Ket.docx

  • Uploaded by: Albukhari Subulussalam
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ket.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,579
  • Pages: 28
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga uterus, Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun,frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%. apabila tidak diatasi atau diberikan penanganan secara tepat dan benar akan membahayakan bagi si penderita.1 Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai Kehamilan Ektopik Terganggu. Sebagian besar kehamilan ektopik terganggu berlokasi di tuba (90%) terutama di ampula dan isthmus. Sangat jarang terjadi di ovarium, rongga abdomen, maupun uterus. Keadaan-keadaan yang memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik adalah penyakit radang panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas, kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi. Gejala yang muncul pada kehamilan ektopik terganggu tergantung lokasi dari implantasi. Dengan adanya implantasi dapat meningkatkan vaskularisasi di tempat tersebut dan berpotensial menimbulkan ruptur organ, terjadi perdarahan masif, infertilitas, dan kematian. Hal ini dapat mengakibatkan meningkatnya angka mortalitas dan morbiditas Ibu jika tidak mendapatkan penanganan secara tepat dan cepat.1,2 Menurut SKDI tahun 2010, proporsi kematian Ibu di Indonesia mencapai 11534 kematian. 50% kematian terjadi di 5 propinsi, 15% kematian terjadi di 14 propinsi. Kematian maternal disebabkan karena perdarahan dan eklampsia. Angka kematian ibu menurun dari 307 per 100.000 KH pada tahun 2002 menjadi 228 per 100.000 KH pada tahun 2007 (SDKI) . Target tahun 2014 adalah 110 per 100.000 KH. 3 Kehamilan ektopik merupakan salah satu kehamilan yang berakhir abortus, dan sekitar 16 % kematian oleh sebab perdarahan dalam kehamilan dilaporkan disebabkan oleh kehamilan ektopik yang pecah. Kehamilan ektopik

1

terjadi apabila hasil konsepsi berimplantasi, tumbuh dan berkembang di luar endometrium normal. Kehamilan ektopik ini merupakan kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) dimana terjadi abortus maupun ruptur tuba. Abortus dan ruptur tuba menimbulkan perdarahan ke dalam kavum abdominalis yang bila cukup banyak dapat menyebabkan hipotensi berat atau syok. Bila tidak atau terlambat mendapat penanganan yang tepat penderita akan meninggal akibat kehilangan darah yang sangat banyak. 2,3

2

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi Histologi 2.1.1 Uterus Uterus berbentuk seperti buah pir yang sedikit gepeng kearah muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga.Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar 5,25 cm dan tebal dinding 1,25 cm. 4 Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi.Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus dan serviks uteri.Fundus uteri adalah bagian proksimal dari uterus, disini kedua tuba falopii masuk ke uterus.Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar, pada kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang.Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri. Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis servisis uteri dan pars supravaginalis servisis uteri. Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis.4 Secara histologis uterus terdiri atas tiga lapisan: 1) Endometrium atau selaput lendir yang melapisi bagian dalam 2) Miometrium, lapisan tebal otot polos 3) Perimetrium, peritoneum yang melapisi dinding sebelah luar. Endometrium terdiri atas sel epitel kubis, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkelok. Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid pada seorang wanita dalam masa reproduksi.Dalam masa haid endometrium sebagian besar dilepaskan kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi dan selanjutnya dalam masa sekretorik.Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah luar berbentuk longitudinal.Diantara lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan ini paling penting pada persalinan karena sesudah plasenta lahir, kontraksi kuat dan menjepit pembuluh darah.Uterus ini sebenarnya mengapung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya untuk terfiksasi dengan baik.4

3

2.1.2 Tuba Falopii Tuba falopii terdiri atas: 1) Pars intersisialis, bagian yang terdapat pada dinding uterus. 2) Pars isthmika, bagian medial tuba yang seluruhnya sempit. 3) Pars ampularis, bagian yang berbentuk saluran agak lebar, tempat konsepsi terjadi. 4) Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai fimbrae. 2.1.3 Fimbrae Fimbrae penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur kemudian disalurkan ke dalam tuba. Bagian luar tuba diliputi oleh peritoneum viseral yang merupakan bagian dari ligamentum latum. Otot dinding tuba terdiri atas (dari luar ke dalam) otot longitudinal dan otot sirkuler. Lebih ke dalam lagi didapatkan selaput yang berlipat-lipat dengan sel-sel yang bersekresi dan bersilia yang khas, berfungsi untuk menyalurkan telur atau hasil konsepsi ke arah kavum uteri dengan arus yang ditimbulkan oleh getaran silia tersebut.4 2.1.4 Ovarium Ovarium kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran panjang sekitar 4 cm, lebar dan tebal kira-kira 1,5 cm. Setiap bulan 1-2 folikel akan keluar yang dalam perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf.4

