Komunikasi Publik (seluruhnya)2

  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Komunikasi Publik (seluruhnya)2 as PDF for free.

More details

  • Words: 6,282
  • Pages: 26
KAJIAN KOMUNIKASI PUBLIK YANG TERABAIKAN serta Upaya untuk Memperkuat Bidang Kajian Komunikasi Publik

oleh Heru Puji Winarso

PANITIA PELAKSANA SEMILOKA DAN TEMU PAKAR KOMUNIKASI JATIM MALANG, JAWA TIMUR

2006

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

2

“KAJIAN KOMUNIKASI PUBLIK YANG TERABAIKAN” Oleh Heru Puji Winarso * Disajikan pada Seminar dan Lokakarya dan Temu Pakar Komunikasi Jawa Timur: “Penyerapan Pendapat untuk Mengembangkan Komunikasi Publik yang Efektif” Hotel Graha Cakra Malang, 9 Desember 2006 ABSTRAK. Fenomena kehidupan bernegara, hubungan pejabat publik dengan sektor privat dan masyarakat madani perlu dilakukan dengan komunikasi yang efektif, serta terjadinya pergeseran paradigma dalam ilmu komunikasi dan manajemen publik menuntut telaah, kajian, dan penelitian dalam bidang kajian Komunikasi Publik. Tetapi, selama ini materi Komunikasi Publik terserak dalam bidang-bidang kajian lain, seperti Komunikasi Politik, Public Relations, dan Komunikasi Pemerintahan. Dengan berkembangnya bidang kajian Komunikasi Publik yang dapat mewadahi pokok-pokok bahasan urusan kepublikan diharapkan meningkatkan kedalaman analisis dan keluasan manfaatnya.

I. Latar Belakang Pemerkuatan kajian Komunikasi Publik saat ini merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dalam konteks telaah teoretis dan praksis akibat tuntutan perkembangan masyarakat. Upaya ini boleh dikatakan prospektif karena fenomena saat ini menjadi kecenderungan—dalam konteks kehidupan publik, fungsi pemerintahan, dinamika civil society (masyarakat madani) dan relasi-relasi antarranah dalam kebijakan publik tersebut—yang semakin jelas dan mengerucut ke arah reformasi aktivitas komunikasi dan manajemen publik. Terdapat dua fenomena penting dalam konteks kehidupan publik. Pertama, fenomena yang berkaitan dengan aktivitas komunikasi. Pada satu sisi, aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan publik sering dikomunikasikan dengan berbagai cara, tetapi yang lebih menonjol dilakukan adalah dengan modus yang menjauhkan kehidupan manusia dari nilai-nilai harmoni, empati, efektivitas, demokrasi, akuntabilitas, dan proporsionalitas. Kasus-kasus konflik Poso, penanganan bencana gempa Jogjakarta, penanganan bencana luberan lumpur Lapindo Brantas di Sidoarjo, penayangan program televisi yang kontroversial *

Dosen Komunikasi di Universitas Brawijaya dan Universitas Merdeka Malang. E-mail [email protected]. Tlp 081555622942 Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

3

seperti “wrestling”, dan ribuan kasus lainnya, merupakan kasus-kasus di mana aktivitas komunikasi pihak-pihak yang berhadap-hadapan menafikan nilai-nilai harmoni, empati, efektivitas, demokrasi, akuntabilitas, dan proporsionalitas tadi. Tetapi, pada sisi lain, aktivitas komunikasi yang bertujuan memperjuangkan dan/atau memenuhi aspirasi, kebutuhan, dan kepentingan publik yang dilakukan dengan menjunjung nilai-nilai komunikasi yang positif kurang menghasilkan pengaruh (effect) dan dampak (impact) yang menambah kualitas kehidupan bersama (sektor publik, sektor privat, dan masyarakat madani). Misalnya, kasuskasus advokasi perlindungan anak dari tindak kekerasan, demonstrasi anti trafficking, demonstrasi illegal logging, dan lain-lain gerakan yang dilakukan dengan cara berdemonstrasi secara tertib dan simpatik, atau ungkapan-ungkapan opini publik mengenai buruknya pelayanan publik di stasiun televisi, radio, dan media cetak tidak memperoleh umpan balik dan tindak lanjut yang memadai dari pihak-pihak yang berwenang. Kedua, fenomena yang berkenaan dengan manajemen publik. Perubahan atmosfer politik sejak reformasi 1998 mengimbas juga pada manajemen publik yang sekaligus mengaitkan dengan perubahan pada organisasi birokrasi publik. Otonomi daerah yang semakin besar jika dibandingkan dengan era Orde Baru menyebabkan pergeseran peran organisasi publik tersebut. Tuntutan, aspirasi, dan kepentingan publik di daerah-daerah yang selama ini laten, kini terdesak mengemuka karena kombinasi berbagai perubahan. Perkembangan teknologi komunikasi membuat orang-orang di daerah pelosok Indonesia dapat mengikuti peristiwa yang terjadi di daerah lain, maupun di belahan bumi lain. Dengan demikian, mereka dapat berefleksi bahwa kepentingan mereka, terutama mengenai otonomi daerah, perlu diwujudkan sesegera mungkin atas nama peningkatan taraf hidup dan mempertimbangkan cara-cara untuk mewujudkan kepentingan mereka dengan berbagai cara. Kehidupan politik di masa lalu juga berpengaruh terhadap desakan dan cara mewujudkan kepentingan publik. Pendidikan dan pengetahuan yang semakin tinggi membawa pemikiran bahwa selama ini mereka belum mampu berperan dalam kehidupan publik yang sehat

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

4

karena dominasi suprastruktur politik terhadap kehidupan warga yang eksesnya meminggirkan peran mereka bahkan mencegah partisipasi yang lebih aktif. Untuk memperjelas penyebab perubahan pada aras organisasi publik perlu ditelaah faktor-faktor yang memengaruhi pergeseran peran organisasi publik.

II. Perubahan Paradigma Komunikasi dalam Masyarakat yang Berkembang Disiplin ilmu yang paling merasakan akibat globalisasi adalah ilmu komunikasi. Terhadap globalisasi yang dimaksudkan adalah penyebaran gagasan-gagasan, dan praktik-praktik kehidupan manusia ke seluruh penjuru dunia sehingga pemaknaan terhadap gagasan-gagasan dan praktik-praktik tersebut menjadi sama atau hampir sama. Globalisasi mencakup ranah-ranah besar kehidupan manusia, yakni ranah demografik yang berhubungan dengan kewilayahan (lebih banyak bersifat maya), ranah politis (bersifat menanamkan kekuasaan atau dominasi), ranah ekonomis (bersifat membentuk masyarakat dunia yang memenuhi kaidah masyarakat konsumsi tingkat tinggi), dan ranah informatif

(bersifat

memengaruhi

pengetahuan, pendapat dan perilaku). Ranah informatif inilah yang sebenarnya menjadi ujung tombak dari proses masyarakat dunia menuju globalisasi. Dilihat dari perspektif ilmu komunikasi di negara-negara yang sedang berkembang, maka dampaknya adalah terjadi perubahan paradigma komunikasi yang tentunya berimbas juga pada manajemen komunikasi. Ada pun perubahan paradigma

dapat

dilihat

dari

paradigma

tradisional

sampai

paradigma

kontemporer (Syam, 2002).

