Kode Etik Profesi

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kode Etik Profesi as PDF for free.

More details

  • Words: 4,156
  • Pages: 17
Tugas Etika profesi Nama: Novia Busiarli No BP: 0801082035 Teknik Komputer 1A reguler

KODE ETIK PROFESI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PEMBUKAAN Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai pengemban fungsi kepolisian di bidang Penyidikan yang melaksanakan tugas pokok penegakan hukum sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya, memerlukan komitmen dan ikatan moral berupa kode etik profesi. Keberhasilan pelaksanaan tugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang tersebar diberbagai Instansi Pemerintahan pusat/daerah, dengan kualitas pengetahuan serta ketrampilan teknis yang tinggi dibawah koordinasi Penyidik Polri sangat ditentukan oleh perilaku yang terpuji di lingkungan masyarakat. Kode Etik Profesi Penyidik Pegawai Negeri Sipil, diperlukan dalam rangka menyatukan Visi dan Misi untuk Penegakan Hukum Nasional. Kode Etik Profesi Penyidik Pegawai Negeri Sipil merupakan pedoman dalam pelaksanaan tugas, sesuai dengan prosedur penyidikan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menghindari penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran hak asasi manusia.

1 BAB I ETIKA PENGABDIAN Pasal 1 Setiap anggota Penyidik Pegawai Negeri Sipil senantiasa bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berperilaku : 1a. Mengamalkan dan menghormati agama, kepercayaan, adat istiadat, budaya dan nilai-nilai kemanusiaan dalam melaksanakan tugas 2b. Menjalankan tugas-tugas Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai wujud nyata amal ibadahnya 3c. Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, UUD 45 dan Panca Prasetya Korpri Pasal 2 Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas penyidikan selalu menunjukkan sikap perilaku terpuji dengan: 1a. Mengutamakan kepentingan Negara, Bangsa, Masyarakat dan kemanusiaan daripada kepentingan pribadi. 2b. Tidak menuntut perlakuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan terhadap semua warga negara. 3c. Menyelamatkan aset – aset negara Pasal 3 Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas penyidikan wajib jujur dan bertanggungjawab dengan: 1a. Menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah; 2b. Tidak mempublikasikan nama terang tersangka dan saksi-saksi; 3c. Tidak mempublikasikan tata cara, taktik dan teknik penyidikan; 4d. Tidak menimbulkan penderitaan akibat penyalahgunaan wewenang dan sengaja menimbulkan rasa kecemasan, kebimbangan dan ketergantungan pada pihak-pihak terkait dengan perkara; 5e. Mengamankan dan memelihara barang bukti yang berada dalam penguasaannya karena terkait dengan penyelesaian perkara; 6f. Menghormati dan bekerjasama dengan sesama pejabat terkait dalam sistem peradilan pidana; 7g. Dengan sikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesaian.

2 1 Pasal 4 Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat senantiasa: 1a. Memberikan pelayanan terbaik; 2b. Mengutamakan kemudahan dan tidak mempersulit; 3c. Bersikap hormat kepada siapapun dan tidak menunjukkan sikap arogan karena kewenangan; 4d. Tidak membeda-bedakan cara pelayanan kepada semua orang; 5e. Tidak membebani biaya, kecuali diatur dalam peraturan perundang-undangan dan transparan; 6f. Tidak mengeluarkan kata-kata atau melakukan gerakan-gerakan anggota tubuh yang mengisyaratkan meminta imbalan atas pelayanan yang telah diberikan kepada masyarakat. Pasal 5 a. Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam menggunakan kewenangannya senantiasa berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan; b. Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil senantiasa memegang teguh rahasia sesuatu, yang menurut sifatnya atau menurut perintah kedinasan harus dirahasiakan. Pasal 6 Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan berupa: 1a. Bertutur kata kasar dan bernada kemarahan; 2b. Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur kerja; 3c. Bersikap mencari-cari kesalahan; 4d. Mempersulit orang yang terkait dengan penyidikan; 5e. Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat; 6f. Merendahkan harkat dan martabat manusia. BAB II ETIKA KELEMBAGAAN Pasal 7 Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil menjunjung tinggi institusinya dengan menempatkan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi.

