Kenangan Yang Tersisa

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kenangan Yang Tersisa as PDF for free.

More details

  • Words: 5,668
  • Pages: 19
BAGIAN

TROTOAR GANK

ini nih, kalau Coki udah ketemuan sama teman seganknya dikampung. Rame dan heboh! Bikin tetangga ketar ketir. Pasti nanti malam ada ayam yang hilang deh? Maksudnya bukan Coki Cs yang nyolong. Mereka cuma bikin budeg kuping tetangga semalam suntuk, dengan îKonser Musik Rockî yang mereka adakan di pos ronda. Banyak ABG yang suka ngumpul untuk menonton aksi mereka. Pada saat seperti itu, ada yang memanfaatkan situasi ini, untuk melakukan perbuatan merugikan kepentingan umum. Nyolong ayam salah satunya. Coki dan teman seganknya udah temenan sejak masih SMP. Tapi pertama kali pertemenan mereka ya.., gitu-gitu aja. Nggak ada yang istimewa. Hobi bermusiklah yang bikin mereka merasa cocok satu sama lain. Tiap ada acara hajatan dikampung, acara perpisahan disekolah, bahkan dipos ronda, mereka kompak ngejam bareng. Akhirnya mereka sepakat membentuk band yang diberi nama Trotoar Gank. Asalnya sih dari kebiasaan mereka nyanyi dipos ronda pinggir jalan yang ada trotoarnya. Mau dikasih nama Pos Ronda Gank jelas nggak mungkin kan? Maka diputuskan memakai nama Trotoar. O.. ya, Trotoar Gank terdiri dari Radian, pemegang Lead Guitar, Defri Bule( Padahal kulitnya item he..he..), pegang Rhytm, Pinkan, si pencabik Bass, dan Selo, sang Drummer. Sementara Coki bisanya cuma pegang krecek-krecek doang, he...he... Modal Coki cuma tongkrongan suaranya yang ngerock abiss. Kalo disuruh baca not balok, atau main gitar, ampun deh! Suasana dimarkas Trotoar( Markas gank kita itu dulunya bekas gudang pupuk ) sepi saat Coki kesana. Pintunya masih terkunci. Tampaknya belum ada yang pada datang. Semenjak Coki kuliah, mereka jarang bersama. Paling mereka ketemuan pas Coki libur semesteran. Coki duduk-duduk dikursi panjang depan beranda markas. Dipandangnya keadaan sekeliling. Dihalaman banyak daun-daun berguguran. Sampai akhirnya matanya tertumbuk pada selembar kertas yang digeletakkan disampingnya. Diambilnya kertas itu, lalu dibacanya. Tampaknya seperti selebaran pengumuman. Dibacanya selebaran itu. Coki mengangguk-anggukan kepalanya. Sekarang dia tahu kemana teman-temannya pergi. ****

Batas pendaftaran menjadi peserta dalam Festival Musik Rock seTanjung Enim tinggal seminggu lagi. Kawan kita di Trotoar Gank pada bingung galunggung. Soalnya mereka nggak ada fulus buat pendaftaran. Biayanya 100 ribu per grup. îEh, kalian jangan ngeliatin gue kayak gitu deh! Kemarin duit gue habis bikin makalah. Jadi saat ini gue lagi bokekî, Coki mengangkat tangannya saat temannya meminta solusi instan, disaat darurat seperti ini. îTerus gimana dong? Masa kita nggak ikut sih?î, muka Defri kayak ditekuk sembilan. Semua diam. Setelah beberapa lama, Coki dapat ide. îBegini, gimana kalau seminggu ini kita ngamen? Kereta api jurusan Palembang- Muara Enim- Lubuk Linggau tiap harinya lumayan rame. Mangkal deh kita disanaî, usul Coki. îLha, gimana kalo uang hasil ngamennya nggak cukup?î, tanya Pinkan. îItu kita pikirkan nanti deh! Sekarang kalian setuju nggak?î, tanya Coki. Usul yang menarik. îYong Kru, men. Setuju banget!î Jadi deh besoknya mereka ngamen. Mereka pilih gerbong kelas ekonomi, karena disini nih gudangnya manusia pada tumplek plek. Jadi duit yang didapat lebih banyak, dibanding kelas-kelas lainnya. Hari pertama berjalan lancar. Mereka sukses meraup duit 30 ribu. Lumayan buat pengamen pemula. Soalnya penampilan mereka cool abis sih, nggak kayak lainnya yang rata-rata dekil en the kumel. Banyak cewekócewek yang terpesona. Mereka disangka artis yang nyaru jadi pengamen dalam sebuah acara variety show. Jadi deh acara ngamen jadi ajang minta tanda tangan en foto bareng. Fulus juga dong. Hari keempat, masalah muncul. Pengamen lain yang udah bulukan dikereta api kelas ekonomi ini, nggak suka akan kehadiran Trotoar Gank yang merebut lahan mereka. îLoe- loe pada, mending jangan ngamen disini deh!î, kata seorang pengamen berambut gondrong, dan badannya tatoan. îLho, emangnya kenapa, bang?î, tanya Pinkan tak mengerti. îEh, pake nanya lagi! Kalian bego apa telmi sih? Disini ini tempat gue biasa mangkal. Eh, nggak pake acara permisi, loe maen selonong aja ngamen disini. Ngerebut lahan gue! Udah, daripada loe abis mending pada cabut deh!î, bentak pengamen ini melotot. Mukanya nyeremin banget! Hiyy!! Coki cs pada keder. Selo aja yang sama-sama berambut gondrong ikut-ikutan syeerem. ìTapi kita mau ngamen kemana lagi, bang?î îTerserah loe! Mau kekelas bisnis, kelas eksekutif kek, terserah loe. Asal jangan kelas ekonomi. Itu daerah gue. Ngerti?î, tegas pengamen tersebut. îNgertiii baang!!î, suara para personil Trotoar Gank terdengar kompak banget. Mereka pun berlalu. îEit! Tunggu dulu!î Waduh! Ada apa lagi? Coki cs pada keringat dingin waktu si Gondrong tersebut memanggil mereka lagi. Jangan-jangan...