Gambar 1 Anatomi Uterus

2.2 Kehamilan Ektopik Terganggu 2.2.1 Definisi

4

Kehamilan ektopik adalah kehamilan di mana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus. Kehamilan ektopik dapat terjadi di luar rahim misalnya dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapidapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervik, pars intertistialis atau dalam tanduk rudimeter rahim.2,4 Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm.Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien.2 2.2.2 Etiologi 1. Faktor dalam lumen tuba a. Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu. b. Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini sering disertai gangguan fungsi silia endosalping. c. Operasi plastik dan stenlilasi yang tidak sempurna dapat menjadi sebab lumen tuba menyempit. 2. Faktor pada dinding tuba a. Endometriosis tuba (tuba tertekuk) dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba. b. Divertikel tuba kongenital atau ostium asesorius tubae dapat menahan telur yang dibuahi di tempat itu. 3. Faktor diluar dinding tuba a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan telur. b. Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba. 4. Faktor lain a. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus. Pertumbuhan yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur.

5

b. Fertilisasi in vitro ( pembuahan sel telur dalam kondisi laboratorium, sel telur yang sudah di buahi itu kemudian ditempatkan di dalam rahim wanita). 5. Bekas radang pada tuba 6. Kelainan bawaan tuba 7. Gangguan fisiologik tuba karena pengaruh hormonal 8. Operasi plastik/riwayat pembedahan pada tuba 9. Abortus buatan 10. Riwayat kehamilan ektopik yang lalu 11. Infeksi pasca abortus 12. Apendisitis 13. Infeksi pelvis 14. Alat kontrasepsi , riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian

kemungkinan kehamilan ektopik, pada kasus –kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral atau denagna alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR), rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan intrauterine adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi dibanfingkan dengan pemakaian kondom. Diperkirakan terjadi kehamilan ektopik per 1000 akseptor AKDR setiap tahunnya. Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai insiden yang tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan selagi menjadi akseptor 5 kali lebih tinggi debandingkan dengan insiden biasanya. Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan insiden pada akseptor pil kombinasi.1,2,4 2.2.3

Klasifikasi Klasifikasi

kehamilan

ektopik

berdasarkan

tempat

terjadinya

implantasidari kehamilan ektopik, dapat dibedakan menurut : 1,4 1. Kehamilan tuba adalah kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopi.

Sebagian

besar

kehamilan

ektopik

berlokasi

di

tuba

(95%).Konseptus dapat berimplantasi pada ampulla (55%), isthmus

6

(25%), fimbrial (17%), atau pun pada interstisial (2%) dari tuba. Tuba fallopi mempunyai kemampuan untuk berkembang yang terbatas, sehingga sebagian besar akan pecah (ruptura) pada umur kehamilan 3540 hari. 2. Kehamilan ovarial merupakan bentuk yang jarang (0,5%) dari seluruh kehamilan ektopik dimana sel telur yang dibuahi bernidasi di ovarium.20 Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal. 3. Kehamilan servikal adalah bentuk dari kehamilan ektopik yang jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya telur, serviks mengembang. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu sehingga umumnya hasil konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase.s 4. Kehamilan Abdominal. Kehamilan ini terjadi satu dalam 15.000 kehamilan, atau kurang dari 0,1% dari seluruh kehamilan ektopik. Kehamilan Abdominal ada 2 macam : a. Primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut. b. Sekunder, yaitu pembentukan zigot terjadi ditempat yang lain misalnya di dalam saluran telur atau ovarium yang selanjutnya berpindah ke dalam rongga abdomen oleh karena terlepas dari tempat asalnya. Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba atauovarium ke dalam rongga abdomen Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi, yang lazim ialah bahwa janin mati sebelum tercapai maturitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna. 5. Kehamilan Heterotopik adalah kehamilan ektopik yang dapat terjadi bersama dengan kehamilan intrauterin.23Kehamilan heterotipik ini sangat langka, terjadi satu dalam 17.000-30.000 kehamilan ektopik.20Kehamilan heterotopik dapat di bedakan atas :7

