KOMPETISI MENGARANG ‘Seandainya Aku Gubernur Sumsel’ Kompetisi mengarang diikuti peserta dalam jumlah yang menggairahkan. Kurang dua minggu waktu yang disediakan, namun naskah yang masuk mencapai 264 naskah. Terbanyak dari peserta umum, 120 naskah, disusul mahasiswa, 96 naskah, dan sisanya pelajar, 48 naskah. Respons yang menggembirakan karena menunjukkan minat dan perhatian kalangan muda terhadap pemilukada di Sumsel dan pemunculan dua pasangan cagub-cawagub cukup besar. Hampir rata-rata naskah mengetengahkan pemikiran atas kepemimpinan Alex Noerdin dan Eddy Yusuf bila kelak terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur Sumsel. Ada keserasian tema; unsur edukasi, kesesuaian isi dan tema tulisan, serta obyektivitas dan orisinalitas gagasan. Hal positif lain adalah kelengkapan yang menyertai hampir semua karya berupa kerangka pemikiran, mencakup pemahaman dan data serta analisis. Dewan juri harus bekerja keras untuk menyeleksi seluruh naskah dalam waktu yang relatif singkat, tidak sampai tiga hari. Kami melakukan penilaian dari sistematika penulisan, logika bahasa, kedalaman materi, keluasan, akurasi dan sudut pandang penulis, serta ketepatan obyek penulisan. Berikut tiga karya terbaik dan 10 nama pemenang harapan. Karya Terbaik 1 Hadiah Rp5 juta Abdul Aziz, Karya Jaya Palembang ------------------------Seandainya Saya Gubernur Sumatera Selatan Jutaan Agenda Menanti = Siapa Takut BAGAI sebuah perlombaan lari 100 meter, barang siapa yang menyentuh garis finish pertama kali maka ia keluar sebagai pemenang. Analogi yang sama menggambarkan ketika seseorang berhasil menjadi pemenang dalam pemilihan kepala daerah secara langsung (baca : Pilkadal). Kompetisi dan persaingan politik mewarnai kandidat satu dengan lainnya. Diperlukan kiat tertentu untuk menjadi pemenang dalam kompetisi tersebut. Seseorang tentu merasa bahagia apabila menjadi orang nomor satu di daerahnya secara hirarkis pemerintahan. Sesuai dengan temanya : seandainya saya Gubernur Sumsel, maka setidaknya ada beberapa agenda yang akan saya jalankan dan semoga membawa aufklarung (pencerahan) bagi kepemerintahan Sumsel ke depan. Amin. 1. Pemerintahan yang agamis Bagaimanapun juga, fondasi agama menjadi harga mati bagi pemerintahan di Sumsel. Prioritas ini dapat diwujudkan dengan mengadakan pengajian sebulan sekali tentang perlunya menjalankan amanat dengan baik berdasarkan iman dan agama, mengadakan bakti sosial untuk menumbuhkan rasa kemanusiaan, serta siraman rohani untuk menjauhi KKN dan perbuatan tercela lainnya. 2. Mewujudkan Good Governance di setiap aspek pemerintahan Jargon yang baru ini memang terkesan muluk-muluk. Namun apabila dicermati ternyata selaras dengan tujuan menciptakan proses kepemerintahan yang bersih, baik, dan demokratis. Prinsip akuntabilitas, responsivitas, dan transparansi diharapkan