îSatu lagi! Jangan sekali-kali loe-loe pada panggil gue abang. Gue bukan tukang bakso, tukang becak, apalagi Gubernur Jakarta! Gue juga bukan abang loe! Gue si Agus Tato. Yang punya gerbong ini. Ngerti nggak loe?î, kata si Gondrong sambil ngeloyor. Eh, kirain mau apa? Ternyata ... Coki en gank sampe lemes. Tapi hubungannya dengan Gubernur Jakarta apa ya? Mungkin aja dia sodaraan dengan tukang minyak tanah keliling kali! Kan sama-sama kenceng suaranya kalo tereak. Eh, kok jadi ngelantur sih? Ternyata kejadian ini membawa blessing of disquieting bagi Coki cs. Penumpang dikelas bisnis, apalagi eksekutif memang tak serame kelas ekonomi. Tak dinyana, hari keenam digerbong paling elit ini, ada 2 turis Amerika yang pingin berwisata sambil naik kereta. Kemujuran buat kawan kita ini. Soalnya ini hari terakhir pendaftaran, sementara doku yang terkumpul belum mencukupi. Mereka terkesan dengan atraksi musik Trotoar Gank yang ciamik. Sebagai balasannya, masing-masing memberi 10 Dollar kepada mereka. Berarti, duit yang mereka dapat lebih dari cukup buat pendaftaran. Horee!!! Mungkin sisanya bisa dipake buat moles penampilan biar tambah oke. Eh, ngomongngomong Dollar itu kalau di Rupiahin berapa duit ya? Buru-buru deh para Trotoar Gank langsung ke Radio Buana, tempat pendaftaran berlangsung. Soalnya sebentar lagi mau tutup. Disana udah banyak band-band lain yang ikutan daftar. Penampilan mereka itu bro, mencerminkan indentitas mereka sebagai anak metal. Celana jeans sobek dengan sepatu kulit, pake kalung rantai( Malah ada yang pake kalung anjing, he..he..), en tentunya pake piercing baik itu di idung, alis mata, maupun di udel. Piss pokoknya men! Begitu selesai daftar, Trotoar Gank langsung cabut. Mereka mau latihan. Panitia bengong waktu menerima uang pendaftaran dari Coki cs. Soalnya mereka bayar pake DOLLAR!?! îSorry, mas. Kami nggak sempet nukerin ke bank. Waktunya mepet. Mas sendiri aja, ya?î ?!?! ? **** îCoki, Radi, Pinkan, Defri, Selo! Lihat nih siapa yang datang!î, kata Mas Priyo, perawat yang ngontrak disebelah markas Trotoar Gank. îSiapa mas?î, Radi melongokkan kepalanya keluar pintu. Mata Radi langsung cerah melihat siapa tamu mereka. Cewek men! Nggak suma satu, tapi enam orang. Oke-oke lagi! Mereka datang bersama Mas Priyo. Kayaknya sih cewek-cewek ini satu profesi dengan Mas Priyo yang perawat. Soalnya mereka datang pake baju putih-putih. Habis pulang kerja mungkin langung kemari. îMereka ini anak-anak dari Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Muara Enim. Mereka ngefans banget sama kalian. O.. ya, perkenalkan. Yang berjilbab ini namanya Reni, yang hitam manis ini namanya Martina, yang ada lesung pipit

itu Irma, yang berambut panjang Anis, yang pake kacamata Trimei, sedangkan yang tinggi itu, kayak tiang listrik, namanya Indriî, kata Mas Pri. Mereka pun kenalan. îO, ya darimana kalian tahu mengenai band kita ini. Pasti dari Mas Pri, ya? Soalnya dia yang akan jadi manajer kitaî, Radi membuka obrolan. Matanya tak lepas-lepasnya melirik Indri. Kayaknya dia tertarik dengan cewek tinggi tersebut. îO, bukan. Ehm... maksudnya, memang Mas Pri cerita tentang kalian. Tapi kami pertama kali lihat kalian, waktu dikereta api. Tepatnya sih, Martina dan Reni yang tahu. Waktu itu mereka mau pulang ke Lubuk Linggau. Mereka suka lihat gaya kamu semua. Lalu cerita-cerita deh sama kita-kita, waktu pas jaga dirumah sakit. Kita jadinya tertarik pingin kenalan. Eh, kebeneran Mas Pri denger, dan dia ngaku kenal kalian. Makanya kami minta Mas Pri untuk ketemuan sama kamu semuaî, jelas Trimei. îTepatnya memaksaî, potong Mas Priyo. Cewek- cewek ketawa. îO, ya. Denger-denger kalian ikut festival, ya? Kalau nggak salah hari Minggu kan? Aduh, sayang kami lagi piket pagi dirumah sakit. Jadi nggak bisa nontonî, kata Indri dengan penuh sesal. îEh, bisa lagi Ndri? Kitakan libur hari Minggu?î, ralat Trimei. îO.. iya! Kenapa sampai lupa sih? Ya, ya, kami pasti bisa nonton kok pas kalian manggung!î, janji Indri. îTerima kasih kalau begitu. Wah, kami jadi semangat untuk ikut lombaî, kata Radi. **** Ternyata band yang ikut festival banyak juga. Ada sekitar 80 grup band. Bisa sampe malam lombanya kalau gitu. Waktu technical meeting, Trotoar Gank dapat nomor urut 45. Sementara, tiap grup diberi waktu 15 menit untuk menyanyikan 2 lagu jagoannya. Berarti, Coki cs tampil agak siangan. Jadi nyantai aja lagi. Checking peserta aja baru dimulai jam 8. Para penonton udah memadati lapangan sejak jam 7 pagi. Rata-rata masih ABG. Tapi ada juga yang umurnya udah 30 tahunan keatas. Nah, yang ini pasti bukan sekedar nonton aja nih! Soalnya yang usianya segitu, pastinya segmen musik yang dipilih jenis musik yang enak didenger, bukan yang bikin kuping budek. Paling nggak, slow rock gitu. Mereka pasti punya apresiasi tinggi terhadap perkembangan musik rock. Penonton yang rada bulukan ini pada melongo melihat nama band peserta lomba yang terpampang dibaliho depan jalan raya. Malam Satu Suro, Palasik, Keramat, Wingit, Kafir, Banduso, Alam Kubur,.... Ini sebenarnya Festival Musik Rock atau Festival para Dedemit sih? Namanamanya kok horor banget?!?! Nggak usah heran. Soalnya penyelenggara evennya adalah Tanjung Enim Underground Community, komunitas musik yang mengusung aliran underground. Anti kemapanan gitu. Nggak mau ngikutin tren. So pasti yang kebanyakan ikutan lomba, ya grup aliran underground tadi.