3 Pasal 8 1a. Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil mematuhi jenjang kewenangan dan bertindak disiplin berdasarkan aturan dan tata cara yang berlaku; 2b. Setiap atasan penyidik tidak dibenarkan memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku dan wajib bertanggung jawab atas pelaksanaan perintah yang diberikan kepada anggota bawahannya; 3c. Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil dibenarkan menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum dan untuk itu anggota tersebut mendapatkan perlindungan hukum; 4d. Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan perintah penyidikan tidak melampaui batas kewenangannya dan wajib menyampaikan pertanggung jawaban tugasnya kepada atasan langsung serta kepada pelapor tentang perkembangan proses penyidikan; 5e. Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak boleh dipengaruhi dan/atau diintervensi oleh siapapun. Pasal 9 a. Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, keadilan, ketulusan dan kewibawaan serta melaksanakan keputusan pimpinan yang dibangun melalui tata cara yang berlaku guna tercapainya tujuan organisasi; b. Dalam pengambilan keputusan boleh berbeda pendapat sebelum diputuskan pimpinan dan setelah diputuskan semua anggota harus tunduk pada keputusan tersebut; c. Keputusan pimpinan diambil setelah mendengar semua pendapat dari unsur-unsur yang terkait, bawahan dan teman sejawat sederajat, kecuali dalam situasi mendesak. Pasal 10 Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil senantiasa menjaga kehormatan melalui penampilan yang rapi dan sopan dengan memakai atribut tanda kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagai lambang kewibawaan hukum, yang mencerminkan tanggung jawab serta kewajiban kepada institusi dan masyarakat. Pasal 11 Setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil senantiasa menampilkan rasa setia kawan dengan sesama anggota sebagai ikatan bathin yang tulus atas dasar kesadaraan bersama akan tanggung jawabnya sebagai salah satu pilar keutuhan bangsa Indonesia, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip:

1a. Menyadari sepenuhnya sebagai perbuatan tercela apabila meninggalkan kawan yang dalam melaksanakan tugas sedangkan keadaan memungkinkan untuk memberikan bantuan; 2b. Merupakan teladan bagi seorang atasan untuk membantu kesulitan bawahannya; 3c. Merupakan kewajiban norma bagi seorang bawahan untuk menunjukkan rasa hormat dengan tulus kepada atasannya; 4d. Menyadari sepenuhnya bahwa atasan akan lebih terhormat apabila menunjukkan sikap menghargai sepadan dengan bawahannya;

4 1e. Merupakan sikap terhormat apabila mampu menahan diri untuk tidak menyampaikan dan menyebarkan rahasia pribadi, kejelekan teman atau keadaan di dalam lingkungan Penyidik Pegawai Negeri Sipil kepada orang lain bukan anggota Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Bab III PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI Pasal 12 Setiap pelanggaran terhadap Kode etik Profesi Penyidik Pegawai Negeri Sipil dikenakan sanksi moral berupa: 1a. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela dengan kewajiban pelanggar untuk menyatakan penyesalan atau meminta maaf secara terbatas ataupun secara terbuka; 2b. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi; 3c. Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Pasal 13 1a. Pemeriksaan atas pelanggaran Kode Etik Profesi Penyidik Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik Profesi PPNS; 2b. Keputusan Sidang Majelis Kehormatan Kode Etik Profesi PPNS berupa rekomendasi kepada atasan langsung PPNS yang bersangkutan; 3c. Penegakan Kode Etik Profesi tidak menghapus proses tindak pidana yang dilakukan oleh PPNS. Pasal 14 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13, diatur lebih lanjut mengenai tata cara Sidang Majelis Kehormatan Kode Etik Profesi Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Bab IV PENUTUP Pasal 15 Merupakan kehormatan tertinggi bagi setiap Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk menghayati dan mengamalkan Kode Etik Profesi Penyidik Pegawai Negeri Sipil dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya maupun dalam kehidupan sehari-hari demi pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan Negara.