7

a. Kehamilan kombinasi (Combined Ectopik Pregnancy) yaitu kehamilan yang dapat berlangsung dalam waktu yang sama dengan kehamilan intrautrin normal. b. Kehamilan ektopik rangkap (Compound Ectopic Pregnancy) yaitu terjadinya kehamilan intrauterin setelah lebih dahulu terjadi kehmilan ektopik yang telah mati atau pun ruptur dan kehmilan intrauterin yang terjadi kemudian berkembang seperti biasa. 6. Kehamilan interstisial yaitu implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tuba.Kehamilan ini juga disebut sebagai kehamilan kornual (kahamilan intrauteri, tetapi implantasi plasentanya di daerahkornu, yang kaya akan pembuluh darah). Karena lapisan myometrium di sini lebih tebal maka ruptur terjadi lebih lambat kira-kira pada bulan ke 3 atau ke 4. Kehamilan kematian utama dari kehamilan ektopik yang pecah. 7. Kehamilan intraligamenter. Kehamilan intraligamenter berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah. Konseptus yang terjatuh ke dalam ruangan ekstra peritoneal ini apabila lapisan korionnya melekat dengan baik dan memperoleh vaskularisasi di situ fetusnya dapat hidup dan berkembang dan tumbuh membesar. Dengan demikian proses kehamilan ini serupa dengan kehmilan abdominal sekunder karena keduanya berasal dari kehamilan ektopik dalam tuba yang pecah. 8. Kehamilan tubouteina merupakan kehamilan yang semula mengadakan implantasi pada tuba pars interstitialis, kemudian mengadakan ekstensi secara perlahan-lahan ke dalam kavum uteri. 9. Kehamilan tuboabdominal berasal dari tuba, dimana zigot yang semula megadakan implantasi di sekitar bagian fimbriae tuba, secara beangsur mengadakan ekstensi ke kavum peritoneal. 10. Kehamilan tuboovarial digunakan bila kantung janin sebagian melekat pada tuba dan sebagian pada jaringan ovarium.

8

Gambar 2 tempat terjadinya kehamilan ektopik 2.2.4. Patofisiologi Beberapa hal dibawah ini ada hubungannya dengan terjadinya kehamilan ektopik: A. Pengaruh faktor mekanik Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi non-ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol, salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen tuba yang menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan perlengketan intra- maupun ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor mekanik lain adalah pernah menderita kehamilan ektopik, pernah mengalami operasi pada saluran telur seperti rekanalisasi atau tubektomi parsial, induksi abortus berulang, tumor yang mengganggu keutuhan saluran telur. 1 B. Pengaruh faktor fungsional Faktor fungsional yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor hormonal. Dalam hal ini gerakan peristalsis tuba menjadi lamban, sehingga implantasi zigot terjadi sebelum zigot mencapai kavum uteri. Gangguan motilitas tuba dapat disebabkan oleh perobahan keseimbangan kadar estrogen dan progesteron serum. Dalam hal ini terjadi perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik yang terdapat dalam utrus dan otot polos dari saluran telur. Ini berlaku untuk kehamilan ektopik yang terjadi pada akseptor kontrasepsi oral yang

9

mengandung hanya progestagen saja, setelah memakai estrogen dosis tinggi pascaovulasi untuk mencegah kehamilan. Merokok pada waktu terjadi konsepsi dilaporkan meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang diperkirakan sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor adrenergik dalam tuba. 1 C. Kegagalan kontrasepsi Sebenarnya insiden sesungguhnya kehamilan ektopik berkurang karena kontrasepsi sendiri mengurangi insidensi kehamilan. Akan tetapi dikalangan para akseptor bisa terjadi kenaikan insiden kehamilan ektopik apabila terjadi kegagalan pada teknik sterilisasi. Alat kontrasepsi dalam rahim selama ini dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik. Namun ternyata hanya AKDR yang mengandung progesteron yang meningkatkan frekuensi kehamilan ektopik. AKDR tanpa progesteron tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tetapi bila terjadi kehamilan pada wanita yang menggunakan AKDR, besar kemungkinan kehamilan tersebut adalah kehamilan ektopik. 1 D. Peningkatan afinitas mukosa tuba Dalam hal ini terdapat elemen endometrium ektopik yang berdaya meningkatkan implantasi pada tuba. 1 E. Pengaruh proses bayi tabung Beberapa kejadian kehamilan ektopik dilaporkan terjadi pada proses kehamilan yang terjadi dengan bantuan teknik-teknik reproduksi (assisted reproduction).