Yang jadi MC kali ini adalah Gugun yang udah ngetop sebagai penyiar radio di Buana FM. Asyik!! Jadi acaranya bisa lebih fresh dong? Soalnya Gugun di radio bawaannya aja fresh, apalagi dipanggung? Coki cs dan Mas Pri datang telat daripada Trimei dkk yang udah datang sejak pagi. Dia nggak cuma berenam, tapi membawa serta juga beberapa kawan yang lain. îKalian semua, ini kenalin temen-temen kita yang sama-sama satu sekolah. Sayangnya mereka tidak bisa menonton pertunjukan kalian. Soalnya sebentar lagi, mereka mau jaga dirumah sakitî, jelas Indri. îO.. Ya, nggak apa-apa sih. Ada yang perhatian sama band kita aja, sudah seneng. Apalagi kalian udah bela-belain datang kemari, ngasih semangat kekita. Terima kasih banget. Ngomong-ngomong kita belum kenalan. Nama saya Radiî, pembetot lead guitar ini meperkenalkan diri. îAduh, sampai lupa. Ini kenalkan, cewek yang berambut pendek, yang tomboi ini, namanya Dian. Cewek itu, sikembar, Endra dan Yuni. Itu si Paul, itu Yohanes. Dan itu yang guantengnya selangit tembus, namanya Andiî, Indri memperkenalkan dirinya. Andi cuma mesem-mesem dipanggil ganteng. Soalnya............. Dia emang udah ganteng sih! Coki cuma melongo melihat penampilan Indri, Trimei, Irma, Martina, Reni dan Anis. Soalnya penampilan mereka itu lho? Seperti cheerleader, lengkap dengan rumbai-rumbainya. Cuma Reni yang pakaiannya agak sopanan dikit. Jadi ini yang mereka sebut kejutan? Yang ada malah malu-maluin. Lihat penampilan pendukung band lain. Gayanya metal men!! Lha ini... Coki nggak enak aja mengomentarinya. Kasihan, cewek ini udah tampil abisabisan. Udah ya. Kami permisi dulu. Nggak bisa lama-lama. Udah telat nih!î, kata Yohanes. îOh, ya. Terima kasih ya udah datang kemariî, kata Defri. îSama-sama. Yuk, kami cabut duluî, Yohanes berenam melambaikan tangannya kepada Coki dkk, sebelum berangkat kerumah sakit. **** Apa aku bilang? Pasti jadi bahan celaan orang, keluh Coki dalam hati. Sepanjang jalan menuju arena festival, suitan dan ejekan mampir ditelinga mereka. îThe Flower Band!î, ejek mereka. Suatu ejekan para undergrounder pada band yang penampilannya rada kemayu. Penampilan Trotoar Gank memang tidak mencerminkan karakter rocker yang garang, keras, heavy metal gitu. Penampilan mereka manis, apalagi ada cewek manis berbaris manis. îHalo semuanya!!! Apa kabar?? Apa? Panas? Disini adem, he..hee.. Senang sekali gue Gugun, bisa ketemu sama kamu-kamu semua diajang paling oke dan penuh greget buat ngebuktiin kegapean kamu dalam bermusik. Anak-anak nongkrong semua, inilah dia, FESTIVAL MUSIKK ROCKK se- TANJUNG ENIM!!!! Teriakan riuh dan tepuk tangan terdengar diarena ini.

îUcapin salut en acungan jempol buat Tanjung Enim Underground Community, yang udah bela-belain gadain acara ini. Inilah hasil kerja keras mereka selama 3 bulan ini. Dan juga jangan lupain juga Radio Buana yang jadi Media Partner bagi penyelenggaraan acara ini. Tepuk tangan dong!î Bukan tepuk tangan yang terdengar, tapi teriakan huuu.. mengiringi pesan sponsor tersebut. Gugun cuma ketawa. îOke, tentunya kamu-kamu udah nggak sabar melihat band-band yang berlaga. Mengawali acara ini, saatnya kita melihat aksi dari peserta pertama kita dari Lingga. Anak-anak nongkrong!! The Touch!íí Personel The Touch kayaknya tidak berlama-lama berbasa-basi. Setelah mengenalkan diri, mereka langsung beraksi. Setiap band diberi kesempatan menyanyikan 2 buah lagu. Lagu pertama yang dibawakan The Touch adalah Generasiku dari Boomerang. Angkat tinggi tanganmu Teriakkan GENERASIKUU!! Reffrain lagu ini yang butuh suara dengan pencapaian nada hingga 6 oktaf, sukses dilalui vokalis band ini. Penikmat musik terpana. Soalnya 6 oktaf itu nggak main-main, dan hanya orang yang udah latihan dengan baik yang bisa melakukannya. The Touch buktinya. Suara sang vokalis yang oke, dibarengi kegapean bermain musik yang keren abiss dari personil lainnya. Kegokilan mereka nggak sampai disitu. Saat nyanyiin lagu Knockin Door-nya Gunín Roses, 0lif, sang Lead Guitar memainkan distorsi suara pada gitarnya yangÖ, aje gile!!! Soalnya top banget, bro?!?! îWah, ini nih yang bakal jadi juaraî, kata salah seorang penonton setengah baya. îInilah Snake prit!!î Penampilan grup kedua ini nggak usah dikomentari lah! Soalnya payah banget! Main musiknya pake sistem ABS (Asal Bunyi Syukur). Nggak kompak sama yang nyanyi. Yang main musik ngelantur kemana, yang nyanyi ngelantur kemana. Kayaknya grup ini, tampil dengan persiapan yang seadanya. Hasilnya? Capek dech!!! Band selanjutnya, idem alias sama dengan diatas... Peserta dengan nomor urut 6, lewat...., Lewat ..., lewat..., lewat... Penonton kecewa. îHalo? Masih ada orang disana? Masih kan? Kok nggak kedengeran suaranya sih? Tepuk tangannya mana? Oke, peserta dengan nomor urut 20. Inilah Duss Bandd!!î Terdengar protes dari anggota band yang disebutkan namanya tadi. îHey, nama bandnya itu Banduso, bukan Dhus Band. Memangnya kami embek?î, katanya.( We dhus; dalam bahasa Jawa berarti kambing ) îO..ya maaf. He..he..î, ralat Gugun sambil cengar cengir. Maksudnya mau rada-rada british, malah jadi malu-maluin.