KODE ETIK PROFESI HAKIM

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Pengertian 1. Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus dipedomani oleh setiap Hakim Indonesia dalam melaksanakan tugas profesi scbagai Hakim. 2.

Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah penjabaran dari kode etik profesi Hakim yang menjadi pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan suri tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.

3. Komisi Kehormatan profesi Hakim ialah komisi yang dibentuk oleh Pengurus Pusat IKAHI dan Pengurus Daerah IKAHI untuk memantau, memeriksa, membina, dan merekomendasikan tingkah laku hakim yang melanggar atau diduga melanggar Kode Etik Profesi. 4.

Azas Peradilan yang baik ialah prinsip-prmsip dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Hakim dalam melaksanakan tugasnya untuk mewujudkan peradilan yang mandiri sesuai dengan aturan dasar berdasarkan ketentuan yang ada.

Pasal 2 Maksud dan Tujuan Kode Etik Profesi Hakim mempunyai maksud dan tujuan : 1. Sebagai alat : a. Pembinaan dan pembentukan karakter Hakim b. Pengawasan tingkah laku Hakim 2. Sebagai sarana : a. Kontrol sosial b. Pencegah campur tangan ekstra judicial c. Pencegah timbulnya kesalah pahaman dan konflik antar sesama anggota dan antara anggota dengan masyarakat. 3. Memberikan jaminan peningkatan moralitas Hakim dan kemandirian fungsional bagi Hakim. 4. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan.

BAB II PEDOMAN TINGKAH LAKU Pasal 3 Sifat-sifat Hakim Sifat Hakim tercermin dalam lambang Hakim yang dikenal dengan "Panca Dharma Hakim" :

1.

Kartika, yaitu memiliki sifat percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

2. Cakra, yaitu sifat mampu memusnahkan segala kebathilan, kezaliman dan ketidakadilan. 3. Candra,. yaitu memiliki sifat bijaksana dan berwibawa. 4. Sari, yaitu berbudi luhur dan berkelakuan tidak tercela. 5. Tirta, yaitu sifat jujur.

Pasal 4 Sikap Hakim Setiap Hakim Indonesia mempunyai pegangan tingkah laku yang harus dipedomaninya: A. Dalam persidangan : 1. Bersikap dan bertindak menurut garis-garis yang ditentukan dalam Hukum Acara yang berlaku, dengan memperhatikan azas-azas peradilan yang baik, yaitu : a.

Menjunjung tinggi hak seseorang untuk mendapat putusan (right to a decision) dimana setiap orang berhak untuk inengajukan perkara dan dilarang menolak untuk mengadilinya kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang serta putusan harus dijatuhkan dalam waktu yang pantas dan tidak terlalu lama.

b.

Semua pihak yang berperkara berhak atas kesempatan dan perlakuan yang sama untuk didengar, diberikan kesempatan untuk membela diri, mengajuan bukti-bukti serta memperoleh informasi dalam proses pemeriksaan (a fair hearing).

c. Putusan dijatuhkan secara obyektif tanpa dicemari oleh kepentingan pribadi atau pihak lain (no bias) dengan menjunjung tinggi prinsip (nemo judex in resud). d.

Putusan harus memuat alasan-alasan hukum yang jelas dan dapat dimengerti serta bersifat konsisten dengan penalaran hukum yang sistematis (reasones and argumentations of decision), dimana argumentasi tersebut harus diawasi (controleerbaarheid) dan diikuti serta dapat dipertanggung-jawabkan (accountability) guna menjamin sifat keterbukaan (transparancy) dan kepastian hukum (legal certainity) dalam proses peradilan.

e. Menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia. 2.

Tidak dibenarkan menunjukkan sikap memihak atau bersimpati ataupun antipati kepada pihak-pihak yang berperkara, baik dalam ucapan maupun tingkah laku.

3. Harus bersifat sopan, tegas dan bijaksana dalam memimpin sidang, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan. 4.

