Ada kisah unik tentang shalat Subuh sebagaimana dinyatakan Dr. Raghib as Sirjani.
Adalah shahabat Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu selalu menangis manakala ia mengingat penaklukan Tastar. Tastar adalah satu kota benteng di Persia yang dikepung kaum Muslimin genap satu tahun setengah, hingga akhirnya ditaklukkan kaum Muslimin, dan tercapailah kemenangan yang besar. Peperangan ini tergolong peperangan yang sangat berat dan dirasakan kaum Muslimin. Mengapa Anas bin Malik Radhiyallaahu ‘anhu menangis?
Benteng Tastar baru bisa diterobos menjelang shalat Fajar. Pasulan islam menerobos masuk benteng, kemudian terjadilah peperangan sengit antaraa 30.000 pasukan Muslimin dengan 150.000 pasukan Persia. Peperangan berlangsung sangat sengit. Pasukan Muslimin sempat terdesak. Suasana sangat genting, kritis, dan berbahaya..
Akhirnya, dengan karunia Allah, kaum Muslimin menang. Mereka menang gemilang atas musuh, kemenangan yang tercapai beberapa saat setelah terbit matahari. Saat itu, kaum Muslimin baru menyadari di hari yang sangat menakutkan itu, ternyata shalat Subuh sudah lewat!
Dalam kondisi begitu rawan, dentingan suara pedang mengintai batang leher, membuat kaum Muslimin tidak sanggup melaksanakan shalat Subuh tepat pada waktunya. Anas r.a. pun menangis pernah tertinggal shalat Subuh, meski hanya sekali sepanjang hidupnya. Dia menangis, kendati dimaafkan. Mereka sibuk dengan jihad –yang merupakan puncak Islam—namun yang mereka tinggalkan merupakan sesuatu yang sangat berharga! Lalu bagaimana dengan kita? Sudah berapa kali kita tertinggal shalat Subuh, atau lebih nikmat kembali menarik selimut daripada menyambut panggilan adzan? Atau panggilan adzan pun sudah tidak bisa membangunkan hingga matahari telah terbit dari timur pun kita baru bangun lalu melaksanakan shalat yang ‘katanya’ shalat Subuh?
Anas berkata, “Buat apa Tastar? Sungguh shalat Subuh telah berlalu dariku. Sepanjang usia, aku tidak akan bahagia seandainya dunia diberikan kepadaku sebagai ganti shalat ini!” Kenapa sampai shahabat besar seperti beliau mengatakan demikian? Tentu, karena keutamaan shalat dan waktu Subuh.
Keutaman Waktu dan Shalat Subuh
Banyak dalil yang menyinggung keutamaan itu.
Utsman bin bin Affan r.a. berkata bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang shalat Isya berjama’ah maka seakan-akan ia telah shalat setengah malam.. Dan barangsiapa shalat Subuh berjama’ah (atau dengan shalat Isya –seperti tertera dalam hadits Abu Dawud, dan at Tirmidzi), maka seakan-akan ia telah melaksanakan shalat satu malam penuh” (HR. Muslim).
Abu Hurairah r.a.. meriwatkan bahwa Rasulullaah saw bersabda, “Kalau sekiranya manusia mengetahui apa yang tersembunyi dalam adzan dan shaf pertama, maka mereka tidak akan mendapatkan bagian kecuali dengan jalan diundi di dalamnya, niscaya mereka akan ikut serta dalam undian (banyaknya yang berbondong-bondong guna mendapatkan shaf pertama). Dan jika mereka mengetahui apa yang didapatkan dalam awal kedatangan (shalat jama’ah). Niscaya akan berlomba-lomba. Dan, jika mereka mengetahui apa yang tersimpan di dalam shalat Subuh dan Isya, maka mereka akan mendatanginya walau dengan merangkak” (HR. Bukhari).
Memang begitu istimewa shalat wajib pembuka hari ini, bahkan shalat sunnah yang menyertainya juga mendapat porsi luar biasa. Aisyah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Dua raka’at Fajar (shalat sunnah sebelum Subuh) lebih baik dari dunia seisinya: (HR. Muslim).