Paradigma Tradisional Berakar pada: Ideologi modernisasi Sintesis: 1. Negara maju (Barat) dianggap sebagai: “model” sehingga konsep pembangunan harus ditransfer dari negara tersebut. 2. Membangun berarti menjadi modern dan menjadi modern berarti harus melakukan “westernisasi”.

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

5

3. Proses pembangunan dilakukan secara bertahap sesuai dengan taraf kemajuan dari masing-masing bangsa. 4. Pembangunan harus distimulasi oleh faktor eksternal di mana pengaruh luar lebih dominan dari pengaruh internal. Pendekatan: diffusion of innovation approach Premis-premis: ƒ Pendekatan awal terhadap komunikasi pembangunan didasarkan pada model transmisi

dalam

komunikasi

antarmanusia,

komunikasi

pembangunan

dipandang sebagai penyampaian informasi searah dari pengirim kepada penerima. Pola hierarkis yang top down ini dapat dilihat pada formula klasik Lasswell “Who says what which channel to whom with what effect?” (Servaes & Malikhou, dalam Syam, 2002) ƒ Modernisasi dipandang sebagai proses difusi informasi di mana masyarakat meninggalkan nilai-nilai tradisional dan mengadopsi nilai-nilai modern (Barat) agar memiliki pola hidup modern (Rogers, 1973) ƒ Kebutuhan dan aspirasi pembuat kebijakan pembangunan (Servaes & Malikhou, dalam Syam, 2002) ƒ Kebijakan komunikasi pembangunan dalam pendekatan difusi inovasi ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah secara tersentralisasi (Goonasekara, 1992)

Paradigma Kontemporer Berakar pada: Ideologi Multiplisitas Pembangunan Sintesis: 1. Semua bangsa saling ketergantungan. Konsekuensinya faktor-faktor internal

dan

eksternal

tidak

terhindarkan

memengaruhi

proses

pembangunan. 2. Pembangunan harus dikaji dalam konteks global dengan memperhatikan perbedaan-perbedaan nasional, regional dan lokal. 3. Program-program khusus pembangunan harus melibatkan partisipasi masyarakat.

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

6

4. Setiap masyarakat harus menggali strategi komunikasi yang cocok dengan lingkungan masyarakatnya. Pendekatan: Democratic Participation Approach Premis-premis: ƒ Democratic participation approach telah menjadi trend dalam komunikasi pembangunan. Dengan demikian penerapannya harus mendapat prioritas khususnya bagi negara-negara dunia ke-3. ƒ Pembangunan yang demokratik hendaknya memberikan otonomi kepada masyarakat untuk mendefinisikan kebutuhan dan aspirasi mereka. ƒ Paolo Freire telah meneliti bahwa pembangunan tidak dapat direalisasikan dalam kondisi “kebisuan”. Ini artinya tujuan pembangunan hanya dapat dicapai dengan partisipasi masyarakat luas Kebijakan pembangunan disadarkan pada kekhasan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat baik dalam skala nasional, regional dan lokal (Syam, 2002).

III. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perubahan Paradigma Manajemen Publik Menyimak pengertian fenomena mutakhir dalam hubungan kepublikan, maka dalam analisis ini dapat dilihat faktor-faktor yang memengaruhi perubahan paradigma manajemen publik, khususnya birokrasi publik di era awal pelaksanaan kebijakan otonomi daerah sebagai berikut: 1. Faktor politik yang tampak di permukaan sebagai konsekuensi logis dari keterkaitan organisasi-organisasi Publik dengan era baru. Di sinilah relevansi penggunaan konsep good governance dan civil society untuk menganalisis fenomena Organisasi Publik dalam keterkaitannya dengan peran baru tersebut. 2. Faktor organisasional sebagai konsekuensi dari pengelola organisasi dengan menggunakan prinsip-prinsip organisasi dan manajemen modern untuk menggerakkan sekelompok orang dalam Organisasi Publik dengan sasaran untuk tujuan tertentu, sesuai dengan tugas dan fungsi yang diembannya.

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

7

Faktor politik yang memengaruhi pergeseran peran Organisasi Publik adalah penerapan good governance dan civil society, yang dapat didefinisikan sebagai proses penyelenggaraan kepemerintahan yang bersih, transparan, akuntabel, dan dilaksanakan tanpa kekerasan dan sesuai dengan konstitusi yang ada. Sedangkan faktor organisasional yang memengaruhi pergeseran peran Organisasi Publik dalam analisis ini dipilih faktor yang memiliki relevansi tinggi sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh organisasi-organisasi Publik, yaitu kepemimpinan, struktur organisasi, dan sumber daya manusianya. Untuk tujuan penulisan makalah ini, perubahan paradigma dalam manajemen publik dilihat terutama pada faktor politik yang terkait dengan good governance. Berkenaan dengan good governance, Mardiasmo (2002: 18) mengemukakan bahwa orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan

good

governance,

di

mana

pengertian

dasarnya

adalah

kepemerintahan yang baik. Kondisi ini berupaya untuk menciptakan suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab sejalan dengan prinsip demokrasi, efisiensi, pencegahan korupsi, baik secara politik maupun administratif. Tuntutan reformasi yang berkaitan dengan aparatur negara termasuk daerah adalah perlunya mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan pelaksanaan tugas, dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan menuntut dipraktikkannya prinsip good governance. Menurut UNDP (dalam Tangkilisan, 2005). Karakteristik good governance adalah sebagai berikut: 1. Participation. Setiap warga negara memiliki suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. 2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia. 3. Transparency. (transparansi) yang dibangun atas dasar kebebasan arus informasi.

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

4. Responsiveness.

Setiap

8

lembaga

dan

proses

penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan harus mencoba melayani setiap stakeholders. 5. Consensus

orientation.

Good

governance

menjadi

perantara

kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur. 6. Equity.

Semua

warga

negara

memiliki

kesempatan

untuk

meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka. 7. Effectiveness and efficiency. Proses-proses dalam lembaga-lembaga menghasilkan produknya sesuai dengan yang telah digariskan, dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin. 8. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society), bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders.

