Kemuhammadiyahan.docx

  • Uploaded by: ramdan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kemuhammadiyahan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,077
  • Pages: 23
BAB I PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG Penjajahan Belanda di Indonesia (Nusantara), telah menyisakan kepedihan

yang mendalam untuk masyarakat pribumi. Meskipun berada di negeri sendiri, tapi taraf kesejahteraan masyarakat tidak dirasakan oleh bangsa Indonesia itu sendiri, melainkan hanya merasakan tekanan oleh kolonial (penjajah) Belanda hingga berabad-abad lamanya. Penjajahan Belanda telah menguras kekayaan alam Indonesia tanpa memberikan imbalan yang setimpal. Kebijakan lain juga tidak berimbang, misalnya pemerintah kolonial hanya memberikan pendidikan terhadap orangorang tertentu saja, kebebasan beragama yang dibatasi secara politik, yaitu harus ada izin dari pemerintah kolonial ketika membentuk wadah organisasi keagamaan maupun perkumpulan lainnya. Kondisi beragama kurang mendapat iklim yang baik pada sejarah zaman pemerintahan kolonial. Penanaman nilai-nilai moral terancam oleh situasi lingkungan yang merusak. Dari segi aqidah Islam, masyarakat melihat praktekpraktek syirik dalam berbagai upacara keagamaan yang memang diperlukan untuk membangun kewibawaan Negara yang dilakukan lewat ritus-ritus mitosisasi. Dalam struktur entitas baru itu, yang didukung oleh prinsip rasionalitasfungsional, hubungan kemanusiaan juga menjadi hambar karena yang lebih dominan adalah hubungan-hubungan organisasi yang impersonal. Demikian pula hubungan manusia dengan alam yang makin didasarkan pada prinsip eksploitasi sumber-sumber alam.

Kemuhammadiyahan

halaman 1

Dewasa ini, harapan formal terhadap agama dan umat beragama terutama adalah “ Mengatasi dampak dan eksis modernisasi”. Umat islam dituntut “ bisa menyesuaikan diri” terhadap proses modernisasi. Di sini agama ditempatkan pada posisi defensif, yaitu harus melayani tujuan dengan cara-cara modernisasi. Apabila agama tidak mampu menyesuaikan diri dan bisa berfungsi efektif dalam mengatasi dampak dan eksis modernisasi, maka tentunya agama itu diperkirakan tidak lagi relevan dan harus ditinggalkan. Kondisi umat beragama di Indonesia yang mendapat pengaruh peradaban modern harus menyesuaikan diri agar ajaran tauhid maupun gerakan sosialnya selalu relevan dengan perkembangan zaman. Pergeseran nilai akibat dari perkembangan zaman ini dinilai oleh KH. Ahmad Dahlan sebagai Suatu masalah sehingga harus ada wadah (perkumpulan) untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam.

B.

RUMUSAN MASALAH Berangkat dari latar belakang masalah di atas, dapat menarik Suatu

permasalahan yaitu : 1.

Bagaimana Sejarah Singkat lahirnya Muhammadiyah ?

2.

Bagaimana Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan ?

C.

TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan sebagai berikut : 1.

Untuk mengetahui sejarah lahirnya Muhammadiyah.

2. Untuk mengetahui Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan.

Kemuhammadiyahan

halaman 2

BAB II LANDASAN TEORI

A.

LAHIRNYA PERGERAKAN MUHAMMADIYAH Masa permulaan berdirinya Muhammadiyah bersamaan dengan mulai

bangkitnya gerakan nasional bangsa Indonesia yang menjelma dalam bentukbentuk keorganisasian. Sampai tahun 1911, K.H. Ahmad Dahlan sangat disibukkan oleh tugasnya sebagai khatib, aktifis dalam budi Utomo, syarikat islam, pedagang, pengajar di Kweekschool, Osvia, dan pengajar sekaligus pengelola sekolahannya sendiri di kauman. Kesibukan-kesibukan itu dilalui dengan penuh semangat oleh Dahlan dengan keyakinan akan keberhasilan sekolah model barunya. Dahlan menyadari akan perlunya perintisan sekolah yang dikelola dengan dukungan organisasi yang teratur sebagai Suatu kewajiban syariat agama yang tak bisa ditawar-tawar. Pemahaman dan kesadaran itu diilhami oleh penghayatan Ahmad Dahlan atas surat Ali-imron ayat 104 yang berbunyi : Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.

Hasrat Ahmad Dahlan yang diilhami oleh pemahaman terhadap AlQur’an tersebut mendapat dukungan dari murid-muridnya dan beberapa anggota Budi Utomo, di mana K.H. Ahmad Dahlan aktif di dalamnya, agar mendirikan Suatu lembaga pendidikan yang bersifat permanen.

Kemuhammadiyahan

halaman 3

Hubungan yang baik dengan Budi Utomo, demikian syariat islam, dan respons murid-murid dan teman-temannya maka tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H ( 18 November 1912 M ) berdirilah Muhammadiyah dengan tokoh-tokoh pertama yang menjadi Hoofdbestuur ( pimpinan pusat ) antara lain : 1. Haji Ahmad Dahlan 2. Abdullah Siraj 3. Haji Ahmad 4. Haji Abdul Rahman 5. R. Haji Sjarkawi 6. H. Mohammad 7. R. Haji Djaelani 8. Haji Anis 9. Haji Mohammad Fakih Setelah berdirinya Muhammadiyah, K.H. Ahmad Dahlan mengajukan surat permintaan badan hukum kepada pemerintah Hindia Belanda, baru dikabulkan pada tanggal 22 Agustus 1914 dengan keluarnya surat keputusan No. 81 tanggal 22 Agustus 1914, yang hanya berlaku untuk kawasan Yogyakarta dengan masa laku selama 29 tahun. Nama Muhammadiyah merupakan semangat untuk mengikuti jejak nabi Muhammad dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran islam. Karena itu Muhammadiyah merupakan gerakan islam yang gigih berusaha membersihkan islam dari segala

pengaruh di luar islam, dan menghidupkan

kembali kesadaran di kalangan umat islam untuk kembali ke aqidah yang benar berdasarkan Al-Qu’ran dan Hadits. Gerak tersebut ditatalaksanakan

dengan

langkah dakwah islam dan amar makruf nahi mungkar yang ditujukan kepada perseorangan dan masyarakat.