Shalat sunnahnya saja lebih baik dari dunia, lalu bagaima dengan shalat wajib Subuh itu sendiri? Sungguh tak terbayangkan keutamaannya! Namun, sayangnya, manusia justru kerap melalaikan ibadah yang satu ini.
Ammarah bin Ruwaihah r.a. meriwayatkan bahwa dirinya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Tidak akan masuk neraka, orang yang shalat sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam matahari” (HR. Muslim).
Secara medis, shalat ini berhubungan erat dengan Tahajud dan kortisol. Ia semacam menjadi ‘paket’ dengan Tahajud untuk mendapat efek kesehatan, mengingat shalat wajib pembuka hari ini tepat berada di pengujung sepertiga malam terakhir, tapi ketika kita malamnya rajin melakukan Tahajud, lantas jangan sampai kita ketinggalan shalat Subuh, jika kita mau paket yang ‘istimewa’, seperti untuk urusan perut saja kita kalau bisa memilih paket yang ‘istimewa’ lalu kenapa untuk urusan akhirat kita tidak memilih yang terbaik??
Dr. Barita, Sp. JP, sesuai disiplin keilmuannya, spesialisasi jantung dan pembuluh darah, berhasil menyingkap sisi lain yang tak kalah menakjubkan tentang rahasia medisnya: bahwa shalat Subuh bermanfaat karena mampu mengurangi kecenderuangan terjadinya gangguan kardivaskular (jantung dan pembuluh darah).
Pada studi MILIS, studi GISSI 2 dan studi-studi lain di luar negeri, yang dipercaya sebagai suatu penelitian yang valid, dikatakan puncak terjadinya serangan jantung sebagian besar dimulai pada pukul 6 pagi sampai pukul 12 siang. Mengapa demikian? Karena, pada saat itu sudah terjadi perubahan pada sistem tubuh di mana terjadi kenaikan tegangan saraf simpatis dan penurunan tegangan saraf parasimpatis.
Tegangan simpatis yang meningkat akan mengakibatkan kita siap tempur; tekanan darah meningkat, denyutan jantung lebih kuat dan seterusnya. Sebaliknya, saraf parasimpatis berperan dalam penurunan tekanan darah, pengurangan denyut jantung dan sejenisnya.
Ibaratnya, saat kita menghadapi bahaya atau tantangan, saat itulah saraf simpatis berperan dominan. Sementara, perut yang penuh dengan makanan, tempat duduk atau tidur yang nyaman, disertai perasaan yang rileks, maka jelas bahwa parasimpatislah yang berperan.
Pada pergantian waktu pagi buta (mulai pukul tiga dini hari) sampai siang itulah secara perlahan tekanan darah berangsur naik, karena terjadi peningkatan adrenalin. Peningkatan adrenalin berefek meningkatkan tekanan darah dan menyempitnya pembuluh darah (efek vasokontriksi) disertai meningkatnya sifat agregasi trombosit (sifat saling menempel satu sama lain pada sel trombosit agar darah membeku), yang pada akhirnya meningkatkan risiko gangguan pada sistem kardiovaskular.
Semua ini terjadi walaupun kita tertidur. Unik bukan?
Dokter Barita Sitompul menyatakan, “Hal ini terjadi pada semua manusia, setiap hari termasuk anda, dan saya maupun bayi anda. Hal ini disebut sebagai ritme Circardian, ritme sehari-hari, yang secara kodrati diberikan Tuhan kepada manusia.”
Lalu, apa hubungannya dengan shalat Subuh?
Diawali oleh Furchgott dan Zawadsky, yang pada tahun 1980 melakukan penelitian dengan mengeluarkan (baca: mengerok) sekelompok sel sebelah dalam dari dinding pembuluh darah arteri yang sedang diselidikinya. Pembuluh darah yang normal yang tidak dibuang sel-sel yang melapisi dinding bagian dalamnya akan melebar bila ditetesi suatu zat kimia yaitu: asetilkolin.
Pada penelitian tersebut terjadi keanehan, dengan dikeluarkannya sel-sel dari dinding sebelah dalam pembuluh darah itu. Pembuluh tadi tidak melebar kalau ditetesi asetilkolin. Penemuan ini tentu saja menimbulkan kegemparan dalam dunia kedokteran dan segera diikuti penelitian yang lain di seluruh dunia untuk mengetahu zat apa yang ada di dalam sel bagian dalam pembuluh darah yang mampu mengembangkan atau melebarkanb pembuluh itu.