Kedelapan karakteristik good governance yang dapat dianalogikan juga harus menjadi karakteristik setiap pemerintahan daerah. Ini diperlukan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pengalaman menunjukkan bahwa dominasi dan intervensi pemerintah dan birokrasinya dalam kehidupan politik dan ekonomi selama Orde Baru ternyata menjadikan sistem ekonomi dan politik amat rentan terhadap krisis, baik krisis internal maupun krisis eksternal. Intervensi pemerintah dalam kegiatan ekonomi yang amat berlebihan telah menciptakan ruang yang besar bagi praktik-praktik KKN (kolusi, korupsi, nepotisme) yang ternyata telah membawa ekonomi Indonesia ke jurang kehancuran. Intervensi pemerintah dalam kegiatan sosial dan politik yang amat luas juga membuat ruang dan arena kegiatan bagi masyarakat untuk berperan serta dalam penyelesaian masalah publik menjadi amat sempit. Kesempatan masyarakat untuk mengenali, mengembangkan, dan memanfaatkan potensinya dalam penyelesaian masalah dan kebutuhan amat terbatas.

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

9

Pengembangan masyarakat madani memerlukan ruang publik (publik sphere) di mana setiap warga negara bisa secara bebas dan mandiri mengemukakan

pendapatnya

mengenai

masalah-masalah

kemasyarakatan.

Mereka juga memiliki ruang yang memadai untuk memanfaatkan potensinya dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sayangnya ruang publik yang semacam itu sejauh ini amat terbatas. Hampir semua ruang publik di mana masalah-masalah kemasyarakatan berkembang selalu tidak pernah lepas dari intervensi negara dan pemerintah. Pemerintah bahkan sering kali bertindak sangat jauh dan berusaha melakukan intervensi pada hal-hal yang sebenarnya merupakan bagian dari private life warganya. Bahkan, sering kali menjadi amat sulit untuk membedakan antara public life dan private life. Konsep masyarakat sipil ini sesungguhnya bermuara pada tiga syarat pokok suatu pemerintahan (Mas`oed, 1997) yaitu: 1. Kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas di antara individu dan kelompok di masyarakat dan tidak melibatkan penggunaan daya paksa; 2. Partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga negara dalam kebijakan publik; 3. Kebebasan sipil dan politik dalam keseluruhan proses sosial dan kenegaraan yang ada. Jadi, dalam masyarakat sipil, hubungan antara masyarakat dan negara atau pemerintah terjalin secara harmonis dengan prinsip-prinsip demokrasi yang universal, dengan tatanan politik yang memiliki liberalisasi dan partisipasi yang tinggi. Di sini dibutuhkan komitmen para pemimpin politik yang kuat terhadap demokrasi yang menolak penerapan kekerasan dan sarana ilegal dan tidak konstitusional untuk mengejar kekuasaan. Untuk itu, dibutuhkan gaya kepemimpinan politik yang fleksibel, akomodatif, dan sesuai dengan konsensus. Perubahan pada paradigma manajemen publik tersebut mendorong optimasi peran tripartit manajemen publik melalui aktivitas komunikasi yang pada tataran teoretis berwujud satu bidang kajian komunikasi yang spesifik, Komunikasi Publik. Hal ini tidak dimaksudkan bahwa kajian-kajian yang sudah berlangsung tidak bermanfaat secara optimum, melainkan yang dimaksudkan

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

10

adalah tingkat plausibilitas kajian Komunikasi Publik lebih tinggi. Pada gilirannya, kajian-kajian mengenai aspek kepublikan dapat digambarkan, dijelaskan, dan diprediksikan melalui suatu bidang kajian yang mapan dan terfokus. Perkembangan masyarakat di negara-negara yang sedang berkembang, tak terkecuali Indonesia, dengan segala aspeknya turut berperan terhadap perubahan paradigma komunikasi. Akibatnya, kebijakan komunikasi—yang berlandaskan ideal-ideal ilmu komunikasi—tak terelakkan mesti menyesuaikan diri dan mengantisipasi terhadap perubahan tersebut agar tidak terjadi disparitas antara ideal-ideal

ilmu

komunikasi

dan

praktik

kehidupan

pihak-pihak

yang

berkomunikasi. Memang ideal-ideal ilmu komunikasi selalu berada di belakang fenomena komunikatif yang menjadi bidang kajian ilmu komunikasi. Karena, penelitian-penelitian komunikasi senantiasa mengikuti dan berusaha menjelaskan fenomena atau problem yang sudah terjadi. Peluang untuk prediksi dalam dunia ilmu terbuka lebar, namun itu hanya untuk fenomena yang memiliki karakteristik yang sama sehingga masuk akal kiranya bahwa pengetahuan manusia selalu tertinggal atau tidak lengkap. Apalagi setiap rentang waktu terjadi peristiwaperistiwa baru yang kecepatannya seperti deret ukur, sementara pengetahuanpengetahuan manusia tidak mampu melipat-gandakan pertumbuhannya sehingga seperti deret hitung. Kendatipun demikian, untuk mempersempit kesenjangan itu perlu diupayakan pemerkuatan disiplin komunikasi dengan pemantapan sisi ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya sehingga dapat ditemukan “perangkat” untuk menjelaskan dan memprediksi fenomena-fenomena dan problem-problem komunikasi, terutama yang berkaitan dengan komunikasi publik. Jika yang terjadi adalah perubahan paradigma komunikasi saja, maka sebenarnya cukup digunakan analisis ilmu komunikasi, tetapi masalahnya adalah fenomena yang sesungguhnya lebih rumit dan terjadi relasi dengan fenomena bukan komunikasi semata, yakni muatan pesan yang memiliki ranah kepublikan. Dengan demikian, perlu penajaman analisis selain ilmu komunikasi umum menjadi komunikasi yang relevan dengan kekhasan bidang kajian terhadap

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

11

fenomena yang muncul itu. Di sinilah pentingnya kajian Komunikasi Publik. Sebuah kajian yang sudah ada namun terabaikan yang mestinya disempurnakan, terutama untuk menanggapi dua subbidang keilmuan (bagian dari ilmu komunikasi dan administrasi publik) dan perubahan besarnya yang telah dipaparkan di atas, yaitu perubahan pada aspek komunikasi dan perubahan pada aspek manajemen publik. Sebab, kajian-kajian yang sudah ada belum memadai atau tingkat plausibilitasnya tidak cukup, seperti Komunikasi Politik, Komunikasi Pemerintahan, dan Public Relations, untuk menyebutkan beberapa kajian yang amat dekat bersinggungan dengan contents dan context kepublikan (sebuah tripartit kehidupan yang dikaitkan dengan relasi-relasinya antara sektor publik [negara], sektor privat [swasta], dan sektor masyarakat madani yang bersifat integral). Dikatakan bahwa kajian-kajian yang amat dekat bersinggungan dengan contents dan context tingkat plausibilitasnya tidak cukup karena disiplin-disiplin tersebut tidak konsisten dalam mendefinisikan konsep publik dan tidak meyakinkan dalam menganalisis kehidupan tripartit—ranah publik, ranah privat, dan ranah masyarakat madani—secara terpadu. Di samping itu, konsep-konsep penting seperti kebijakan publik, kepentingan publik, manajemen publik, opini publik, partisipasi publik, media publik tidak konsisten dipergunakan. Akibatnya, istilah publik, misalnya, dipergunakan silih-berganti dengan massa, rakyat, masyarakat umum, atau bahkan kerumunan. Dengan demikian, melalui Komunikasi Publik diharapkan konsep-konsep, definisi, selain bidang kajian dan unsur-unsur pembentuk teori yang berdampak pada relevansi munculnya kajian tersendiri dapat diakomodasikan dalam Komunikasi Publik.