menciptakan pemerintahan yang bertanggung jawab, transparan (jujur), dan mempunyai daya tanggap terhadap aspirasi masyarakatnya. 3. Memanfaatkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di setiap daerah Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang kaya dan luas. Namun sayang hal tersebut belum cukup untuk menyejahterakan masyarakatnya. Ekstrimnya adalah terjadi ketidakmerataan kesejahteraan masyarakatnya yang hanya terpusat pada segelintir orang. Sebagai gubernur yang kreatif, maka saya akan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada dengan tidak mengeksploitasi dan mengeksplorasi secara berlebihan. Saya akan mengembangkan sumber energi alternatif selain minyak bumi yang notabene adalah sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui dan akan habis. Sumber energi alternatif seperti singkong, jarak, dan biogas kotoran ternak harus lebih dikembangkan. Saya memerintahkan departemen terkait agar membudidayakan tanaman dan media lain untuk dijadikan sumber energi alternatif. Adapun untuk mengoptimalisasi sumber daya manusia, saya akan berusaha menciptakan lapangan kerja baru, baik dengan mengundang investor asing maupun investor dalam negeri selama tidak bertentangan dengan poin-poin sebelumnya. Cara lain yakni dengan memberikan bantuan kredit bebas agunan kepada pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya. 4. Pendidikan dan kesehatan yang terjangkau Pendidikan dan kesehatan gratis diterapkan, setidaknya menciptakan pendidikan dan kesehatan terjangkau merupakan janji saya sebagai Gubernur Sumsel. Mengingat belum meratanya PAD (Pendapatan Asli Daerah) di tiap-tiap kabupaten/kota, janji realistis saya adalah pendidikan (umum, pelatihan kerja, keterampilan) dan kesehatan (berobat, ASKESKIN) dapat dijangkau semua kalangan, terlebih kaum marjinal. 5. Penataan kota dan PKL yang bersahaja dan solusionis Bukan asal gusur tapi pikirkan relokasi yang baik. Dalam artian, beberapa daerah di kabupaten bahkan Kota Palembang tidak lepas dari tata kota dan PKL yang semrawut. Sebagai contoh Pasar Sungki Kertapati dan Pasar 16 Ilir yang secara tata kota dan hukum melanggar. Pasar Sungki yang terletak di pinggir jalan menyebabkan kemacetan hampir setiap hari. Belum lagi Pasar 16 Ilir yang secara tata kota, tata ruang, dan estetika tidak enak dilihat mengingat posisinya di dekat Jembatan Ampera. Hal ini diperparah dengan dijadikannya terminal bayangan di sekitar pasar tersebut sehingga kemacetan tidak dapat dihindari. Untuk itulah penataan PKL ataupun relokasi menjadi harga mati untuk dilaksanakan. Sebagai Gubernur Sumsel saya akan merelokasi (memindahkan) pasar yang berada di persimpangan ke tempat yang lebih kondusif, menertibkan terminal bayangan, dan meperketat IMB di setiap daerah. 6. Sarana prasarana yang memadai Akselerasi pembangunan juga ditentukan oleh tersedianya sarana prasarana infrastruktur yang merata hingga tingkat desa. Sebagai Gubernur Sumsel saya akan membangun jalan hingga tingkat desa. Di Gunungkidul misalnya, pembangunannya jauh meningkat dibandingkan tahun 70-an. Gunungkidul kini tidak lagi miskin karena pemerintah daerahnya aktif membangun jalan-jalan, sehingga memudahkan perekonomian masyarakat di bidang pertanian, perkebunan, transportasi dan perdagangan. Mobilitas penduduk menjadi tinggi yang menggairahkan dan menggerakkan perekomian Gunungkidul khususnya dan Daerah Istimewa Yogyakarta umumnya. 7. Merealisasikan mega proyek tol Sumatera