Harus menjaga kewibawaan dan kehidmatan persidangan antara lain serius dalam memeriksa, tidak melecehkan pihak-pihak baik dengan kata-kata maupun perbuatan.

5. Bersungguh-sungguh mencari kebenaran dan keadilan.

B. Terhadap Sesama Rekan 1. Memelihara dan memupuk hubungan kerjasama yang baik antara sesama rekan. 2. Memiliki rasa setia kawan, tanggang rasa. dan saling menghargai antara sesama rekan. 3. Memiliki kesadaran, kesetiaan, penghargaan terhadap Korps Hakim secara wajar. 4. Menjaga nama baik dan martabat rekan, baik di dalam maupun di luar kedinasan.

C. Terhadap Bawahan/pegawai 1. Harus mempunyai sifat kepemimpinan.

2. Membimbing bawahan/pegawai untuk mempertinggi pengetahuan. 3. Harus mempunyai sikap sebagai seorang Bapak/lbu yang baik. 4. Memelihara sikap kekeluargaan terhadap bawahan/ pegawai. 5. Memberi contoh kedisiplinan.

D. Terhadap Masyarakat 1. Menghormati dan menghargai orang lain. 2. Tidak sombong dan tidak mau menang sendiri. 3. Hidup sederhana.

E. Terhadap Keluarga/Rumah Tangga 1. Menjaga keluarga dari perbuatan-perbuatan tercela, menurut norma-norma hukum kesusilaan. 2. Menjaga ketentraman dan keutuhan keluarga. 3. Menyesuaikan kehidupan rumah tangga dengan keadaan dan pandangan masyarakat.

Pasal 5 Kewajiban dan larangan Kewajiban : a.

Mendengar dan memperlakukan kedua belah pihak berperkara secara berimbang dengan tidak memihak (impartial).

b. Sopan dalam bertutur dan bertindak. c. Memeriksa perkara dengan arif, cermat dan sabar. d. Memutus perkara, berdasarkan atas hukum dan rasa keadilan. e. Menjaga martabat, kedudukan dan kehormatan Hakim.

Larangan : a. Melakukan kolusi dengan siapapun yang berkaitan dengan perkara yang akan dan sedang ditangani. b. Menerima sesuatu pemberian atau janji dari pihak-pihak yang berperkara. c. Membicarakan suatu perkara yang ditanganinya diluar acara persidangan. d.

Mengeluarkan pendapat atas suatu kasus yang ditanganinya baik dalam persidangan maupun diluar persidangan mendahului putusan.

e. Melecehkan sesama Hakim, Jaksa, Penasehat Hukum, Para pihak Berperkara, ataupun pihak lain. f.

Memberikan komentar terbuka atas putusan Hakim lain, kecuali dilakukan dalam rangka pengkajian ilmiah.

g. Menjadi anggota atau salah satu Partai Politik dan pekerjaan/jabatan yang dilarang Undang-undang. h. Mempergunakan nama jabatan korps untuk kepentingan pribadi ataupun kelompoknya.

BAB III

KOMISI KEHORMATAN PROFESI HAKIM Pasal 6 1. Susunan dan Organisasi Komisi Kehormatan Profesi Hakim terdiri dari : a. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat. b. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah. 2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan : −

Ketua : salah seorang Ketua Pengurus Pusat IKAHI merangkap anggota.



Anggota : Dua orang anggota IKAHI dari Hakim Agung.



Anggota : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI yang bersangkutan.



Sekretaris : Sekretaris Pengurus Pusat IKAHI merangkap Anggota.

3. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah terdiri dari 5 (lima) orang dengan susunan : −

Ketua : Salah seorang Ketua Pengurus Daerah IKAHI merangkap anggota.



Anggota : Seorang anggota IKAHI Daerah dari Hakim Tinggi.



Anggota : Ketua Pengurus Cabang IKAHI yang bersangkutan.



Anggota : Seorang Hakim yang ditunjuk Pengurus Cabang IKAHI yang bersangkutan.



Sekretaris : Sekretaris Pengurus Daerah IKAHI merangkap Anggota.

4. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat diangkat dan diberhentikan oleh PP IKAHI. 5. Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Daerah diangkat dan diberhentikan oleh PD IKAHI.

Pasal 7 1.

Komisi kehormatan Hakim Tingkat Daerah berwenang memeriksa dan mengambil tindakan-tindakan lain yang menjadi kewenangan terhadap anggota di daerah/wilayahnya.

2.

Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat berwenang memeriksa dan mengambil tindakantindakan lain yang menjadi kewenangannya terhadap persoalan yang tidak dapat diselesaikan oleh Daerah atau yang menurut Pengurus Pusat IKAHI harus ditangani oleh Komisi Kehormatan Profesi Hakim Tingkat Pusat.

Pasal 8 Tugas dan Wewenang 1. Komisi Kehormatan Profesi Hakim mempunyai tugas : a. Memberikan pembinaan pada anggota untuk selalu menjunjung tinggi Kode Etik. b.

Meneliti dan memeriksa laporan/pengaduan dari masyarakat atas tingkah laku dari para anggota IKAHI.

c.

Memberikan nasehat dan peringatan kepada anggota dalam hal anggota yang bersangkutan menunjukkan tanda-tanda pelanggaran Kode Etik.

2. Komisi Kehormatan Profesi Hakim berwenang : a.

Memanggil anggota untuk didengar keterangannya sehubungan dengan adanya pengaduan dan laporan.

b. Memberikan rekomendasi atas hasil pemeriksaan terhadap anggota yang melanggar Kode Etik dan merekomendasikan untuk merehabilitasi anggota yang tidak terbukti bersalah.

Pasal 9 Sanksi Sanksi yang dapat direkomendasikan Komisi Kehormatan Profesi Hakim kepada PP IKAHI adalah : 1. Teguran. 2. Skorsing dari keanggotaan IKAHI. 3. Pemberhentian sebagai anggota IKAHI.

Pasal 10 Pemeriksaan 1. Pemeriksaan terhadap anggota yang dituduh melanggar Kode Etik dilakukan secara tertutup. 2.

Pemeriksaan harus memberikan kesempatan seluas-Iuasnya kepada anggota yang diperiksa untuk melakukan pembelaan diri.

3.

Pembelaan dapat dilakukan sendiri atau didampingi oleh seorang atau lebih dari anggota yang ditunjuk oleh yang bersangkutan atau yang ditunjuk organisasi.

4.

Hasil Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang ditandatangani oleh semua anggota Komisi Kehormatan Profesi Hakim dan yang diperiksa.

Pasal 11 Keputusan Keputusan diambil sesuai dengan tala cara pengambilan putusan dalam Majelis Hakim.

BAB IV PENUTUP Pasal 12 Kode Etik ini mulai berlaku sejak disahkan oleh Musyawarah Nasional (MUNAS) IKAHI ke XIII dan merupakan satu-satunya Kode Etik Profesi Hakim yang berlaku bagi para Hakim Indonesia.