Kemuhammadiyahan

halaman 4

BAB III PEMBAHASAN

A.

MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN ORGANISASI SOSIAL KEAGAMAAN Eksistensi Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan dapat dilihat

dari dua hal yaitu : 1.

Ciri khas Muhammadiyah sebagai gerakan

2.

Esensi yang menjadi sifat strategi gerakannya.

Perjalanan sejarah panjang persyariktan Muhammadiyah memperlihatkan ciri khasnya yang menjadi identitas dari hakikat atau jati dirinya. 1.

Ciri perjuangan Muhammadiyah itu adalah pertama; Muhammadiyah

sebagai gerakan Islam, kedua; Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar, ketiga; Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berarti segala yang dilakukan oleh Muhammadiyah baik dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan, kerumah tanggaan, perekonomian dsb tidak dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip ajaran Islam. Tegasnya kedepan gerakan Muhammadiyah hendak berusaha untuk menampilkan wajah Islam dan wujud yang riel, konkrit dan nyata, yang dapat dihayati, dirasakan dan dinikmati oleh umat Islam sebagai “Rahmatan lil alamin” Muhammadiyah sebagai gerakan Dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar’ berkiprah ditengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dengan membangun berbagai model usaha yang benar-benar dapat menyentuh hajat orang banyak, semacam berbagai ragam lembaga pendidikan dari sejak kanak-kanak hingga perguruan Tinggi, membangun sekian banyak rumah sakit, panti asuhan dan sebagainya, seluruh amal usaha Muhammadiyah seperti itu tidak lain merupakan suatu manifestasi atau perwujudan dakwah Islamiyah dengan niat dan tujuan yang

Kemuhammadiyahan

halaman 5

tangguh, yaitu untuk dijadikan sarana dan wahana dakwah Islamiyah. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid sebagai pemurni ajaran Islam dari berbagai penyimpangan seperti; syrik, khurafat, bid’ah dan taqlid, yang dapat merusak aqidah dan ibadah seseorang. Tajdid yang dikenalkan pada gerakan Muhammadiyah sebenarnya tidak hanya sebagai pengertian upaya memurnikan ajaran Islam dari berbagai kotoran yang menempel pada tubuhnya melainkan juga termasuk upaya Muhammadiyah yang melakukan berbagai pembaharuan caracara pelaksanaan ajaran Islam dan kehidupan masyarakat. Untuk membedakan antara keduanya adalah “Tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut purifikasi (Purification) dan tajdid dalam pembaharuan dapat disebut reformasi (reformation)

2. Esensi dari Kepribadian Muhammadiyah Terletak Pada Sepuluh Sifat yang dimilikinya Pertama; Muhammadiyah beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan. Kedua; Memperbanyak kawan dan mengamalkan dakwah Islamiyah. Ketiga; Lapang dada dan luas pandangan dengan memegang teguh ajaran Islam. Keempat; Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan. Kelima; Mengindahkan segala hukum undang-undang peraturan, serta dasar dan Falsafah negara. Keenam; Amar ma’ruf nahi munkar dalam segala lapangan serta menjadi corak teladan sesuai dengan ajaran Islam. Ketujuh; Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud Islah pembangunan sesuai dengan ajaran Islam Kedelapan; Kerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan ilmu serta membela kepentingannya. Kesembilan; membantu pemerintah serta bekerjasama dengan golongan lain di dalam memelihara dan membangun negara untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur yang diridhai Allah. Kesepuluh; Bersifat adil dan kreatif ke dalam dan keluar dengan bijaksana.

Kemuhammadiyahan

halaman 6

Baik ciri perjuangan Muhammadiyah maupun esensi yang menjadi sifat strategisnya sebagai gerakan merupakan senjata yang paling ampuh dalam menghadapi tantangan di masyarakat baik dalam sejarah maupun dimasa yang akan datang. Sebagai

gerakan

sosial

keagamaan,

Muhammadiyah

telah

menyelenggarakan berbagai kegiatan yang cukup dan bermanfaat bagi pembinaan individu maupun sosial. Misalnya dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah telah menyelenggarakan program ini dalam skala yang besar dengan sistem yang berbeda dengan sistem yang dianut oleh pesantren pada masa lalu. Sementara telah ada institusi pendidikan yang dikelola oleh misionaris yang pada umumnya terletak di perkotaan dengan manajemen yang dianggap modern pada saat itu. Sebagai gerakan dakwah dan sosial keagamaan, Muhammadiyah akan senantiasa terlibat dengan setiap wacana masalah keumatan (kerakyatan), isu demokratisasi, Hak Asasi dan pemberdayaan rakyat serta gender. Setelah itu muncul kritik sistemik, krisis moral, korupsi dan lingkungan hidup, yang akan menjadi persoalan krusial, dihadapan Muhammadiyah sebagai organisasi yang didedikasikannya untuk keumatan harus merespon kenyataan tersebut. Prof. Dr. H. A. Mukti Ali ketika mengantarkan buku Dr. Mitsuo Nakamura ”Matahari Terbit di Balik Pohon Beringin” menyebut Muhammadiyah sebagai gerakan serba wajah (dzuwujuh), sebutan ini dimaksudkan untuk menunjukkan

keragaman

aktifitas

Muhammadiyah.