Kehamilan

tuba

dilaporkan

terjadi

pada

GIFT

(gamete

intrafallopian transfer), IVF (in vitro fertilization), ovum transfer, dan induksi ovulasi. Induksi ovulasi dengan human pituitary hormone dan hCG dapat menyebabkan kehamilan ektopik bila pada waktu ovulasi terjadi peningkatan pengeluaran estrogen urin melebihi 200 mg sehari.1 2.2.4

Gambaran Klinik

Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya. Tanda dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada rupture atau tidaknya kehamiilan tersebut. Trias klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan pervaginam abnormal, amenore.Adapun gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain: a. Nyeri.

10

Keluhan yang paling sering ditemukan oleh pasien kehamilan ektopik terganggu adalah nyeri pelvis dan abdomen (95%). Gejala yang timbul berkaitan dengan apakah kehamilan ektopik tersebut telah mengalami rupture. Nyeri tekan abdomen dan pelvis. Pada ruptur, nyeri dapat terjadi didaerah abdomen manapun. Nyeri dad pleuritik dapat terjadi akibat iritasi diafragma yang disebabkan oleh perdarahan.

1,6

Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahanyang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi. b. Amenore Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.1,6 c. Spotting atau perdarahan vaginal Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanyasedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus. 1,6 d. Perubahan Uterus Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong kesalah satu sisi masa ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan diekskresikan oleh sebagian kecil pasien, kira-kira 5% atau 10% pasien. Ekskresi uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri.1,6

11

e. Nyeri tekan abdomen dan pelvis Nyeri tekan hebat pada pemeriksaan abdomen dan pervaginam. Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisardari diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastis.1 f. Tekanan darah, denyut nadi, Suhu Sebelum rupture tanda-tanda vital umumnya normal. Respon dini terhadap perdarahan sedang dapat berkisar dari tanpa perubahan tanda vital hingga sedikit peningkatan tekanan darah , atau respon vasovagal disertai bradikardi dan hipotensi. Tekanan darah akan turun dan denyut nadi meningkat hanya jika perdarahan berlanjut dan hipovoleminya menjadi nyata. Setelah perdarahan akut suhu dapat normal atau rendah . suhu dapat mencapai 38o, tetapi suhu yang lebih tinggi jarang bila tidak ada infeksi.1,6 g. Massa Pelvis Pada pemeriksaan bimanual , massa pelvis dapat diraba pada sekitar 20 persen wanita. Ukurannya berkisar antara 5s ampai 15 dan massa seperti ini sering kali lunak dan elastic. Bila infiltrasi darah kedalam dinding tuba luas, massanya mungkin keras . massa ini hampir selalu terletak di posterior atau lateral dari uterus.1

2.2.5

Diagnosis Gejala-gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga

penegakan diagnosis kadang-kadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasus-kasus kehamilan ektopik yang belum mengalami rupture pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis. Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk membantu mendiagnosa kehamilan ektopik: 1. HCG-B Pengukuran subunit beta dari HCG-B ( Human Chorionic GonadotropinBeta)

merupakan

tes

laboratorium

terpenting

dalam

diagnosis.