Selaras dengan poin di atas, sudah saatnya Pulau Sumatera memiliki jalan tol seperti di Pulau Jawa. Hal ini demi efisiensi waktu, biaya, dan efektivitas lalu lintas perdagangan dan mobilitas lainnya. Saya akan berkonsolidasi dengan gubernur lainnya se-Sumatera membicarakan mega proyek tersebut. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Jalan Lintas Timur, Barat, dan Tengah seperti proyek tambal sulam. Belum lagi kerawanan dari premanisme di jalan tersebut. Kalau dibiarkan berlarutlarut, maka akan berdampak untuk generasi ke depan. 8. Merealisasikan visi misi sederhana yang disampaikan ketika kampanye Visi misi dan kontrak politik selama kampanye adalah janji yang akan ditagih masyarakat. Karena itulah visi misi sederhana yang saya sampaikan akan saya jalankan. Sebagai catatan, dalam kampanye saya tidak akan menggebu-gebu mengumbar janji yang berat karena masyarakat akan selalu mengingat janji tersebut kelak ketika kita menjadi kepala daerah. Visi misi sederhana misalnya pendidikan dan kesehatan yang murah tapi berkualitas, pengangkatan honor daerah, dan perbaikan jalan di tiap-tiap daerah secara maksimal dan bukan tambal sulam. 9. Mengaktifkan kembali Terminal Karya Jaya yang tertidur pulas Kalau ada provinsi dengan terminal setengah hari, maka Sumsel salah satunya. Terminal Karya Jaya yang notabene terminal utama kini tak lebih seperti terminal setengah hidup. Betapa tidak, terminal yang seharusnya hidup 24 jam nonstop kini hanya setengah hari (pukul 6 pagi sampai pukul 6 sore). Bagaimana mungkin mampu menggeliatkan roda perekonomian di daerah sekitar kalau di lapangan mengatakan demikian. Belum lagi praktik pungli yang seakan-akan diberi izin aparat setempat. Karena itu selaku Gubernur Sumsel saya akan menugaskan Dinas perhubungan Sumsel untuk kembali mengaktifkan Terminal Karya Jaya yang katanya merupakan salah satu terminal terluas di Indonesia. 10. Mengharamkan KKN KKN semakin menunjukkan eksistensinya di Indonesia. Sepertinya perlu diciptakan efek jera agar korupsi di Indonesia khususnya di Sumsel dapat diminimalisir. Aparat hukum terkait saya perintahkan untuk mengusut tuntas kasus korupsi sampai dengan bagaimana mengembalikan uang yang telah dikorupsinya ke kas negara. Koruptor yang menjadi terdakwa hendaknya diberi seragam khusus bertuliskan ”AKU SANG KORUPTOR” agar secara psikis menjadi warning bagi pejabat lainnya. 11. Mendirikan Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) Di Yogyakarta ada lembaga LOD sebagai lembaga independen yang mengawasi pemerintahan agar tetap berada pada jalurnya yang bersih, demokratis, akuntabel, dan transparan. Hal ini sepertinya perlu diisiniasi agar tindak-tanduk pemerintahan yang saya jalankan tidak berseberangan dengan kehendak masyarakat Sumsel. LOD setidaknya menstimulan saya agar selaku gubernur tidak bercirikan otoriter dan diktator dalam menjalankan roda pemerintahan. 12. Menghapus premanisme dalam pengadaan barang dan jasa Stigma negatif yang melekat selama ini menyebabkan Sumsel menjadi kota preman (shadow government). Premanisme dalam proyek tender pengadaan barang dan jasa di dinas-dinas sangat kental terasa. Bagaimana peserta tender yang menyewa preman untuk menjegal peserta lain dalam memenangkan suatu tender. Hal ini apabila dibiarkan berlarut-larut akan menjadi budaya permisif dalam masyarakat. Bukannya menciptakan persaingan yang sehat, yang ada justru monopoli tender. 13. Menjaga hutan dari pengalihfungsian yang materialistis Indonesia merupakan negara dengan tingkat kehancuran hutan paling tinggi. Hutan yang gundul akan menyebabkan bencana alam. Banjir, hilangnya air resapan, longsor, dan punahnya flora-fauna merupakan dampak langsung apabila hutan tidak
