakukan penyidikan secara penyeluruh. Tenaga antropologi diturunkan untuk mencatat data-data korban. Lalu akan dipanggil forensik untuk menyelidiki sidik jari korban. Di belakang label kuning pada korban ada check-list seperti sampling DNA, pemeriksaan gigi, sidik jari. Pink Form akan dituntaskan pada fase 2. Pink Form dapat diisi oleh tenaga kesehatan lain. Pengisian Pink Form penting karena pada fase 4 data hanya berasal dari pink form ini. Dental examination, property examination harus dicek karena bisa menjadi ciri khas korban. 3.

Fase 3: Ante-mortem

Pada fase ini akan dilakukan kolektif data dari keluarga atau kerabat dekat. Kedutaan akan mencari keluarganya. Pada negara-negara yang sulit dicapai, digunakan interpol untuk mencari sidik jari korban. Yang dicari pada antemortem adalah pembanding seperti DNA pembanding, sidik jari. DNA Pembanding terdiri dari DNA Direct dan Indirect. Indirect: korban diidentifikasi secara tidak langsung pada keluarga korban. Direct: dari jejak barang pribadi korban. Yang melaporkan korban sebagai orang hilang adalah kantor tempat kerja korban jika orang asing berkunjung ke Indonesia untuk melakukan pekerjaan. Pada bencana yang melibatkan orang warga negara asing, penyidikan akan dipantau oleh dunia terutama oleh interpol. Pada fase ini terdapat Form Kuning yang berisi data yang dicacat pada sebelum diamati, catatan dokter pribadi, dan data dari keluarga. 4.

Fase 4: Rekonsiliasi.

Dilakukan dengan membandingkan post-mortem dan ante-mortem. Akan ada rapat gabungan antara team ante-mortem dan post-mortem, dan akan di lakukan assessment, apakah data sudah cukup. Positive indentification: data akan dicocokan dengan data primer.

More Documents from "Cynthia Caroline"

Resume.docx
May 2020 2
November 2019 45
Beoordeling Websites
May 2020 36