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan intrauterine dengan kehamilan ektopik.1,4 2. Kuldosintesis

12

Tindakan kuldosintesis atau punksi kavum Douglas. Adanya darah yang berwarna hitam biarpun sedikit, membuktikan adanya darah di kavum Douglas.2,4 3. Dilatasi dan kuretase Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus. 4. Laparoskopi Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir apabila hasil- hasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik terganggu meragukan . 5. Ultrasonografi Keunggulan cara pemeriksaan ini dibandingkan laparoskopi ialah tidak invasif, artinya tidak perlu memasukkan alat dalam rongga perut. Dengan USG dapat dinilai kavum uteri , kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan. 6. Tes Oksitosin Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, diluar uterus dapat diraba suatu massa.2,4 7. Foto Roentgen Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknnya dan berada dalam letak paksa. Pada foto lateral tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu.2,4 8. Histerosalpingografi Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa, dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis KET sudah dipastikan dengan USG dan MRI.2,4

2.2.6. Diagnosis banding 1. Infeksi Pelvik 2. Abortus

13

3. Tumor ovarium 4. Appendisitis1,2,4 2.2.7. Penatalaksanaan A. Pembedahan Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba. Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya. Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1.salpingotomi linier, atau 2. Reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.8,9,10 a. Salpingotomi linier Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan pada kehamilan ektopik yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Insis kemudian diperlebar melalui dinding antimesenterika hingga memasuki kedalam lumen dari tuba yang meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan hati-hati dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hatihati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep dapat digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada mukosa. Setiap sisa trofoblas yang harus dibersihkan dengan melakukan irigasi padalumen dengan menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa.1,9,10

14

Hemostasis yang komplet pada mukosa tuba harus dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini dapat menyebabkan perdarahan post operasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga diperhatikan bahwa jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada permukaan mukosa, karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi

peradangan

sekunder

yamg

diikuti

dengan

terjadinya

perlengketan.1,9,10 b. Reseksi Segmental Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai satu alternative dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan mengangkat bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan kehamilan tuba yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan menggunakan loupe magnification atau mikroskop. Penting sekali jagan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yag sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe. Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0 dan lapisan serosa ditunjang dengan jahitan terputus tambahan. 9,10 c. Salpingektomi Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami rupture, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus diatasi. Hemoperitoneum yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisi kardiopulmonal yang serius. Insisi suprapubik pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly

15

sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada miometrium didaerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke miometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang intrauteri digunakan untuk menutup miometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplet sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.1,2,,10 d. Salpingoorektomi Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar dipisahkan sehingga terpaksa dilakukan salpingoorektomi.9,10 B. Medikamentosa Terapi medisinalis

yang utama pada kehamilan ektopik adalah

methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi kerjaenzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan proliferasi trofoblas.9 Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik (IV, IM) atau injeksi lokal dengan panduan USG atau laparoskopi. Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid ( leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim Dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut.9 Regimen yang saat ini dipakai adalah dengan pemberian dosis tunggal MTX 50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin golongan darah. Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat diandingkan hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, mak diberikan MTX 50

16

mg/m2 kedua. Selain dosis tunggal dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/KgBB. 1,9

BAB III STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

I.

Nama

: USS

Umur

: 30 tahun

No. CM

: 0971173

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Lampaseh Kreung

Agama

: Islam

Status

: Kawin

Pekerjaan

: Wiraswasta

Tanggal Masuk

: 23 April 2015

Tanggal Pemeriksaan

: 24 April 2015

ANAMNESIS a. Keluhan Utama

: Nyeri perut

b. Riwayat Penyakit Sekarang

:

Pasien datang ke RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 23 April 2014 dengan keluhan nyeri perut 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus. Pasien tidak

mengetahui

bahwa

dirinya

hamil.

Sebelumnya

pasien

menggunakan alat kontrasepsi IUD dan baru dilepas satu bulan yang lalu. Pasien mengaku tidak ada gangguan haid. Pasien mengaku pernah keluar flek darah dan pasien juga mengeluh lemas. c. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien menyatakan belum pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya d. Riwayat Penyakit Keluarga

17

Tidak terdapat keluarga yang mengalami keluhan yang sama e. Riwayat Pemakaian Obat -

f. Riwayat Menstruasi 

Menarche usia 12 tahun



Lama haid 7 hari dengan 2-3x ganti pembalut perhari



HPHT: pasien lupa



TP:

g. Riwayat Perkawinan Perkawinan pertama, menikah umur 20 tahun, dan lama menikah 10 tahun h. Riwayat Obstetrik 1.Perempuan, 8 tahun, 3000 gr, aterm, normal, bidan, 2.Perempuan, 4 tahun, 3200 gr, aterm, normal, bidan 3.Sekarang i. Riwayat Kontrasepsi IUD 3 tahun.