KODE ETIK DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAHULUAN Bahwa perkembangan ketatanegaraan dalam era Indonesia baru merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses reformasi dalam berbagai aspek kehidupan kenegaraan yang antara lain, ditentukan oleh kualitas kerja dan kinerja lembaga legislatif yang memiliki komitmen politik, moralitas, dan profesionalitas yang lebih tangguh dalam proses pelaksanaan ketatanegaraan yang didasarkan pada terciptanya suatu system pengawasan dan keseimbangan antar lembaga tinggi negara. Komitmen tersebut semakin dirasa penting sebagai upaya untuk terwujudnya DPR RI yang kuat, produktif, terpercaya, dan berwibawa dalam pelaksanaan fungsi Iegislasi, anggaran, dan pengawasan. Karena menyadari bahwa kedudukannya sebagai wakil rakyat sangat mulia dan terhormat, Anggota DPR RI bertanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, negara, masyarakat, dan konstituennya dalam melaksanakan tugas yang diamanatkan. Untuk melaksanakan tugas konstitusionalnya, Anggota DPR RI bersepakat untuk menyusun suatu Kode Etik DPR RI, yang bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh setiap Anggota DPR RI dalam menjalankan tugasnya selama di dalam ataupun di luar gedung demi menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR RI. Kode Etik ini merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota DPR RI. BAB I KETENTUAN UMUM Pengertian Pasal 1 Dalam Kode Etik ini, yang dimaksud dengan : 1. Kode Etik DPR RI ialah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis dengan peraturan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota DPR RI. 2. Anggota DPR RI, yang selanjutnya disebut Anggota, ialah wakil rakyat yang telah bersumpah atau berjanji sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dalam melaksanakan tugasnya sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan rakyat. 3. Badan Kehormatan ialah alat kelengkapan DPR RI yang bersifat tetap sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Tata Tertib DPR Rl. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net 4. Mitra Kerja ialah pihak-pihak baik Pemerintah, perseorangan, kelompok, organisasi, badan swasta, dan lain-lain, yang mempunyai hubungan tugas dengan DPR RI. 5. Rapat ialah semua jenis rapat, sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI. 6. Keluarga ialah suami atau istri dan anak. 7. Sanak Famili ialah pihak-pihak yang mempunyai hubungan pertalian darah dan semenda sampai tiga derajat ke samping. 8. Perjalanan Dinas ialah perjalanan Pimpinan dan/atau Anggota untuk kepentingan negara dalam hubungan pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan, baik yang dilakukan di dalam wilayah Republik Indonesia maupun di luar batas wilayah Republik Indonesia. 9. Rahasia ialah rencana, kegiatan, atau tindakan yang telah, sedang, atau akan dilakukan, yang dapat mengakibatkan kerugian besar dan bahaya apabila diberitahukan kepada atau diketahui oleh orang yang tidak berhak. Tujuan Pasal 2 Kode Etik DPR RI bertujuan menjaga martabat, kehormatan, citra, dan kredibilitas DPR RI, serta membantu Anggota dalam melaksanakan setiap wewenang, tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya kepada negara, masyarakat, dan konstituennya. BAB II KEPRIBADIAN DAN TANGGUNG JAWAB Kepribadian Pasal 3

Anggota wajib bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa Pancasila, taat kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan peraturan perundang-undangan, berintegritas yang tinggi, dengan senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan, menjunjung tinggi demokrasi dan hak asasi manusia, mengemban amanat penderitaan rakyat, mematuhi Peraturan Tata Tertib DPR RI menunjukkan profesionalisme sebagai Anggota, dan selalu berupaya meningkatkan kualitas dan kinerjanya. Tanggung Jawab Pasal 4 (1) Anggota bertanggung jawab mengemban amanat penderitaan rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil, mematuhi hukum, menghormati keberadaan lembaga legislatif, mempergunakan kekuasaan dan wewenang yang diberikan kepadanya demi kepentingan dan kesejahteraan rakyat, serta mempertahankan kedaulatan bangsa dan kedaulatan negara. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net (2) Anggota bertanggung jawab menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi rakyat kepada Pemerintah, lembaga, atau pihak yang terkait secara adil tanpa memandang suku, agama, ras, golongan, gender. BAB III PENYAMPAIAN PERNYATAAN Pasal 5 (1) Pernyataan yang disampaikan dalam rapat, konsultasi, atau pertemuan dan penyampaian hasil rapat, konsultasi, atau pertemuan adalah pernyataan dalam kapasitas sebagai Anggota, pimpinan alat kelengkapan, atau Pimpinan DPR RI. (2) Di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pernyataan tersebut dianggap sebagai pernyataan pribadi. (3) Anggota yang tidak menghadiri suatu rapat, konsultasi, atau pertemuan seyogyanya tidak menyampaikan hasil rapat, konsultasi, atau pertemuan tersebut, sebagaimana diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI, dengan mengatasnamakan forum tersebut kepada publik. BAB IV KETENTUAN DALAM RAPAT Pasal 6 (1) Anggota harus mengutamakan tugasnya dengan cara menghadiri secara fisik setiap rapat yang menjadi kewajibannya. (2) Ketidakhadiran Anggota secara fisik sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dalam rapat sejenis, tanpa ijin dari Pimpinan Fraksi, merupakan suatu pelanggaran kode etik. Pasal 7 Selama rapat berlangsung setiap Anggota bersikap sopan santun, bersungguh-sungguh menjaga ketertiban, dan memenuhi segala tata cara rapat sebagaimana diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI. Pasal 8 Dalam melaksanakan tugasnya, Anggota berpakaian rapi, sopan, dan pantas. BAB V PERJALANAN DINAS Pasal 9 (1) Anggota dapat melakukan perjalanan dinas di dalam atau ke luar negeri dengan biaya negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net (2) Anggota tidak diperkenankan menggunakan fasilitas perjalanan dinas untuk kepentingan di luar tugas kedewanan. (3) Perjalanan dinas dilakukan dengan menggunakan anggaran yang tersedia. (4) Anggota tidak dapat membawa keluarga dalam suatu perjalanan dinas, kecuali dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan atau atas biaya sendiri. (5) Dalam hal perjalanan dinas atas biaya pengundang, baik dari dalam maupun luar negeri, harus dengan sepengetahuan Pimpinan DPR RI.

