KODE ETIK PROFESI HAKIM
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Pengertian 1. Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi scbagai Hakim. 2.
Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah penjabaran dari kode etik profesi Hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.
3. Komisi Kehormatan profesi Hakim ialah komisi yang dibentuk oleh Pengurus Pusat IKAHI dan Pengurus Daerah IKAHI untuk memantau, memeriksa, membina, dan merekomendasikan tingkah laku hakim yang melanggar atau diduga melanggar Kode Etik Profesi. 4.
Azas Peradilan yang baik ialah prinsip-prmsip dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan peradilan yang mandiri sesuai dengan aturan dasar berdasarkan ketentuan yang ada.
Pasal 2 Maksud dan Tujuan Kode Etik Profesi Hakim mempunyai maksud dan tujuan : 1. Sebagai alat : a. Pembinaan dan pembentukan karakter Hakim b. Pengawasan tingkah laku Hakim 2. Sebagai sarana : a. Kontrol sosial b. Pencegah campur tangan ekstra judicial c. Pencegah timbulnya kesalah pahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota dengan masyarakat. 3. Memberikan jaminan peningkatan moralitas Hakim dan kemandirian fungsional bagi Hakim. 4. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan.
BAB II PEDOMAN TINGKAH LAKU Pasal 3 Sifat-sifat Hakim Sifat Hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan "Panca Dharma Hakim" :
1.
Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan ketidakadilan. 3. Candra,. yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa. 4. Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela. 5. Tirta, yaitu sifat jujur.
Pasal 4 Sikap Hakim Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya: A. Dalam persidangan : 1. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam Hukum Acara yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu : a.
Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a decision) dimana setiap orang berhak untuk inengajukan perkara dan dilarang menolak untuk mengadilinya kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang serta putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak terlalu lama.
b.
Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama untuk didengar, diberikan kesempatan untuk membela diri, mengajuan bukti-bukti serta memperoleh informasi dalam proses pemeriksaan (a fair hearing).
c. Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain (no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resud). d.
Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and argumentations of decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi (controleerbaarheid) dan diikuti serta dapat dipertanggung-jawabkan (accountability) guna menjamin sifat keterbukaan (transparancy) dan kepastian hukum (legal certainity) dalam proses peradilan.
e. Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia. 2.
Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.
3. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan. 4.
Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.
5. Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.
B. Terhadap Sesama Rekan 1. Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan. 2. Memiliki rasa setia kawan, tanggang rasa. dan saling menghargai antara sesama rekan. 3. Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps Hakim secara wajar. 4. Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.
C. Terhadap Bawahan/pegawai 1. Harus mempunyai sifat kepemimpinan.
2. Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi pengetahuan. 3. Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak/lbu yang baik. 4. Memelihara sikap kekeluargaan terhadap bawahan/ pegawai. 5. Memberi contoh kedisiplinan.
D. Terhadap Masyarakat 1. Menghormati dan menghargai orang lain. 2. Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri. 3. Hidup sederhana.
E. Terhadap Keluarga/Rumah Tangga 1. Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, menurut norma-norma hukum kesusilaan. 2. Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga. 3. Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat.
Pasal 5 Kewajiban dan larangan Kewajiban : a.
Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara berimbang dengan tidak memihak (impartial).
b. Sopan dalam bertutur dan bertindak. c. Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar. d. Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan. e. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.
Larangan : a. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan sedang ditangani. b. Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara. c. Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar acara persidangan. d.
Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam persidangan maupun diluar persidangan mendahului putusan.
e. Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat Hukum, Para pihak Berperkara, ataupun pihak lain. f.
Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim lain, kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian ilmiah.
g. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang dilarang Undang-undang. h. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.
BAB III
KOMISI KEHORMATAN PROFESI HAKIM Pasal 6 1. Susunan dan Organisasi Komisi Kehormatan Profesi Hakim terdiri dari : a. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat. b. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah. 2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan : −
Ketua : salah seorang Ketua Pengurus Pusat IKAHI merangkap anggota.
−
Anggota : Dua orang anggota IKAHI dari Hakim Agung.