Seperti

dimaklumi,

Muhammadiyah menyelenggarakan aktivitas dalam bidang tabligh, pendidikan, ekonomi, dan juga politik. Dengan demikian, Muhammadiyah di kalangan luar dipandang sebagai organisasi keagamaan, organisasi sosial, organisasi pendidikan. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan, Muhammadiyah tercatat di Departemen Agama, Departemen Pendidikan, dan Departemen Sosial. Bahkan pada tahun 1966 lewat surat Wakil Perdana Menteri Bidang Sospol dan Mendagri, Muhammadiyah dinyatakan sebagai “ Orsospol ” , yakni organisasi massa yang mempunyai fungsi politik riil dalam masyarakat Indonesia.

Kemuhammadiyahan

halaman 7

Begitu luasnya bidang garapan perserikatan Muhammadiyah yaitu seluruh aspek kehidupan manusia yang berlandaskan ajaran Islam, maka dalam Muktamar Muhammadiyah ke-41 di Solo yang berlangsung dari tanggal 7-11 ditetapkanlah identitas Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar makmur nahi mungkar berakidah Islam dan bersumber kepada Al-Qur an dan As-sunnah. Gerakan Islam yaitu gerakan yang kelahirannya diilhami dan disemangati oleh ajaran Al-Qur an dan seluruh geraknya tidak ada motif lain kecuali sematamata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Jadi, segala apa yang dilakukan tidak lepas dari ajaran Islam. Berdasarkan pengertian ini, pantaslah Muhammadiyah disebut dengan gerakan Islam, karena kelahirannya merupakan hasil konkret dari telaah K.H. Ahmad Dahlan terhadap al-Qur an al-Karim dan pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh pembaharu Timur Tengah seperti Ibn Qoyyim al-Jauziyah, Ibn Taiymiyah, Syekh Muhammad Abduh Rasyid Ridho dan lain-lain, serta didorong oleh teman-teman dari Budi Utomo, maka K.H. Ahmad Dahlan mendirikan

organisasi

Muhammadiyah.

Di

samping

itu,

kelahiran

Muhammadiyah juga sebagai reaksi terhadap kondisi kehidupan sosial bangsa dan sosial keagamaan kaum muslimin di Indonesia yang pada waktu itu meringkuk di bawah penjajahan kolonial Belanda dan penjajahan pemikiran yang ditandai dengan merajalelanya perbuatan syirik, takhayul, bid’ah dan khurafat dan hidup dalam kemiskinan, kemelaratan dan kebodohan. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah, artinya Muhammadiyah mengajak dan menyeru umat manusia kepada ajaran Islam dan melaksanakannya dalam kehidupan nyata. Dakwah menurut K.H. Ahmad Dahlan adalah kewajiban setiap individu, karena dakwah merupakan tuntutan ajaran Islam. dalam pengertian rekonstruksi sosial meliputi seluruh aspek kehidupan, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Di samping itu dakwah juga dalam pengertian pembebasan, yaitu membebaskan umat manusia dari berbagai belenggu penjajahan, penjajahan dari kekafiran, syirik, dan kebodohan. Dakwah dalam pengertian ini juga merupakan hasil dari telaah dan pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 104.

Kemuhammadiyahan

halaman 8

Bahkan ayat ini merupakan khittah dan langkah strategis dasar perjuangannya, yaitu mengajak, menyeru kepada Islam dan mengajak kepada yang makruf dan mencegah perbuatan yang mungkar. Oleh karena dakwah Muhammadiyah tidak saja dalam bentuk lisan, tulisan tetapi juga dalam bentuk dakwah bil hal (perbuatan), maka Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah, mulai dari taman kanak-kanak sampai ke Perguruan Tinggi, mulai dari klinik dan rumah bersalin sampai mendirikan rumah sakit, mulai dari santun nan fakir miskin dan anak yatim sampai mendirikan panti-panti asuhan. Semuanya itu adalah wujud dan manifestasi dari dakwah Islam dan juga berfungsi sebagai dakwah. Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid atau gerakan reformasi, hal ini dibenarkan oleh Bernard Vlekke dan Wertheim misalnya, yang mengkategorikan Muhammadiyah sebagai gerakan puritan yang menjadikan fokus utamanya Pemurnian atau pembersihan ajaran-ajaran Islam dari sinkritisme dan belenggu formalisme. Membersihkan pengamalan umat dari syirik dan penyakit TBC (takhayul, bid’ah dan churafat). Di samping itu, Muhammadiyah juga melakukan pembaharuan, yaitu pembaharuan dalam pemahaman dan pengamalan Al-Qur an dan As-Sunnah. Pembaharuan yang dimaksud di sini bukan memperbaharui substansi, tetapi memperbaharui metode pemahaman dan pengamalan, seperti penyantunan terhadap fakir miskin, anak yatim, cara pengelolaan zakat, pengelolaan pendidikan dan rumah sakit, dan lain sebagainya. Untuk membedakan antara keduanya, tajdid dalam pengertian pemurnian dapat disebut dengan purifikasi, dan tajdid dalam pengertian pembaharuan disebut dengan reformasi. Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa tidaklah mengherankan apa yang dikemukakan oleh A. Mukti Ali bahwa Muhammadiyah adalah organisasi dzuwujuh (multidimensi), karena kegiatan-kegiatan Muhammadiyah hampir meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Di samping itu, Muhammadiyah sampai saat sekarang masih tetap ekses dan tetap berkembang.