ìSorry, gue salah sebut tadi. Yang bener adalah BANDUSOO. Kita saksikan aksinya sekarang jugaa!î Sesuai namanya yang berarti keranda mayat, maka musik yang diusungnya bergenre Gothic, salah satu jenis musik underground. Karena tema musiknya nggak jauh dari kesan hiyy... syereem, penampilannya pun juga mengukuhkan pandangan itu. Para personilnya pake baju item-item, dengan muka digambar model rajah suku Indian Maya dengan cat item gitu. Apalagi vokalisnya si Prapto tuh, pake aksesoris Salib terbalik. Simbol Anti Kristus, yang juga jadi semangat bagi pergerakan jenis musik satu ini. Yang sering disebut musiknya para pemuja setan. Sebelum mereka memulai aksinya, mereka bikin sensasi dengan pertama kali membakar kemenyan dipanggung. Sontak, udara disekitarnya pada bau menyan, termasuk cewek-cewek yang udah dandan abis pake parfum mahal, ikut-ikutan berbau menyan, he..hee.. Vokalisnya nyanyiin lagu yang nggak jelas mana huruf A, mana huruf Z. Soalnya yang kedengeran cuma suara mirip orang komat-kamit, tempo-tempa ngeracau nggak karuan, en nggeremeng (Bahasa mana itu ya?). îIni orang nyanyi apa? Kok nggak karuan gituî, kata bapak yang nonton sambil ngopi diwarung. Belum habis kekecewaannya melihat penampilan band sebelumnya, kini wawasannya bertambah mengenai faktor penyebab kekecewaan penonton terhadap Festival Musik Rock ini, dengan unjuk giginya band ini. Padahal, acara ini disiarkan live oleh Radio Buana. Otomatis, bukan hanya anak-anak yang nongkrong di ajang ini ngedenger, tapi se- Tanjung Enim bro! Kontan, yang pada ngedenger Radio Buana hari ini buru-buru ganti channel. ìGanti-ganti saluran! Mending denger lagu dangdut aja! Daripada ngedenger lagu bikin pusing gitu! Lagu apa itu? Lagu owok-owok kaliî, sungut seorang ibu-ibu yang dongkol sekaligus heran, ngeliat anaknya begitu asyik menikmati musik yang menurutnya aneh itu. Kembali kearena festival! Bapak-bapak pada melongo melihat kelakuan para undergrounder yang jingkrak-jingkrakan dilapangan. Lagunya itu lho? Sikut kekiri, sikut kekanan, dorong-dorongan, saling tendang. Kenyamanan penonton jadi terganggu. Berawal dari Banduso, maka dimulailah pesta komat kamit. Soalnya band selanjutnya hingga nomor urut 44, semuanya beraliran underground sih! Bagi penikmat musik sejati, nggak ada yang bisa dinikmati dari jenis musik satu ini. Mau ngedengerin kemerduan suara vokalisnya, yang ada malah bikin kepala mumet. Mau menikmati permainan apik para pemusiknya, waduh.. no comment deh! îOke, hari makin panas en suasana makin panas juga ya? Sekarang tibalah saatnya menantikan penampilan dari peserta dengan nomor urut 45. mereka adalah grup band yang berasal dari Tegal Rejo. Anak-anak nongkrong sekalian!! Yang kita nantikan saat ini! Inilah TROTAAR GANKK!!!î Cewek-cewek SPK pada jejeritan waktu band kita muncul di stage. Penampilan Coki en gank keren abizz dengan t-shirt hitam bergambar bunga

rose, dengan setelan jaket dan kacamata hitam. Tapi ya itu tadi, rada kemayu! Trimei dan kawan-kawannya kompak mengabsen nama-nama personil Trotoar Gank. îRadi, ya.. ampyun cool banget!! Defri lucu deh? Pinkan oke!! Coki I love you!!î Pas Selo muncul dengan penampilan gondrongnya, cewek-cewek memanggilnya dengan memplesetkan kata-kata yang ada diiklan sebuah merek pasta gigi. îWoww!! Seloo... Man!!!î Selo cuma cengar-cengir, sambil mamerin deretan gigi kuningnya . Kini..., waktunya menikmati permainan musik berkualitas. Soalnya dari tadi sebagian penonton udah gerah melihat penampilan para band amit-amit jabang bayi tersebut, apalagi ngelihat para kelakuan fansnya yang rusuh banget. Bikin sepet mata aja. Dipundak para personel Trotoar Band inilah, terpikul tanggung jawab untuk memuaskan dahaga penonton menikmati musik yang bukan sekedar musik biasa, tapi aje gile topnya setelah The Touch yang mengawali festival dengan penampilan yang luar biasa memukau. Aku masih disini Diatas bumi ini Tempat biasa kumakan, minum, ee.. dan segalanya Merdekalah katanya!!! Semua mata penonton kontan tertuju pada Coki cs. Penampilan band yang menjanjikan hiburan berkelas festival. Ini dia yang ditunggu-tunggu.. Ini zamannya shabu-shabu Bukan dizaman batu Atau kisah Si Rambo Ini bukan cerita sinetron Yang sabar selalu menang Diakhir episode... Lagu Berakit-rakit punya Jamrud, dinyanyikan dengan mulus oleh Coki. Penonton menanggapi positif. Tidak ada terdengar suara-suara bernada cemoohan mengiringi penampilan band ini. Mereka disuguhi hiburan plus. Musik oke, dan... pemandangan indah dari depan stage. Apa pasal? Ada cewek-cewek SPK yang menyemangati Trotoar Gank. Berpenampilan cheerleader, aksi mereka jadi pusat perhatian tersendiri. Lumayan, buat cuci mata! Tapi para undergrounder kayaknya sih, nggak terlalu seneng melihat sambutan luar biasa dari penonton atas penampilan band kita ini. Mereka pada sirik nih. Kesirikan mereka dituangkan lewat teriakan bernada mengejek(Bukan lewat tulisan), ditujukan kepada Coki cs. Heran deh! Selalu aja ada yang nggak seneng, kalo ngeliat yang lain tampil beda. Emang apa salah tampil beda? Daripada.. itu? Anak-anak underground meneriakkan kata-kata yang tidak pantas dimasukkan sebagai kosakata, dalam Kamus Bahasa yang Santun dan Sopan. Soalnya layak sensor bro!! îF xxx you Trotoar Band!!î