IV. Kebutuhan terhadap Kian Perlunya Bidang Kajian Komunikasi Publik Fenomena komunikasi dan manajemen publik yang terjadi semakin menunjukkan perlunya kajian Komunikasi Publik menjadi kajian yang kokoh sebagai cabang dari Ilmu Komunikasi. Sebetulnya seiring dengan dibuatnya ramifikasi Ilmu Komunikasi sebagai konsekuensi dari pembidangan berdasarkan spesialisasi

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

12

keilmuan dan tuntutan perkembangan zaman, Komunikasi Publik mestinya telah sejak lama menjadi kajian yang sejajar dengan kajian-kajian lain bagian dari Ilmu Komunikasi, seperti Komunikasi Intrapersona, Komunikasi Antarpersona, Komunikasi Kelompok, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Massa (berdasarkan pihak-pihak yang terlibat), atau Komunikasi Politik, Komunikasi Pemerintahan, Komunikasi Sosial, Komunikasi Lintas-budaya (berdasarkan konteks), dan sebagainya. Sayangnya, usaha untuk memperkuat kajian Komunikasi Publik tidak banyak dilakukan. Sehingga, sadar atau tidak, kalangan Ilmu Komunikasi telah menyebabkan kajian Komunikasi Publik Komunikasi

Publik,

kalangan

Ilmu

terabaikan. Alih-alih memperkuat

Komunikasi

memperkuat

subkajian

Komunikasi Publik, misalnya pengaturan legal-formal Penyiaran Publik, yang seharusnya menjadi bagian dari Komunikasi Publik. Hal yang menimbulkan pertanyaan adalah “Apakah selama ini materi Komunikasi Publik tidak banyak dikaji?” Materi-materi Komunikasi Publik selama ini tak dimungkiri telah banyak dikaji. Masalahnya bukan pada pertanyaan tersebut, melainkan pada plausibilitas wadah kajian atau bidang kajian Komunikasi Publik. Bidang-bidang kajian Komunikasi Politik, Komunikasi Pemerintahan, Public Relations sebagai bidang kajian yang menjadi wadah materi-materi kepublikan kiranya kurang tepat. Karena hal ini berakibat hakikat materinya menjadi samar-samar atau menjadi fokus yang dipandang sepotong-sepotong. Hal ini terjadi disebabkan dua hal: pertama, pendefinisian publik yang tidak konsisten dan tidak jelas; kedua, semakin banyaknya fokus pada kajian-kajian yang disebutkan di atas dan juga semakin banyaknya fokus yang menjadi milik Komunikasi Publik. Secara lebih rinci dapat dilihat pada paparan berikut mengenai masing-masing kajian tersebut. Komunikasi Politik. Urusan kepublikan sering terdapat dalam kajian Komunikasi Politik, misalnya seperti yang tercakup dalam definisi Denton dan Woodward (199: 14) mengenai Komunikasi Politik: public discussion about the allocation of public resources (revenues), official authority (who is given the power to make legal, legislative and executive decision), and official sanctions (what the state rewards or punishes).

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

13

Dalam definisi tersebut tampak bahwa istilah publik digunakan tetapi tidak diberi penjelasan lebih lanjut, siapa publik yang dimaksudkan dalam public discussion dan apa public resources kendatipun ada kata dalam kurung yang menunjukkan contohnya yakni revenues. Bila ditelusuri akan diperoleh simpulan umum bahwa yang dimaksudkan Denton dan Woodward dengan public itu adalah istilah yang digunakan untuk menggantikan istilah “masyarakat umum”, “rakyat”, atau “konstituen dari para pemilih dalam pemilihan umum politik” sebagai subjek dari aktor-aktor dalam proses politik. Dengan cara yang berbeda, McNair (1999)—walaupun dalam hal penekanannya ia mengikuti Denton dan Woodward, yaitu intensionalitas komunikasi politik—mendefinisikan Komunikasi Politik sebagai komunikasi yang mengutamakan tujuan mengenai politik, yang meliputi: 1. semua bentuk komunikasi yang dilakukan oleh para politikus dan aktor-aktor politik lainnya demi tujuan memperoleh sasaran-sasaran tertentu; 2. komunikasi yang berkaitan dengan urusan-urusan para aktor non-politikus, seperti para pemilih dan kolumnis surat kabar, dan 3. komunikasi mengenai para aktor ini dan aktivitas-aktivitas mereka, sebagaimana dilaporkan dalam berita, editorial, dan bentuk-bentuk diskusi media mengenai politik lainnya.

Dalam bukunya, McNair (1999) mengupas beberapa pokok bahasan yang dibagi dalam tiga bagian: Bagian I meliputi: (1) Ilmu Politik di abad pertengahan, (2) Ilmu Politik, demokrasi, dan media, (3) pengaruh komunikasi politik, (4) media politik, (5) media sebagai aktor politik; Bagian II meliputi: (6) komunikasi politik partai I: periklanan, (7) komunikasi politik partai II: public relations politik, (8) politik kelompok penekan dan kekuatan publisitas, (9) komunikasi politik internasional; dan (10) performansi politik dan proses demokrasi. Dari kedua contoh buku mengenai Komunikasi Politik tersebut di atas dapat diambil simpulan bahwa urusan kepublikan jika dimasukkan dalam kajian Komunikasi Politik tampaknya kurang tepat. Hal ini karena definisi publik yang