Kemuhammadiyahan

halaman 9

Di antara faktor penyebab Muhammadiyah masih tetap berkembang adalah karena ciri dan sifat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi mungkar dan tajdid. Tambahan lagi karena pemikiran keagamaan dalam Muhammadiyah hanya berdasarkan dan berpegang teguh kepada Al-Qur an dan Sunnah sebagai sumber pokok. Muhammadiyah juga gigih mempertahankan bahwa pintu ijtihad masih tetap terbuka dan menolak ide tentang taklid, tetapi bukan pula berarti Muhammadiyah menolak mazhab. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Deliar Noer, Muhammadiyah tidak membabibuta menolak pendapat para imam mazhab, tetapi menganggap bahwa fatwa dan pendapat imam mazhab dan begitu juga ide-ide yang lain merupakan subjek untuk penelitian selanjutnya. Bagi Muhammadiyah kebenaran dari fatwa, ide dan amalan pada prinsipnya didasarkan pada Al-Qur an dan As- sunnah. Dalam surat Ali Imron ayat 110 ditegaskan bahwa posisi sebagai umat yang terbaik hanyalah mungkin dicapai bila “dakwah kepada kebajikan, suruhan kepada yang makruf dan pencegahan terhadap yang mungkar” terus menerus dilaksanakan tanpa mengenal lelah, takut dan putus asa. Sekali kita berhenti dalam menjalankan tugas risalah ini, maka posisi kita akan jatuh dengan sendirinya. Tapi harus diingat bahwa cakupan yang makruf dan cakupan yang mungkar itu meliputi berbagai dimensi kehidupan manusia: sosial, politik, ekonomi, budaya, hokum dan iptek (ilmu dan teknologi). Muhammadiyah dengan segala aparatnya sebegitu jauh masih belum optimal dalam mendaratkan pesan “amrun bi al-makruf dan nahyun ani al-munkar” dalam semua dimensi kehidupan diatas. Perjuangan kita bila diukur dengan suruhan al qur’an masih belum seberapa, bahkan dalam batas-batas tertentu masih parsial. Namun baru itulah yang dapat kita lakukan. Dalam ungkapan lain, posisi sebagai umat yang terbaik masih jauh nun disana. Aktualisasinya masih sangat memerlukan stamina spiritual dalam tempo yang lama, dan mungkin juga melelahkan. Dengan segala keberhasilan kita dalam pembangunan fisik dan ekonomi untuk kasus Indonesia pada sisi lain kita masih berada dalam kegalauan sistem nilai.

Kemuhammadiyahan

halaman 10

Iklim kegalauan inilah yang harus disinari oleh perjuangan “amrun bi almakruf dan nahyun ani al-munkar”. Dengan tidak bermaksud membanggabanggakan diri, Muhammadiyah adalah diantara kekuatan umat yang berdiri paling depan dalam tugas risalah yang berat ini. Berdasarkan pengalaman empiris kita selama ini, tugas risalah diatas sering terseok-seok karena kita tidak selalu kompak dalam bergerak menuju sasaran gerakan yaitu terwujudnya “masyarakat utama, adil dan makmur yang di ridhoi allah SWT”. Akhirnya dalam menghadapi masa depan yang kabarnya akan sangat kompetitif, kader-kader persyarikatan haruslah tampil sebagai kader yag mempuni, berwawasan jauh kedepan, dan tidak menguras energy untuk sesuatu yang bersifat pinggiran, superfisial, dan kurang penting. Mereka harus bersahabat dengan ilmu sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya sebagai pedoman dan acuan dalam beramal orientasi amal saleh dan bingkai moral persyarikatan harus menjadi pedoman dan bimbingan kita dalam mengembangkan dan memajukan Muhammadiyah, dimanapun kita berada. Muhammadiyah juga merupakan gerakan non-mazhab. Sampai batas-batas yang tidak terlalu jauh, munculnya suatu mazhab mungkin merupakan sesuatu yang dapat dipahami karena kondisi zaman dalam sejarah muslim memang menggiring orang kearah itu. Tapi bila mazhab itu telah dipandang sebagai kebenaran terakhir yang mewakili islam, sebuah bahaya fanatisme yang merobekrobek perumahan kesatuan umat merupakan akibatnya yang logis. Dan inilah yang terjadi selama berabad-abad dalam sejarah perjalanan sejarah umat. Ruh alQur’an tentang persaudaraan sesame orang beriman tidak lagi jadi acuan dalam kita bermasyarakat, bernegara, dan bahkan dalam kita bertetangga. Fanatisme mazhab sebenarnya adalah simbol dari egoisme dan subyektivisme seseorang dalam beragama. Egoisme dan subyektivissme ini akan sangat berlarut-larut bila Al-Qur’an tidak diminta turun tangan dalam meluruskan sikap mental yang menyimpan ini. Itulah sebabnya semua gerakan pembaharuan islam, termasuk