Akhirnya, zat tersebut ditemukan oleh Ignarro-Murad, dan disebut NO (Nitrik Oksida). Diketahui pula bahwa NO juga berperan mencegah kecenderungan membekunya darah dengan cara mengurangi sifat agregasi atau sifa menempel satu sama lain dari trombosit pada darah kita. Inilah zat yang mampu menstabilkan efek adrenalin pada sistem kardiovaskular.
Kapan zat ini diproduksi? Zat NO selalu diproduksi, baik dalam keadaan istirahat ataupun tidur. Produksinya dapat ditingkatkan oleh obat golongan nifedipin, nitrat, atau yang sejenisnya. Meski demikian, ia bisa pula ditingkatkan dengan cara bergerak, dengan olahraga.
Jadi, kalau kita bangun tidur pada pagi buta dan bergerak, maka hal ini akan memberikan pengaruh baik pada pencegahan gangguan kardiovaskular. Naiknya kadar NO dalam darah karena exercise yaitu wudhu, diikuti shalat sunnah dan wajib, apalagi disertai berjalan ke masjid, merupakan proteksi bagi pencegahan kejadian kardiovaskular.
Selain itu, patut dicatat bahwa pada posisi rukuk dan sujud terjadi proses mengejan, posisi ini meningkatkan kekuatan tonus parasimpatis (yang melawan efek tonus simpatis). Dokter Barita kemudian menyatakan, “Demikianlah kekuasaan Allah, ciptaanNya selalu dalam berpasangpasangan, siang-malam, panas-dingin, dan NO-anti NO. sudah sejak awal Islam datang menyerukan shalat Subuh. Hanya saja Allah tidak secara jelas menyatakan manfaat akan hal ini karena tingkat ilmu pengetahuan manusia belum sampai dan masih harus mencarinya sendiri walapun harus melalui rentang waktu ribuan tahun. Petunjuk bagi kemaslahatan umat adalah
tanda kasihNya pada hambaNya. Bukti manfaat instruksi Allah baru datang 1400 tahun kemudian. Allahu Akbar!”
Tidak berlebihan Umar r.a. mengomentari seperti ini, “Sungguh, ikut serta dalam shalat Subuh berjama’ah itu lebih baik bagi saya daripada shalat malam.” Saat itu beliau r.a. tidak melihat Sulaiman bin Hatsmah dalam jama’ah Subuh meski hanya sekali saja (ketika itu Sulaiman bin Hatsmah r.a. tertidur pada waktu shalat Subuh karena shalat malam). Tapi ingat, lebih baik dapat keduanya karena efek medisnya jelas lebih ideal daripada mengorbankan salah satunya, seperti yang dijelaskan sebelumnya, bahwa Tahajud dan Subuh itu satu paket sehingga mendapatkan efek medis yang lebih baik.
Perkataan shahabat mulia di atas menunjukkan bahwa seutama-utama ibadah sunnah tetap tetap lebih utama ibadah wajib. Tidak layak kita mengorbankan ibadah wajib hanya untuk ibadah sunnah. Untuk menyemangati diri mengamalkan baik ibadah wajib maupun sunnah, tanamkan saja begini: “Ibadah sunnahnya saja luar biasa, apalagi ibadah wajibnya!”
Setelah Shalat Subuh: Mau Apa?
Waktu Subuh dan setelahnya memang luar biasa, waktu ketika dia poros bertemu: malas dan rajin. Jika ingin tidur, seseorang cepat sekali tidur pada waktu ini. Begitu pula sebaliknya ketika bertahan untuk tidak tidur, maka semangat melalui hari siap diledakkan.
Mana yang ideal?
Ada beberapa waktu yang tidak dianjurkan untuk tidur, diantaranya setelah Subuh dan Ashar. Karena itu, hendaknya kita tidak tidur setelah shalat Subuh kecuali karena kita sakit atau alasan kuat lainnya.