dipelihara dengan baik. Sebagai Gubernur Sumsel saya akan melakukan pengawasan ketat terhadap HPH, mengharamkan pengalihfungsian hutan menjadi real estate dan atau properti lainnya. Menurut saya hutan dan zona hijau jangan diutak-atik untuk kepentingan pemilik modal. Ada zona lain yang diperbolehkan bagi pemilik modal mengalihfungsikan dan menanamkan modalnya tetapi bukan di hutan dan zona hijau. 14. Mendirikan Lembaga Bantuan Hukum bagi masyarakat secara gratis Masyarakat seringkali lemah di mata hukum. Dalam artian dalam kasus-kasus seperti pertanahan, hutang piutang, dan sertifikasi lainnya masyarakat tidak berdaya melawan kepentingan kaum ’borjuasi’. Masyarakat sering kalah dalam persidangan hanya karena minder tidak memiliki pengacara yang qualified. Untuk itulah program LBH gratis yang telah berjalan di MUBA akan saya terapkan di Sumsel. Dengan asumsi semua masyarakat sama di hadapan hukum. 15. Mendirikan televisi lokal milik pemerintah daerah seperti yang dilakukan Rustriningsih selaku Bupati Kebumen Ada dua alasan mengapa perlu didirikan televisi lokal milik pemerintah daerah. Pertama, untuk mendekatkan diri kepada masyarakat. Setidaknya setengah jam sebelum apel pagi diadakan dialog interaktif dengan masyarakat melalui in line telepon. Masyarakat dapat menyampaikan aspirasi, informasi, kritik atau saran kepada pemerintah. Kedua, sebagai wahana political marketing. Televisi lokal mengakomodir pencitraan saya sebagai pemimpin Sumsel yang berhasil melaksanakan pembangunan, peka terhadap aspirasi masyarakatnya, bersih KKN, dan demokratis. Intinya acaraacara yang ditayangkan televisi lokal tersebut mampu menggiring opini positif masyarakat bahwa saya berhasil menjalankan roda pemerintahan. Ini akan berpengaruh dalam waktu yang panjang bahkan untuk pemilihan periode berikutnya. Rustriningsih telah membuktikan dengan gebrakannya mendirikan televisi lokal. Terbukti dengan terpilihnya beliau dua kali berturut-turut sebagai Bupati Kebumen. Bahkan saat ini beliau menang dalam Pilkadal Gubernur Jawa Tengah sebagai wakil gubernur periode 2008-2013, di mana salah satunya didapat karena mampu ’memasarkan’ dirinya di wilayah Kebumen khususnya dan Jawa Tengah umumnya. 16. Mengaktifkan Dewan Perwakilan Daerah yang selama ini seperti tenggelam Ke mana DPD Sumsel sekarang? Pertanyaan ini menggelitik keberadaan DPD Sumsel yang seakan menghilang dari peredaran. DPD yang seharusnya aktif memperjuangkan kepentingan daerah (Provinsi Sumsel) justru tidak menunjukkan taringnya. Sebagai Gubernur Sumsel saya mengultimatum DPD agar lebih berperan memperjuangkan daerahnya. 17. Koordinasi dengan ”raja-raja kecil” di kabupaten/kota. UU Nomor 32 Tahun 2004 memang memberikan porsi otonomi daerah yang lebih besar di tingkat kabupaten/kota. Kepala daerah merasa berhak mengatur daerahnya sendiri tanpa campur tangan pemerintah pusat ataupun tingkat provinsi. Padahal pandangan tersebut salah besar. Pemerintah kabupaten dituntut berkoordinasi dengan pemerintah provinsi. Sebagai Gubernur Sumsel saya berusaha mengadakan rapat terbatas setidaknya sebulan sekali untuk memantau pelaksanaan pemerintahan di tingkat kabupaten/kota agar menjalankan fungsinya sesuai tupoksi.