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

14

tidak diberikan pengertian dan definisinya secara khusus dan lingkup atau pokok bahasan kepublikan yang memang terlalu luas untuk dimasukkan dalam bagian dari kajian Komunikasi Politik. Dalam konteks Indonesia, Alfian (1993) melalui bukunya “Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia” memaparkan komunikasi politik sebagai salah satu subbagian yang dibahas dalam bukunya itu, namun isinya memaparkan bahwa komunikasi politik merupakan faktor bekerjanya semua fungsi dalam sistem politik. Di bagian-bagian lainnya Alfian sedikit sekali menyinggung urusan kepublikan. Dengan demikian, materi kepublikan tidak mendapatkan tempat dalam kajian Komunikasi Politik versi Alfian ini. Buku Komunikasi Politik lainnya yang beredar luas di Indonesia adalah terjemahan karya Dan Nimmo (1993) yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi dua buku. Buku ini yang aslinya berjudul Political Communication and Public Opinion, menghadirkan berbagai pokok bahasan yang disusun berdasarkan taksonomi Lasswell, who says what which channel to whom with what effect. Dari banyak pokok bahasan di buku ini, terdapat pokok bahasan public opinion yang cukup banyak mendapatkan porsi pembahasan. Lagi-lagi kita tidak mendapatkan kejelasan mengenai konsep publik. Di sini opini publik didefinisikan sebagai “kumpulan pendapat orang mengenai hal ihwal yang memengaruhi atau menarik minat komunitas” (Nimmo, 1993: 10). Jelas di sini publik diterjemahkan sebagai “orang” yang sifatnya amat umum. Dari beberapa contoh buku yang membahas mengenai Komunikasi Politik, dapat disimpulkan bahwa definisi publik tidak diarahkan pada suatu definisi yang khusus. Selain itu, materi atau pokok bahasan buku-buku tersebut belum membahas secara memadai materi tentang kepublikan (yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya). Jelas, kajian Komunikasi Publik bukan wadah yang tepat untuk materi-materi Komunikasi Publik. Public Relations. Salah satu buku mengenai public relations yang memuat pokok bahasan cukup lengkap adalah karya Philip Lesly, “Lesly’s Handbook of Public Relations and Communications” (1992). Buku setebal mendekati 900 halaman ini lebih banyak membahas pokok bahasan yang menjadi sebagian dari

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

15

urusan kepublikan, seperti pokok bahasan “Working with Federal Government”, “Working with State Government”, “Having a Voice in Politics”, “Community Relations”. Namun demikian, pokok bahasan-pokok bahasan itu lebih dekat pada Komunikasi

Pemerintahan

daripada

Komunikasi

Publik

sebab

nuansa

kepemerintahannya lebih kental, yakni hubungan dua arah antara pemerintah dan rakyat yang diperintah. Padahal urusan kepublikan bukan semata-mata hubungan dua arah, melainkan tiga arah (pemerintah, swasta, dan masyarakat madani). Dilihat dari satu aspek hubungan ini saja Public Relations bukanlah wadah yang tepat untuk materi Komunikasi Publik. Pokok bahasan-pokok bahasan dalam Public Relations yang terkait dengan kehidupan politik dan pemerintahan dari Lesly ini mengingatkan kita pada konsep McNair mengenai pokok bahasan Public Relations Politik yang telah disebutkan di atas. Komunikasi Pemerintahan. Bidang kajian yang pokok bahasannya juga menyinggung urusan kepublikan adalah Komunikasi Pemerintahan. Sekadar menyajikan contoh materi dalam Komunikasi Pemerintahan dikemukakan salah satu buku dengan judul “Komunikasi Pemerintahan” oleh Erliana Hasan (2005) yang terdiri dari tujuh bab. Bab I meliputi Kajian Teoretis Pemerintahan: (1) pengertian pemerintahan, (2) tugas pokok pemerintahan, (3) karakteristik organisasi pemerintahan. Bab II meliputi Kajian Teoretis Komunikasi: (1) pengertian dan makna hakiki komunikasi, (2) fungsi dan tujuan komunikasi, (3) proses komunikasi secara umum, (4) proses komunikasi media, (5) hal-hal mendasar dalam komunikasi (arah komunikasi dan jaringan komunikasi formal dan informal), (6) strategi dan taktik komunikasi. Bab III meliputi Hubungan Manusiawi: (1) menjalin hubungan manusiawi, (2) pengertian human relations, (3) manusia sebagai pelaku komunikasi, (4) pikiran sebagai isi pesan komunikasi. Bab IV meliputi Komunikasi dalam Masyarakat: (1) pemaknaan komunikasi masyarakat, (2) komunikasi dan akulturasi, (3) mempermudah akulturasi melalui komunikasi, (4) perubahan masyarakat dan organisasi pemerintahan, (5) perubahan sikap dan karakter aparatur pemerintahan. Bab V meliputi Dasar-Dasar Komunikasi Kelompok: (1) kelompok kecil dan ciri-cirinya (kohesi, ukuran

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

16

kelompok, kekuasaan), (2) pengaruh budaya dalam menetapkan keputusan kelompok, (3) komunikasi efektif dalam tugas kelompok. Bab VI meliputi Komunikasi Interpersonal: (1) menjalin hubungan interpersonal, (2) hambatan dalam komunikasi, (3) kiat berkomunikasi efektif, (4) prinsip dasar memahami orang lain. Bab VII meliputi Karakteristik Komunikasi Pemerintahan: (1) komunikasi dalam hubungan kerja, (2) teknik persuasi dalam pemberian perintah, (3) teknik komunikasi yang sesuai, (4) karakteristik aparatur pemerintah sebagai komunikator, (5) karakteristik komunikasi pemerintahan. Apa yang hendak dikatakan dengan menyajikan Komunikasi Pemerintahan adalah bahwa hal itu memiliki keterkaitan dengan Komunikasi Publik, terutama yang menyangkut ranah publik (pemerintahan). Namun demikian, ini tidak berarti Komunikasi Pemerintahan telah mengakomodasi pokok bahasan-pokok bahasan Komunikasi Publik. Seperti telah dijelaskan bahwa urusan kepublikan mencakup tiga ranah (publik,

privat,

dan

masyarakat

madani),

sehingga

komunikasi

dalam

pemerintahan lebih banyak memfokuskan pada hubungan pemerintahan dan yang diperintah. Selain itu, sering menggunakan pendekatan diffusion of innovation yang bersifat top-down dan hierarkis.