II.

PEMERIKSAAN FISIK a. Status Present Keadaan Umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Tekanan Darah

: 90/70 mmHg

Nadi (HR)

: 110 x/menit

Frekuensi Nafas

: 23x/menit

Temperatur

: 36,8º C

b. Status General Kulit Warna

: Sawo matang

Turgor

: Kembali cepat

Ikterus

: (-)

18

Pucat

: (-)

Sianosis

: (-)

Oedema

: (-)

Kepala Bentuk

: Kesan Normocephali

Rambut

: Berwarna hitam, sukar dicabut

Mata

: Cekung (-), refleks cahaya (+/+), konj. Palp inf pucat (+/+), sklera ikterik (-/-)

Telinga

: Sekret (-/-), perdarahan (-/-)

Hidung

: Sekret (-/-), perdarahan (-/-), NCH (-/-)

Mulut Bibir

: Pucat (-), Sianosis (-)

Gigi geligi

: Karies (-)

Lidah

: Beslag (-), Tremor (-)

Mukosa

: Basah (+)

Tenggorokan

: Tonsil dalam batas normal

Faring

: Hiperemis (-)

Leher Bentuk

: Kesan simetris

Kel. Getah Bening

: Kesan simetris, Pembesaran KGB (-)

Peningkatan TVJ

: R-2 cmH2O

Axilla

: Pembesaran KGB (-)

Thorax 1. Thoraks depan a) Inspeksi Bentuk dan Gerak

: Normochest, pergerakan simetris.

Tipe pernafasan

: Abdominal-torakal

Retraksi

: (-)

b) Palpasi Stem premitus Lap. Paru atas Lap. Paru tengah

Paru kanan Normal Normal

Paru kiri Normal Normal

19

Lap. Paru bawah c) Perkusi

Normal

Normal

Paru kanan Sonor Sonor Sonor

Paru kiri Sonor Sonor Sonor

Suara pokok Lap. Paru atas Lap.Paru tengah Lap.Paru bawah

Paru kanan Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Paru kiri Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Suara tambahan Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap. Paru bawah

Paru kanan Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-)

Paru kiri Rh(-) , Wh(-) Rh(-), Wh(-) Rh(-), Wh(-)

Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap.Paru bawah d) Auskultasi

2. Thoraks Belakang a) Inspeksi Bentuk dan Gerak

: Normochest, pergerakan simetris.

Tipe pernafasan

: Thorako-abdominal

Retraksi

: interkostal (-)

b) Palpasi Stem Fremitus Lap. Paru Atas Lap. Paru Tengah Lap. Paru Bawah c) Perkusi Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap.Paru bawah d) Auskultasi Suara pokok Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap. Paru bawah

Paru kanan Normal Normal Normal

Paru kiri Normal Normal Normal

Paru kanan Sonor Sonor Sonor

Paru kiri Sonor Sonor Sonor

Paru kanan Vesikuler Vesikuler Vesikuler

Paru kiri Vesikuler Vesikuler Vesikuler

20

Suara tambahan Lap. Paru atas Lap. Paru tengah Lap. Paru bawah

Paru kanan Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-) Rh(-) , Wh(-)

Paru kiri Rh(-),Wh(-) Rh(-), Wh(-) Rh(-), Wh(-)

Jantung -

Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

-

Palpasi

: Ictus

cordis

teraba

ICS

V

linea

midclavicula sinistra -

Perkusi

: Batas atas

: ICS III LMCS

Batas kanan : ICS V Linea parasternalis dextra Batas Kiri

: ICS V, 2 cm ke arah lateral

linea midclavicula sinistra -

Auskultasi

: BJ I > BJ II, reguler, bising (-)

Abdomen -

Inspeksi

: Kesan simetris, distensi (-)

-

Palpasi

: Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-), Hati, limpa dan ginjal tidak teraba

-

Perkusi

: Timpani (+), asites (-)

-

Auskultasi

: Peristaltik usus (+) normal.