BAB VI KEKAYAAN, IMBALAN, DAN PEMBERIAN HADIAH Pasal 10 Anggota wajib melaporkan kekayaan secara jujur dan benar, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 11 Anggota dilarang menerima imbalan atau hadiah dari pihak lain, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB VII KONFLIK KEPENTINGAN DAN PERANGKAPAN JABATAN Konflik Kepentingan Pasal 12 (1) Sebelum mengemukakan pendapatnya dalam pembahasan suatu permasalahan tertentu, Anggota harus menyatakan di hadapan seluruh peserta rapat apabila ada suatu kepentingan antara permasalahan yang sedang dibahas dengan kepentingan pribadinya di luar kedudukannya sebagai Anggota. (2) Anggota mempunyai hak suara pada setiap pengambilan keputusan, kecuali apabila rapat memutuskan lain karena yang bersangkutan mempunyai konflik kepentingan dalam permasalahan yang sedang dibahas. Pasal 13 Anggota dilarang menggunakan jabatannya untuk mempengaruhi proses peradilan, untuk kepentingan diri pribadi dan/atau pihak lain. Pasal 14 Anggota dilarang menggunakan jabatannya untuk mencari kemudahan dan keuntungan pribadi, keluarga, sanak famili, dan kroninya yang mempunyai usaha atau melakukan penanaman modal dalam suatu bidang usaha. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net Perangkapan Jabatan Pasal 15 Anggota dilarang melakukan perangkapan jabatan sesuai peraturan perundang-undangan. BAB VIII RAHASIA Pasal 16 (1) Anggota wajib menjaga rahasia yang dipercayakan kepadanya, termasuk hasil rapat yang dinyatakan sebagai rahasia sampai batas waktu yang telah ditentukan atau sampai masalah tersebut sudah dinyatakan terbuka untuk umum. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Anggota yang telah pensiun. BAB IX HUBUNGAN DENGAN MITRA KERJA DAN LEMBAGA DI LUAR DPR RI Hubungan dengan Mitra Kerja Pasal 17 (1) Anggota bersikap adil dan profesional dalam melakukan hubungan dengan mitra kerjanya. (2) Anggota tidak diperkenankan melakukan hubungan dengan mitra kerjanya dengan maksud meminta atau menerima imbalan atau hadiah untuk kepentingan pribadi. Hubungan dengan Lembaga di Luar DPR RI Pasal 18 (1) Anggota yang ikut serta dalam kegiatan organisasi di luar DPR RI harus mengutamakan tugasnya sebagai Anggota. (2) Setiap keiukutsertaan dalam suatu organisasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Anggota wajib memberitahukan lebih dulu kepada Pimpinan DPR RI dan/atau Pimpinan alat kelengkapan yang bersangkutan. BAB X SANKSI DAN REHABILITASI Pasal 19 Mengenai sanksi dan rehabilitasi berlaku ketentuan dalam Peraturan Tata Tertib DPR RI.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net

