KESETARAAN SEBUAH ALTERNATIF MENUJU KESEJAHTERAAN Oleh Charles Mazmur Sibuea Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Angkatan 2007 FISIP UNPAD Bangsa Indonesia kini tengah merindukan seorang pemimpin. Pesimisme adanya setitik harapan akan terjadinya sebuah perubahan yang lebih transformatif kini menyelimuti bangsa yang terdiri dari kurang lebih 397 suku bangsa ini akibat “terpaan badai” krisis multidimensi yang telah membombardir hampir seluruh sendi kehidupan masyarakat. Nampaknya, negeri ini sangat menantikan pemimpin yang berorientasi memimpin. Pada umumnya pemimpin ialah laki-laki (patriarkhis). Akan tetapi, kemajuan zaman menyebabkan pergeseran budaya patriarkhis tersebut. Akibatnya, terjadi dinamika paradigma kepemimpinan ke arah pertimbangan core competence (yang dapat berdaya saing di pasar global sehingga membuka kesempatan bagi perempuan.bagi kaum perempuan untuk menjadi seorang pemimpin. Gaya kepemimpinan perempuan identik dengan kepemimpinan laki-laki. Perbedaan potensi kepemimpinan diantara keduanya semata-mata terbentuk dari stereotipe negatif yang lahir dari latar belakang Sosial dan Budaya, pembangunan suatu negara serta pemahaman masyarakat terhadap kesetaraan gender. Three in one policy sangat relevan di masa demokratisasi. Karena suatu kebijakan dimana apabila terdapat tiga caleg laki-laki yang menang dalam Pemilu Legislatif maka satu dari caleg laki-laki yang memperoleh suara terendah harus memberikan kursinya kepada caleg yang bergender perempuan ini merupakan realisasi dari salah satu soko guru demokrasi. Adanya jaminan bagi kaum minoritas ini diatur jelas didalam konstitusi, yaitu pada Pasal 28 H Ayat 2 UUD 1945 dimana setiap warga negara sama kedudukannya didepan hukum. Three in One Policy nampaknya menjadi stimulus yang solutif di Negara Dunia Ketiga dewasa ini. Akibat dari ketidakberdayaan 61 orang jumlah anggota dewan yang bergender perempuan serta Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi, sebagai bentuk totalitarisme Negara lewat hukum positif yang ingin mengatur suara hati dan virtus (keutamaan pribadi) warganya, menyelesaikan permasalahan kekerasan dan perdagangan manusia yang berbasis gender. Kepemimpinan perempuan telah terbukti efektif di era globalisasi ini. Meskipun memiliki biologis yang berbeda, sejumlah kaum hawa di negeri ini telah menerapkan kepemimpinan yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh sebuah lembaga survei yang melakukan penelitian ke beberapa ibu rumah tangga. Pada penelitian tersebut, ternyata sebagian besar ibu-ibu rumah tangga menyubtitusikan produk konsumsi bulanannya dari kemasan besar ke kemasan yang lebih kecil. Di satu sisi lainnya, umumnya anggota legislatif yang bergender laki-laki identik dengan stigma “hidung belang”, dibuktikan dari banyaknya kasus perselingkuhan yang menyeret reputasi jabatan publik tersebut. Baik dengan kalangan artis dan perempuan penggoda, maupun dengan staf-staf bawahannya. Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa kepemimpinan perempuan dapat coba diterapkan di negeri ini. Besar harapan rakyat bangsa ini agar periode demokrasi menjadi
sebuah waktu untuk menjawab kegelisahan hati kita bersama agar dapat melahirkan Margaret Thatcher, Indira Gandhi dan Benazir Bhutto bagi negara ini sehingga mampu mengakhiri masa kegelapan kepemimpinan dan mampu membawa negeri ini menuju Indonesia yang kita cita-citakan bersama. Tentunya dengan terpenuhinya jumlah anggota legislatif yang dikuotakan (sekitar 168 orang). Seperti yang pernah dilontarkan oleh pemersatu bangsa ini, Ir.Soekarno, lewat penganalogiannya bahwa “Laki-laki dan Perempuan ialah bak kedua belah sisi sayap dari seekor burung”. Dan pastinya penerapan konsep kesetaraan merupakan solusi konkrit yang dapat digunakan menjadi sebuah alternatif menuju kesejahteraan Merdeka… dan Tuhan Yesus Kristus Memberkati.