Karya Terbaik 2 Hadiah Rp3 juta Dini Kusumardhani, FT Unsri --------------------------------------Pengembangan Potensi Sumber Daya Manusia dan Alam Sumatera Selatan Melalui Keseimbangan Pendidikan Formal dan Non-Formal DEWASA ini, Sumatera Selatan sedang giat melaksanakan pembangunan di berbagai sektor, salah satunya di sektor pendidikan. Sederet konsep pendidikan telah ditawarkan baik formal maupun nonformal dengan tujuan peningkatan mutu sumber daya manusia yang ada demi tercapainya kesejahteraan hidup. Ironisnya, di saat beberapa negara tetangga terus berupaya keras melakukan peningkatan kualitas pada sektor pendidikan, banyak pihak di Indonesia justru menempatkan pendidikan sebagai suatu komoditas yang memiliki nilai jual tinggi. Tak heran bila ketika banyak pihak mengejar pendidikan dari sisi kuantitas, timbul berbagai macam konsekuensi logis seperti terabaikannya faktor kualitas pendidikan. Seandainya saya Gubernur Sumatera Selatan, prioritas utama saya dalam membangun Sumatera Selatan adalah membangun dengan keseimbangan pendidikan formal dan nonformal bagi masyarakat. Berikut beberapa program kerja yang saya susun dalam mendukung upaya tersebut beserta penjelasannya : 1. Pertanian merupakan aset utama Sumatera Selatan. Karena itu, pelaku pertanian di Sumatera Selatan memerlukan Pendidikan Petani Mandiri. Program ini terdiri atas dua pelatihan. Pertama, pelatihan teknis tentang modernisasi pengolahan lahan pertanian. Kedua, pelatihan pengembangan potensi dan kepercayaan diri petani, seperti pembentukan pola pikir, keterampilan berucap dan bertindak secara mandiri. Program ini saya harap mampu menghasilkan petani yang terdidik di bidangnya dan mampu membuka lapangan kerja bagi masyarakat sekitar yang pada akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi kerakyatan. Selain itu, program ini diharapkan mampu mengembangkan hubungan mutualisme antar penduduk (terutama di wilayah terpencil) dan mengandalkan sumber daya sendiri secara berkelanjutan. 2. Sumatera Selatan memiliki khazanah budaya yang beragam. Sudah seharusnya masyarakat mensyukuri hal tersebut dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, pendidikan formal perlu mencantumkan Pendidikan Budaya Daerah sebagai bahan pelajaran WAJIB di pendidikan dasar dan menengah. Program ini tidak hanya mengajarkan budaya daerah Sumatera Selatan, tetapi juga meliputi pengajaran keahlian khusus seperti tarian dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan budaya di Sumatera Selatan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi dan melalui program ini saya berharap generasi muda bisa lebih memahami dan meresapi nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
3. Pendidikan Non Formal Berbasis Masyarakat merupakan suatu upaya untuk menjadikan pendidikan nonformal lebih berperan dalam upaya membangun masyarakat dalam berbagai bidangnya. Keterlibatan masyarakat dalam pendidikan nonformal dapat meningkatkan peran pendidikan yang dapat secara langsung dirasakan oleh masyarakat. Untuk melaksanakan program ini diperlukan adanya lembaga yang statusnya dimiliki/dipinjam, dikelola dan dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan fasilitas pendidikan tersebut. Program belajar yang akan dilakukan pun harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik dalam berperan di masyarakat. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata. Selain itu, program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mampu membangkitkan partisipasi masyarakat, yang terjadi hanyalah pemaksaan program, karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan. Kemudian, aparat pendidikan nonformal tidak menangani sendiri programnya, namun bermitra dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber pendukung program. Salah satu contoh pendidikan nonformal berbasis masyarakat ini adalah Sekolah Alam. Potensi alam Sumatera Selatan yang masih asri bisa dijadikan aset untuk mendukung program ini. Pembelajaran di sekolah alam membuat peserta didik mampu mengaitkan pelajaran dengan kenyataan, juga dapat mengaitkan hubungan antar pelajaran yang mereka terima. Peserta didik tidak hanya belajar di kelas, tetapi mereka belajar dari mana saja dan dari siapa saja. Mereka tidak hanya belajar dari buku, tetapi juga belajar dari alam sekelilingnya sehingga mereka dapat lebih mampu membangun hubungan yang baik antara manusia dan manusia serta manusia dan alam. Dengan menyeimbangkan pendidikan formal dan nonformal, saya mengharapkan terjadinya peningkatan kualitas SDM yang tidak hanya memiliki kecerdasan pengetahuan namun juga kekuatan fisik dan ketahanan mental yang mampu mengisi permintaan pasar kerja dan menyukseskan program Sumatera Selatan sebagai lumbung pangan dan energi nasional dan mampu bersaing dengan SDM dari provinsi lain. Untuk mewujudkan hal tersebut, anggaran pendidikan yang mencapai angka 20 persen itu tidak akan Saya alokasikan hanya untuk membangun fasilitas pendidikan formal yang selama ini sudah ‘over load’, namun juga untuk mengadakan pendidikan nonformal yang berkualitas. Dan yang lebih penting, program-program yang saya jabarkan di atas akan lebih bermanfaat jika diadakan di semua kota dan kabupaten di Sumatera Selatan.