www.parlemen.net BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 (1) Usul perubahan Kode Etik DPR RI dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya 13 (tiga belas) orang Anggota atau Badan Legislasi. (2) Usul perubahan yang berasal dari Anggota, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan penjelasannya, disampaikan secara tertulis kepada Pimpinan DPR RI, dengan disertai daftar nama, nomor Anggota, dan tanda tangan pengusul serta nama Fraksinya. (3) Usul perubahan yang berasal dari Badan Legislasi, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan penjelasannya, diajukan secara tertulis oleh pimpinan Badan Legislasi kepada Pimpinan DPR RI. (4) Usul perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan oleh Pimpinan DPR RI dalam Rapat Paripurna untuk diambil keputusan. (5) Dalam hal usul perubahan disetujui, Rapat Paripuma menyerahkannya kepada Badan Legislasi untuk melakukan pembahasan. (6) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diajukan kepada Rapat Paripurna untuk diambil keputusan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 September 2004

KODE ETIK ARSITEK dan KAIDAH TATA LAKU PROFESI Kode Etik Profesi Mukadimah Menyadari Profesinya yang luhur, Arsitek membaktikan diri dalam bidang Perencanaan, Perancangan dan Pengelolaan Lingkungan Binaan dengan seluruh pengetahuan, keterampilan dan rasa tanggung jawab yang dimilikinya. Profesi yang berada di garda depan kebudayaan manusia ini mendorong Arsitek untuk bersama-sama dengan profesl lainnya, rnenjaga dan memelihara kemajuan perkembangan dan pertumbuhan kebudayaan agar intinya tetap berada pada jalur yang positif. Dengan mengaku diri Profesional atas kehendaknya sendiri, Arsitek menyadari keharusan untuk tunduk kepada seperangkat kewajiban-kewajiban etis, sebagai landasan yang mengikat serta sakaligus pedoman pola berfikir, bersikap dan berperilaku dalam menjalankan tugas-tugas keprofesiannya. Demikianlah lkatan Arsitek Indonesia dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab merumuskan Kode Etik Arsitek sebagai benkut : Pasal 1 Dalam menunaikan tugas profesional vang dipercayakan kepadanya. seorang Arsitek bertanggung jawab kepada diri sendiri dan mitra kerja, profesi dan ilmu pengetahuan, masyarakat dan umat manusia serta bangsa dan negara, sebagai pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 2 Dalam menunaikan tugas, seorang Arsitek membaktikan seluruh kemampuan keterampilan, pengetahuan, dan perasaan yang dimilikinya di dalam proses pembangunan demi kesejahteraan urnat manusia lahir dan bathin, dengan tetap menjaga kemandirian berpikir dan kebebasan bersikap. Pasal 3 Seorang Arsitek harus menernpatkan diri, menata pemikiran dan hasil karyanya, bukan sebagai tujuan melainkan sarana yang digunakan secara maksimal dalam mencapai tujuan kernanusiaan dengan berupaya hemat sumber daya serta menghindari dampak negatif. Pasal 4 Atas dasar kepercayaan akan keutuhan integritas, keahlian, kejujuran, kearifan dan rasa sosial vang dilimpahkan kepadanya, maka seorang Arsitek mendahulukan tanggung jawab dan kewajiban daripada hak dan kepentingan diri sendiri.

Pasal 5 Tanpa mengurangi hak dan kepentingan pemberi tugas, seorang Arsitek berusaha memahami dan memperjuangkan kepentingan urnat manusia dan masyarakat pemakai, sekalipun pihak ini bukan pemberi imbalan jasa secara langsung. Pasal 6 Arsitek sebagai budayawan harus berupaya mengangkat nilai-nilai sosial budava melalui karyanya dan tidak semata-mata menggunakan pendekatan teknis. Pasal 7 Pada tahap manapun dalam proses pembangunan Arsitek harus menunaikan tugasnya secara bijak dan konsisten.

Related Documents