Coki cs makin membius penonton, saat membawakan lagu Joove Eager-nya Pas Band. Musiknya slow, agak nge-reggae gitu, bikin semuanya menari ala Jamaika. Tepuk tangan bergemuruh mengiringi Trotoar Gank yang baru aja menyelesaikan lagu terakhirnya. **** ìSetelah melihat penampilan band-band yang berlaga difestival ini, kira-kira prediksi dari Mas Tanto, siapa ya yang punya kans untuk meraih juara?î, tanya Gugun kepada narasumbernya yang dimintai komentar mengenai festival ini. îBeginiî, kata Mas Tanto. î Secara musikalitas, sangat sulit memprediksi siapa yang akan jadi pemenang. Soalnya, mereka menunjukkan kualitas yang setara....bla..bla..î Ehm..., komentar yang tentu saja mengundang cibiran dari pendengar radio yang saat itu, sedang menyetel Radio Buana. Soal kualitas, tidak perlu dipertanyakan lagi karena keliatan banget mana yang bermain baik mana yang payah banget. Kayaknya narasumbernya nggak kompeten dibidang musik nih! Pas pengumuman pemenang, para penonton kecewa. Juara III dipegang Palasik, Juara II Malam 1 Suro, Juara I Banduso. Apa-apaan ini? Kok semuanya yang menang, grup band underground? Dasar penilaiannya apa? Kalau kualitas musik, jelas mereka nggak hebat-hebat banget. Soal vokal? Jelas lebih parah! Apa sih yang dinilai dari suara racauan kayak gitu? Penonton malah memprediksikan Trotoar Gank dan The Touch yang bakal bersaing memperebutkan Juara I. Trotoar Gank sendiri harus puas menempati peringkat Juara Harapan I. Juara Harapan II STB, Juara Harapan III Neverdie. Semuanya beraliran underground. Ada desas-desus dibelakang panggung, pihak penyelenggara menekan pihak juri untuk lebih mengunggulkan grup musik beraliran ngaco ini. Berarti penilaiannya nggak sportif, dong? Personel Trotoar Gank terduduk lesu dipinggir jalan. Mereka tak bersemangat lagi, untuk melihat penampilan bintang tamu dari Bandung yang lagi-lagi beraliran Underground, sebagai penutup Festival. Heran deh! Bisa nggak sih nggak ngedenger hal-hal yang berbau underground sekaliii aja! Bikin dongkol hati! Rasa-rasanya piala yang diterima ingin dibuang, kalau tidak mengingat beratnya perjuangan untuk meraihnya. Mas Priyo selaku manajer menghibur hati rekan-rekan kita ini. îMasih ada kesempatan lain. Pada festival nanti di Prabumulih, kita buktikan kualitas musik kita !î **** Walau cuma Juara Harapan I, anak-anak Trotoar Gank senangnya minta ampun. Pialanya diarak keliling RT. Suasananya kayak Piala Thomas dan Piala Uber diarak keliling Jakarta. Sebagian warga memandang aneh ngeliat kelakuan anak-anak muda ini. Tapi ada juga yang memandangnya positif.

îNggak sia-sia itu anak tiap malem bikin budeg orangî, kata Mang Sani , tetangga sebelah markas Trotoar Gank, yang selama ini jadi korban keberisikan anak band ini. Mas Priyo selaku manajer, bermaksud merayakan keberhasilan ini dengan mengadakan pesta ayam bakar. Tapi eit! Tunggu dulu! Yang pasti ayamnya didapat bukan dari nyolong lho? Tapi beli dipasar. Suerr deh!! Sedari pagi, Trimei, Indri, Martina, Reni, Anis, Irma udah standby dimarkas. Ya nyiapin bumbu dan lalapan sebagai pelengkap ayam bakar. Tentu saja anak-anak Trotoar Gank dengan senang hati membantu. Coki malah sampe bela-belain bolos kuliah. Mereka ingin kelihatan rajin dimata cewekcewek tersebut. Biasaa, cari perhatian, bro! Malamnya, markas Trotoar Gank udah rame. Bukan hanya oleh ABG yang sering nongkrong disana, tapi juga ABG-ABG lain yang nggak jelas dari RT mana. Biasalah, seperti kata pepatah, îAda gula ada semutî. Ada rame-rame, pasti banyak yang ngumpul. Apalagi ada cewek-cewek oke. Pas jam 8, sebuah mobil ambulance dengan suara sirine yang meraung-raung (Bukan bertalu-talu lho?) berhenti didepan markas. Para tetangga pada melongok keluar pintu mencari tahu. Ada apa ya? Siapa yang sakit? Atau.. ada yang overdosis narkoba? Atau.., atau... Pintu mobil terbuka. Ternyata yang keluar anak-anak SPK yang baru pulang jaga dirumah sakit. Kirain... îOyy, acaranya udah mulai ya? Jangan lupain kita-kita dong?î, teriak Dian, si tomboi. Bersama Dian, ada Yohanes, Endra, Andi, Yuni, dan Paul. îKalian? Acaranya baru mulai kok! Buruan gabung !!î, panggil Mas Priyo mempersilahkan masuk. Dihalaman depan, ada dua cowok yang sedang membakar ayam dipemanggangan. Sementara, anak-anak Trotoar dan Indri cs sedang ngobrol didalam. Dalam waktu setengah jam, semua ayam sudah selesai dipanggang. Saatnya makan-makan. Asyikk!! Tanpa dikomando, semuanya pada berebut. Maklum, udah lapar banget bro! Nyamm-nyamm, yummy banget! Sambil makan, Mas Priyo mengucapkan syukur atas keberhasilan Band kita ini, meraih prestasi yang tidak mengecewakan diajang Festival Musik Rock seTanjung Enim ini. îPrestasi ini mudah-mudahan akan jadi titik tolak bagi band kita, untuk meraih prestasi yang lebih baik lagi dimasa datangî, kata Mas Pri îAmiin!!î Makan udah, sekarang saatnya nyanyi bareng. Asyiikk!! Radi mengambil gitar, dan mulailah dia beraksi memainkan sebuah lagu. Dian yang tampak semangat sekali, bernyanyi mengiringi petikan dawai gitar nan merdu dari Radi. Kali ini para tetangga harus bersiap-siap menyumpal kupingnya kenceng-kenceng, pake linggis bila perlu. Soalnya suara-suara yang kedengeran kali ini bukan hanya milik Coki seorang atau Dian, tapi juga suara