Karya Terbaik 3 Hadiah Rp2 juta Yuswan, Palembang --------------------------Saatnya Kembang Itu Berbuah Dengan Tripotra SEJAK bangsa Indonesia diproklamirkan tanggal 17 Agustus, 63 tahun yang lalu, lebih dari setangah abad, negeri ini masih dalam grade negara berkembang. Sungguh ironis, negara yang notebene ‘gemah ripah loh jinawi’ ini sebagian masyarakatnya masih di bawah garis kemiskinan. Apakah yang salah dengan negeri ini, negeri yang ‘ikan dan udang pun menghampiri’, negeri yang ‘kayu dan batu pun menjadi tanaman’? Sutiyoso, mantan Gubernur DKI Jakarta pada Kongres PGRI XX dalam orasinya mengklasifikasikan negara menjadi empat golongan, yaitu (1) ada Negara yang miskin menjadi negara kaya, seperti Jepang dan Korea, (2) ada negara miskin yang tetap miskin, seperti beberapa negara di Benua Afrika, (3) ada negara yang kaya semakin kaya, seperti Amerika, Arab Saudi, dan beberapa negara di Benua Eropa, dan (4) ada negara yang aneh, negara kaya justru menjadi miskin, yaitu Indonesia! Mencermati kondisi di atas, sejatinya kemiskinan bangsa ini bukan karena alamnya tetapi pengelola alam itu, yaitu para khalifah negeri ini. Khalifah negeri ini baru bisa menanam, membuat tanaman itu berkembang, tetapi belum mampu menjaga, dan memelihara kembang itu agar tidak layu dan rontok yang akhirnya berbuah ‘baldatun tayyibatun warofun gofur’. Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan bagian micro dari negeri ini mempunyai potensi dan kekayaan alam yang melimpah. Bahkan di era otonomi, provinsi ini merupakan provinsi terkaya ke-5 dari 33 provinsi yang ada di republik tercinta ini. Namun demikian, kondisi masyarakat di provinsi ini belum menikmati buah keberhasilan pembangunan. Sektor pendidikan masih buruk, kesehatan masih rendah, dan ekonomi belum mantap. Imbasnya, kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) provinsi ini masih rendah. Merefleksi kondisi provinsi ini, ke depan diperlukan pemimpin yang memiliki visi dan misi, inovatif dan kreatif, cerdas dan arif, dengan tiga program strategis (tripotra), yaitu pendidikan, kesehatan, dan ekonomi dengan asumsi (1) pendidikan tidak akan berhasil jika kondisi kesehatan masyarakat tidak baik dan perekonomian lemah, (2) masyarakat tidak mungkin akan sehat jika tingkat pendidikannya rendah dan ekonomi yang lemah pula, dan (3) ekonomi tidak mungkin akan membaik jika pendidikan rendah dan masyarakatnya tidak sehat.