Kemuhammadiyahan

halaman 11

didalamnya Muhammadiyah, menilai bahwa seruan untuk kembali kepada AlQur’an dan As-Sunnah akan tetap relevan sepanjang zaman. Seruan ini dalam substansi maknanya adalaha agar umat islam tetap setia kepada sumber sejati dari ajaran agamanya. Sebegitu jauh jalan yang ditempuh Muhammadiyah tampaknya sudah berada di atas rel yang benar. Tugas menantang di masa depan adalah bagaimana member substansi strategis kepada seruan “kembali kepada Alqur’an dan alSunnah” itu. Seruan semata tanpa diiringi oleh langkah-langkah intelektual yang bermakna untuk merealisasikannya, maka kita pada akhirnya tidak akan pergi kemana-mana. Langkaharuan kita hanyalah akan bergerak di kawasan pinggiran, di kawasan organisasi, di kawasan bentuk, belum di kawasan substansi. Oleh sebab itu pada hemat saya saatnyasudah sangat tinggi bagi Muhammadiyah dan semua gerakan pembaharuan islam di permukaan bumi ini untuk menyusun sebuah agenda besar : menjadikan Islam sebagai pilar utama peradaban pada abad ke-21. Kerja penyusunan ini hanyalah mungkin ditandangi oleh sumber daya ummat dengan kualitas tinggi dan andal. Kualitas ini mencakup dimensi yang sangat luas: piker, dzikir (moral), ilmu, teknik, seni, dan yang berkaitan itu semua. Dengan semakin besarnya jumlah ummat yang terdidik pada tingkat S3, gerak kea rah kerja besar itu sudah dapat kita mulai sekarang juga. Bagaimana cara dan mekanismenya? Sebagaimana telah sering saya singgung dalam berbagai kesempatan, khusus untuk Muhammadiyah, ialah dengan menjadikan beberapa PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah) sebagai pusat pusat keunggulan dalam bidang ilmu, teknik, moral, dan budaya. Untuk tujuan ini sangat diharapkan para rektor dari PTM yang sudah agak mapan agar berpikir secara strategis untuk merealisasi gagasan ini. Muhammadiyah sebagai gerakan islam non-madzhab tidak punya beban apa-apa untuk meramu pilar peradaban Islam yang menyimpang dari pola peradaban Islamklasik yang berada dibawah paying dinastik-feodal. Bangunan peradaban feodalisme dinastik bukanlah ekspresi otentik dari gebrakan sejarah Islam masa awal. Gagasan kembali kepada Alquran dan al-Sunnah juga memuat pesan kembali kepada Islam

Kemuhammadiyahan

halaman 12

yang lebih longgar, ramah, dan sejuk. Sekali lagi, saatnya sudah sangat tinggi bagi kita untuk berpikir keras dan merealisasikan agenda besar dan strategis itu. “Janganlah kau tiru deburan ombak. Yang hanya bernyanyi bila terhampas ke tepi pantai. Tapi jadilah air bah. Yang mengubah dunia dengan amalmu!” (iqbal). Intelektual Islam haruslah sanantiasa memuat praksisme Islam. Muhammadiyah tidak boleh gamang berurusan dengan masalah-masalah besar yang dihadapi umat manusia sepanjang sejarah.

B.

PERKEMBANGAN AMAL USAHA MUHAMMADIYAH DI BIDANG SOSIAL KEAGAMAAN Dilihat

dari

segi

perkembangan,

memang

Muhammadiyah

telah

berkembang dengan pesat sampai tahun 1967, walaupun semula hanya bergerak di sekitar Yogyakarta. Perkembangan Muhammadiyah sejak tahun 1912 sampai masa kemerdekaan (Orde Lama/1967) sesuai dengan semangat dan cita-cita pembaharuan Muhammadiyah telah mengembangkan sayapnya ke seluruh Nusantara dengan amal-amal usahanya di bidang sosial kemasyarakatan dan pendidikan. Perkembangan Muhammadiyah tersebut tidak terlepas dari pengaruh tokoh-tokoh seperti Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897), Muhammad Abduh pembaharuan Islam pada sebelum abad ke-20. Perkembangan tersebut didukung semakin membaiknya sarana komunikasi dan transportasi pada masa itu. Hal ini sesuai dengan pendapat Azyumardi Azra, bahwa sangat sulit membayangkan pertumbuhan Syarikat Islam sebagai Suatu bentuk gerakan pembaharuan Islam di bidang politik atau Muhammadiyah sebagai gerakan pembaharuan keagamaan yang begitu cepat dalam dasawarsa-dasawarsa awal abad ini, tanpa ditunjang dengan semakin membaiknya sarana teknologi komunikasi dan transportasi sejak perempatan terakhir abad ke-19. Sebaliknya, adalah sangat sulit bagi pembaharu semacam Abd –al-Rauf atau gerakan pembaharuan yang lebih massal seperti gerakan padri untuk menyebarkan ide-ide pembaharuan, apalagi lengkap

Kemuhammadiyahan

halaman 13

sofistifikasi organisasi dan birokrasi modern sebagaimana ditampilkan oleh Muhammadiyah. Secara garis besar dan berurutan perkembangan Muhammadiyah sejak awal berdiri sampai akhir masa Orde Lama (1967) adalah sebagai berikut : Dari tahun 1912 sampai tahun 1917 gerak Muhammadiyah hanya terbatas pada daerah kauman Yogyakarta saja. Kegiatan Ahmad Dahlan hanya sebatas bertabligh, mengajar di sekolah Muhammadiyah, aktif dalam memberikan bimbingan kepada masyarakat untuk melakukan kegiatan seperti Shalat dan memberikan bantuan kepada fakir miskin dengan mengumpulkan dana dan pakaian untuk mereka serta kebersihan lingkungan. Kemudian, pembaharuan yang mula-mula dilakukan yaitu membetulkan arah kiblat. Meskipun pekerjaan ini mendapat tantangan yang cukup besar di kalangan masyarakat, namun Ahmad Dahlan tetap melaksanakannya di samping juga memberikan pengertianpengertian kepada masyarakat. Selanjutnya, menurut Zuhairini, sampai tahun 1925 Muhammadiyah telah mempunyai 29 Cabang dengan 4.000 orang anggota. Amal usaha bidang sosial yaitu membangun dua buah klinik dengan 12.000 pasien. Pada Kongres tahun 1929 tercatat 19.000 anggota Muhammadiyah. Pada Kongres 1930 yang bertempat di Bukit tinggi tercatat 112 Cabang dengan jumlah anggota 24.000 orang. Pada tahun 1935 meningkat menjadi 43.000 dengan 710 Cabang, dan pada tahun 1938 jumlah Cabang menjadi 852 dengan 250.000 anggota. Jumlah masjid dan langgar 834, perpustakaan Jumlah Mubalig atau propagandis 5.516 laki-laki dan 2.114 wanita. Dari data di atas dapat dipahami bahwa, meskipun Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berada pada masa penjajahan dengan segala tekanan-tekanan pihak penjajah dan kaum tradisional, namun karena misi Muhammadiyah merupakan kebutuhan masyarakat dan ditambah lagi dengan kegesitan para pemimpin dan anggotanya mengembangkan Muhammadiyah, Muhammadiyah tetap juga ekses dan berperan pada masa ini.