−
Anggota : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI yang bersangkutan.
−
Sekretaris : Sekretaris Pengurus Pusat IKAHI merangkap Anggota.
3. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan : −
Ketua : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI merangkap anggota.
−
Anggota : Seorang anggota IKAHI Daerah dari Hakim Tinggi.
−
Anggota : Ketua Pengurus Cabang IKAHI yang bersangkutan.
−
Anggota : Seorang Hakim yang ditunjuk Pengurus Cabang IKAHI yang bersangkutan.
−
Sekretaris : Sekretaris Pengurus Daerah IKAHI merangkap Anggota.
4. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat diangkat dan diberhentikan oleh PP IKAHI. 5. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah diangkat dan diberhentikan oleh PD IKAHI.
Pasal 7 1.
Komisi kehormatan Hakim Tingkat Daerah berwenang memeriksa dan mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangan terhadap anggota di daerah/wilayahnya.
2.
Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat berwenang memeriksa dan mengambil tindakantindakan lain yang menjadi kewenangannya terhadap persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh Daerah atau yang menurut Pengurus Pusat IKAHI harus ditangani oleh Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.
Pasal 8 Tugas dan Wewenang 1. Komisi Kehormatan Profesi Hakim mempunyai tugas : a. Memberikan pembinaan pada anggota untuk selalu menjunjung tinggi Kode Etik. b.
Meneliti dan memeriksa laporan/pengaduan dari masyarakat atas tingkah laku dari para anggota IKAHI.
c.
Memberikan nasehat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota yang bersangkutan menunjukkan tanda-tanda pelanggaran Kode Etik.
2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim berwenang : a.
Memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan dengan adanya pengaduan dan laporan.
b. Memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang melanggar Kode Etik dan merekomendasikan untuk merehabilitasi anggota yang tidak terbukti bersalah.
Pasal 9 Sanksi Sanksi yang dapat direkomendasikan Komisi Kehormatan Profesi Hakim kepada PP IKAHI adalah : 1. Teguran. 2. Skorsing dari keanggotaan IKAHI. 3. Pemberhentian sebagai anggota IKAHI.
Pasal 10 Pemeriksaan 1. Pemeriksaan terhadap anggota yang dituduh melanggar Kode Etik dilakukan secara tertutup. 2.
Pemeriksaan harus memberikan kesempatan seluas-Iuasnya kepada anggota yang diperiksa untuk melakukan pembelaan diri.
3.
Pembelaan dapat dilakukan sendiri atau didampingi oleh seorang atau lebih dari anggota yang ditunjuk oleh yang bersangkutan atau yang ditunjuk organisasi.
4.
Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh semua anggota Komisi Kehormatan Profesi Hakim dan yang diperiksa.
Pasal 11 Keputusan Keputusan diambil sesuai dengan tala cara pengambilan putusan dalam Majelis Hakim.
BAB IV PENUTUP Pasal 12 Kode Etik ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Musyawarah Nasional (MUNAS) IKAHI ke XIII dan merupakan satu-satunya Kode Etik Profesi Hakim yang berlaku bagi para Hakim Indonesia.
o
Kode Etik Wartawan Indonesia 1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar 2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi 3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampuri fakta dan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat. 4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. 5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap,dan tidak menyalahgunakan profesi 6. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan. 7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat dalam pemberitaan serta melayani hak jawab.
Kode Etik Jurnalistik PWI
Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak Mengingat negara Republik Indonesia adalah negara berdasarkan atas hukum sebagaimana diamanatkan dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945, seluruh wartawan Indonesia menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggung jawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan pancasila. Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia(PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia.
BAB I KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS Pasal 1 Wartawan Indonesia beriman dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat kepada undang-undang Dasar Negara RI, kesatria, menjunjung harkat, martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi kepada kepentingan bangsa dan negara serta terpercaya dalam mengemban profesinya. Pasal 2 Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu golongan yang dilindungi oleh undang-undang. Pasal 3
Wartawan Indonesia pantang menyiarkan karya jurnallistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul serta sensasional. Pasal 4 Wartawan Indonesia menolak imbalan yang dapat mempengaruhi obyektivitas pemberitaan. BAB II CARA PEMBERITAAN DAN MENYATAKAN PENDAPAT Pasal 5 Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dari kecepatan serta tidak mencampur adukkan fakta dan opini sendiri. Karya jurnalistik berisi interpretasi dan opini wartawan, agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya.