Genetalia

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas

: Superior

Ekstremitas

Inferior

Sianotik

Kanan -

Kiri -

Kanan -

Kiri -

Edema

-

-

-

-

Ikterik

-

-

-

-

Aktif

Aktif

Aktif

Aktif

Tonus otot

Normotonus

Normotonus

Normotonus

Normotonus

Sensibilitas

N

N

N

N

Gerakan

21

Atrofi otot

-

-

-

-

C. Status Obsterik : Leopold tidak dilakukan D. Status Ginekologi Inspeksi:v/u tenang VT: portio kenyal, nyeri goyang portio (+), pembukaan tidak ada,forniks posterior agak menonjol.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG 

Pemeriksaan Laboratorium

Tanggal 23 April 2015 Darah Rutin Jenis pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan

Nilai Rujukan

7,3 gr/dl

14 - 17 gr/dl

Eritrosit

3,1 106/mm3

4,7-6,1. 106/mm3

Leukosit

19,7.103/ul

4,5-10,5.103/ul

Trombosit

365.103 /ul

150-400.103/ul

Hematokrit

23%

45-55%

137 mg/dl

<200 mg/dl

Hasil Pemeriksaan

Nilai Rujukan

29 mg/dl

13-43 mm/dl

0,73 mg/dl

0,67-1,17 mg/dl

Hasil Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Na

138

135-145 mmol/L

K

4,0

3,5-4,5 mmol/L

Cl

100

90-110 mmol/L

Haemoglobin

KGDS Fungsi Ginjal Jenis pemeriksaan Ureum Creatinin Elektrolit Jenis pemeriksaan

Tanggal 24 April 2015

22

Darah Rutin Jenis pemeriksaan

Hasil Pemeriksaan

Nilai Rujukan

8,1 gr/dl

14 - 17 gr/dl

Eritrosit

3,1 106/mm3

4,7-6,1. 106/mm3

Leukosit

14,0.103/ul

4,5-10,5.103/ul

Trombosit

205.103 /ul

150-400.103/ul

Hematokrit

25%

45-55%

137 mg/dl

<200 mg/dl

Haemoglobin

KGDS 

F.

Hasil USG: - Uterus AF - Tampak hemoperitoneum - Kehamilan GS ukuran 8x3 cm tanpa fetal eco RESUME

Pasien datang ke RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 23 April 2014 dengan keluhan nyeri perut 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus. Pasien tidak mengetahui bahwa dirinya hamil. Sebelumnya pasien menggunakan alat kontrasepsi IUD dan baru dilepas satu bulan yang lalu. pasien juga mengeluh lemas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya Inspeksi:v/u tenang, VT: portio kenyal, nyeri goyang portio (+), pembukaan tidak ada,forniks posterior agak menonjol. G.

DIAGNOSIS KERJA 1. Hemoperitoneum ec. KET pada G4P2 Hamil 3-4 minggu

H.

DIAGNOSIS BANDING 1. Infeksi Pelvik 2. Abortus 3. Tumor ovarium 4. Appendisitis

I.

PENATALAKSANAAN -

Laparatomi

23

-

Salpingektomi tuba kiri Laporan Operasi



Pasien dalam spinal anestesi



Asepsis dan antisepsis



Dilakukan insisi pfanenstiel



Setelah perineum dibuka, tampak darah dan bekuan darah di subhepatik dan peritonium



Uterus dideidentifikasi



Tuba kanan dan ovarium kanan normal



Ovarium kiri normal



Pars ampula tuba kiri ruptur, tampak perdarahan aktif, diklem dan di jahit



Setelah dipastikan perdarahan berhenti maka dinding abdomen ditutup lapis demi lapis

 J.

Perdarahan sebanyak 300 cc, urine 200 cc. PROGNOSIS Quo ad Vitam

: dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam Quo ad Functionam

: dubia ad malam

24

BAB IV ANALISA KASUS Dari hasil anamnesa pasien keluhan nyeri perut 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus. Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen, atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada perdarahanyang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi. Pasien mengaku tidak ada gangguan haid. Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Namun sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Pasien juga mengeluh adanya keluar flek darah beberapa hari sebelum masuk RS. Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanyasedikit, berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus. Pasien mengaku menggunakan alat kontrasepsi IUD selama 3 tahun, dan baru dibuka sejak 1 bulan yang lalu. menurut teori pemakaian IUD merupakan salah satu faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik terganggu. Sebenarnya insiden sesungguhnya

kehamilan

ektopik

berkurang

karena

kontrasepsi

sendiri

mengurangi insidensi kehamilan. Akan tetapi dikalangan para akseptor bisa terjadi kenaikan insiden kehamilan ektopik apabila terjadi kegagalan pada teknik sterilisasi. Alat kontrasepsi dalam rahim selama ini dianggap sebagai penyebab kehamilan ektopik. Namun ternyata hanya AKDR yang mengandung progesteron