V. Perlunya Bidang Kajian “Komunikasi Publik” yang Mandiri

Setelah menyandingkan, membandingkan, dan menandingkan bidang-bidang kajian di atas, dapat dimaknai bahwa materi urusan kepublikan memerlukan wadah yang menduduki posisi sejajar dengan bidang-bidang kajian lainnya, Komunikasi Publik. Namun, ini tidak berarti kita serta merta dapat mengklaim bahwa Komunikasi Publik dengan mudahnya menjadi bidang kajian tersendiri. Ada beberapa elemen yang dapat menjadikan Komunikasi Publik mandiri sebagai suatu bidang kajian, yakni sisi ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

Sisi Ontologis Komunikasi Publik Sisi ontologis mempersyaratkan suatu bidang kajian dapat menjelaskan mengenai “apa” yang ada di dalam bidang kajian itu. Ini mencakup konsep, definisi,

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

17

pengertian, dan ruang lingkup. Komunikasi Publik memiliki konsep-konsep yang membangun definisi mengenai publik. Definisi Komunikasi Publik. Publik didefinisikan sebagai sejumlah orang yang memiliki minat, kepentingan, atau kegemaran yang sama (Sastropoetro, 1987: 35). Dalam perkembangannya pengertian publik ini terjalin dengan pemenuhan fungsi pemerintah (ingat konsep tentang republik). Oleh karena itu, “public” yang di Indonesia diserap dari bahasa Inggris diartikan juga dengan “negara”, sehingga dalam Public Administration diterjemahkan menjadi Administrasi Negara. Tetapi, penerjemahan dari public menjadi negara ini tidak sepenuhnya tepat dengan terjadinya pergeseran paradigma administrasi publik di tataran internasional maupun nasional. Pergeseran ini, misalnya menyangkut hal manajemen publik. Pada paradigma lama administrasi publik, urusan-urusan publik memang dikelola dengan dominasi negara. Kini dengan keberdayaan yang ada pada masyarakat urusan publik kadang-kadang menjadi hal yang dikelola oleh masyarakat itu sendiri namun dengan campur tangan negara melalui kebijakan publik apabila terjadi konflik kepentingan. Dengan mempertimbangkan perkembangan konsep publik tersebut, kita dapat mendefinisikan publik sebagai sekumpulan orang yang memiliki minat dan kepentingan yang sama yang tunduk pada kebijakan publik dari suatu negara. Sedangkan kebijakan publik itu sendiri bermakna suatu tindakan pemerintah untuk mengatur kepentingan publik. Definisi kebijakan publik yang terkenal adalah dari Dye (1992: 2), “public policy is whatever government choose to or not to do”, maksudnya kebijakan publik adalah apa pun yang dipilih pemerintah untuk dilakukannya atau tidak dilakukannya suatu tindakan. Sedang menurut Friedrich (Abdul Wahab, 1991: 3), “kebijakan publik adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan”. Dari definisi publik ini dapat diperoleh konsep dan definisi turunan seperti administrasi

publik

(public

administration),

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

manajemen

publik

(public

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

18

management), kebijakan publik (public policy) opini publik (public opinion), kepentingan publik (public interest), ruang publik (public sphere), dan pelayanan publik (public service) yang dapat dipergunakan untuk membangun bidang kajian Komunikasi Publik. Setelah

mengenal

definisi

singkat

mengenai

publik,

kita

perlu

mengedepankan definisi komunikasi sebagai dasar untuk membangun bidang kajian Komunikasi Publik. Kendatipun dua definisi yang disatukan tidak langsung memberikan makna yang koheren dan spesifik. Namun, sebagai langkah awal pendefinisian komunikasi menjadi tindakan yang perlu. Terdapat ratusan definisi komunikasi yang saling bersaing untuk diakui kecanggihannya. Memilih salah satu sebagai representasi dari gambaran umum tentang dunia komunikasi juga sama sulitnya dengan merumuskannya sendiri. Hanya saja untuk keperluan sementara, sambil menunggu penyempurnaan terhadap bidang kajian Komunikasi Publik di sini dirumuskan bahwa komunikasi adalah aktivitas penyampaian pesan. Aktivitas ini melibatkan komponen-komponen komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek, seperti yang dikemukakan Lasswell (Winarso, dalam Wahyu dkk, 1995). sebagai berikut: Gambar 1. Model Komunikasi Publik Negara

Urusan kepublikan

Sektor privat

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

Masyarakat madani

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

19

Kini kita dapat mendefinisikan Komunikasi Publik sebagai aktivitas komunikasi yang melibatkan urusan kepublikan. Urusan kepublikan ini mencakup peran dan fungsi sektor publik, sektor privat, dan sektor masyarakat madani. Jika disederhanakan dapat digambarkan pada Gambar 1. Model Komunikasi Publik di atas. Dengan demikian, ruang lingkup Komunikasi Publik juga dapat diketahui yakni komunikasi antara unsur negara, sektor privat, dan masyarakat madani dengan isi pesan dan konteks urusan kepublikan. Ketiga unsur tersebut dapat berganti-ganti peran sebagai komunikator maupun komunikan. Sektor negara meliputi para pejabat publik, pelayan publik (birokrasi) atau lembaga-lembaga publik. Sektor privat meliputi para pelaku bisnis swasta sebagai pendukung fungsi pelayanan publik dari sektor negara, dan sektor masyarakat madani meliputi lembaga-lembaga

nonpemerintah,

LSM

(lembaga

swadaya

masyarakat),

advokasi-advokasi kepentingan publik, komunitas-komunitas atau asosiasiasosiasi masyarakat yang berkepentingan terhadap kebijakan publik. Urusanurusan akibat dari peran masing-masing dan relasi antara unsur yang satu dan unsur yang lain dapat dianggap sebagai urusan kepublikan.

Sisi Epistemologis Komunikasi Publik Sisi epistemologis Komunikasi Publik berkenaan dengan cara mendapatkan pengaruh Komunikasi Publik. Dalam terminologi ilmu pengetahuan cara ini dikenal dengan metode penelitian (dalam hal ini Komunikasi Publik). Menurut Kraus dan Davis (Winarso, 1995: 341) metode seharusnya dipandang sebagai seperangkat prosedur yang memungkinkan gejala dapat diamati sedemikian rupa, sehingga simpulan sementara yang berguna dapat diraih. Penjelasan mengenai metodologi ini mengisyaratkan bahwa kebenaran yang dihasilkan tidak harus merupakan kebenaran yang sifatnya universal. Dalam Komunikasi Publik, metode yang digunakan mengikuti pola-pola ilmu sosial pada umumnya, dan pola-pola ilmu komunikasi pada khususnya. Secara umum dalam metode penelitian Komunikasi Publik dapat dipergunakan Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

pendekatan

kualitatif

atau

kuantitatif.