Pasal 6 Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum. Pasal 7
Wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang. Pasal 8 Wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila (asusila) tidak merugikan pihak korban. BAB III SUMBER BERITA Wartawan Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh bahan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) dan selalu menyatakan identitasnya kepada sumber berita. Pasal 10 Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan hak jawab secara proporsional kepada sumber atau obyek berita. Pasal 11 Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan kredibilitas serta kompetensi sumber berita.
Pasal 12 Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip karya jurnalistik tanpa menyebut sumbernya. Pasal 13 Wartawan Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut fakta dan data bukan opini. Apabila nama dan identitas sumber berita tidak disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan. Pasal 14 Wartawan Indonesia menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimaksudkan sebagai bahan berita serta tidak menyiarkan keterangan "off the record". BAB IV KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK Pasal 15 Wartawan Indonesia harus dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Jurnalistik PWI (KEJ-PWI) dalam melaksanakan profesinya. Pasal 16
Wartawan Indonesia menyadari sepenuhnya bahawa penaatan Kode Etik Jurnalistik ini terutama berada pada hati nurani masing-masing. Pasal 17 Wartawan Indonesia mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan PWI. Tidak satu pihakpun di mengambil tindakan terhadap wartawan
luar
PWI
yang
dapat
Indonesia dan atau medianya berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini. KODE ETIK AJI (ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN) 1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar. 2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar. 3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya. 4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya. 5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat. 6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo. 8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat. 9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur. 10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya. 11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat. 12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual. 13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi. 14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. (Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.) 15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak. 16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik. 17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas. 18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
MUKADIMAH Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker. Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu : KODE ETIK APOTEKER INDONESIA BAB I
KEWAJIBAN UMUM Pasal 1 Sumpah/Janji Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker. Pasal 2 Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia. Pasal 3 Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya. Pasal 4 Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya. Pasal 5 Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian. Pasal 6 Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7 Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya. Pasal 8 Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundangundangan di Bidang Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya. BAB II KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PENDERITA
Pasal 9 Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi penderita dan melindungi makhluk hidup insani.
BAB III KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10 Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan. Pasal 11 Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik. Pasal 12 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya. BAB IV KEWAJIBAN APOTEKER/FARMASIS TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN LAINNYA
Pasal 13
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati Sejawat Petugas Kesehatan. Pasal 14 Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15 Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun idtak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib mengakui danmenerima sanksi dari pemerintah, Ikatan/Organisasi Profesi Farmasi yang menanganinya yaitu ISFI dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
KODE ETIK PROFESI KONSELOR INDONESIA (ASOSIASI BIMBINGAN KONSELING INDONESIA) I. PENDAHULUAN A. PENGERTIAN Kode Etik Bimbingan dan Konseling Indonesia;Merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku profesional yang dijunjung tinggi, diamalkan dan diamankan oleh setiap profesional Bimbingan dan Konseling Indonesia B. DASAR KODE ETIK PROFESI B-K 1.Pancasila, mengingat profesi bimbingan dan konseling merupakan usaha pelayanan terhadap sesama manusia dalam rangka ikut membina warga negara Indonesia yang bertanggung jawab 2.Tuntutan profesi, yang mengacu pada kebutuhan dan kebahagiaan klien sesuai denagn norma-norma yang berlaku II. KUALIFIKASI DAN KEGIATAN PROFESIONAL KONSELORA. KUALIFIKASI 1.Memiliki nilai, sikap. Ketrampilan, pengetahuan dan wawasan dalam bidang profesi bimbingan dan konseling 2.Memperoleh pengakuan atas kemampuan dan kewenangan sebagai konselor. 1. Nilai, sikap, ketrampilan, pengetahuan dan wawasan yang harus dimiliki konselor: a.
