Konjungtivitis.docx

  • Uploaded by: Dyah Anggraini
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Konjungtivitis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,327
  • Pages: 8
BAB I PENDAHULUAN

1.1.LATAR BELAKANG Konjungtiva adalah selaput lendir atau lapisan mukosa yang melapisi permukaan dalam kelopak mata (konjungtiva palpebra), berlanjut kepangkal kelopak (konjungtiva forniks) dan melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kanan (konjungtivita bulbi). Konjungtiva dibagi menjadi tiga bagian yaitu kongtiva palpebra, konjungtiva foorniks dan konjungtiva bulbi. Konjungtiva selalu dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di foorniks atas. Air mata yang merupakan bagian dari tear film ini akan mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan dengan kedipan mata, air mata akan terus mengalir membasahi konjungtiva dan kornea sehingga konjungtiva dan kornea selalu basah dan untuk selanjutnya air mata mengalir keluar melalui duktus lakrimalis. Konjungtivitis merupakan radang pada konjungtiva dan dapat diakibatkan oleh karena allergi, virus, bakteri, maupun akibat kontak dengan benda asing dan mengakibatkan timbul keluhan mulai dengan mata merah, gatal, produksi air mata yang meningkat hingga perubahan anatomi pada konjungtiva. Konjungtivitis vernalis merupakan salah satu bentuk konjungtivitis allergi yang berulang khas musiman, bersifat bilateral, sering pada orang dengan riwayat alergi pada keluarga, sering ditemukan pada anak laki yang berusia kurangdari 10 tahun, diperkirakan diseluruh dunia insiden konjungtivitis vernal berkisar antara 0,1 % – 0,5 % dan cenderung lebih tinggi di Negara berkembang. Pada bumi belahan utara lebih sering pada musim panas dan musim semi, sedang pada bumi belahan selatan lebih sering pada musim gugur dan musim dingin.

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI Konjungtivitis vernal adalah suatu peradangan bilateral konjungtiva yang berulang menurut musim, sebagai akibat reaksi hipersensitif tipe I dengan gambaran spesifik hipertropi papil di canaltarsus dan limbus. Terdapat dua tipe konjungtivitis vernal yaitu tipe palpebral dan tipe limbal.

2.2. KLASIFIKASI Terdapat dua tipe konjungtivitis vernal yaitu tipe palpebral dan tipe limbal. 1. Tipe palpebral. Pada tipe palpebral terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi secret mukoid. Konjungtiva tarsal inferior hiperemi, edema terdapat papil halus dengan kelainan kornea lebih berat disbanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.

2. Bentuk limbal. Pada tipe limbal ini terjadi hipertofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatin, Hipertrofi 3

limbus ini disertai bintik-bintik yang sedikit menonjol, keputihan, yang dikenal sebagai Horner-Trantas dots yang merupakan degenerasi epithel kornea, atau eosinofil dibagian epithel limbus kornea.

2.3. ETIOLOGI Penyebab utama konjungtivitis vernalis adalah reakasi alergi, hal ini didasarkan pada beberapa pemikiran : a.

Konjungtivitis yang kambuh secara musiman.

b.

Pada pemeriksaan kerakan getah mata didapatkan eosinophil.

c.

Lebih sering diderita oleh anak dan usia muda.

2.4. MANIFESTASI KLINIS Gejala klinis pada konjungtivitis vernalis, dengan keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala fotofobia, berair dan rasa mengganjal pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada konjungivitis ini disebabkan oleh hiperplasi jaringan konjungtiva di daerah tarsal, daerah limbus atau keduanya. Selanjutnya gambaran yang tampak akan sesuai dengan perkembangan penyakit yang memiliki bentuk yaitu palpebral ataupun bentuk limbal. 4

a.

Bentuk palpebral hamper terbatas pada konjungtiva tarsalis superior dan terdapat cobble stone.

b.

Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang sedikit menonjol keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dot’s. Ini banyak terjadi pada anak- anak. Penebalan konjungtiva palpebra superior akan menghasilkan pseudomembran yang pekat dan lengket, yang mungkin bias dilepaskan tanpa timbul perdarahan.

2.5. PATOFISIOLOGI Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah gambaran cobblestone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations.

Hipertrofi

papil

pada

konjungtiva

tarsal

tidak

jarang

mengakibatkan ptosis mekanik Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells. Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini 5

berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast. Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan. Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.

2.6. DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa pemeriksaan klinis dan laboratorium. a.

Pemeriksaan klinis didapatkan anamnesis keluhan utamanya adalah mata merah kecoklatan/kotor.

b. Pemeriksaan pada palpebra didapatkan hipertrofi papiler, cobble stone, giant’s papilae. Pada konjungtiva bulbi warna merah kecoklatan dan kotor pada fissura interpalpebralis. Pada limbus didapatkan Horner-Trantas dots. c.

Hasil pemeriksaan laboratorium atau kerakan konjungtiva atau getah mata didapatkan sel-sel eosinofil dan eosinofil granul

6

2.7. PENATALAKSANAAN 1. Penatalaksanaan Non-Medikamentosa: a. Menggunakan kacamata untuk mengurangi kontak dengan allergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu resistensi allergen. b. Kompres dingin di daerah mata. c. Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena dapat merangsang pembebasan mekanisme dari mediatormediator sel mast. 2. Penatalaksanaan Medikamentosa Terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak diharapkan. a. Konjungtivitis vernalisfase akut, dapat diberikan kortikosteroid mata tiap 2 jam selama 4 hari. Obat lain : Sodium cromaglycate 2 % : 4-6 x 1 tetes/hari, Iodoxamide tromethamie 0,1%, Levocabastin, Cyclosporin. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. b. Pada kasus berat, dapat juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolone fosfat atau deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin.

7

BAB III KESIMPULAN

3.1 KESIMPULAN Terdapat dua tipe konjungtivitis vernal yaitu tipe palpebral dan tipe limbal. Tipe palpebral terutama mengenai konjungtiva tersebut superior yaitu terdapat pertumbuhan papil yang besar yang disebut cobble stone. Pada beberapa tempat akan mengalami hiperlpasi dan diberbagai tempat terjadi atrofi perubahan membesar terdapat di substansia propia, dimana substanti propia ini mengalami infiltrasi oleh sel-sel limfosit plasma dan eosinafil. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa pemeriksaan klinis dan laboratorium. Pada fase akut dapat diberikan kortikosteroid, selanjutnya diberikan obat lain misalnya Sodium cromaglycate 2%. Iodoxamide tromethamie 0,1%, Levocabastin, Cyclosporin. Pada kasus berat dapat diberikan anti histamin dan steroid oral.

8

DAFTAR PUSTAKA

De Smedt, Nkurikiye J, Fonteyne Y, Hogewoning A, Van Esbroeck M, De Bacquer D,

Tuft

S,

Gilbert

C,

Delange

J,

Kestelyn

P.

2011.

Vernal

Keratoconjungtivitis in School children in Rwanda and its association with socio economic status : A Population Based Survey. Am J Trop Med Hyg. Ilyas, S., Konjungtivitis Vernalis dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi V. Fakultas Kedokteran UI. Balai Penerbit FK UI. Jakarta: 2014 Katelaris CH. Ocular allergy in the Asia Pacific region. Asia Pac Allergy. 2011. Vaughan, D.G., Asbury, T., Riordan, P. 2012. Oftalmologi Umum. 14th Ed. Alih bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: EGC. Yuan, F., Wang, L., Lin, C., Chou, C., Li, L Acornea substitute derived from fish scale: 6month follow up on rabbit model. J Ophthalmol. 2014 Jun;91(10):40.

9

More Documents from "Dyah Anggraini"