Allah memberikan waktu setelah Subuh ini dengan berbagai fasilitas. Proses pembuangan racun begitu maksimal, sehingga udaranya murni, baik untuk kesehatan, apalagi ditengah polusi yang merajalela. Lihatlah embun, percaya atau tidak air dari penyulingan alam inilah berkualitas terbaik, begitu murni dan menyegarkan. Kapan lagi ada waktu seperti ini dalam 24 jam hidup kita?
Jadi, ayo segera beraktivitas! Ada banyak pilihan yang bisa dilakukan seorang Muslim.
Pertama, berdiam diri di Masjid
Anas bin Malik r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengerjakan shalat Subuh berjama’ah kemudian duduk berdzikir hingga terbit matahari (dan meninggi), kemudian shalat dua raka’at, maka baginya seperti pahala haji dan umrah yang ditunaikan dengan sempurna… dengan sempurna… dengan sempurna!” (HR. at Tirmidzi).
Secara medis, do’a dan dzikir sendiri memang luar biasa.. Tidak hanya sekadar kesehatan mental yang terjamin, tapi juga fisik. Dr. Larry Dossey dalam bukunya The Healing Words telah mendokumentasikan efek penyembuhan dari dzikir dan do’a. salah satunya adalah penelitian Dr. Byrd di San Fransisco General Hospital dengan menggunakan subyek 393 pasien jantung kritis.
Guna menjamin validitas, mereka memang tidak berdo’a sendiri, tapi dido’akan. Pasien dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok A, dido’akan dengan menyebut nama hingga masa pemondokan di rumah sakit selesai. Sementara kelomok B, tidak. Hasilnya memang menakjubkan. Mereka yang dido’akan lebih sedikit masa pemondokannya, dua kali lebih sedikit mengalami kemungkinan terserang gagal jantung kongestif, serta membutuhkan antibiotik seperlima lebih sedikit daripada yang tidak. Dari data ini sudah tampak bahwa hanya dengan
duduk, berdiri, atau beraktivitas, dibarengi dzikir dan do’a, sudah dekat dengan Allah, tidak menyia-nyiakan kesempatan maupun waktu dunia dan akhirat, menyehatkan pula. Nikmat bukan?!
Kedua, melakukan peregangan dan latihan fisik (riyadhah)
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai oleh Allah daripada mukmin yang lemah, tetapi ditiap-tiap (seorang mukmin) itu ada kebaikan, maka berkeinginanlah (optimis) kepada apa-apa yang memberi manfaat” (HR. Bukhari).
Hiruplah udara segar, penuhi kebutuhan oksigen untuk ragamu. Banyak dokter menyarankan olahraga pada saat ini, karena lingkungannya memahng lebih membantu dalam memelihara kesehatan dibandingkan waktu lain. Cukup 15-30 menit setiap hari, demikian saran mereka. Yang jelas, sesuaikan dengan kemampuan diri, dan ingat ini bagian dari hak tubuh, tanggungjawab kita memeliharanya, sehingga kelak kita tidak tergagap ketika ditanya, “Untuk apa ragamu kau gunakan atau kau rusakkan?” Niatkan semua karena Allah, dan tunggulah kedahsyatan hasilnya untuk harimu.
Ketiga, melakukan aktivitas bermanfaat lainnya
Banyak orang yang harus melakukan aktivitas rutin segera setelah waktu Subuh. Jangan bersedih jika itu karena Allah. Karena, tiada yang akan sia-sia.
Jika antum pelajar, mahasiswa, penuntut ilmu,
Abu Hurairah r.a.. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah ditanya tentang dua orang. Yang saru adalah ahli ibadah, satunya lagi adalah orang yang berilmu. Maka beliau menjawab, “Kelebihan orang yang berilmu atas ahli ibadah adalah sama dengan kelebihanku atas orang yang paling hina di antara kalian.”
Setelah itu beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah dan para malaikatNya, penghuni langit dan bumi, termasuk pula semut di dalam liangnya, termasuk pula ikan paus, benar-benar bershalawat kepada orang-orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia” (HR.at Tirmidzi).
Jadi bersungguh-sungguhlah, capai derajat itu, tidaklah setiap penuntut ilmu bisa mencapai gelaran itu. Salah-salah justru bisa lebih rendah dari binatang karena kesombongan atau ketidakseriusan. Sekali lagi, kesungguhan!