lain yang astaga naga sungguh bikin geleng-geleng kepala( Saking cemprengnya!). Bisa jadi malam ini jadi malam panjang yang penuh cekotcekot... bikin sakit kepala deh! Wherever deh! Pokoknya malam ini adalah malam yang hepi banget. ****

BAGIAN

Pukul 24.00 WIB, ami dari Rambang Dangku sudah siap”, Muslim angkat bicara. ”Ada sekitar 1000 orang yang kami rekrut. Urusan transportasi dan akomodasi sudah beres. Tinggal tunggu instruksi, kita langsung jalan. Bagaimana dengan rekan mahaiswa?” ”Kami sudah kontak rekan mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi di Palembang.”, Indra menjelaskan. ”Yang siap datang kemari 100 orang. Tinggal rekan dari Muara Enim sendiri. Kami belum mengadakan kontak. Jadi kami tidak

memastikan

apakah

mereka

bersedia

ikut

atau

tidak,

apalagi

menentukan jumlahnya. Tapi ini ada teman kami, Coki, yang juga mahasiswa STIE

Muara Enim. Dia mungkin bisa mengadakan kontak dengan pengurus

Badan Eksekutif Mahasiswa(BEM)-nya. Harapan kami sih, dengan waktu yang minim ini, paling tidak ada 15 orang, syukur-syukur 30 orang dari Muara Enim yang ikut demo.” ”Ya memang harus gitu?”, tukas Slamet Effendie. ”Masa mahasiswa dari Palembang ikut, yang dari Muara Enim tidak ikut berpartisipasi. Jangan lupa pakai jas almamater sebagai pengenal. Saya juga berpikir untuk mengontak kolega saya di Kapolres Muara Enim, untuk mengerahkan anak buahnya untuk mengamankan aksi demo ini, sekaligus sebagai filter dari kemungkinan

penyusupan dari orang-orang Karim Djinap untuk memprovokasi massa. Jika terjadi kekaacauan, akan merusak citra dari demo itu sendiri. Alhasil, suara kita tidak akan didengar oleh rekan-rekan didewan sebagai bahan evaluasi Pilkada ini.” ”Karena

itu

Pak

Slamet,

kita

undang

saudara

Aidil.

Dia

sudah

berpengalaman sebagai koordinator demo semacam ini sebelumnya. Dia yang akan merumuskan manajemen aksinya, agar demo ini berlangsung tertib dan meminimalkan aksi anarkis massa yag menyebabkan chaos” , jelas Muslim. ”Tapi sebelum rapat ini ditutup, ada hal yang perlu disampaikan”, Reza diam sebentar sebelum melanjutkan bicaranya. ”Kita tahu tujuan semulia dan sebagus apapun, hanya jadi sekedar wacana saja jika tidak direalisasikan. Begitu juga dengan aksi demo ini, tidak akan terlaksana tanpa ada dukungan yang memadai. Salah satunya dana. Dalam hal ini perlu saya jelaskan, bahwa untuk mendatang 100 orang partisipan dari Palembang, kita perlu transportasi bis 4 buah. Lalu, rencana kami akan menempatkan mereka

ketempat steril

sebelum hari H, agar tidak terkontaminasi oleh pengaruh apapun.” ”Jadi..?” ”Kami akan menempatkan mereka di Tanjung Enim. Tepatnya di Hotel Rafflesia, karena tempatnya representatif dan strategis untuk koordinasi”, Reza menutup pembicaraan. ”Kalau soal itu, gampang. Silakan adik-adik mahasiswa yang mengatur. Bikin saja angka-angkanya berapa, dan serahkan perinciannya pada saudara kita Muzakkir. Saya tinggal tanda tangan saja”, Slamet beranjak dari tempat duduknya. ”Oke malam ini juga saya akan ke Palembang, karena besok siang saya akan mengadakan konferensi pers di Hotel Sanjaya, untuk klarifikasi tentang rencana kita ini. Saya juga akan menghubungi kolega saya yang jadi advokad di Lembaga Bantuan Hukum(LBH), sebagai antisipasi jika rencana aksi tidak mendapat respon yang positif, kita bisa teruskan dengan Class Action di pengadilan.” Pertemuan selesai. Semua pulang dengan membawa beban yang sama kerumah masing-masing.

****

Sabtu, 2 Mei pukul 01.30 WIB, dalam perjalanan pulang ke Muara Enim, ”Iya ma. Aku lagi dalam perjalanan pulang ke Muara Enim. Apa? Nggaklah! Jalannya pelan-pelan. Udah malem kok. Iya, pokoknya aku pulang secepatnya!’, Reza memutus hubungan telpon dengan mamanya. ”Mamaku. Sebenarnya beliau tidak mengizinkan aku ikut rapat. Tapi aku jalan aja. Dan tadi kayaknya mamaku marah, aku tak mengindahkan omongannya’, Reza menjelaskan.

