Ketika Anak Mogok Sekolah

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ketika Anak Mogok Sekolah as PDF for free.

More details

  • Words: 877
  • Pages: 4
Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2005 biasawae.com

Ketika Anak Mogok Sekolah Sumber : Berbagai Sumber



!

"

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2005 biasawae.com

Biasanya, sejak usia prasekolah, anak sudah merengek-rengek untuk sekolah, seperti kakakkakaknya atau teman sekitarnya yang berusia di atasnya. Dunia sekolah dalam bayangannya amat menyenangkan. Dan memang benar. Di sekolah anak bisa bertemu dan mempunyai banyak teman, menemukan pengalaman yang tak pernah ia jumpai di rumah, dan juga bermain-main. Tapi itu tak lama. Ada saat-saat ketika anak kemudian jenuh, dan bahkan mogok sekolah. Bagaimana Anda menghadapinya? Hal wajar. Jika anak mulai ogah-ogahan bersekolah, Anda tak perlu keburu memarahainya. Selidiki apa penyebabnya. Ini adalah proses anak menemukan struktur dan arti kehidupan. Ia belajar arti kehidupan yang lebih luas dengan menemukan peraturan, regulasi, dan bagaimana sesuatu hal terjadi. Ketika anak makin besar, perilakunya menjadi lebih kompleks dan variatif, dan ia akan mulai menguji Anda untuk menemukan aturan-aturan yang telah Anda terapkan. Anak sedang mencoba melihat reaksi Anda atas apa yang ia lakukan. Jenis ketakpatuhan ini masih normal. Justru Anda harus merasa khawatir jika anak Anda patuh dan pasif. Perilaku itu memang menyenangkan Anda, tapi anak seperti ini akan mendapat sedikit kepuasan dari masa kanak-kanaknya. Perilaku, bukan anaknya. Bisa juga anak merasa jenuh. Berangkat tepat waktu, mengerjakan pekerjaan rumah, dan sebagainya. Ia ingin bebas, dan enggan ke sekolah, yang ditunjukkan dengan bermalas-malasan ketika diminta bangun, misalnya. Tunjukkan ketaksetujuan Anda terhadap perilakunya, bukan terhadap si anak. Betapa pun seriusnya kelakuan buruk si anak, Anda harus menjelaskan kepada anak bahwa yang tak Anda senangi adalah perilaku buruknya, bukan dirinya. Bukan pula orang tua menolak mereka. Jadi daripada berkata, "Dasar, anak bodoh!" (menunjukkan bahwa orang tua menolak anaknya), sebaiknya orang tua berkata, "Jangan bolos sekolah ya!". Jangan menyuruh anak pergi sekolah dengan mengatakan, "Ibu/Ayah ingin kamu berangkat sekarang!" Ini bisa menciptakan konflik antara Anda dan anak. Strategi yang lebih baik adalah langsung menekankan peraturan secara impersonal. Misalnya, Anda bisa mengatakan, "Sekarang sudah jam 07.00 lho sayang. Waktu kamu untuk berangkat." Dalam cara ini, setiap konflik atau perasaan marah yang terjadi pada diri anak hanya akan terjadi antara anak dengan "jam"-nya, bukan dengan orang tuanya.

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2005 biasawae.com

Ajarkan disiplin. Sekolah membutuhkan kedisiplinan. Selain di sekolah, Anda juga bisa mengajarkan disiplin di rumah. Kesibukan di rumah seperti membereskan kamarnya sendiri, meletakkan alat-alat permainan dan alat sekolahnya sendiri, merupakan aktivitas yang mengajarkan tata tertib dan disiplin. Ini perlu dilakukan dengan perjanjian antara orang tua dan anggota keluarga lainnya. Bisa juga energi anak yang besar diarahkan untuk aktivitas lain di luar rumah, seperti berenang atau mengikuti kelompok permainan atau ketrampilan (melukis, musik, dan sebagainya). Buatkan jadwal kapan ia harus berenang, melukis, bermain, dan sebagainya. Dengan begitu anak belajar bergaul dan dispilin. Anda juga perlu membuat aturan yang kosisten. Misalnya, hari ini anak disuruh tidur jam 20.00, begitu juga besok dan seterusnya. Ketakkonsistensian bisa mengundang ketakpatuhan dan hampir tak mungkin untuk mendisiplinkan anak. Anda harus memberikan pembenaran kenapa aturan itu dibuat. Bila anak mengerti pembenaran atas suatu peraturan, ia cenderung mematuhia daripada membangkangnya. Lenyapkan egosentris. Usia sekolah adalah masa egosentris mulai muncul. Anak merasa menjadi pusat perhatian, sehingga cenderung manja. Bila mempunyai benda-benda, ia secara tegas memisahkan miliknya dengan milik orang lain. Ia juga mulai memonopoli permainan. Ia belum memahami nilai benar dan salah, sehingga acap kali berbuat jahil. Jahil merupakan sesuatu yang wajar, karena perilaku itu merupakan bentuk komunikasi di antara anak, seperti juga berdebat atau berteriak. Bersikaplah santai, meski Anda juga perlu was-was dan memantau perkembangan perilaku anak. Karena ini bisa berlanjut ke usia selanjutnya jika ia tak diajarkan berbagi atau bertenggang rasa. Bagi anak, sekolah adalah merupakan masyarakat baru. Aturan yang berlaku di sekolah berbeda dari rumah. Butuh waktu untuk memahami tata cara atau norma yang berlaku di sekolah. Di sinilah peran Anda. Belajar pertemanan. Bagi anak, memiliki teman membuat kehidupannya berarti. Melalui sosialisasi, si kecil mempelajar nilai-nilai apa saja yang diterima kelompoknya. Ia mulai memiliki keinginan untuk menghabiskan waktunya dengan teman, berbagi, mengungkapkan perasaan, emosi, minat, dan bersenang-senang bersama. Menurut Watson dan Lindgren dalam bukunya Psychology of the Child and the Adolescent, anak berada pada tingkatan bermain kooperatif. Anda bisa membantu anak untuk membina dan menjaga hubungan dengan teman-temannya, dan mengajarinya cara berkerja sama dengan orang lain.

Koleksi Artikel dari Biasawae Community Copyleft  2005 biasawae.com

Jika ia punya masalah dengan teman-temannya, berilah pemahaman mengenai pertemanan yang baik. Jika ia mogok sekolah karena jengkel dengan teman-temannya, tanyakan masalahnya. Mintalah ia untuk berbaikan atau meminta maaf jika salah. Jangan lupa menjelaskan letak kesalahannya. Ini juga berlaku bagi kesalahan yang tak disengaja. Sikap seperti ini harus dicontohkan oleh orang tua. Jika Anda melakukan kesalahan pada anak, Anda juga meminta maaf, sehingga anak terbiasa menghargai perasaan orang lain. Luangkan waktu. Perhatikan waktu Anda bersama anak. Sesibuk apapun Anda, misalnya Anda bekerja, anak butuh dorongan dan sentuhan seorang ibu. Ia belum bisa sepenuhnya dilepaskan, meski sudah bersekolah. Menurut penelitian yang dilakukan Michael Yogman MD, asisten profesor dan dokter anak di Tufts Medical School di Boston, anak membutuhkan sentuhan ibunya secara rutin setiap hari. Sentuhan ini akan membuat anak tenang, percaya diri, dan merasa dilindungi. Anak butuh kehadiran ibu pada saat-saat tertentu. Pelukan atau ciuman sebelum tidur, membacakan cerita, atau bahkan membuat pekerjaan rumah bersama ibu memberikan nuansa rasa yang sulit digantikan orang lain.

Related Documents