Seandainya Aku Gubernur Sumatera Selatan
Dengan bekal kekayaan alam dan SDM yang ada, jika saya menjadi Gubernur Sumatera Selatan, maka yang akan saya lakukan adalah sebagai berikut.
a. Menjadikan Pendidikan sebagai Investasi Utama Ketika Jepang kalah perang setelah Nagasaki dan Hirosima di bom oleh sekutu, di tengah keterpurukan dan kehancuran Jepang, Kaisar Jepang Hirohito mengumpulkan para pembesar negeri. Dalam pertemuan itu, pertanyaan pertama yang keluar dari mulut kaisar ,“Berapa guru yang masih hidup?” Hal ini menyimbolkan bahwa kaisar menaruh perhatian yang besar pada pendidikan. Keterpurukan dan kehancuran Jepang bisa diperbaiki dengan pendidikan. Buktinya, kini Jepang menjadi salah satu Raksasa Asia. Kini pun, profesi guru di Jepang menjadi profesi yang terhormat dan membanggakan. Singapura yang kini menjadi negara terdepan di Asia Tenggara awalnya adalah negara miskin nan gersang. Sejak Lee Kwan Yeew memimpin negeri itu, ia menempatkan pendidikan sebagai garda terdepan dalam membangun negeri singa itu. Sekarang, lihatlah begitu negara itu sangat maju! Berbicara masalah pendidikan secara holistic. Pendidikan tidak hanya dilihat dari siswanya saja, namun juga aspek lainnya, yaitu pendidik (guru) dan tenaga kependidikan (tata usaha, pustakawan, laboran), sarana dan prasaranya, dan partisipasi masyarakatnya. Oleh karena itu dalam penanagannya perlu adanya balancing antaraspek itu. Siswa harus diberi kemudahan untuk dapat mengakses semua jenis, jenjang dan jalur pendidikan, di sisi yang lain tenaga pendidik dan tenaga kependidikan perlu mendapatkan kesejahteraan yang memadai, sisi lainnya lagi sarana dan prasarana harus memadai, dan yang tidak kalah pentingnya adalah partisipasi masyarakat dalam mendukung keberhasilan pendidikan. Kemudahan siswa dalam mengakses pendidikan dengan cara membantu siswa dalam pembiayaan pendidikan, dengan pendidikan gratis. Kesejahteraan pendidik dan tenaga pendidikan dengan memberikan insentif seperti yang dilakukan Pemda DKI Jakarta dan Pemda Jembrana. Sarana pendidikan yang memadai disemiotikkan dengan tidak ada lagi gedung sekolah yang roboh, rusak, atau membahayakan perserta didik, tidak ada lagi sekolah yang harus double sift karena kekauranga ruang belajar, semua SMA/SMK/MA memiliki laboratorium MIPA dan Bahasa, dan tentunya sarana olah raga dan seni yang reprensentatif. Selanjutnya, partisipasi masyarakat tidak harus selalu dianalogikan bahwa masyarakat harus ikut membawar biaya pendidikan. Untuk masyarakat miskin jelas pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah sedangkan masyarakat yang mampu dapat dijadikan donator. Dengan demikian ada subsidi silang anata masyarakat miskin dan kaya. Bukankah dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 diamanatkan bahwa pendidikan juga menjadi tanggung jawab masyarakat? Pada jalur pendidikan nonformal, perlu memacu lembaga pendidikan dan atau yayasan penyelenggara pendidikan jalur ini dengan memberikan subsidi biaya operasional dan perlengkapan praktik. Hal ini perlu dilakukan karena tidak semua peserta didik melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Oleh karena itu mereka perlu diabekali dengan life skill agar mereka dapat berwirausaha secara mandiri. Dengan program ini berarti juga membuka menyerap tenaga kerja untuk mengurangi pengangguran yang saat ini angkanya masih sangat tinggi.
Pembangunan akhlak juga menjadi prioritas dengan memberikan subsidi biaya operasional dan honorarium guru/ustad untuk jalur pendidikan keagamaan, yaitu pondok pesantren, TKA, TPA dan majelis taklim.