Konselor wajib terus-menerus berusaha mengembangkan dan menguasai dirinya
b. Konselor wajib memperlihatkan sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib dan hormat c. Konselor wajib memeiliki rasa tanggung jawab terhadap saran ataupun peringatan yang diberikan kepadanya, khususnya dari rekan seprofesi yang berhubungan dgn pelaksanaan ketentuan tingkah laku profesional d. Konselor wajib mengusahakan mutu kerja yang tinggi dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi termasuk material, finansial dan popularitas
e. Konselor wajib trampil dlm menggunakan tekhnik dan prosedur khusus dgn wawasan luas dan kaidah-kaidah ilmiah 2. Pengakuan Kewenangan -
Pengakuan Keahlian
Kewenangan oleh organisasi profesi atas dasar wewenang yg diberikan kepadanya. B. INFORMASI, TESTING DAN RISET 1. Penyimpanan dan penggunaan Informasi a. Catatan tentang diri klien spt; wawancara, testing, surat-menyurat, rekaman dan data lain merupakan informasi yg bersifat rahasia dan hanya boleh dipergunakan untuk kepentingan klien. b. Penggunaan data/informasi dimungkinkan untuk keperluan riset atau pendidikan calon konselor sepanjang identitas klien dirahasiakan. c. Penyampaian informasi ttg klien kepada keluarganya atau anggota profesi lain membutuhkan persetujuan klien d. Penggunaan informasi ttg Klien dalam rangka konsultasi dgn anggota profesi yang sama atau yang lain dpt dibenarkan asalkan kepentingan klien dan tidak merugikan klien. e. Keterangan mengenai informasi profesional hanya boleh diberikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya. 2. Testing Suatu jenis tes hanya diberikan oleh konselor yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya. a. Testing dilakukan bila diperlukan data yang lebih luas ttg sifat, atau ciri kepribadian subyek untuk kepentingan pelayanan b. Konselor wajib mmebrikan orientasi yg tepat pada klien dan orang tua mengenai alasan digunakannya tes, arti dan kegunaannya. c. Penggunaan satu jenis tes wajib mengikuti pedoman atau petunjuk yg berlaku bg tes tsb. d. Data hasil testing wajib diintegrasikan dgn informasi lain baik dari klien maupun sumber lain
e. Hasil testing hanya dapat diberitahukan pada pihak lain sejauh ada hubungannya dgn usaha bantuan kepada klien 3. Riset a. Dalam mempergunakan riset thdp manusia, wajib dihindari hal yang merugikan subyek b. Dalam melaporkan hasil riset, identitas klien sebagai subyek wajib dijaga kerahasiannya. C. PROSES PELAYANAN 1. Hubungan dalam Pemberian Pelayanan a. Konselor wajib menangani klien selama ada kesempatan dlm hubungan antara klien dgn konselor b. Klien sepenuhnya berhak mengakhiri hubungan dengan konselor, meskipun proses konseling belum mencapai hasil konkrit c. Sebaliknya Konselor tidak akan melanjutkan hubungan bila klien tidak memperoleh manfaat dari hubungan tsb. 2. Hubungan dengan Klien a. Konselor wajib menghormati harkat, martabat, integritas dan keyakinan klien b. Konselor wajib menempatkan kepentingan kliennya diatas kepentingan pribadinya c. Konselor tidak diperkenankan melakukan diskriminasi atas dasar suku, bangsa, warna kulit, agama, atau status sosial tertentu d. Konselor tidak akan memaksa seseorang untuk memberi bantuan pada seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan e. Konselor wajib memebri pelayanan kepada siapapun terlebih dalam keadaan darurat atau banyak orang menghendakinya f.