Kemuhammadiyahan

halaman 14

Selanjutnya, sampai tahun 1967 yaitu akhir masa Orde Lama amal usaha Muhammadiyah bidang sosial kemasyarakatan, melalui Majelis Pembina Kesejahteraan Umat (PKU) telah mendirikan rumah sakit, poliklinik, Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak, Rumah Sakit 9 buah, BKIA dan Poliklinik 50 buah, Panti Asuhan dan rumah miskin 200 buah, jumlah 259 buah. Dari data di atas, dapat disimpulkan, walaupun Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berada dalam penjajahan Belanda, Jepang dan awal kemerdekaan dengan segala tantangannya, namun Muhammadiyah tetap berperan dan berkiprah membangun bangsa dan umat Islam. Pada masa Orde Baru dan Reformasi, Muhammadiyah menjalani kehidupan yang amat sulit, karena Muhammadiyah terombang-ambing oleh suasana politik yang direkayasa oleh pemerintah seperti kebebasan berpolitik dibatasi, penyatuan Parmusi yang didirikan oleh Muhammadiyah menjadi Partai Persatuan Pembangunan (P3), kemudian harus menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas, maka pimpinan Muhammadiyah pada seluruh jajaran Muhammadiyah terfokus pemikirannya kepada masalah politik. Namun, pada tingkat Nasional, Wilayah, Daerah, Cabang dan

Ranting

Muhammadiyah

tetap

bergerak,

berperan

dan

berkiprah

melaksanakan misinya yaitu membangun kehidupan beragama berbangsa dan bernegara dengan mengembangkan amal usaha di bidang sosial kemasyarakatan dan pendidikan.

C.

JARINGAN STRUKTURAL MUHAMMADIYAH Jaringan kepemimpinan atau Struktural Muhammadiyah pada era Orde

Baru dapat dilihat data laporan Muktamar tahun 2000, Pimpinan Wilayah 26 Propinsi, Pimpinan Daerah 295, Pimpinan Cabang 2461, dan Pimpinan Ranting 6098. Dan pada tahun 2005 Pimpinan Wilayah, 30 propinsi, Pimpinan Daerah 375 kabupaten dan Kota, Pimpinan Cabang 2648 dan Pimpinan Ranting 6721.

Kemuhammadiyahan

halaman 15

Struktur Kepemimpinan Muhammadiyah untuk Pusat pada era Orde Baru terdiri, Ketua, dan beberapa Wakil Ketua, Sekretaris dan beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan Wakil Bendahara. Pada Muktamar Muhammadiyah ke45 di Malang jabatan Ketua berganti nama dengan Ketua Umum. Struktur Pimpinan ini dilengkapi dengan Badan Pembantu Pimpinan yang disebut dengan Majelis, Badan dan Lembaga yaitu; Majelis Tarjih, Majelis Tabligh, Mejelis Pendidikan dan Kebudayaan, Majelis Pembina Kesejahteraan Umat (PKU) sekarang Majelis Pembina Kesejahteraan sosial (MPKS), Majelis Ekonomi, Majelis Wakaf dan harta,benda, Majelis Pustaka, Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembang ( Diktilitbang ). Dalam perkembangan selanjutnya, pada Muktamar Muhammadiyah ke-42 di Yogyakarta 1993, Majelis-Majelis tersebut dikembangkan menjadi, Majelis Pendidikan dan Kebudayaan dibagi menjadi dua; Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Majelis Kebudayaan. Majelis Pembina Kesejahteraan Umat (PKU) dibagi menjadi dua, Majelis Pembina kesejahteraan Sosial dan Majelis Pembina Kesehatan, Majelis Diktilitbang dibagi menjadi Majelis Pendidikan Tinggi dan Lembaga Pengkajian dan Pengembangan (LPP). Lembaga yang bersifat penyempurnaan, baik dengan nama Lembaga ataupun dengan nama Badan antara lain; Badan Pembina Kader (BPK), Badan Hubungan dan Kerja sama Luar Negeri, Badan Perencanaan dan Evaluasi (BPE), Lembaga Dakwah Khusus (LDK), Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (LIPTEK), Lembaga Pengembangan Masyarakat dan Sumber Daya Manusia (LPMSM) dan Lembaga Hikmah dan Studi Kemasyarakatan. Tugas Majelis, Badan dan Lembaga adalah sebagai pembantu Pimpinan dalam mengatur dan meng koordinasikan kegiatan sesuai dengan bidang kewenangannya. Adapun struktur organisasi pada tingkat Wilayah, Daerah, Cabang dan Ranting, mengikuti pola struktur Pimpinan Pusat tetapi disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan wilayah dan daerah setempat.