”Makanya

Kayak

daerah

nggak

tahu

aja

kalau

buruan.

ini

rawan

Biar bajing

cepet

sampai.

loncat’,

Coki

mengingatkan. Memang, daerah antara kota Muara Enim dan Gunung hutan sebagian besar masih berupa hutan alami dan kebun karet, sehingga mengkhawatirkan kalau lewat waktu malam. ”Oh ya Ndra,

kamu udah kontak wartawan kenalan kamu itu?”, Reza

mengingatkan. ”Tadi sore aku sudah hubungi. Katanya dia berhasil meyakinkan dewan redaksi hariannya untuk membantu kita. Mereka akan membantu dalam hal publikasi . Nanti, Senin pagi akan dikirim 1000 eksemplar koran mereka, “SP”, yang rencananya akan kita bagi-bagikan pada tukang ojek, pedagang, siapa saja yang ada pada pagi hari tersebut. Jadi, harapan kita semua orang akan tahu sebenarnya apa yang jadi tujuan dari aksi demo kita. Selain itu, sebagai alternatif cadangan, aku juga telah menghubungi redaksi jurnal mahasiswa dikampusku, untuk back up kalau-kalau alternatif pertama tidak mampu mencounter propaganda yang dilakukan orang-orang Karim. Kita semua pada marfhum, Karim telah membungkam pemberitaan miring seputar kasus ini. Semuanya

disuap.

Termasuk

koran

“X”

yang

terkenal

kredibel

dan

independen, ternyata juga disuap!”, tukas Indra. ”Rez, udah beres semua kalkulasimu mengenai dana yang kita butuhkan untuk demo ini?”, Coki bertanya.

”Dana yang dibutuhkan kira-kira 25 juta. Tapi ini biar Imam yang ngurus. Nah,

sekarang

tinggal

kamu

Cok.

Seberapa

besar

kans

kamu

untuk

menggalang dukungan mahasiswa di Muara Enim agar satu suara di barisan kita?”, tanya Reza. “Peluangnya sulit Rez. Kamu tahu sendiri mahasiswa di Muara Enim kebanyakan adalah PNS di lingkungan Pemkab Muara Enim. Mahasiswa murni ada, tapi juga kebanyakan dari mereka orangtuanya bekerja sebagai PNS. Terlalu riskan bagi posisi orangtua mereka jika demo ini tidak berhasil!”, jawab Coki. “Itu tugasmu, Cok. Yakinkan mereka untuk mendukung pergerakan kita. Usahakan untuk merekrut 30 orang, atau 15 orang juga boleh’, kata Reza. “Aku coba. Tapi aku nggak janji bakal berhasil”, jawab Coki. “Harus. Harus berhasil Cok!” “Gimana kalau nggak?” “Ya diusahakan, Cok!” ****

Pukul 03.25 WIB, Muara Enim, Kediaman Reza, “Mama tidak melarang kamu ikut aktivitas itu, ikut aktivitas ini. Tapi jangan sampai telantarkan kuliahmu. Sama seperti kalian. Reza sudah dua tahun Stop Out, padahal kemarin sudah mau skripsi. Mama mau tanya sama Reza, kapan kamu menepati janji untuk segera

merampungkan studimu? ’,

tanya Mama Reza. Reza sih Cuma

diam saja, tidak membantah sepatah katapun. Begitu

juga yang lain. Imam pengecualian, karena Imam mampir di wisma Bupati untuk negosiasi soal dana taktis bagi operasional kerja Senin depan. ”Mama... sebenarnya kurang setuju... kalian ikut

kegiatan ini. Coba

mama mau tanya... manfaatnya apa coba untuk diri Reza? Apa berguna untuk kuliahmu? Yang ada kamu cuma jadi boneka. Reza pahamkan maksud mama, mengenai jadi boneka ini? Disuruh kesini mau, bikin ini mau. Sementara yang nyuruh enak-enakan, kamu yang menanggung segala resikonya”, kata Mama Reza datar.

Semua masih diam. Suasana hening. ”Indra, Reza dan adik ini. Pernahkah ..bertanya..pada hati nurani? Kirakira ... apa yang kalian perjuangkan? Siapa yang kalian perjuangkan? Apakah kalian sudah mengerti harga yang harus dibayar demi mewujudkan tujuan yang kalian perjuangkan? Kalian menuduh bapak ini menyogok agar ia terpilih jadi bupati. Tapi pernahkah kalian berpikir.., atau sadar..,apa iya calon bupati yang lain bersih dari perbuatan serupa? Waktu terjepit, berteriaklah ia bahwa yang satu berbuat, padahal mungkin saja yang menuduh lebih parah lagi. Maling teriak maling!” Coki merasakan betul kekhawatiran

yang ada dipikiran Mama Reza.

Kekhawatiran orang tua terhadap anaknya. Kecemasan yang sama dengan yang menghinggapi hati Coki. ”Mama tahu, mama cuma guru SD. Pergaulannyapun sebatas lingkungan SD. Sementara Reza, sudah kemana-mana, bertemu banyak orang dengan beragam sifat dan tingkah laku. Kuliah sudah tingkat akhir. Jadi Reza tahu konsekuensi apa yang Reza terima jika melakukan suatu hal. Mama harap Reza.., dan juga adik-adik ini, tidak terjerumus terhadap keputusan yang salah, sehingga akan jadi penyesalan dikemudian hari”, Mama Reza menutup pembicaraan. Tak ada yang bicara.. Bahkan sampai mereka masuk kekamar Reza untuk beristirahat, mereka masih terdiam. Sepertinya mereka bergelut dengan perasaan yang berkecamuk dipikiran masing-masing. ”Sepertinya...”,

suara

Coki

memecah

kesunyian.

”Kita

perlu

mengevaluasi tentang keikutsertaan kita dalam demo ini..!” ”Jadi.. kamu takut, Cok?”, tanya Indra. ”Bukan begitu. Aku..” ”Dengar.! Kita akan jalan sesuai rencana semula. Kita akan jalani tugastugas masing. Kecuali kamu mau mundur, Cok!”, tukas Reza. ”Sepertinya kekhawatiran mamamu perlu jadi bahan pertimbangan.”