Konselor wajib memberikan pelayan hingga tuntas sepanjang dikehendaki klien
g. Konselor wajib menjelaskan kepada klien sifat hubungan yg sedang dibina dan batas-batas tanggung jawab masing-masing dalam hubungan profesional h. Konselor wajib mengutamakan perhatian terhadap klien i. Konselor tidak dapat memberikan bantuan profesional kepada sanak saudara, teman-teman karibnya sepanjang hubunganya profesional
D. KONSULTASI DAN HUBUNGAN DENGAN REKAN SEJAWAT 1. Konsultasi dengan Rekan Sejawat Jikalau Konselor merasa ragu dalam pemberian pelayanan konseling, maka Ia wajib berkonsultasi dengan rekan sejawat selingkungan profesi dengan seijin kliennya. 2. Alih Tangan kasus a. Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila dia menyadari tidak dapat memberikan bantuan pada klien b. Bila pengiriman ke ahli disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada klien dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang punya keahlian yg relevan. c. Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm ke ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan apa baik dan buruknya. III. HUBUNGAN KELEMBAGAAN A. Prinsip Umum 1. Prinsip Umum dalam pelayanan individual, khususnya mengenai penyimpanan serta penyebaran informasi klien dan hubungan kerahasiaan antara konselor dengan klien berlaku juga bila konselor bekerja dalam hubungan kelembagaan 2. Jika konselor bertindak sebagai konsultan di suatu lembaga,Sebagai konsultan, konselor wajib tetap mengikuti dasar-dasar pokok profesi Bimbingan dan Konselor tidak bekerja atas dasar komersial. B. Keterikatan Kelambagaan 1. Setiap konselor yang bekerja dalam siuatu lembaga, selama pelayanan konseling tetap menjaga rahasia pribadi yang dipercayakan kepadanya. 2. Konselor wajib memepertanggungjawabkan pekerjaannya kpd atasannya, namun berhak atas perlindungan dari lembaga tsb dalam menjalankan profesinya. 3. Konselor yang bekerja dalam suatu lembaga wajib mengetahu program kegiatan lembaga tsb, dan pekrjaan konselor dianggap sebagai sumbangankhas dalam mencapai tujuan lembaga tsb. 4. Jika Konselor tidak menemukan kecocokan mengenai ketentuan dan kebijaksanaan lembaga tsb, maka konselor wajib mengundurkan diri dari lembaga tersebut. IV. PRAKTEK MANDIRI DAN LAPORAN KEPADA PIHAK LAIN
A. Konselor Praktik Mandiri 1. Konselor yang praktek mandiri (privat) dan tidak bekerja dalam hubungan kelembagaan tertentu, tetap mentaati kode etik jabatan sebagai konselor dan berhak mendapat perlindungan dari rekan seprofesi. 2. Konselor Privat wajib memperoleh izin praktik dari organisasi profesi yakni ABKIN B. Laporan pada Pihak Lain Jika Konselor perlu melaporkan sesuatu hal ttg klien pada pihak lain (spt: pimpinan tempat dai bekerja), atau diminta oleh petugas suatu badan diluar profesinya, dan ia wajib memberikan informasi tsb, maka dalam memberikan informasi itu ia wajib bijaksana dgn berpedoman pada suatu pegangan bhw dgn berbuat begitu klien tetap dilindungi dan tidak dirugikan. V. KETAATAN PADA PROFESI A. Pelaksanaan Hak dan Kewajiban 1. Dalam melaksanakan hak dan kewajibannya Konselor wajib mengaitkannya dengan tugas dan kewajibannya terhadap klien dan profesi sesuai kode etik untuk kepentingan dan kebahagiaan klien 2. Konselor tidak dibenarkan menyalahgunakan jabatannya sebagai konselor untuk maksud mencari keuntungan pribadi atau maksud lain yang merugikan klien, atau menerima komisi atau balas jasa dalam bentuk yg tidak wajar B.Pelanggaran terhadap Kode Etik 1. Konselor wajib mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya bahwa ia mentaati kode etik 2. Konselor wajib senantiasa mengingat bahwa setiap pelanggaran terhadap kode etik akan merugikan diri sendiri, klien, lembaga dan pihak lain yg terkait. 3. Pelanggaran terhadap kode etik akan mendapatkan sangsi berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh ABKIN