20

Perkembangan

mutakhir

terjadi

kecenderungan percampuran kedua pendekatan itu. Beberapa buku mengenai mixing method, blending method, atau combining method menyemarakkan khazanah metodologi penelitian, termasuk penelitian ilmu komunikasi. Tetapi, yang perlu ditekankan dalam menggunakan pendekatan penelitian ini adalah pengkajian landasan filosofisnya, sehingga peneliti mesti hati-hati dalam menentukan pendekatan tersebut. Astrid S. Susanto (1992: 191) pernah mengungkapkan metode-metode yang digunakan untuk oleh ilmu komunikasi dan cabang-cabangnya adalah: a. metode penelitian jalan tengah b. metode empiris kuantitatif c. metode deskriptif d. metode pembuktian suatu teori

Penelitian yang menggunakan metode jalan tengah adalah penelitian yang berusaha mengungkapkan pembuktian dengan menghubungkan variabel-variabel yang tersebar dan data yang diperoleh merupakan data yang relevan dengan teori yang dipakai sebagai landasan pembuktian. Metode empiris kuantitatif adalah metode penelitian yang datanya diperoleh dari kenyataan-kenyataan di lapangan kemudian data itu dikuantifikasikan untuk kepentingan analisis, baik yang bertalian dengan analisis hubungan antarvariabel, maupun analisis pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Biasanya metode empiris kuantitatif menggunakan rumus-rumus statistik untuk menentukan sampel penelitian, dan analisis data. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang mengungkapkan suatu gejala (fenomena) di lapangan dengan mencatat tentang apa yang terjadi, apa yang dilihat, sehingga menggambarkan kondisi apa adanya. Sedangkan penelitian dengan memakai metode pembuktian teori tertentu semata, maka hasilnya mungkin memperkuat teori yang digunakan sebagai landasan itu, atau dapat terjadi hasilnya justru menolak suatu teori.

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

21

Kini penelitian Komunikasi Publik juga dapat menggunakan penelitian dengan paradigma kualitatif dengan teknik analisis teks (media komunikasi publik), analisis perilaku aktor, baik verbal maupun nonverbal.

Sisi Aksiologi Komunikasi Publik Sebagaimana sebuah bidang kajian lainnya, Komunikasi Publik juga mesti memenuhi sisi aksiologis yang mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan dan kemanfaatannya bagi kehidupan manusia itu sendiri. Nilai-nilai yang terkandung dalam Komunikasi Publik tak terlepas dari nilai-nilai yang menjadi pegangan bagi aktor-aktor Komunikasi Publik, seperti pejabat publik, dan warga sektor privat dan warga masyarakat madani. Nilai-nilai yang spesifik dalam Komunikasi Publik adalah participation, rule of law, transparency, responsiveness, consensus orientation, equity, effectiveness and efficiency, accountability.

Manfaat Ilmu Komunikasi bagi Pembangunan. Sebagaimana ilmu-ilmu sosial lainnya, ilmu komunikasi dituntut peranannya untuk menunjang pembangunan di Indonesia. Karena pembangunan melibatkan orang banyak dan massal, maka komunikasi massa memainkan peranan penting dalam upaya perubahan terencana. Melalui tugas dan fungsi yang diembannya media massa harus menghasilkan efek tertentu yang menyokong pembangunan pada masyarakat (Liliweri, 1991:191). Efek tersebut bila memperluas jangkauan berpikir, pandangan, meningkatkan perasaan maupun memengaruhi tindakantindakan yang positif menunjang pembangunan. Dengan banyaknya negara-negara yang menikmati kemerdekaan selepas perang dunia II, pembangunan menjadi kata kunci bagi negara-negara baru tersebut. Seiring dengan hal itu, tumbuh pula disiplin komunikasi yang menaruh minat pada masalah-masalah pembangunan, yang kemudian dikenal Komunikasi Pembangunan. Menurut Quebral dan Gomez (dalam Nasution, 1988:82), komunikasi pembangunan merupakan disiplin ilmu dan praktik komunikasi dalam konteks

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

22

negara-negara sedang berkembang, terutama kegiatan komunikasi untuk perubahan sosial yang berencana. Komunikasi pembangunan dimaksudkan untuk secara sadar meningkatkan pembangunan manusiawi, dan itu berarti komunikasi yang akan menghapuskan kemiskinan, pengangguran, dan ketidak-adilan. Schramm merumuskan tugas pokok Komunikasi Publik dalam suatu perubahan sosial dalam rangka pembangunan nasional, yaitu: (1) Menyampaikan kepada masyarakat informasi tentang pembangunan nasional, agar mereka memusatkan perhatian pada kebutuhan akan perubahan, kesempatan dan cara mengadakan perubahan, sarana-sarana perubahan, dan membangkitkan aspirasi nasional. (2) Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengambil bagian secara aktif dalam proses pembuatan keputusan, memperluas dialog agar melibatkan semua pihak yang akan membuat keputusan

mengenai

perubahan, memberi kesempatan kepada para pemimpin masyarakat untuk memimpin dan mendengarkan pendapat rakyat kecil, dan menciptakan arus informasi yang berjalan lancar dari bawah ke atas. (3) Mendidik tenaga kerja yang diperlukan masyarakat, sejak orang dewasa, hingga anak-anak, sejak pelajaran baca tulis, hingga ketrampilan teknis yang mengubah hidup masyarakat. (4) Memberikan pendidikan media (media literacy) agar masyarakat dapat dengan kritis memanfaatkan media demi peningkatan kualitas kehidupan pribadi dan masyarakat.

Paparan di atas mengenai tugas pokok Komunikasi Publik dalam masyarakat yang sedang membangun memberikan gambaran, betapa komunikasi akan semakin jelas, bila kita mencermati peran komunikasi dalam pembangunan, seperti yang diuraikan secara rinci oleh Hedebro (dalam Nasution, 1988:56) (1) Komunikasi dapat menciptakan iklim bagi perubahan dengan membujukkan nilai-nilai, sikap-sikap mental, dan bentuk perilaku yang menunjang modernisasi

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

23

(2) Komunikasi dapat mengajarkan keterampilan-keterampilan baru, mulai dari baca-tulis ke pertanian, hingga kebersihan lingkungan, reparasi mobil (Schramm, dalam Effendi, 1993) (3) Media massa dapat bertindak sebagai pengganda sumber-sumber daya pengetahuan (4) Media massa dapat mengantarkan pengalaman-pengalaman yang seolah-olah dialami sendiri, sehingga mengurangi biaya psikis dan ekonomis untuk menciptakan kepribadian yang mobile (5) Komunikasi dapat meningkatkan aspirasi yang merupakan perangsang untuk bertindak nyata (6) Komunikasi dapat membantu masyarakat menentukan norma-norma baru dan keharmonisan dari massa transisi (7) Komunikasi dapat membuat orang lebih condong untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di tengah kehidupan bermasyarakat (8) Komunikasi dapat mengubah struktur kekuasaan pada masyarakat yang bercirikan tradisional, dengan membawakan pengetahuan kepada masyarakat. Mereka yang memperoleh informasi akan menjadi orang yang

berarti, dan para pemimpin tradisional akan

tertantang oleh kenyataan bahwa ada orang-orang lain yang juga memiliki kelebihan dalam hal kepemilikan informasi (9) Komunikasi dapat menciptakan rasa kebangsaan sebagai sesuatu yang mengatasi kesetiaan-kesetiaan lokal (10) Komunikasi

dapat

membantu

mayoritas

populasi

menyadari

pentingnya arti mereka sebagai warga negara, sehingga dapat membantu meningkatkan aktivitas politik. (11) Komunikasi memudahkan perencanaan dan implementasi programprogram pembangunan yang berkaitan dengan kebutuhan penduduk (12) Komunikasi dapat membuat pembangunan ekonomi, sosial, dan politik menjadi suatu proses yang berlangsung sendiri