Jika antum seorang yang harus berangkat bekerja karena beban nafkah dan kecintaan keluarga, Umar bin Khattab r.a.. pernah berkata: ketika saya tertarik kepada seorang laki-laki, saya selalu bertanya, “Apakah ia memiliki pekerjaan?” Bila ia menjawab: “Tidak!”, maka ia tidak ada artinya lagi di hadapan mataku (Umar)..
Abu Abdullah r.a., maula Rasulullah saw, menceritakan bahwa Rasul saw bersabda, “Dinar (uang) yang baik dari seseorang adalah dinar yang diberikan kepada keluarganya, dan dinar yang diberikan kepada orang yang berkendaraan di jalan Allah, dan dinar yang diberikan kepada sahabatnya di jalan Allah” (HR. Muslim).
Ustadz Ahmad Satori menyampaikan bahwa “Cinta pekerjaan telah mendarah daging di kalangan umat Islam. Kita melihat para cendekiawan dan pemikir Muslim bekerja dengan
tangannya demi memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, tanpa merasa hina sedikitpun. Imam Ahmad bin Hambal salah seorang imam mahzhab yang terkenal bekerja sebagai tukang mengangkat barang di jalan apabila tidak mendapatkan apa yang harus dinafkahkannya. Demikian pula Abdul Hasan Ahmad bin Muhammad al Qudury, seorang tokoh di bidang fikih, telah bekerja sebagai tukang membuat periuk.”
Lebih lanjut lagi, “Mencari nafkah (ma’isyah) untuk keluarga dan bersusah payah karena mencari ma’isyah mampu menhapus dosa-dosa yang tidak bisa dihapus oleh shalat, puasa, bahkan oleh haji dan umrah sekalipun.”
Rasulullah saw bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., “Satu dinar yang dinafkahkan di jalan Allah, satu dinar yang dinafkahkan untuk memerdekakan hamba sahaya, satu dinar yang disedekahkan dan satu dinar yang dinafkahkan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah yang dinafkahkan untuk keluargamu.”
Diceritakan satu ketika Rasulullah saw shalat Subuh di Masjid Nabawi. Begitu pulang mendapati putrinya, Fatimah, masih tidur. Maka beliaupun membalikkan tubuh Fatimah dengan kakinya, kemudian berkata: “Hai Fatimah, bangun dan saksikanlah rezeki Rabbmu, karena Allah swt membagi-bagi rezeki para hamba antara shalat Subuh dan terbitnya matahari” (HR. Baihaqi). Shakhr al Ghamidi r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ya Allah berkatilah umatku di waktu pagi” (HR. at Tirmidzi, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).
Berkah Allah, kata Dr. Raghib, ada dalam segala hal. Mulai dari pekerjaan, aktivitas rutin, hingga berjihad di jalan Allah. Rasulullah saw, sebagaimana yang diriwayatkan Shakhr al Ghamidi r.a., selalu mengutus pasukannya di pagi hari.
Sebagai seorang pedagang, Shakhr memegang nasihat Rasulullah saw tersebut. Ia selalu berangkat (atau mengutus seseorang) untuk membawa dagangannya pada pagi hari dan ia selalu beruntung hingga hartanyapun berlimpah. Bahkan Imam Ahmad menyebutkan bahwa karena Shakhr amat banyak hartanya, Shakhr pun tak tahu di mana harus menyimpan hartanya tersebut.
Mau bukti dalam kehidupan kita sehari-hari? Secara realitis, ada perasaan berbeda ketika menjumpai beberapa toko atau tempat usaha dengan pilihan jam buka berbeda. Ada kecenderungan kita untuk mendatangi tempat yang membuka lebih awal, dan ini menumbuhkan perasaan percaya untuk menjadi pelanggannya.
Inilah hikmah nyata dalam kehidupan sehari-hari, rezeki yang insyaa’Allaah begitu lancar sepanjang hari, diawali dari barokah pagi hari. Belum lagi jika kita berbicara dengan kehidupan di kota besar, maka bangun Subuh untuk kemudian bersiap-siap setelahnya menjadi pola hidup wajib, tuntutan kerja berat diawali dengan sujud yang dalam, penuh harap akan ridhaNya. Segar, dan siap mendapat ruh sehari.
salam, Azzam A Fillah, semoga manfaat...