”Kekhawatiran apa?’, suara Reza terdengar meninggi. ”Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Semua sudah diatur rapi. Jadi tidak bakalan ada masalah.” ”Reza, mamamu khawatir kalau apa yang kita lakukan ini hanyalah sebagai

alat

bagi

kepentingan-kepentingan

tertentu

saja”,

Coki

masih

mencoba bersabar. ”Jadi dengan kata lain, kamu sama dengan mamaku, menganggapku hanya sebagai boneka? Yang dikendalikan kesana kemari begitu? Coki.., Coki! Aku sudah lama berkecimpung didunia ini daripada kamu. Aku lebih banyak pengalaman. Sementara kamu masih hijau. Jadi tidak usah mengguruiku!” Suasana jadi tidak enak. Perasaan itu terbawa saat tidur, sehingga Coki sukar memicingkan mata. Perasaannya bercampur, antara rasa tersinggung mendengar ucapan Reza tadi, juga............ ****

Tanjung Enim, Minggu, 3 Mei, 03.05.xx 08.00 ”Cok, kamu kemana sih? Gimana dengan tugasmu? Sudah belum kamu menghubungi pengurus BEM-mu? Pengirim: Reza. 03.05.xx

11.45

Anda mendapat pesan voice mail dari +6281 xxx xxx xx . untuk melihat isi pesan tekan xxx atau tekan +6281 xxx xxx xx untuk luar negeri. Pengirim: xxx 03.05.xx

13.40

“Cok, gimana nih? Dana belum cair. Pak Slamet belum pulang dari Jakarta.

Kayaknya

Palembang.

Gimana

kita

nggak

denganmu?

partisipan dari Muara Enim?” Pengirim: Reza

jadi Bisa

membawa nggak

rekan-rekan

kau

dari

mengusahakan

03.05.xx

14.20

Missed Call +6281 xxx xxx xx 03.05.xx 14.20 Calls: 2 03.05.xx

16.15

COKI, SEBENARNYA KAMU ADA DIMANA? Pengirim: Reza ****

Muara Enim, Senin 4 Mei, pukul 07.15 WIB, Jalan-jalan protokol Muara Enim mulai ramai oleh lalu lalang kendaraan bermotor para pegawai negeri sipil yag masuk kerja, serta angkot-angkot berisi siswa-siswa yang mau sekolah. Gedung DPRD masih sepi. Hanya satu dua orang staf Sekretariat Dewan yang sudah datang. Coki mengecek Pasar Muara Enim. Kegiatan perekonomian berjalan seperti biasa. Mana 1000 koran SP yang katanya mau disebar? Kayaknya pedagang, tukang becak, ojek, tukang parkir tidak ada yang pegang koran SP hari ini deh? Berarti....

Pukul 09.00 WIB, Para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang terhormat datang satu persatu. Menurut staf Sekretariat Dewan, Sidang Paripurna akan dimulai pukul 10.00 WIB.

Pukul 10.45 WIB, Sidang Paripurna dimulai.

Sedikit(Banyak tauk!) molor dari agenda

semula.

Pukul 11.00 WIB, Acara yang dinanti sudah tiba. Sekitar 25 truk mengangkut 1000 orang pendemo dari Rambang Dangku. Didepan Gedung DPRD sudah menunggu sekitar 20 orang. Ada Muslim, dari LSM Lamtorogung Persada, Aidil sang Koordinator Aksi, Komar, dan

15 orang MAHASISWA STIE MUARA ENIM!!!

Bagaimana sih? Bukankah sudah sepakat untuk tidak ikut demo ini? Coki

jengkel sendiri. Sabtu kemarin, Coki dan pengurus BEM STIE Muara Enim sudah deal untuk tidak berpartisipasi dalam demo ini, karena tujuan dari aksi ini sudah tidak murni lagi. Tapi sarat konspirasi. Mereka berpendapat,lebih baik menyelesaikan

masalah

ini

lewat

mekanisme

yang

berlaku.

Tapi

kenyataannya? Coki masuk ke kantor Pemkab Muara Enim, menuju lantai 2, karena dari sana dia dapat melihat jelas, wajah-wajah para demonstran ini. Dari sana, tampak 15 orang berpakaian jas biru, khas STIE Muara Enim. Tunggu! Bukankah itu...? Tidak salah lagi! Mahasiswa itu adalah Dani Effendie, Arman, Triadi Darmansyahputra, dan itu... Mereka alumnus dari STIE Muara Enim 2 tahun lalu. Pada masanya mereka punya kedudukan penting di BEM, dan sangat dekat dengan birokrat, termasuk dengan Slamet Effendi sendiri. Coki teringat lagi sekarang. Bukankah mereka kader partai ”A”, sama dengan.... Berarti

mereka

direkrut

untuk

berdemo,

dengan

mengatas

namakan

mahasiswa STIE Muara Enim. Tak berapa lama, datang mobil merah merk Kijang Toyota. Yang sudah sangat familiar, karena.... Dari mobil itu, keluar Reza, Indra, dan Imam. Mana yang lain? Bersama dengan Muslim, dan Komar mereka masuk ke Gedung DPRD untuk berdialog dengan anggota dewan yang bersidang, dengan pengawalan ketat polisi. Sementara itu, dari bak mobil pick up Chevrolet Dani sibuk berorasi. Sesekali suara mereka ditimpali oleh riuh suara demonstran lain membahana. Baliho, spanduk, poster berisi hujatan dibentangkan. Ramai sekali... ****

Demo yang dilakukan Senin itu, tidak jua mampu menggoyahkan keputusan dewan. Tidak cukup bukti untuk menuduh Karim Djinap melakukan money politic. Sidang Paripurna memutuskan tetap mensahkan hasil Pilkada. Dalam voting, sebanyak 25 orang menyatakan sah, sementara 11 orang menyatakan tidak sah. Slamet Effendie tetap dengan upayanya, untuk mempersoalkan hasil Pilkada tersebut. Beliau membawa kasus ini kepengadilan. Namun, sampai tingkat kasasi, kasus ini menguap entah mengapa? Reza, karena kegagalan ini jadi terdepak dari GPN. LSM itu menyangkal bahwa demo yang dilakukan Reza itu merupakan aksi mengatas namakan organisasi, tapi merupakan aksi sepihak. Sementara itu... Hingga hari ini, Karim Djinap tetap memangku jabatannya sebagai Bupati hingga sampai masa jabatannya. Disaat Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat, bukan oleh anggota dewan...... ****

(Tanjung Enim, Mei 2003)

Related Documents

Kenangan Yang Tersisa
November 2019 19
Kenangan Kita
November 2019 36
Kenangan Lalu...........
October 2019 37
Kenangan Lalu
November 2019 36