25

yang meningkatkan frekuensi kehamilan ektopik. AKDR tanpa progesteron tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik, tetapi bila terjadi kehamilan pada wanita yang menggunakan AKDR, besar kemungkinan kehamilan tersebut adalah kehamilan ektopik. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan penurunan tekanan darah dan peningkatan denyut nadi serta frekuensi pernafasan. Sedangkan suhu masih dalam batas normal. Sebelum rupture, tanda-tanda vital umumnya normal. Respon dini terhadap perdarahan sedang dapat berkisar dari tanpa perubahan tanda vital hingga sedikit peningkatan tekanan darah , atau respon vasovagal disertai bradikardi dan hipotensi. Tekanan darah akan turun dan denyut nadi meningkat hanya jika perdarahan berlanjut dan hipovoleminya menjadi nyata. Setelah perdarahan akut suhu dapat normal atau rendah . suhu dapat mencapai 38 o, tetapi suhu yang lebih tinggi jarang bila tidak ada infeksi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya portio kenyal, nyeri goyang portio (+), pembukaan tidak ada,forniks posterior agak menonjol. Menurut teori Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisardari diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastis.19 Untuk menegakkan diagnose selain dilihat dari gejala klinis juga dibutuhkan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada pasien ini dilakukan pemriksaan USG dengan hasil ditemukan adanya hemoperitoneum dan Kehamilan GS ukuran 8x3 cm tanpa fetal eco. Menurut teori USG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dianjurkan dalam menegakkan diagnose kehamilan ektopik. Setelah didiagnosa sebagai kehamilan ektopik terganggu, pada pasien ini dilakukan tindakan laparatomi dan salpingektomi. Salpingektomi total diperlukan apabila

satu

kehamilan

tuba

mengalami

rupture,

karena

perdarahan

intraabdominal akan terjadi dan harus diatasi. Hemoperitoneum yang luas akan menempatkan pasien pada keadaan krisi kardiopulmonal yang serius. Insisi suprapubik pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada miometrium didaerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke miometrium. Jahitan

26

matras angka delapan dengan benang intrauteri digunakan untuk menutup miometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplet sangat penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.

27

DAFTAR PUSTAKA 1. Cunningham, F.G Leveno, KJ,et al. Ectopic pregnancy in William’s Obstetry 23nd Edition. Philadelpia: Mc-Graw-Hill. 2014. 2. Prawirohardjo, S. Kehamilan Ektopik dalam ilmu kebidanan. Jakarta Pusat: Yayasan Bina Pustaka.2009. 3. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Jakarta. 4. Rachimhaddhi T. kehamilan Ektopik. Dalam: Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta: Yayasan bina Pustaka. 2002. 5. Seeber, B.E Barnhart, K.T Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert Series in Obstetric and Gynecology. Vol 107 No.2. American College of Obstetricians and Gynecologist.2006. 6. Turhan, N.O, Inegool, I seckin, N.C A three- year Audit of the Management of Ectopic Pregnancy in J Turkish German Gynecol Assoc Vol 5. Ankara: Fatih University of Ankara. 2004. 7. Eeden, S. Ectopic Pregnancy Rate and Treatment Utilization in a Large Managed Care Organization. California. Jurnal Obstetrics and Gynecology, vol 105, hal 1052-1057.2005. 8. 10. Bakken, I.J. Time trends in ectopic pregnancies in Norwegian County a population based study. Human Reproduction, Vol 21, No 12.2006. 9. Saint-louis, H. Management of Ectopic pregnancies. 2005. 10.

Schwartz, S.I. et al. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah.

Jakarta: EGC.2000.

28

More Documents from "Albukhari Subulussalam"

Epiglotitis.docx
December 2019 6
Miopia Ods .doc
December 2019 14
Ket.docx
December 2019 6