Kemuhammadiyahan

halaman 16

Di samping Majelis, Badan dan Lembaga, terdapat organisasi Otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk yang diberi kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Organisasi Otonom tersebut adalah, Aisyiah, Nasyiatul Aisyiah, Pemuda Muhammadiyah, Ikatan Remaja Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan Tapak Suci Putra Muhammadiyah. Keempat organisasi otonom Muhammadiyah yaitu NA, Pemuda Muhammadiyah, IRM dan IMM termasuk kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM). Amal usaha Muhammadiyah bidang sosial dan ekonomi terlihat melalui data berikut : a. Rumah Sakit, Balai Kesehatan, Poliklinik 312 buah b. Panti Asuhan dan Santunan 240 buah c. Bank Perkreditan Rakyat 19 buah d. Baitut Tanwil Muhammadiyah (BMT) 190 buah e. Koperasi Warga Muhammadiyah 808.buah Dari data di atas agak sulit juga membayangkan, begitu hebatnya tantangan yang dihadapi oleh Muhammadiyah, namun dia masih tetap melaksanakan misinya. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh data kuantitatif, berupa amal usaha Muhammadiyah seperti mendirikan panti asuhan, rumah sakit, balai kesehatan dan poliklinik, bank perkreditan rakyat, Baitut tamwil Muhammadiyah, koperasi dan perusahaan-perusahaan terbatas (PT) yang bernaung di bawah Badan Usaha Milik Muhammadiyah (BUMM)

Kemuhammadiyahan

halaman 17

D.

MUHAMMADIYAH

SEBAGAI

ORGANISASI

SOSIAL

PENDIDIKAN a.

Dasar Pembaharuan Bila diperhatikan secara umum, menurut Rama yulis dan Samsul Nizar,

hampir seluruh pemikiran Ahmad Dahlan tentang pendidikan berangkat dari keprihatinannya terhadap situasi dan kondisi global umat Islam waktu itu yang tenggelam dalam ke jumudan (stagnasi), kebodohan, serta keterbelakangan. Kondisi ini sangat merugikan bangsa Indonesia. Latar belakang situasi dan kondisi tersebut telah mengilhami munculnya ide pembaharuan Ahmad Dahlan. Ide ini sesungguhnya telah muncul sejak kunjungannya pertama ke Mekkah. Kemudian ide itu lebih dimantapkan setelah kunjungannya yang kedua. Hal ini berarti, bahwa kedua kunjungannya merupakan proses awal terjadinya kontak intelektualnya baik secara langsung maupun tak langsung dengan ide-ide pembaharuan yang terjadi di Timur Tengah pada awal abad XX. Secara global, ide-ide pembaharuan Ahmad Dahlan menurut Rama yulis dan Samsul Nizar dapat diklasifikasikan kepada dua dimensi, yaitu; Pertama, berupaya memurnikan (purifikasi) ajaran Islam dari khurafat, takhayul, dan bid’ah yang selama ini telah bercampur dalam akidah dan ibadah umat Islam. Kedua, mengajak umat Islam untuk keluar dari jaring pemikiran tradisional melalui reinterpretasi terhadap doktrin Islam dalam rumusan dan penjelasan yang dapat diterima oleh rasio. Dari sumber sejarah di atas, dapat dipahami bahwa dasar pembaharuan bidang pendidikan tidak terlepas dari kondisi sosial bangsa Indonesia yang tenggelam dalam kebodohan, ke jumudan, dan khusus bagi umat Islam hidup bergelimangan dengan syirik, takhayul, bida’ah dan khurafat. Untuk memajukan umat Islam, langkah yang diambil oleh Ahmad Dahlan merupakan langkah yang amat strategis yaitu melakukan permurnian (purifikasi) terhadap ajaran Islam dan mengajak umat Islam untuk keluar dari rawa-rawa pemikiran tradisional dengan jalan meningkatkan ilmu pengetahuan melalui sarana pendidikan.

Kemuhammadiyahan

halaman 18

b.

Landasan Pendidikan Islam Landasan pendidikan menurut Ahmad Dahlan adalah Al-Qur’an dan

sunnah, karena keduanya merupakan sumber dan dalil hukum dalam Islam. Islam menekankan kepada umatnya untuk mendayagunakan semua kemampuan yang ada pada dirinya dalam rangka memahami fenomena alam semesta, baik alam makro maupun mikro. Meskipun dalam banyak tempat Al-Qur`an senantiasa menekankan pentingnya menggunakan akal, akan tetapi Al-Qur`an juga mengakui akan keterbatasan kemampuan akal. Ada fenomena yang tak dapat dijangkau oleh indera dan akal manusia (Q.S 13:2; 31:10; 63:3). Hal ini disebabkan, karena wujud yang ada di alam ini memiliki dua dimensi, yaitu fisika dan metafisika. Manusia merupakan integrasi dari kedua dimensi tersebut, yaitu dimensi ruh dan jasad. Batasan di atas memberikan arti, bahwa dalam epistemologi pendidikan Islam, ilmu pengetahuan dapat diperoleh apabila peserta didik (manusia) mendayagunakan berbagai media, baik yang diperoleh melalui persepsi indra, akal, kalbu, wahyu maupun ilham. Oleh karena itu, aktivitas pendidikan dalam Islam hendaknya memberikan kemungkinan yang sebesar-besarnya bagi pengembangan ke semua dimensi tersebut. Menurut Dahlan, pengembangan tersebut merupakan proses integrasi ruh dan jasad. Konsep ini diketengahkannya dengan menggariskan perlunya pengkajian ilmu pengetahuan secara langsung, sesuai prinsip-prinsip Al-Qur`an dan sunnah, bukan semata-mata dari kitab tertentu. Dari sumber-sumber di atas, dapat dipahami bahwa landasan pendidikan Islam menurut Ahmad Dahlan adalah Al-Qur’an dan hadist, maka dalam menetapkan tujuan pendidikan Islam juga sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Al-Qur an yaitu sesuai dengan tujuan penciptaan manusia yaitu sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi, dalam ungkapan lain disebut dengan rehumanisasi yaitu mengembalikan kedudukan manusia kepada kedudukan yang sebenarnya yaitu sebagai hamba Allah dan Khalifah Allah di muka bumi. Untuk tercapainya tujuan pendidikan Islam tersebut, manusia harus mengembangkan

Kemuhammadiyahan

halaman 19

potensi dirinya melalui pendidikan. Potensi diri itu sebagaimana yang dianugerahkan oleh Allah antara lain; fitrah beragama, potensi akal, roh, kalbu.

c.