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

24

Penutup Demikianlah, pokok pikiran mengenai perlunya kemunculan bidang kajian Komunikasi Publik yang mandiri. Fungsi tulisan ini sekadar diharapkan menjadi trigger kemunculannya Komunikasi Publik, mengingat materinya berserakan di bidang-bidang kajian lain dan kecenderungan semakin menguatnya fenomena kehidupan publik sehingga diperlukan bidang kajian tersendiri. Bidang-bidang kajian yang selama ini menjadi “rumah” dari Komunikasi Publik, tentu saja, tidak dinafikan telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan Komunikasi Publik itu sendiri. Oleh karena itu, dengan Komunikasi Publik tidak dimaksudkan membuat sekat-sekat disiplin keilmuan yang ketat sebab—selain tidak mungkin— karakteristik ilmu-ilmu dalam rumpun ilmu sosial adalah memiliki pokok bahasan yang saling tumpang tindih. Suatu pokok bahasan dapat ditelaah oleh beberapa disiplin, dan itu tidak mengurangi sifat dan kekokohan teori yang muncul dari telaah tersebut. Makalah yang masih bersifat umum dan kasar ini niscaya perlu disempurnakan dengan berbagai masukan dari para peserta Semiloka seluruhnya. Sehingga, semakin banyak masukan dan penyempurnaan akan semakin menambah kualitas bidang kajian Komunikasi Publik.*****

Daftar Pustaka Alfian (1993). Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Denton, R.E., G.C. Woodward (1990). Politik Communication in America. New York: Praeger. Dye, Thomas R. (1992). Understanding Public Policy. Seventh Edition. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall. Effendi, Onong Uchjana (1993). Ilmu, Teori, & Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Goonasekera, Anura (1998). Asian Communication Handbook 1998. Singapore: AMIC. Hasan, Erliana (2005). Komunikasi Pemerintahan. Bandung: PT Refika Aditama. Kraus, Sidney dan Dennis Davis (1980). The Effect of Mass Communication on Political Behavior. Third Printing. Pennsylvania: The Pennsylvania University Press.

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

25

Lesly, Philip (1992). Lesly’s Handbook of Public Relations and Communications. Tokyo: Probus Publishing Company. Liliweri, Alo (1991). Memahami Peran Komunikasi Massa dalam Masyarakat. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Mardiasmo (2002). Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Penerbit Andi. Mas’oed, Mohtar (1997). Politik Birokrasi dan Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. McNair, Brian (1999). An Introduction to Political Communication. Second Edition. New York: Routledge. Nasution, Zulkarimen (1988). Komunikasi Pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta: Rajawali Pers. Nimmo, Dan (1993). Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Cetakan Kedua. Diterjemahkan oleh Jalaluddin Rakhmat. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya. ______ (1989). Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek. Diterjemahkan oleh Jalaluddin Rakhmat. Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya. Rogers, Everett M. (1973). Communication of Innovations: a cross-cultural approach. New York: The Free Press. Sastropoetro, R.A. Santoso (1987). Pendapat Publik, Pendapat Umum, dan Pendapat Khalayak dalam Komunikasi Sosial. Bandung: Remadja Karya CV. Susanto, Astrid S. (1992). Filsafat Komunikasi. Bandung: Bina Cipta. Syam, Nina Winangsih (2002). “Rekonstruksi Ilmu Komunikasi Perspektif Pohon Komunikasi dan Pergeseran Paradigma Komunikasi Pembangunan dalam Era Globalisasi”. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran pada tanggal 11 September 2002. Bandung: Universitas Padjadjaran. Tangkilisan, Hessel Nogi S. (2005). Manajemen Publik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Wahab, Solikhin Abdul (1992). Analisis Kebijakan Publik: Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Winarso, Heru Puji. “Komunikasi” dalam Wahyu dkk. (1995). Pengantar Ilmu-Ilmu Sosial. Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press.

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

“Komunikasi Publik” (Heru Puji Winarso)

26

Biodata Penyaji Makalah Nama Alamat Nomor HP Pendidikan ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ Pekerjaan ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ

: Heru Puji Winarso : Jl. Rembuk Sari No. 29 (Soekarno-Hatta), Malang 65142. : 081555622942 : SD Negeri Doro II, Kecamatan Doro Pekalongan, Jawa Tengah SMP Negeri II Pekalongan, SMEA Negeri Pekalongan, Jurusan Tata Buku S1 Universitas Negeri Yogyakarta, Jurusan Civics Hukum S2 Universitas Padjadjaran Bandung, Bidang Kajian Utama Ilmu Komunikasi S2 Universitas Brawijaya, Program Studi Ilmu Administrasi Publik S3 Universitas Brawijaya, Program Studi Ilmu Administrasi Publik S3 Universitas Negeri Malang, Program Studi Psikologi Pendidikan : Karyawan Neutron Club Yogyakarta (1984) Salesman Encyclopedia Americana (1985) Guru SMP Kristen III Magelang (1986-1989) Guru SMA Kristen Adya Wacana Magelang (1986-1989) Guru SMA Muhammadiyah I Magelang (1986-1989) Dosen FKIP Universitas Lambung Mangkurat (1989-sekarang) Dosen FISIP Universitas Merdeka Malang, Jurusan Ilmu Komunikasi (1998sekarang) ƒ Dosen Program Ilmu Sosial Universitas Brawijaya, Jurusan Ilmu Komunikasi (2006) Tulisan Buku: ƒ Pengantar Ilmu-Ilmu Sosial (kontributor). Penerbit Lambung Mangkurat University Press, Banjarmasin (1995). ƒ Pengantar Ilmu Pengetahuan Sosial (kontributor). Penerbit Lambung Mangkurat University Press, Banjarmasin (1996). ƒ Akuntabilitas Pelayanan Publik. Penerbit KOMINEF Press, Malang (2004). ƒ Sosiologi Komunikasi Massa. Penerbit PT Prestasi Pustaka Raya, Jakarta (2005). ƒ Perilaku dan Budaya Organisasi. Penerbit KOMINEF Press, Malang (2005). ƒ Penelitian Tindakan Kelas (belum diterbitkan). ƒ Komunikasi Antarbudaya di Birokrasi Pemerintah. Penerbit Agritek YPN, Malang (2006). ƒ Teori Primer Administrasi Publik (belum diterbitkan). ƒ Media Literacy dan Kehidupan Sosial (belum diterbitkan).

Komunikasi Publik (Heru Puji Winarso)

Related Documents