2. Kesehatan menjadi modal dasar Orang bijak mengatakan bahwa apa pun bisa kita lakukan jika kita sehat. Ini menandakan bahwa kesehatan itu penting dan menjadi modal dasar bagi kita untuk berikhtiar. Mengingat pentingnya kesehatan tersebut, maka sektor ini perlu mendapat perhatian serius. Orang yang sakit itu sudah sangat dibebani oleh penyakit yang dideritanya. Oleh karena itu ke depan orang yang sakit itu jangan dibebani pula oleh biaya pengobatan yang mahal yang menyebabkan ia sakit dua kali. Bila perlu gratis, minimal untuk pengobatan tertentu pasien mendapatkan subsidi. Yang lebih penting, ke depan harus ada program preventif agar masyarakat jangan sakit. Antara lain, memberikan makanan tambahan dengan gizi tinggi kepada balita dan anak-anak SD/MI, serta program minum susu minimal seminggu sekali utuk semua peserta didik dari semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan. Selain itu dapat dilakukan penyuluhan prilaku hidup sehat secara berkala, utamanya bagi masyarakat yang tinggal di daerah kumuh dan rentan penyakit.
b. Ekomomi sebagai penopang Menjadikan ekonomi sebagai penopang dapat dimaknai meningkatkan daya beli masyarakat, berarti pula meningkatkan pendapatan mereka. Peningkatan pendapatan itu bisa dilakukan dengan (1)
membuka lapangan kerja baru (a) dengan poyek-proyek padat karya, (b) membuka lahan-lahan perkebunan bekerja sama dengan perusahaan dengan system plasma, (c) memberikan bantuan pembukaan lahan tidur berupa biaya dan bibit, (d) menarik investor untuk membuka usaha di Sumatera Selatan.
(2) memberikan bantuan modal lunak dengan bunga rendah kepada usaha kecil dan rumah tangga, (3) memberikan insentif kepada pegawai negeri sipil di Provinsi Sumatera Selatan, bukan hanya PNS Pemprov disesuaikan dengan kondisi keuangan yang ada.
Penutup
Mencermati kondisi alam yang potensial dan kekayaan alam provinsi ini yang melimpah, sejatinya APBD Sumatera Selatan yang saat ini hanya 2,1 triliun rupiah bisa didongkrat hingga 500%, bahkan lebih. Dengan demikian, bukan sebuah kemustahilan jika tipotra (pendidikan, kesehatan, ekonomi) dapat dilaksanakan. Hal ini dimungkinkan jika Gubernur Sumatera Selatan adalah orang visioner dan missioner, kreatif dan inovatif, dan cerdas dan arif. Selain ketiga sektor di atas, bukan tidak dipentingkan akan tetapi tripotra merupak pioritas utama. Ayo, Sumsel Bisa!
10 Pemenang Karya Terbaik Harapan Hadiah @ Rp500 ribu 1. Anggia Megani, Perumnas Sako Palembang Pendidikan Gratis Berkualitas, Inovasi yang Jenius Bagi Hidup yang Lebih Baik 2. Martin Holomean, LK II Desa Manggul Lahat Gubernur Sebagai Lokomotif Pembangunan Ekonomi Rakyat 3. Berdita, Lingkungan Mandala Tanjungenim Seandainya Aku Gubernur Sumsel 4. Agus Muhajir, Sukarami Palembang Seandainya Aku Gubernur Sumsel 5. Deris Apriyanti, Jl Simanjuntak Palembang Seandainya 6. Stephany Beauty, Jl Veteran Palembang Sumatera Selatan Impian 7. Duma Sari, Jakabaring Palembang Seandainya Aku Gubernur Sumsel 8. Putri Astri, Tembesu Palembang Lamunan Petang Hari, Mimpi Gadis Kecil 9. Abdullah Haris, Pakjo Palembang Seandainya Aku Gubernur Sumatera Selatan 10. K Zulfan Andriyansyah, Pendopo Palembang Mewujudkan Masyarakat Sumsel yang Cerdas, Sehat, Sejahtera, Mandiri, dan Menjunjung Tinggi Penegakan Hukum
Kompetisi ini diselenggarakan oleh BERITAPAGI, MAWAR UNGU, MANIA UNGU, ALEX NOERDIN FANS CLUB, RELAWAN UNGU