Tujuan Pendidikan Mengenai tujuan pendidikan menurut Ahmad Dahlan hendaknya

didasarkan pada landasan yang kokoh yaitu Al-Qur an dan Sunnah. Landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan ideal pendidikan Islam, baik secara vertikal ( khaliq) maupun horizontal (makhluk). Dalam pandangan Islam, paling tidak ada dua sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai `abd Allah dan khalifah fi al-ardh. Dalam proses kejadiannya, manusia diberikan Allah al-ruh dan al-`aql. Untuk itu, media yang dapat mengembangkan potensi al-ruh untuk menalar penunjuk pelaksanaan ke tundukan dan kepatuhan manusia kepada Khalik-Nya. Di sini eksistensi akal merupakan potensi dasar bagi peserta didik yang perlu dipelihara dan dikembangkan guna menyusun kerangka teoretis dan metodologis bagaimana menata hubungan yang harmonis secara vertikal maupun horizontal dalam konteks tujuan penciptaan-Nya. Melalui paparan di atas, terlihat kerangka berpikir Ahmad Dahlan bahwa pendidikan Islam berdasarkan kepada Al-Qur an dan sunnah, sebagai pedoman bagi umat manusia. Maka seluruh aktivitas kehidupan harus didasarkan kepada kedua sumber hukum ini.

Kemuhammadiyahan

halaman 20

E.

MUHAMMADIYAH DAN POLITIK Kiprah politik Muhammadiyah dalam perjuangan partai islam terlihat pada

tahun 1938, setelah SI ( partai syarikat islam ) mengambil tindakan disiplin terhadap Muhammadiyah dan persis ( Persatuan Islam ). Tokoh-tokoh Muhammadiyah bersama organisasi islam lainnya mendirikan Partai Islam Indonesia ( PII ). Kondisi demikian juga berjalan pada masa perjuangan partaipartai, dengan menempatkan diri sebagai anggota istimewa partai, seperti dalam Masyumi dan Partai Muslimin Indonesia pada awal berdirinya. Setelah perjuangan partai tidak bisa membawa aspirasi Muhammadiyah, ditambah dengan kebijakan pemerintah tentang penyederhanaan partai, maka Muhammadiyah lewat dua muktamarnya, masing-masing muktamar 37 di Yogyakarta dan muktamar 38 di ujung pandang menegaskan kembali sikapnya bahwa kegiatan politik praktis bukan bidang garap Muhammadiyah. Di masa Orde Baru, dimensi politik Muhammadiyah muncul dalam bentuk kontribusi saran-saran, pertimbangan dan pandangan-pandangan terhadap lembaga legislatif dan lembaga eksekutif, terutama dalam bidang pendidikan dan keagamaan. Praktis Muhammadiyah hanya mengandalkan kekuatan lobbinya terhadap pihakpihak pengambil keputusan di bidang politik, dengan misi utamanya “ Membela kepentingan Islam dan umatnya ”. Kalau di telusuri lebih jauh, Muhammadiyah melalui para pemimpinnya sangat aktif dalam pendirian negara bangsa Indonesia, baik untuk perumusan filsafah dan ideologi negara – bangsa maupun peraturan tata kehidupan bernegara dan berbangsa hingga perjuangan riil membela kemerdekaan dan membangun serta mengisi kemerdekaan tersebut.

Kemuhammadiyahan

halaman 21

BAB IV PENUTUP

A.

KESIMPULAN Sebagai

gerakan

sosial

keagamaan,

Muhammadiyah

telah

menyelenggarakan berbagai kegiatan yang cukup dan bermanfaat bagi pembinaan individu maupun sosial. Muhammadiyah masih tetap berkembang adalah karena ciri dan sifat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi mungkar dan tajdid. Karena pemikiran keagamaan dalam Muhammadiyah hanya berdasarkan dan berpegang teguh kepada Al-Qur an dan Sunnah sebagai sumber pokok. Muhammadiyah juga gigih mempertahankan bahwa pintu ijtihad masih tetap terbuka dan menolak ide tentang taklid, tetapi bukan pula berarti Muhammadiyah menolak mazhab. Gerakan Islam dalam Muhammadiyah yaitu gerakan yang kelahirannya diilhami dan disemangati oleh ajaran Al-Qur an dan seluruh geraknya tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam. Jadi, segala apa yang dilakukan tidak lepas dari ajaran Islam. Dan hingga saat ini Gerakan Muhammadiyah masih terus berkembang dan ditingkatkan sebagai sumbangsih terhadap kewajibannya menegakkan agama islam dimuka bumi khususnya dinegara Indonesia.

Kemuhammadiyahan

halaman 22

DAFTAR PUSTAKA

Mulkham, Abdul Munir, Pemikiran, K.H. Ahmad Dahlan,dan Muhammadiyah Dalam Perspektif Perubahan Sosial, Bumi Aksara, Jakarta 1990. Abdullah, M. Amin, Dinamika islam kultural : pemetaan atas wacana keislaman kontemporer, Bandung : Mizan 2000. Arifin, MT, Gagasan pembaharuan Muhammadiyah, Jakarta : pustaka jaya, 1987.

Kemuhammadiyahan

halaman 23

More Documents from "ramdan"